.
.
Ada kebahagiaan kecil yang menyeruak dari hatinya. Inikah yang ia impikan selama ini? Ia tersenyum, membiarkan dirinya untuk berbaring di atas kasur lebih lama. Membiarkan dua orang yang dicintainya itu memeluk dirinya lebih lama lagi. Tak ingin momen yang diimpikannya itu berakhir begitu saja.
.
"Papa… mama…"
.
THE BROKEN MAN
CHAPTER 7
Disclaimer : Masashi Kishimoto
The Broken Man is Mine
.
.
Sudah sebulan sejak kejadian itu, suatu peristiwa yang berhasil membuat Sasuke terenyuh. Sesuatu yang membuat Sasuke semakin yakin untuk membuka lembaran baru bersama Sakura Haruno. Tak ada hal buruk sejak itu. Sasuke menghabiskan waktunya untuk bekerja dan lembur seperti biasa. Sarada selalu pergi ke sekolah dengan riang, sedangkan Sakura banyak menghabiskan waktu dengan forum penulis novel yang diikutinya. Wanita itu juga berencana untuk menulis novel baru walau belum diketahui cerita apa yang akan ditulisnya. Tentu saja tak perlu ditanyakan lagi bagaimana nasib novel terakhirnya yang membuatnya harus bercengkerama lagi dengan masa lalunya. Novel itu laris manis! Bahkan banyak surat yang masuk untuk meminta pihak penerbit untuk mencetak ulang, bisa dikatakan sekali lagi menjadi best seller.
.
"Sasuke…." Naruto mendorong kursi berodanya ke sebelah Sasuke yang sedang sibuk mengetik sesuatu di laptopnya.
"Hn."
"Ada satu hal yang ingin kuberitahukan padamu."
"Hn."
"Pertama, aku ingin kau berhenti mengucapkan 'hn'!"
Sasuke memalingkan wajahnya ke Naruto dengan kesal, "Oke, Tuan. Katakan sekarang apa maumu!"
Naruto nyengir melihat tingkah Sasuke. Ia lalu merogoh sesuatu dari saku celananya dan memperlihatkannya pada Sasuke.
"Eh?" Sasuke membelalakkan matanya melihat benda yang tengah dipamerkan Naruto.
"Hehehe… menurutmu kalau sekarang gimana?" tanya Naruto malu-malu.
Di tangannya ada sebuah kotak kecil berwarna merah yang cukup memikat mata. Tak perlu ditanyakan apa yang ada di dalam kotak itu. Jikalau dibuka pasti ada sebuah atau dua buah cincin yang berkilauan di dalamnya. Tentu Sasuke tahu untuk apa cincin itu. Ia pun tak lama lagi berencana untuk membelinya juga.
"Kau yakin?" tanya Sasuke mengintimidasi.
Naruto mengeluh, "Makanya aku tanya padamu! Kalau tidak cepat bisa digaet orang lain kan?"
Sasuke mengangkat bahunya, "Terserah kau saja. Semoga berhasil!" Sasuke pun kembali melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda.
"Ah, Teme!"
.
Naruto memasukkan kembali kotak cincin itu ke dalam sakunya dan mulai berputar-putar dengan kursi berodanya seolah ia tak punya pekerjaan lain. Sasuke memperhatikan Naruto lewat ekor matanya, sepertinya pria jabrik itu sedang bingung harus melakukan apa. Atau mungkin ia sedang berpikir bagaimana cara menyerahkannya pada wanita yang telah lama mencuri hatinya, Hinata.
.
OoO
.
Sakura memejamkan matanya sampai-sampai dahinya berkerut. Tangannya dilipatkan di dadanya, membuatnya terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu. Kopi yang ada di depannya sudah dingin karena belum disentuhnya sama sekali semenjak pertama kali Ino meletakkannya di meja Sakura.
"Kafe ini ramai sekali! Bagaimana aku bisa berkonsentrasi memikirkan ceritaku selanjutnya!"
.
Sakura membuka kembali matanya sambil mendengus kesal. Ia melirik ke kanan dan ke kiri memperhatikan keramaian kafe Orion yang memang selalu seperti itu. Di sudut kanan ruangan tak jauh dari meja Sakura, sekelompok anak SMA sedang bercanda dengan suara yang dahsyat, seolah mereka ingin seluruh penghuni kafe mendengarnya. Sakura kembali mendengus kesal, ingin rasanya ia membekap mulut mereka dengan plester sambil berkata 'Diam atau kalian mati!'
