"Dia hanya pingsan selebihnya kondisinya baik-baik saja." Semua yang berada diruangan itu akhirnya bisa bernafas lega. Kejadian yang membuat mereka semua kaget saat Naruto membawa Hinata dalam keadaan tidak sadar kan diri.

Naruto masih menatap gusar melihat langit malam melalui jendela kamar Hinata. Semuanya sangat panik dan tentu tidak mendengar penjelasan apapun darinya. Bahkan ibunya pun menghiraukannya inilah yang dia tidak sukai seakan dialah peneyebab apapun yang terjadi dengan Hinata, "Apa yang kau lakukan sih Naruto!? Kenapa Hinata-chan bisa pingsan seperti ini."

Lihatlah sekarang dialah yang disalahkan disini. Bahkan dia tidak ada sangkut pautnya dengan masalah Hinata salahkan gadis itu yang begitu lemah dan naif. Tapi dia masih bisa menetralkan kekesalannya toh selama ini juga dia hanya berdecak sebal dan mengumpat menguburnya dalam hati atau melampiaskan kepada Hinata itupun tidak didepan orang tua mereka.

Yang dia lakukan adalah mepoles alasan yang dapat membuatnya aman dan itu merupakan keahliannya semenjak dirinya kini berperan sebagai tunangan yang sangat sempurna. "Maafkan aku, ini semua salahku."

Bohong .

Semua hanya kamuflase dan dia akan pastikan hal ini masih terus berlanjut selama Hinata Hyuuga masih bermain dalam kehidupannya. Suatu saat nanti dia akan memastikan bahwa gadis itu harus membayar semua yang telah dirampas olehnya.

Inilah sandiwara terbesarnya untuk menghancurkan Hinata Hyuuga.

Musim gugur, 14th.

.

.

.

.

Sandiwara.

"Rentetan kehidupan tanpa artian."

Naruto Uzumaki X Hinata Hyuuga
Naruto
Masashi Khisimoto

Chapter—2

Warning
Alaternate Universe, Bad Summary, Typo (S), Alur berantakan, Banyak ketidak jelasan, Idea sungguh pasaran, dan Romance picisan khayalan Author!

Kehidupan yang telah diatur sedemikian sempurna...

.

.

.

.

.


Ini sudah hari ketiga dan semenjak hari itu Hinata tidak hadir ke sekolah. Ini cukup membuatnya senang walaupun tidak merubah apapun di kehidupan sekolahnya yang masih saja dengan sistem dan peraturan yang sama. Tapi, setidaknya tidak ada hal monoton hari ini dan dia akhirnya bisa pulang bersama dengan sahabat-sahabatnya tanpa halangan apapun.

Untuk sementara Naruto kembali menjadi dirinya.

"Naruto! Cepat sedikit dong." Naruto menghentikan lamunannya. Ini sudah waktunya pulang matahari pun sudah memasuki senja. Dia menatap sekilas Sakura yang menatapnya sambil mengerutu dan Sasuke yang entah kenapa diam tidak berniat menghentikan dumelan yang super menyebalkan dari kekasihnya itu.

Sebelum pada akhirnya dia tersenyum lebar dan melangkah meninggalkan kelas. "Maaf banget Sakura-chan, hari ini rasanya sangat menyenangkan sekali sih." Tuturnya sembari mengacak pelan surai pink sahabatnya itu.

"Kau aneh sekali sih. Kalau Cuma pulang bersama kan bisa kita lakukan kapapun." Naruto mengangguk membenarkan pernyataan Sakura. Mereka tidak tahu, mungkin ini tidak akan pernah terjadi lagi. Dan tentu saja dia tidak mau repot-repot membeberkan alasannya .

"Sakura benar. Kau hari ini sangat menjengkelkan dari pada yang biasanya."

"A-pa! Kau Bilang—"

"—Sudah, hentikan jangan bertengkar Naruto." Sakura melerai mereka tepatnya Naruto yang bersiap untuk melayangkan tinju kepada kekasih emonya itu. "Sasuke-kun juga jangan seperti itu."

Sasuke menatap keduanya. Dia tidak akan mau ambil pusing membalas amukan Naruto tetapi matanya menatap dingin sahabatnya itu, "Kau sangat menjengkelkan jika berurusan dengan dia."

Naruto terperangah, dia cukup yakin Sasuke menatapnya cukup dingin dari biasanya dan entah kenapa batinya kini mengatakan Sasuke akan terlibat dalam permainannya lebih jauh. 'Tidak mungkin Sasuke mengetahuinya.'

