THE BROKEN MAN

Disclaimer : Masashi Kishimoto

The Broken Man is mine

"Sasuke, haruskah kita menikah?"

"Eh? Aku tidak tahu."

"Jawablah dengan tegas! Sebenarnya aku tidak menginginkan ini terjadi! Tapi… Kita terpaksa harus melakukannya."

"Kalau Kau tidak bersedia, Kau tidak perlu melakukannya."

"Lalu Kau akan membiarkan semuanya begitu saja?! Pria macam apa Kau?"

"Aku juga tidak mau! Haruskah kita menikah dengan terpaksa?!"

"Kau pikir hanya Kau saja yang menderita?! Kau tahu aku berulang kali dimarahi oleh ibuku?!"

"Aku tidak tahu, tapi…"

"Kita jalankan saja, walau tanpa cinta. Aku yakin semua akan baik-baik saja."

"Benarkah?"

Ooo

BRUUGG! Aku menghempaskan tubuhku di sofa. Haahh… Hari ini lelah sekali. Pekerjaan di kantor benar-benar menguras tenagaku. Kutarik dasi dan kerah bajuku. Gerah sekali! Dimana remote untuk menyalakan AC? Aku butuh AC!

"Papa!"

BRUAAKK!

Ohok! Aku langsung terjerembab ke sofa lagi. Ada seseorang yang menyerudukku! Ya, putriku. Kebiasaannya kalau melihatku pulang kerja.

"Jangan begitu sayang, papa capek." Aku berusaha melepaskan pelukan maut putriku. Tapi tidak bisa. Dia kuat sekali! Seharusnya dulu aku menolak permintaannya untuk berlatih karate.

"Gak mau! Papa kenapa sih?! Iiihh! Aaaakkhh!"

"HUWAAAA!" Sontak aku langsung menjerit kesakitan ketika ia menggigit lenganku.

"Makanya, biarkan aku di sini. Peluk-peluk papa sayang…" Dia kembali memelukku erat sekali. Huufftt… Terpaksa aku biarkan memelukku dengan manja. Padahal usianya baru 5 tahun namun pelukannya itu memang luar biasa. Aku membalas pelukan putriku. Kuelus rambut hitamnya yang lurus. Dia ini satu-satunya putri yang kumiliki saat ini. Namanya Sarada Uchiha. Aku memanggilnya Sarada-chan. Kadang-kadang aku salah menyebutnya Salada sehingga ia pasti akan langsung menggigitku dan mengancamku jika aku memanggilnya dengan nama yang mirip sayuran itu.

"Papa… Laper nih… Sarada-chan mau makan." Aku tersenyum melihat tingkah putriku yang manja. Dia mengelus-elus perutnya. Aku heran, padahal tadi pagi aku meninggalkan begitu banyak makanan di dalam kulkas. Apa dia tidak menyentuhnya ya? Aku pun berjalan menuju kulkas dan membuka pintunya.

"Hee?" Aku terkejut melihat isinya sudah habis setengahnya!

"Kenapa papa?" Sarada-chan menghampiriku.

"Ini kemana makanannya?!" Aku menunjuk kulkas dengan heran.

"Tadi udah Sarada-chan makan!" Jawabnya tanpa dosa.

"Ya ampun Sarada-chan! Kau sudah makan banyak terus kenapa Kau bilang Kau masih lapar?!" Aku shock dan langsung menyandarkan tubuhku ke dinding.

"Udah papa jangan protes! Kalau papa gak mau kasih Sarada-chan makanan, ntar Sarada-chan ngadu ke kantor polisi nih!" Mulai lagi ngambek. Aku buru-buru menenangkannya. Bahaya juga anak kecil udah pandai mengancam ayahnya. Aku mengeluarkan bahan-bahan yang tersisa untuk membuat makan malam. Aku merutuk dalam hati karena tidak mampir dulu untuk membeli makanan sepulang kerja tadi. Sedangkan Sarada-chan duduk di ruang makan sambil memainkan sebuah gelang. Aku ingin tahu dapat dari mana dia gelang itu. Tapi, ah masa bodoh. Aku fokus pada masakanku.

Ooo

"Papa! Cium duluu!" Aku melirik putriku yang memajukan bibirnya minta dicium. Aku langsung menoleh ke kanan dan ke kiri. Beberapa wanita yang ada di situ senyum-senyum melihat kami. Aku jadi malu.

"Sarada-chan, papa buru-buru nih! Sarada-chan cepat masuk ke dalam kelas ya." Aku berusaha untuk tidak menghiraukan kemanjaan putriku lagi.

"Cium dulu!" Dia kembali memonyongkan bibirnya dengan kesal. Kali ini wanita-wanita yang ada di sekitar kami cekikikan. Wajahku langsung merona merah.