Tiba-tiba pintu kafe yang ada di dekat Sakura terbuka, suara bel yang selalu berbunyi setiap ada yang membuka pintu itu berdentang dengan indahnya, namun tetap kalah dengan suara hiruk-pikuk di dalam kafe. Sakura menoleh ke arah pintu, ia tersenyum begitu mengetahui siapa yang datang. Pria berambut merah dan bertato Ai itu menghampirinya dengan tergesa-gesa. Pria itu pun duduk di depan Sakura sambil menghela nafas lega.
.
"Maaf kalau aku terlambat," ujar Gaara sambil mengelap keringat yang membasahi wajahnya.
"Akan kumaafkan kalau kau membayar kopiku ini," timpal Sakura sambil menyesap kopi yang masih utuh itu.
"Baik, akan kubayar."
"Hei, aku cuma bercanda! Kau terlihat sangat lelah, istirahatlah sebentar. Tarik nafas dalam-dalam, lalu keluarkan secara perlahan." Sakura berusaha menenangkan Gaara, tapi pria itu bukannya mengikuti saran Sakura, malah membuka laptop yang tadi disimpannya di dalam tas.
"Jadi, kau sudah memutuskan untuk membuat cerita baru? Apa itu tidak terlalu cepat?" tanya Gaara sambil fokus ke layar laptopnya.
"Haah… sepertinya begitu," jawab Sakura sambil melorotkan dirinya di kursi.
"Kok haah?"
"Ya, gimana ya? Aku cuma ingin nulis aja."
"Pikirkan dulu matang-matang sebelum menulis. Walaupun kau novelis profesional, tetap saja tak bisa gegabah dalam membuat cerita baru."
"Iya, iya aku tahu! Masalahnya aku ingin melanjutkan novelku yang kemarin."
Mata jade Gaara kini menatap Sakura dengan tanda tanya, "Kau ingin melanjutkannya dengan cerita baru?"
Sakura menganguk mantap, "Yup!"
Karena merasa pembicaraan ini semakin menarik, Gaara menyingkirkan laptopnya sedikit agar bisa lebih fokus berbicara dengan Sakura. Ia memperhatikan wajah Sakura yang bersemu merah. Terlihat aneh, terutama cengiran di wajahnya yang tiba-tiba muncul itu membuat Gaara semakin penasaran.
"Cerita yang bahagia ya?"
"Hehe… apa ya? Mungkin bisa dibilang seperti itu." Sakura menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Dari kisah hidupmu juga? Atau hanya khayalanmu?"
Wajah Sakura kembali bersemu merah, ia terlihat salah tingkah. Matanya jelalatan ke mana-mana seolah tak ingin bertemu pandang dengan mata Gaara. Cengirannya semakin lebar saja, "Mungkin dari bagian hidupku, hehe…."
"Begitu ya."
"Bagaimana menurutmu, Gaara?" tanya Sakura penasaran, ingin tahu pendapat editornya itu.
"Ya, bagus."
"Hanya itu?"
"Aku senang cerita itu akan berakhir bahagia, novel sebelumnya terlalu suram."
"Oh..." Sakura kembali melorotkan dirinya di kursi. Agak kesal juga mendengar alasan Gaara, semudah itu kah? Akhir yang bahagia? Siapa yang tidak menginginkannya? Sakura yakin itu juga akan menjadi kejutan yang bagus untuk penggemarnya. Novel yang suram? Sekejam itukah Gaara padanya? Bukankah secara tak langsung pria itu mengatakan bahwa masa lalu Sakura begitu suram? Oke, memang tidak bahagia tapi kata suram terlalu ekstrim, bagaimana ya? Sekali lagi wanita itu hanya bisa mendengus kesal.
"Kalau kau memang berniat mengerjakan proyek baru, mulai dari sekarang pikirkan ide ceritanya," ujar Gaara sambil kembali menatap layar laptopnya. Sepertinya ada beberapa data yang harus ia selesaikan.
"Hmmm... baiklah!"
.