"Dia? E-eh.. tunggu! Sasuke-kun kau mau kemana." Sakura mentapa sekilas Naruto yang masih terdiam sebelum pada akhirnya menyusul langkah kekasihnya itu.

Sementara Naruto masih terdiam mencerna lebih detail apa yang akan terjadi selanjutnya. Dia tidak ingin kehidupan yang diimpikannya kini berakhir semudah seperti yang sebelumnya dia sudah berkomitmen akan menjaganya.

"Tidak ada pilihan kau harus berperan dalam permainanku, Sasuke." Dan apapun yang menghalangi jalannya akan dia pastikan bahwa akan menjadi sebuah langkah lebih besar dalam sandiwaranya bersama Hinata.

Sebelum pada akhirnya kini dia menyeringai, "Ini akan menjadi sangat menarik."

.

.

.

.

.

.

.

.

0o0o0o0o0

"Kau yakin besok akan pergi ke sekolah? " Hinata memandang sekilas wajah Naruto yang masih tenang memakan makan malamnya sebelum pada akhirnya mengangguk sembari menujukan senyum kepada semua keluarganya. "Aku sudah cukup sehat kok."

"Baiklah, Naruto kau harus menjaganya lihatlah ini semua juga akibat kelalaianmu tidak memeperhatikannya." Hinata terdiam raut wajahnya kini menengang mata amesyth miliknya melirik pergerakan Naruto disaat seperti ini dia tidak bisa membantu Naruto. karena semakin dia menyampaikan argumennya semakin Naruto akan menjadi korban kemarahan orang tua mereka khusunya ibunda Naruto— Kushina Namikaze.

"Maaf atas kelalaianku menjaga Hinata ini tidak akan terulang lagi." Naruto mendudukkan kepalanya dan memasang raut menyesalnya.

"Sudahlah, Kushina jangan menyalahkan Naruto." Lerai Mikoto— ibunda Hinata.

"Tidak. Anak ini harus diberi peringatan ini sudah tanggung jawabnya untuk menjaga calon istrinya." Semuanya terdiam tidak berani menyela lebih jauh perkataan Kushina karena mereka kembali sunyi hanya beberapa suara alat makan memenuhi kediaman keluarga Hyuuga sekarang.

"Kalian seharusnya mengerti bahwa kelak kalian akan meneruskan perusahan yang telah kami bangun bersama. Dan kalian adalah pewaris tunggal semua itu kami harap kalian memahami kondisinya, terutama kau Naruto—" Minato Namikaze manatap putra sulungnya mata Shappire yang senada dengan putranya kini tampak terlihat serius mentap Naruto, "— Kau sudah ditakdirkan untuk bersama Hinata."

Naruto menekan buku-buku jarinya. Dia tidak suka bagaimana keluarganya mengatur dan mengulangi perkataan yang sama berulang kali. Dia sudah cukup tahu ini adalah takdir untuknya dan jika dia bisa dia tidak ingin untuk mengetahuinya.

Tetapi, disinilah dia berperan. Kini dia memegang tangan Hinata yang berada disampingnya dengan cukup keras sehingga membuat gadis itu kini berusaha tidak mengernyit karena sakit dan tak luput dengan senyumannya yang selalu berhasil membuat semuanya menjadi lebih sempurna, "Ayah benar. Aku akan selalu bersama Hinata."

Tentu saja itu sudah pasti.

.

.

.

.

.

.

0o0o0o0o0

Hinata memandang Naruto dengan ragu. Kini, mereka berada dikamarnya saat selesai makan malam tadi Naruto pamit kepada orang tua mereka untuk mengajaknya belajar bersama. Tapi, Hinata cukup yakin itu hanya alibi Naruto untuk menjauh dari orang tua mereka dan lebih buruk lagi melampiaskan kekesalan kepadanya. "N-naruto-kun Bagiamana belajarnya—"

"Hah? Kau pikir aku serius. Dan lagi ternyata kau cukup bodoh saat menganggapnya. Hei, ini hanya alibi tahu!" Hinata terdiam, dia tidak ingin menyela lagi. Disaat seperti ini dia hanya cukup mendengar kekesalan Naruto saja hanya itulah yang bisa dia lakukan. Dan baginya ini cukup adil karena Naruto dimarahi juga karena dirinya.