"Iya, iya papa cium." Aku jongkok dan mencium bibir putriku. Dia tampak senang dan langsung berlari ke kelasnya. Dia masih kelas nol besar di TK. Huufftt… Aku menghembuskan nafas lega. Saatnya pergi ke kantor.

"Hihi… Ayah muda ya?"

"Manis sekali ya?"

"Anaknya juga manis!"

"Istrinya pasti bangga, ya."

Kini wanita-wanita tersebut berbisik-bisik sambil menatapku. Aih… Aku buru-buru memberi salam kepada mereka dan pergi menuju stasiun terdekat untuk pergi ke kantor. Bukan karena malu. Tapi karena mereka menyebut satu hal, "Istrinya pasti bangga, ya."

Baiklah, aku memang ayah muda. Umurku masih 27 tahun tetapi putriku sudah berumur 5 tahun. Aku menikah muda karena suatu hal. Hal yang menurutku sangat terpaksa. Tidak! Aku tidak mau mengungkitnya lagi. Setiap memikirkannya cukup membuatku sakit kepala. Apalagi jika aku mengingat Sakura.

"Sasukeee!" Aku melihat seseorang datang menghampiriku. Oh, Naruto rupanya. Teman kantorku yang berisik dan tidak tahu malu.

"Sasuke sayang, malam ini temani aku kencan ya! Pleaseee~" Ia memelukku dari belakang dengan mengedip-kedipkan matanya yang sukses membuatku merinding.

"Gak!" Aku kembali fokus pada layar komputer untuk mengerjakan tugasku. Tapi dia tidak mau kalah.

"Tolonglah, malam ini saja temani aku kencan dengan Hinata." Ia mendekatkan wajahnya ke wajahku dengan tatapan memelas.

"Kalau bertiga namanya bukan kencan!" Ucapku sambil masih menatap layar komputer.

"Iya sih, tapi aku belum punya nyali untuk berduaan. Makanya, ikut ya sayang~" Ia mengelus-eluskan pipinya di lenganku. Beneran ini orang rada abnormal!

"Tapi aku punya anak, Naruto. Mana mungkin aku meninggalkannya sendirian di apartemen kami." Aku mendorong Naruto. Risih juga digituin. Secara dia cowok, nanti karyawan yang lain mengira kami pasangan homo lagi!

"Oh, Sarada-chan! Bawa dia juga gak apa-apa kok. Ayolah, okee? Oh, Oke?! Baiklah! Aku tunggu Kau di Restoran Ichiraku jam 8 malam. Ja~" Ia langsung kabur sambil menari-nari.

"Tunggu! Aku tidak bilang oke! Grrrr!" Aku mengepalkan tanganku kesal. Apa boleh buatlah yang penting dia traktir aku dan putriku.

Ooo

TAP! TAP!

Aku berlari terburu-buru menuju TK tempat putriku bersekolah. Hari sudah mulai gelap. Sebenarnya aku tidak perlu khawatir karena TK tersebut mau menjaga muridnya yang ditinggal orang tuanya bekerja sampai malam. Berbeda dengan TK kebanyakan.

"Permisi!" Aku masuk ke dalam ruangan tempat para murid menunggu orang tuanya untuk dijemput.

"Selamat datang!" Seorang guru wanita menjawab salamku.

"Selamat malam, Sarada-chan dimana ya? Saya ayahnya datang untuk menjemput." Aku memandang seluruh sudut ruangan itu untuk mencari sosok putriku.

"Oh, Sarada Uchiha ya? Tadi dia sudah dijemput oleh seseorang." Jawab guru wanita tersebut.

"Eh? Seseorang? Siapa?" Aku bingung, aku tidak ingat telah menyuruh orang lain untuk menjemput Sarada-chan.

"Iya, katanya sih teman dekat anda. Waktu saya tanya pada Sarada-chan, dia kenal wanita itu karena selalu pergi bersamanya." Jelas guru tersebut. Jantungku berdegup kencang. Wanita? Siapa? Aku tidak punya teman wanita yang akrab denganku. Penculik bermodus akrabkah?

"Eerr… A… Ano… Nama wanita tersebut siapa ya?" Aku bertanya dengan nada khawatir.

"Eh, saya pikir Anda sudah tahu. Hmmm.. Sebentar tadi saya mencatat namanya." Guru itu mengambil sebuah catatan yang menurut pandanganku adalah nama-nama penjemput murid-murid TK tersebut.

"Ini dia! Namanya Sakura Haruno!" Ia menyerahkan buku tersebut kepadaku. Aku terdiam. Sakura? Gawat! Kenapa harus dia?! Aku buru-buru pamit dan segera berlari menuju apartemenku. Sakura, gawat! Sarada-chan tidak boleh bersama Sakura!

To be continue