Sakura dan Gaara kembali sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Sepertinya Sakura terlihat serius dengan proyek barunya. Ia asyik menulis beberapa ide di catatannya, sedangkan Gaara sibuk memencet keyboard di laptopnya, ia terlihat sangat tenang dan serius. Saking sibuknya mereka berdua, tenggelam dalam pikiran masing-masing, tak sadar ada sepasang mata yang tak henti-hentinya memperhatikan mereka berdua.
.
OoO
.
"Papaaa!"
Sarada berlari menghampiri ayahnya yang sedang menunggu di depan sekolahnya. Gadis kecil itu langsung melompat ke pelukan sang ayah dengan riangnya, membuat si ayah sedikit kewalahan menerima tenaga besar yang tiba-tiba.
"Kok papa pulang cepat?" tanya Sarada.
Sasuke tersenyum, "Pekerjaan hari ini sangat sedikit, makanya papa bisa pulang cepat. Ada sesuatu yang ingin papa beli, mau ikut gak?"
"Mau! Memangnya mau beli apa?" tanya Sarada penuh semangat.
"Rahasia!"
.
Sasuke menggandeng tangan Sarada dan mengajaknya pergi meninggalkan sekolah kecil itu. Mereka tidak langsung pulang seperti biasa, ada satu tempat yang ingin dikunjungi Sasuke. Dalam setiap derap langkahnya, ada suatu keyakinan yang luar biasa menggema di antara kaki-kakinya. Ia menyunggingkan senyumnya, membayangkan sesuatu yang indah yang menurutnya akan terjadi. Pria itu sudah membulatkan tekadnya, ia akan melamar Sakura dalam waktu dekat. Lebih tepatnya mengajak Sakura untuk kembali bersamanya.
.
"Wah, mengkilat! Berkilauan!" Sarada berseru heboh melihat deretan cincin yang dipajang di etalase toko. Ia menempelkan wajahnya di kaca etalase dengan mata berbinar, seolah terhipnotis oleh kilauan yang dipancarkan cincin-cincin tersebut.
"Hei, Sarada-chan! Hentikan!" Sasuke berusaha menarik Sarada dan menyuruhnya untuk bersikap tenang. Ia malu diperhatikan oleh wanita penjaga tokoh yang senyum-senyum sendiri melihatnya.
"Papa mau beli cincin, ya?"
"Ya kalau tidak, ngapain kita ke sini?" Sasuke menghembuskan nafasnya lelah, kemudian berusaha lepas dari ocehan Sarada dengan segera menyibukkan diri memilih-milih cincin.
"Huh! Memangnya mau dikasih ke siapa?" Sarada menarik-narik jas ayahnya. Tapi Sasuke sama sekali tak mempedulikannya.
"Untuk melamar seorang wanita, ya?" tanya wanita penjaga toko dengan genit. Sasuke hanya menganguk gugup melihat ekspresi sang penjaga toko.
"Buat siapa sih, Pa?" Sarada kembali bertanya, tapi Sasuke masih tetap pada pendiriannya.
"Yang ini bagus, bagaimana menurut Anda?" tanya Sasuke pada wanita penjaga toko sambil memperlihatkan cincin yang dipegangnya.
"Wah, yang itu terlalu norak! Kalau saya sih menyarankan yang ini." Wanita itu mengambil sebuah kotak cincin dan memperlihatkan cincin mewah di dalamnya.
"Kalau yang itu kemahalan." Sasuke menatap tak percaya.
"Sayang sekali, bagaimana kalau yang ini?" Cincin lain diperlihatkan pada Sasuke, namun wajahnya kembali berkerut.
"Yang ini juga gak ada bedanya. Memangnya gak ada yang sedikit lebih murah, tapi bagus?" tanya Sasuke mendesak. Dia sedikit kesal juga, sebenarnya penjaga toko ini berniat membantu atau berniat melorotkan dompetnya sih?
"Yang murah? Wah, kasihan sekali calon istri Anda." Wanita itu menggeleng-gelengkan kepalanya prihatin.
"Eh, bu… bukan seperti itu maksudku! Bukan yang murahan! Tapi yang tidak semahal cincin tadi, namun kualitasnya bagus!" Sasuke merasa terhina mendengar ucapan sang penjaga toko yang secara langsung menjatuhkan harga dirinya sebagai seorang Uchiha. Seorang Uchiha yang kabur dari rumah tepatnya.