"Maaf, aku tidak akan mengulanginya lagi." Hinata mengambil tempat duduk dipinggiran kasur. Amesyth yang senada dengan warna kamarnya kini meredup seakan menyesal karena ini murni kesalahannya. Tidak ada jawaban dari Naruto yang masih diam menatap langit malam melalui jendelanya yang terdapat sandaran duduk yang merupakan tempat favorit pemuda itu diruangan lavender ini.

Hinata terdiam masih menimang-nimang apa yang ingin dibicarakan, "Naruto-kun, M-masalah Sasori biar aku saja yang mengurusnya."

Naruto menghela nafas, kini dia mengambil langkah mendekati Hinata yang masih menunduk memainkan buku-buku jarinya sehingga tidak menyadari dirinya yang kini tepat berada dihadapan gadis itu, "Kau akan menimbulkan masalah dengan mereka."

"Tapi, nanti Naruto-kun—" Hinata mengadahkan kepalanya menatap tepat Naruto yang hanya berjarak hanya beberapa inci dari wajahnya sehingga kini menimbulkan rona merah samar diwajah pualamnya. Sebelum pada akhirnya menghentikan kalimatnya.

"Lebih baik aku berurusan dengan mereka." Naruto berlalu meninggalkan Hinata yang masih dalam posisi yang sama. Ini sudah jadi tugasnya memastikan bahwa hal yang sama tidak terjadi kepada pemainannya." — Daripada harus mendengar Kaa-san mengomeliku lagi."

Dia harus bertahan, sekalipun menghancurkan pertahanan seberat apapun dan lagi Naruto cukup yakin pemuda merah itu akan menjadi penghalang terbesar dikemudian hari.

Mata shappirenya mengelap, akhirnya tiba dia harus menghancurkan pemuda itu setelah sekian lama berdiam diri. ' Akan kupasikan kau tidak masuk lebih jauh lagi.'

Sementara Hinata tersenyum samar sangat tipis saat mendengar pembelaan non-verbal dari tunangannya itu. perasaan hangat yang sudah lama tidak dirasakannya dari pemuda yang telah menghabisikan waktunya selama setengah kehidupannya itu.

Dan alasan mengapa dia masih bertahan dengan Naruto Namikaze. "Terima kasih, Naruto-kun..."

.

.

.

.

.

.

.

.

0o0o0o0

Ini adalah hari pertamanya sekolah setelah tiga hari tidak masuk. Seklas Hinata mengamati penampilannya di cermin sebelum pada akhirnya pandangannya tertuju pada tumpukan orgiami yang telah dibuatnya menjadi beberapa bangau.

"Musim dingin kah, aku harus segera menyelesaikannya." Amesysthnya merdup menatap bangau origami sewarna langit itu. dia tersenyum tipis menatap tumpukan bangau itu entah mengapa dia mulai membuat bangau-bangau ini dengan senang hati alasan klise yang membuatnya selalu mengingat kenangan masa lalunya..

—Akan harapan yang diberikan pemuda itu, untuknya.

"Hinata cepatlah Naruto sudah menunggu!" Dia terlonjak dari lamunannya dan mulai tergesa-gesa menatap barang-barangnya lalu beranjak turun dari ruangannya. "Aku berangkat dulu."

Hinata membuka pintu utama rumahnya dan menemukan Naruto yang sudah menunggu sembari mendengarkan musik melalui earphone yang selalu tergantung dilehernya itu. Pemuda itu menatap sekilas Hinata yang sudah ada disampingnya sedang mengatur nafasnya dan mulai mengambil langkah meninggalkan Hinata yang mengikutinya dari belakang.

Tidak ada obrolan diantara mereka seperti biasanya, Hinata menatap punggung Naruto dengan ragu kini dia mengambil nafas dan mulai menyamakan langkahnya disamping Naruto. Hari ini masih terlalu dini untuk berangkat sekolah dia teringat dengan origami yang telah dibuatnya susah payah dikelas dan lagi dia tidak enak hati ingin meminta Naruto untuk menemaninya membeli yang baru.

'Sebaiknya tidak usah saja.' Hinata mengurungkan niatnya takut-takut Naruto marah dan membuat suasana hati pemuda itu memburuk lalu akan berdampak buruk juga untuknya.

Naruto menatap gerak-gerik Hinata yang sudah ada disampingnya, gadis itu terlihat sedang memasang raut aneh seakan sedang memikirkan sesuatu dan sekilas dia akan menggeleng dengan raut kebingungan. "Hoi, kau ingin mengatakan sesuatu kan?"

Hinata terlonjak, "A-apa—"

"—Bodoh! kubilang kau ingin mengatakan sesuatu kan." Naruto menatap heran Hinata terlihat gadis itu kini mengangguk dan balas menatapnya.