"Haahh…." Sarada hanya mengeluh pelan. Ia sudah cukup lelah melihat perdebatan antara ayahnya dengan wanita ahli cincin yang menor itu.
.
Bermenit-menit telah lewat, namun mereka masih saja berdebat. Sasuke bersikukuh ingin membeli cincin yang tidak kelewat mahal namun kualitasnya bagus. Eh, sang penjaga toko malah terus menawarinya dengan cincin yang luar biasa mahalnya. Kelewat mahal malah! Bahkan perdebatan mereka sampai melantur ke mana-mana. Si penjaga toko atau kita sebut saja 'si mbak menor' itu malah bercerita tentang cincin pernikahan Pangeran William dan Putri Kate. Sarada yang semakin tidak mengerti arah pembicaraan mereka hanya duduk di kursi sambil bersedekap. Ingin rasanya ia menggigit ayahnya untuk menyudahi perdebatan ini.
.
.
.
.
"Kami-sama! Ini dia!" Sasuke memperhatikan kotak cincin yang kini ada di genggamannya. Wajahnya sumringah menutupi raut kelelahan yang didapatnya hasil dari perdebatan panjang nan sengit dengan si mbak menor.
"Memangnya mau dikasih ke siapa, Pa?" tanya Sarada lagi masih penasaran.
Sasuke melirik putrinya sambil tersenyum. Ia memasukkan kotak cincin itu ke dalam tas kerjanya dengan hati-hati. Sarada yang sepertinya tidak akan dijawab lagi pertanyaannya hanya tersenyum sebal. Melihat perubahan raut putrinya, Sasuke menggendongnya sehingga mereka bisa berbicara dengan empat mata bertemu.
"Nanti kau juga mengerti."
"Papa gak akan memberikan cincin itu ke orang lain kan? Papa gak lupa kan Sarada pengen Bibi Sakura yang jadi mama! Kalau papa ingkar, Sarada bakal pergi dari rumah!"
Sasuke menghembuskan nafasnya. Anaknya ini benar-benar sangat pemaksa. Pergi dari rumah katanya? Bagaimana pemikiran seperti itu bisa singgah dalam benaknya? Sudah Sasuke duga, putrinya ini terlalu banyak menonton dorama percintaan. Ia menyesal juga karena terlalu membebaskannya menonton televisi.
"Papa tidak akan ingkar, papa janji."
Seketika sebuah senyuman muncul di wajah manis Sarada. Ia kembali berteriak-teriak senang seolah ingin melompat dari gendongan Sasuke. Pria itu sedikit kewalahan dengan sikap putrinya. Mereka hampir saja jatuh kalau Sasuke tidak bisa menahan keseimbangan tubuhnya.
"Kalau begitu papa janji! Awas kalau papa bohong! Sebelum pergi dari rumah, Sarada bakal gigit papa dulu!"
"Iya, iya papa ngerti! Berhentilah mengatakan untuk pergi dari rumah!"
"Oke, tapi papa janji!"
"Huft… kau turun dulu." Sasuke menurunkan Sarada dari gendongannya, kemudian ia membetulkan letak dasinya yang sudah melenceng ke sana ke mari akibat ulah Sarada.
.
Sasuke memutuskan untuk bersantai sebentar di sebuah kafe yang tak jauh dari tempat mereka berdiri. Ia memesan secangkir teh hangat, sedangkan Sarada meminta segelas besar parfait. Sasuke memperhatikan sekelilingnya. Kafe itu ramai karena banyak pegawai kantor dan anak-anak sekolah yang telah selesai dengan urusan mereka masing-masing sehingga memilih untuk bersantai di kafe. Saat matanya sibuk memperhatikan orang-orang di sekelilingnya, ada sesuatu yang berhasil menarik perhatian Sasuke. Sebuah rak buku yang menyediakan buku-buku terbaru ada di sana. Sepertinya buku-buku itu dijual karena ia melihat ada seorang siswi SMA mengambil sebuah buku dari sana dan membawanya ke meja kasir. Ya, buku yang diambil siswi itu sangat menarik perhatian Sasuke. Sebuah novel dengan cover yang entah mengapa seperti berusaha menarik dirinya untuk melihat.
.
"Sarada-chan, papa ke sana sebentar ya. Jangan pergi ke mana-mana!"
Sarada hanya menganguk sambil masih menikmati parfait-nya. Sasuke berjalan menghampiri rak buku tersebut. Ia mengambil sebuah novel yang dibeli oleh siswi tadi. Seperti ada hawa aneh dan misterius yang keluar dari novel tersebut. Sasuke mengernyitkan dahinya tak percaya, seumur hidupnya tak pernah ia tertarik untuk membaca novel. Tapi entah mengapa rasanya ia ingin sekali membeli dan membaca novel tersebut. Sasuke pun membaca nama pengarang yang tercantum di cover, Cherryblossom.
.
"Cherryblossom? Nama ini…."
.
.
.
"Tentu saja, karena aku tidak memakai nama asliku. Aku memakai penname," balas Sakura.
"Memangnya penname-nya apa?" tanya Naruto penasaran.
"Cherryblossom," jawab Sakura singkat.
.
.
.
"Sakura! Ini novel terbaru Sakura!" Sasuke memandang takjub ke arah novel yang dipegangnya. Ia ingat bahwa sekarang Sakura telah menjadi novelis yang sangat dikagumi banyak orang. Naruto pernah mengatakan padanya bahwa novel yang ditulis Sakura memiliki cerita dan ramuan kata yang luar biasa, setidaknya begitulah yang ia dengar dari Hinata. Sasuke tersenyum tipis, ia sama sekali tak pernah membaca tulisan sastra Sakura. Ia tak habis pikir bagaimana bisa Sakura menjadi novelis seperti itu. Ternyata ada sisi lain dari Sakura yang belum diketahui Sasuke.
"Tak ada salahnya kalau aku coba membacanya kan?"
.
OoO
.
Malam itu dingin terasa sampai menusuk tulang. Musim dingin akan segera datang menggantikan musim gugur yang penuh dengan perasaan melankolis. Orang-orang yang berlalu-lalang di kota semakin merapatkan jaket tebal mereka. Namun terkadang ada pemandangan aneh yang sampai sekarang belum dapat Sakura mengerti. Mengapa di tengah udara yang dingin seperti ini masih banyak saja para gadis dan wanita yang berjalan-jalan di luar dengan jaket tebal, namun membiarkan kaki mulus mereka diterpa dinginnya udara tanpa stocking atau legging. Sakura saja memutuskan untuk memakai celana panjang dengan sepatu bot untuk melindungi kakinya. Kalaupun ia harus memakai rok, tentu ia tak sebodoh itu membiarkan kakinya membeku tanpa perlindungan yang lain.
.
.
Gaara melihat ekspresi Sakura yang berubah-ubah saat melihat berbagai macam orang dengan style mereka masing-masing. Pria itu dapat melihat bibir pink wanita itu komat-kamit seperti sedang membaca mantra. Melihatnya membuat Gaara tersenyum tipis, ia tahu wanita itu pasti sedang memuntahkan segala uneg-unegnya dengan apa yang dilihatnya. Sakura selalu suka berkomentar dan tak jarang komentar itu sepedas wasabi.
.
"Gaara, melihat orang-orang itu semakin membuatku kesal saja!" ujar Sakura ketus.
"Kau sepertinya sangat mengkhawatirkan mereka," balas Gaara.
"Heh? Sori aja ya, aku tidak mau mengurusi mereka!"
"Iya, aku mengerti. Kurasa mereka juga tak akan mati kedinginan dengan cara berpakaian seperti itu."
.
Sakura hanya mengangkat bahunya kesal. Melihat tingkah Sakura membuat Gaara menggelengkan kepalanya. Mereka baru saja pulang dari kafe Orion tempat Ino bekerja. Sakura mengatakan bahwa ia berencana untuk menulis novel baru yang ceritanya merupakan sambungan dari cerita novel sebelumnya. Namun kali ini Sakura dialiri energi positif. Ia ingin membuat cerita yang tak kalah menarik dengan cerita sebelumnya, namun dengan suasana yang berbeda. Entahlah, Gaara merasakannya seperti cerita yang sedikit lebih bahagia, mungkin.
.