"Sebenarnya aku ingin membeli orgami lagi."

"Untuk?" Hinata terdiam cukup lama sementara Naruto masih mentap gadis itu. Dirinya kini merasa aneh saat menanyakan hal yang sama kepada Hinata layaknya de javu. Tapi, dia tidak terlalu tertarik seperti sebelumnya juga toh lagi-lagi Hinata tidak akan memberikan alasannya.

"Sebentar lagi musim dingin." Tuh kan dia kini cukup puas saat mendengar jawaban tak bertanggung jawab dari gadis itu. Rasanya dia malah bangga karena tebakannya benar entah mengapa hal ini membuatnya ingin sekali tersenyum. Tapi tentu saja dia urungkan niatnya itu.

Hinata memfokuskan pandangannya menatap daun-daun musim gugur yang berjatuhan, seragam musim gugurnya akan segera berakhir minggu ini dan beralih menjadi musim dingin waktu terasa cepat baginya. Maka dari itu dia tidak ingin ada penyesalan dan menepati janji itu untuk membuat bangau untuknya.

Hinata berbalik menatap Naruto dan tersenyum kepadanya, "Kau akan segera tahu, Naruto-kun."

Naruto terpukau, dia menghentikan langkahnya entah mengapa perasaanya tidak lagi mengatakan bahwa Hinata nampak jauh seperti sebelumnya.

.

..

.

.

.

0o0o0o0o0

Waktu tidak terasa sudah masuk istirahat siang tidak ada yang berubah sama sekali seperti sebelumnya hanya saja kini dia dapat melihat bangku depan sudah ada Hinata yang masih melipat origami. Akhirnya mereka memutuskan membelinya, dia tidak bertanya lebih lanjut toh suatu saat nanti juga gadis itu akan lelah dengan kebiasaan barunya itu.

Naruto mengapit lengannya matanya sedari tadi mengamati pergerakan Sasuke yang masih sibuk dengan earphonenya tanpa peduli dengan kekasih bubble gum-nya yang terus berceloteh seperti biasanya. inilah masalahnya bagaimana dia bersikap sekarang karena kemungkinan Sasuke akan segera mengetahui kedoknya.

Dia menyeringai "Sepertinya tidak ada cara lain."

"Yo! Sakura-chan ayo kita makan siang bersama." Dia berjalan pelan menghampiri kedua sahabatnya itu. sifatnya yang ceria dan menyegarkan adalah bentuk keperibadiannya untuk menutupi semua yang sedang dia lakukan baginya ini adalah pemolesan sempurna untuk hasil yang sempurna nantinya.

"Ah, kebetulan sekali ayo bujuk Sasuke-kun untuk makan dong."

"Serahkan saja padaku." Naruto memamerkan cengirannya dan segera beringsut menghadap Sasuke yang masih tidak tertarik dengan sekitarnya dengan sigap dia melepaskan earphone tersebut sehingga membuat si empunya kini mentap kesal. "Apa maumu!"

"Ups, jangan marah gitu dong kita mau mengajakmu makan siang bersama." Sasuke masih terdiam kesal matanya mengamati Naruto dengan tajam. Entah mengapa dia tidak menyukai bagaimana pemuda surai pirang itu bersikap disekitarnya. "Jangan gangu aku."

"Eh, kok begitu sih Sasuke-kun kau tidak boleh begitu niat Naruto kan baik mengajakmu." Sakura ambil alih saat melihat reaksi tak bersahabat dari kekasihnya itu.

"Yah biarkan saja Sakura-chan. Dia memang suka begitu kan." Naruto berucap maklum.

"Tidak! Kau tidak boleh begitu Naruto ini sudah keterlaluan—" Sakura menatap kesal kekasihnya itu yang melanjutkan kembali aktivitasnya dia tidak menyukai sikap Sasuke yang dingin tanpa alasan sama sekali. "—Sasuke-kun minta maaf kepada Naruto."

Tidak ada respon dari Sasuke bahkan dia tidak berniat sama sekali saat mata emerlad kekasihnya kini hampir menangis akibat sikap acuhnya sementara Naruto mengamati keduanya dengan sedikit menyeringai karena ini melebihi rencana awalnya.

Sempurna.

Sakura menghentakan meja dengan keras sehingga membuat semua pasang mata menatap keributan itu, "BAIKLAH KALAU ITU MAUMU AKU TIDAK PEDULI!"