Sebenarnya Gaara sangat senang dengan keputusan Sakura. Ia juga tidak terlalu setuju dengan ide cerita novel sebelumnya. Cerita yang diangkat dari kisah hidup Sakura sendiri. Kisah hidup yang merupakan bagian dari kesedihan dan masa kelam yang telah lama dikuburnya dalam-dalam, namun malah diangkatnya lagi ke permukaan. Gaara sendiri tak mengerti kenapa Sakura melakukan hal itu. Ia tahu semua ini memang tak ada sangkut-pautnya dengan dirinya, ia bukan bagian dari masa lalu Sakura atau pun dari kehidupan kelam Sakura. Ia hanya orang baru yang kebetulan menjadi editor Sakura. Tapi semenjak mengikuti sepak-terjangnya dengan pria bernama Sasuke Uchiha, Gaara bisa mengerti sedikit. Wanita itu belum bisa sepenuhnya melupakan bungsu Uchiha tersebut, apalagi jika dikaitkan dengan gadis kecil berambut hitam itu. Pada akhirnya perasaan seorang ibu tidak akan pernah padam walau bertahun-tahun berusaha untuk menghapusnya.
.
.
"Sakura, bukankah kau merasa bahagia sekarang?"
"Eh?" Sakura memandang Gaara dengan heran, pertanyaan barusan yang dilontarkan pria itu terasa sangat tiba-tiba baginya.
"Kau bahagia, makanya kau ingin menulis novel yang berbeda kan?"
Sakura memalingkan wajahnya, "Hmmm… mungkin."
.
Saat Gaara dan Sakura hendak berjalan menuju apartemen Sakura yang semakin dekat, tiba-tiba Sakura teringat sesuatu. Buku catatannya! Benda yang sangat berharga baginya, yang telah menemaninya dalam perjalanan karirnya sebagai novelis yang tak dapat dibilang mudah.
"Akh, ketinggalan di kafe!" Sakura menepuk jidatnya.
"Kalau begitu telpon Ino-san, bilang kalau kau ketinggalan catatanmu dan memintanya untuk menyimpannya sebentar," saran Gaara.
"Tidak bisa! Aku membutuhkannya sekarang! Ide-ide baruku ada di sana! Aku harus kembali ke sana sekarang juga!"
"Apa ini yang kaucari?"
.
Sakura tersentak saat tiba-tiba ada seseorang yang menyentuh pundaknya. Gaara menatap seorang pria yang berdiri di belakang Sakura sambil mengernyitkan dahinya. Ia tidak kenal dengan pria itu. Dengan sedikit gerakan kepala, Gaara meminta Sakura untuk membalikkan badannya. Sakura menuruti perintah Gaara, ia memasang wajah kesal karena telah dikagetkan oleh orang tak dikenal. Atau mungkin orang yang telah dikenalnya.
.
"Wah, wah Sakura. Ternyata sifat pikunmu belum hilang ya?" Pria yang tadi mengagetkannya itu tersenyum padanya sambil memperlihatkan sebuah buku catatan berwarna merah muda di tangannya. Sakura membelalakkan matanya tak percaya. Ia menganga seolah-olah rahangnya akan lepas dari tempatnya.
.
"Kak Itachi?!"
.
.
OoO
.
.
Akhirnya Sasuke dan Sarada sampai di apartemen mereka. Sarada langsung berlarian ke kamar mandi, sudah tak sabar berendam di dalam air hangat. Namun tentu saja ia harus menunggu sedikit lama karena Sasuke harus mengisi air hangat dulu. Sebenarnya Sasuke merasa malas untuk mengisi bak dengan air hangat, butuh tenaga untuk melakukannya. Padahal akan lebih mudah jika Sarada memilih untuk mandi di bawah shower. Tapi tentu saja bukan Sarada Uchiha namanya kalau bukan pemaksa tingkat akut.
.
"Hangatnya~"
.
Sasuke bisa mendengar suara putrinya dari dalam kamar mandi. Gadis kecil itu bisa juga menikmati berendam di air hangat. Pria itu menghempaskan dirinya di sofa. Ia memutuskan untuk mandi setelah Sarada. Biarlah anak nakal itu menikmati waktu istimewa berendam di air hangat, walau Sasuke tahu ia harus menunggu sangat lama untuk mendapatkan gilirannya. Sasuke merogoh tas kerjanya, ia memutuskan untuk membaca novel Sakura sebentar sambil menunggu Sarada selesai mandi. Toh malam ini ia tak perlu masak karena mereka baru saja membeli makanan dari luar untuk makan malam. Sasuke jadi bisa sedikit lebih santai sekarang.