Semuanya yang berada dikelas kini mengamati Sasuke yang masih terdiam tidak berusaha mengejar Sakura yang sudah berlari meninggalkan kelas dengan menangis. "Kau puas?"

Naruto menyeringai kali ini cukup angkuh, "Kau masuk terlalu jauh tidak akan kubiarkan kau merusak rencanaku."

Akhirnya peperangan diantara mereka sudah dimulai, Naruto menatap sekilas onyx yang dulu menjadi sahabatnya tapi sekarang akan dia pastikan Sasuke Uchiha adalah bagian dalam sandiwaranya mulai sekarang. "Kuharap kau mengerti jika kau berniat ikut campur."

"Kh, aku tidak akan takut dengan gretakanmu." Sasuke terkekeh dengan nada menyindir dalam ucapannya.

Naruto melangkah meninggalkan Sasuke pandangannya bertemu dengan Hinata yang menatap kejadian mereka dari sudut ekor matanya Naruto menyeringai dia tidak perlu susah payah menjelaskan detailnya pada gadis itu.

"Oh ya Sasuke—" Sebelahnya tanganya terangkat membuat gerakan seakan sedang membanting sesuatu "—Aku bisa menjatuhkan asetmu seperti itu."

Sasuke terdiam menatap punggung tersebut inilah sosok Naruto yang membuatnya tidak bisa melangkah lebih lanjut karena pemuda itu adalah investor terbesar dari perusahaan keluarganya. Tanpa dia sadari kini dia sudah terjerat dalam sangkar itu dan tidak ada jalan kembali baginya.

Dia sudah menjadi bagian dari permainanNaruto Namikaze.

Sasuke menatap Hinata yang sudah dia sadari telah mengamati kelakuan tunangannya itu. dapat dilihat pandangan bersalah yang terpancar dari amesyth itu seakan membuatnya tidak berdaya sehingga yang bisa dia lakukan hanyalah menarik sudut bibirnya mengisyaratkan bahwa dia akan baik-baik saja.

.

.

.

.

.

.

0o0o0o0o0

Hinata tidak bisa bersikap tenang pada pelajaran terakhir hari ini banyak hal yang tak terduga yang telah Naruto lakukan terutama yang paling mengejutkan adalah pesan dari Naruto yang akan megakhiri masalahnya.

Dia cukup tahu bahwa pemuda merah itulah yang dimaksud oleh Naruto. "Kenapa jadi seperti ini."

Hinata tidak tau apa keputusannya tepat untuk melihat apa yang akan dilakukan kedua pemuda itu dia berjalan pelan ditengah koridor menuju tempat yang telah Naruto berikan pada pesannya seakan ingin menunjukan bahwa dia akan menyesal jika tidak melihatnya.

"Akhirnya kau datang juga." Hinata menghentikan langkahnya dengan sigap dia bersembunyi dibalik tembok dapat dilihat sosok Sasori Akasuna dari balik punggung Naruto yang berjalan santai dari arah yang berlawanan.

"Setidaknya aku tidak menjadi pengecut seperti yang kau bayangkan."

Naruto terkekeh saat mendengar pernyataan acuh dari sosok Sasori, "Wah, kau terlihat keren dengan perkataanmu."

"Langsung saja, aku tidak datang untuk mendengar gurauanmu." Sasori tampil acuh sembari bersender pada tembok disampingnya.

"Jangan dekati Hinata lagi kau sudah merusak permainanku." Sasori mengamati perubahan drastis dari Naruto dia tahu inilah sifat lain dari pemuda itu dan tentu saja dia sudah cukup memahaminya berkat bantuan peringatan dari gadis itu. "Apakah Hinata yang memintanya?"

"Aku yang memutuskannya. Hinata adalah miliku." Ucap Naruto dengan serius.

Sasori mengedarkan pandangannya dia cukup yakin dapat melihat sosok gadis itu dari balik tubuh Naruto. Sudah pasti ini adalah rencana yang dibuat Naruto agar gadis itu mengetahui apa yang akan dia perbuat untuk meyakinkan Hinata. "Tidak akan kubiarkan kau memiliknya."

Naruto mendecih, "Apa maksudmu? Dia adalah tunanganku."

"Haha.. kau bergurau—" Sasori tertawa sehingga membuat Naruto mengepalkan tangannya geram. "A-pa—"

"Aku mencintainya dan sudah jadi tugasku untuk melindunginya dari rencana kotormu itu." Netra Amesythnya memandang lantai dengan kosong dia cukup tahu tentang perasaan pemuda itu. mereka sudah berteman cukup lama dan hanya Sasori lah yang dengan lugas berkata kalau perasaan pemuda itu murni karena ingin melindunginya.