.
Ia membuka lembar demi lembar novel itu, tenggelam dalam untaian kata yang tertulis di tiap lembarnya. Sasuke sedikit memasang wajah serius. Ia merasa aneh dengan novel itu. Tidak hanya cover-nya saja yang cukup aneh, tapi juga tulisannya. Entahlah, Sasuke sulit mengungkapkannya dengan kata-kata. Ia hanya merasa familiar.
.
.
Pria itu berlari mencari suara yang sejak tadi terus saja berdengung di dalam pikirannya. Ia yakin bahwa wanita itulah yang sejak tadi sedang menguntitnya. Ia berlari kesana kemari namun tak ditemukannya sesosok bayangan pun. Bahkan gang itu semakin gelap saja seiring hilangnya senja.
.
.
Sasuke mengerutkan keningnya. Seperti disihir oleh kekuatan aneh, ia kembali membaca tiap paragraf yang ada di tiap lembaran novel.
.
.
Wanita itu tahu bahwa ia tak mencintai pria itu sejak awal. Sebuah pemaksaan, ya pemaksaan yang selalu ditemukan dalam sebuah pernikahan. Terlalu kuno memang, zaman sekarang mempertahankan sebuah tradisi yang bahkan sudah mulai jarang dilirik oleh orang. Sebuah kebebasan yang terengut. Pria itu juga sepertinya hanya bermain-main, menganggap semua ini seolah adalah 'mock wedding'. Ya, wanita itu tak peduli, toh mereka sama-sama tak saling mencintai.
.
.
Sasuke kembali membuka lembar demi lembar novel itu tanpa membaca seutuhnya. Ia seperti tahu di mana letak kalimat yang ingin dicarinya. Ia semakin merasa yakin, ini bukan cerita biasa. Bukan karangan biasa.
.
.
Wanita itu, dia hanya ingin merebut kembali seorang tuan putri yang telah lama terkekang dalam pelukan pria itu. Ia hanya ingin merebutnya, meminta kembali haknya. Walau ia tahu semua tak semudah membalikkan telapak tangan.
.
.
Sasuke menahan nafasnya, kepingan-kepingan memori itu mulai berputar kembali di dalam pikirannya.
.
.
Sasuke's memories on
.
Kuedarkan seluruh pandanganku di ruangan apartemen kami yang tidak begitu besar. Tiba-tiba kudengar suara pintu terbuka. Aku tersentak kaget dan segera melihat ke depan. Ada seseorang yang barusan membuka dan menutup pintu! Siapa dia? Aku langsung berlari keluar dan menoleh ke sana kemari. Apa itu? Ada seseorang yang berlari menuruni tangga. Rambut itu, wanita itu! Aku membelalakkan mataku tak percaya. Rasanya kakiku tak bisa bergerak sementara ia terus berlari menjauh, hilang ditelan kegelapan.
.
.
.
"Sasuke, haruskah kita menikah?"
"Eh? Aku tidak tahu."
"Jawablah dengan tegas! Sebenarnya aku tidak menginginkan ini terjadi! Tapi… kita terpaksa harus melakukannya."
"Kalau kau tidak bersedia, kau tidak perlu melakukannya."
"Lalu kau akan membiarkan semuanya begitu saja?! Pria macam apa kau?"
"Aku juga tidak mau! Haruskah kita menikah dengan terpaksa?!"
"Kau pikir hanya kau saja yang menderita?! Kau tahu aku berulang kali dimarahi oleh ibuku!"
"Aku tidak tahu, tapi…"
"Kita jalankan saja, walau tanpa cinta. Aku yakin semua akan baik-baik saja."
"Benarkah?"
.
.
.
"Aku selalu ingin mengelusnya seperti ini," Sakura mengelus wajah Sarada, "Bodohnya aku karena tak sempat memanjakannya dulu."
.
"Aku harap, aku bisa membawa anakku kepada mimpi indah dengan memeluknya dan tidur di sampingnya seperti ini." Sakura tersenyum melihat Sarada yang semakin nyenyak.