Dan tentu saja dia tidak bisa membalas kebaikan hati sosok yang telah mengajarinya banyak hal tentang kehangatan rasanya dicintai.

Karena mereka tidak ditakdirkan untuk bersama.

"—Dan lagi Hinata sudah ditakdirkan bersamaku..." Dia tertegun kali ini dia tidak dapat membendung air matanya yang sedari tadi ditahannya. Bairkan saja setelah ini Naruto memarahinya atau apapun itu dia tidak kuasa menerima begitu banyak rasa kehangatan yang pemuda itu berikan.

Dan begitulah tangisannya meledak sehingga membuat Sasori tersenyum saat mendengar keluh kesah gadis itu melalui tangisannya. Akhirnya dia dapat menunjukan bahwa mulai sekarang dia akan serius untuk melindunginya.

Naruto terdiam, inilah akhir yang telah dia duga akan menjadi seperti ini dia cukup tahu akan hal itu. tapi entah mengapa saat mendengar tangisan itu perasaanya begitu menyakitkan seakan inilah awal dimana Hinata yang dulu akan berkembang pergi menjauhinya.

Ah, itulah karma terbesar yang pernah dia bayangkan.

Kita akan terus bersama.

Perkataan itu begitu menyakitkan untuknya. Haruskah dia akan bersamanya entah dengan siapa lagi gadis yang selalu ingin dilindunginya telah pergi dan hal itu terjadi semua karena sosok Hinata Hyuuga yang telah merebutnya.

Aku, kamu dan Hinata kita akan bersama.

Dia menyeringai tidak peduli dengan rasa sakit itu. dia akan terus memainkan perannya tentu saja dia dan Hinata akan selalu bersama seperti yang gadis itu inginkan karena itulah janjinya kepadanya.

Dan akan dia pastikan keinginan ini akan terus berlanjut.

.

.

.

.

.

.

.

..

.

.

To Be Continue
26/02/16

A/N: Akhirnya saya bisa melanjutkannya padahal nyaris setahun Ini murni berbeda dengan bayangan saya entah mengapa alurnya jadi belok kayak gini. Padahal niatnya saya buat Naruto itu tidak jahat tapi saya urungkan hal itu lebih baik sekalian alurnya jadi dibuat kayak kebanyakan fanfic dimana Hinata enggak dinotice wkwk.

Sekalian saja buat Naruto disini makin greget, ya gak? /dor.

Bisa dilihat disini Naruto yang selalu menganggap semuanya monoton perlahan mulai unjuk muka karena disini Sasuke dan Sasori tahu tentang pertunangan dan prilaku buruk Naruto kepada Hinata. Dan untuk ketidak jelasan hubungan Hinata baik sama Sasori atau Sasuke nanti akan saya buat scene tersendiri maupun flashbacknya. Yang jelas cerita ini akan banyaaak sekali flasback kenapa Naruto jadi kayak gitu sama Hinata. :"


.Kok lama banget updatenya sih thor
-Saya author yang suka lupa alur cerita :3

.Kok Naruto jahat banget sih sama Hinata dan ngga iklas gitu.
-Nah, lihatlah kedok Naruto yang emang jahat itu hanya disini.

.Apa Naruto terpaksa ngelakuinya.
-Bukan terpaksa lagi ini udah tuntutan perannya disini, /dor

.Ngga sabar nunggu ceritanya.
-Hati-hati saya suka banget php loh :p

-Ini masalah pertunangan ya.
.Tepat sekali ini pertunangan tanpa so sweet ala Author.

.Fanficnya menarik dan indah.
-Ya ampun saya tak kuasa untuk yang satu ini. makasih loh benar-benar bikin hidung author kebang-kempis bahagia sama karya tak seberapa ini~ :"

-Hinata Sakit apa sih
.Nanti akan ketahuan dichapter selanjutnya.

-Latarnya suka berubah-rubah sih.
.Biasalah Author ini memang sangat labil. :3

-Sandiwara apaan sih ini.
.tentang pertunangan yang tidak diinginkan.

-Ceritanya abstrak nih.
.Haha.. saya juga berfikir demikian. :D

-Jangan ditunggak lagi thor
.Diusahain deh kalau pada suka mah :"

See You next chapter! Ditunggu juga kunjungan lainnya dikotak kecil dibawah sana.

Nisfuun Out_