.
.
Sasuke's memories off
.
.
.
"Papa, Sarada-chan udah selesai nih! Sekarang giliran papa!"
Sarada berlari menghampiri ruang tengah sambil memakai baju mandi dan handuk yang membungkus rambutnya. Ia tak menemukan ayahnya di sana. Padahal tadi sebelum ia masuk ke kamar mandi, ayahnya sedang bersantai di ruangan itu. Gadis kecil yang baru selesai mandi itu mendengus kesal. Ia memanggil-manggil nama ayahnya namun tak ada respon sama sekali.
"Papa di mana sih—, eh?"
Sarada terkejut saat ia merasakan sesuatu di kakinya. Sepertinya ia telah menginjak benda bulat. Benda itu terasa dingin di telapak kakinya. Ia mengangkat kakinya untuk melihatnya. Benda itu adalah cincin yang tadi dibeli oleh ayahnya.
"Loh, kenapa ada di sini? Papa ceroboh banget sih! Untung gak hilang!"
Dengan kesal, gadis kecil itu memungutnya. Ia memperhatikan dengan seksama cincin perak tersebut. Cincin yang berkilauan itu, entah mengapa tak terasa sekilau saat pertama kali Sarada melihatnya. Rasanya dingin dan menusuk. Sarada meneguk ludahnya, kenapa ia merasakan sesuatu yang berat dari cincin itu?
.
.
To be continued.
.
.
Ya, saya update chapter 7! Akhirnya, maaf membuat kalian lama menunggu :'(
Chapter kali ini lebih sedikit daripada chapter sebelumnya ya? Mau bagaimana lagi ya, sengaja saya buat begitu. Oh, izinkan saya membalas review kalian dulu! :D
.
terima kasih udah menjelaskan alasan mereka pisah, tinggal tunggu kapan mereka bersatu lagi hehehe
Terima kasih kembali karena sudah membaca dan mereview fanfic ini :D Oke, makasih udah menunggu penyatuan *?* mereka.
.
Eaaakkk kawin lagi dong Lihat aja nanti ya, apakah mereka bakal nikah lagi :3
.
mereka dulu blm pada cinta y?kok bisa buat sarada... hehehehe
mending gaasaku nya sahabatan aja... cucok kok... jadi sohib
Iya, mereka dulu gak saling mencintai. Kenapa bisa buat Sarada? Hmmm... tanya sendiri aja deh sama SasuSaku, mereka memang ajaib! Saya malah membayangkan kalau Gaara bisa menjadi brother yang baik bagi Sakura, hehehe...
.
thorr, banyakin sasusakunya dong sama sarada juga! oh iya kapan sarada tahu kau sakura tuh ibunya? pasti seru dong apalagi kalau sasusaku bersatu lagii
makasih lanjutin secepatnya yaa
hmm jangan gaarasaku yaa
Untuk chapter ini moment SasuSakuSaranya gak ada dulu ya. Besok-besok pasti ada kok, tenang aja ;) Kapan ya dia tahu? Tidak akan lama lagi. GaaSaku di sini memang terkesan romantis tapi sebenarnya gak gitu kok, gimana ya? Dia lebih kayak saudara gitu, atau sahabat.
.
CHERRY-SAAANN! Kokoro Ira doki-doki,ini :''''')))))) SasuSaku-nya manis amat,yak
Saya juga waktu nulis chap 6 doki-doki sendiri :')
.
sarada bkalan tau gk dulu sakura meninggalkannya?
Akan terjawab sebentar lagi, tunggu ya :)
.
Kak cherry apa nanti bakal ada GaaIno?
Sepertinya tidak ada. Kamu suka GaaIno ya?
.
Yaa oke itu tadi review yang saya balas. Yosh, terima kasih untuk semua yang udah review. Maaf gak semuanya dibalas. Pokoknya terima kasih untuk
mantika mochioQueenshilaoGaemSJosuket alang alangoipongoKagayaku HoshinaoRiku AidaoCherryAstaoTakumidieva
.
Ada satu PENGUMUMAN PENTING. Entah ini penting atau tidak, tapi saya cuma mau bilang kalau sebentar lagi fanfic ini akan tamat, yey! Silakan review chapter ini dan tunggu chapter berikutnya, see you :)