Disclaimare

Naruto belong to Masashi Kishimoto

Warning

OOC, author amatir, yaoi, bahasa vulgar, typo dan masih banyak lagi kekurangannya

Pairing

SasuNaru

***mulai***

Taman ini adalah tempat favorit wanita itu. Di kelilingi banyak bunga dengan berbagai macam warna. Sambil duduk di atas ayunan, wanita itu selalu memandangi bunga-bunga favoritnya.

"Apa yang kau lakukan disini?" tanya seorang pria berambut raven pada Naruto.

"Sama seperti yang dilakukan Sakura, memandangi mekarnya bunga-bunga itu," jawab Naruto tanpa menoleh ke belakang tempat pria berambut raven dan bermata onyx itu berdiri.

"Bisakah kita tidak membicarakan dia lagi, sebentar lagi kita akan menikah!" ungkap pria itu dengan wajah yang keliatan kesal mendengar jawabannya.

"Jangan lupakan bunga Sakura, karena bunga itu telah banyak mewarnai musim semi," balas Naruto dan membuat pria itu semakin marah, terlihat dari kedua tangannya yang mengepal dengan erat.

"DIAM, JANGAN SEBUT..." teriak pria itu namun langsung dipotong.

"Jika tidak ada Sakura... aku tak mungkin bisa bertahan hidup, kau tak akan mengerti betapa putus asanya aku waktu itu... jadi sekali lagi kutanya, apakah kau benar-benar yakin akan pernikahan ini?" tanya Naruto yang akhirnya menoleh ke belakang dan menatap mata pria itu. Onyx dan Saphire mereka pun saling bertabrakan.

***IchigoStrawberry-nyan***

Hari mulai malam. Gubuk ini pun menjadi gelap. Untung ada bulan yang menerobos masuk lewat jerami, yang menutupi bagian atas gubuk tersebut. Kalau tidak ada dewi malam, Naruto yakin ia tidak akan bisa melihat apapun.

Saat ini Naruto sedang mencoba menggesek-gesekkan tangannya pada tiang berbentuk balok kayu, yang menjadi penyangga punggungnya. Terlihat pula balok kayu itu diikat bersama dengan kedua tangannya. Talinya digesekan pada ujung-ujung yang tajam, supaya bisa cepat putus.

Sayangnya, tali itu tak kunjung putus. Padahal Naruto sudah melakukan itu, sejak matanya terbuka pagi tadi. Mungkin karena tubuhnya sudah terlalu rapuh untuk melakukan gerakan ini, makanya butuh waktu lama membuat tali itu putus.

Perutnya yang besar, yang membuatnya semakin hari semakin seperti kayu yang lapuk.

Sebentar ia menggesek-gesekkan tangannya. Sebentar kemudian ia akan terengah-engah. Seperti itu terus, hingga malam. Tapi sepertinya sebentar lagi talinya akan putus. Ia mencoba untuk bersemangat. Meskipun tenaganya hanya tinggal setipis kertas, ia tetap berusaha keras, untuk mencoba membuka ikatannya.

Naruto tidak akan menyerah. Ia harus bisa keluar dari tempat ini. Ia harus bertahan hidup. Semua ini demi, bayi yang ada di dalam perutnya dan juga Boruto. Dia jadi merindukan anak kesayangannya itu.

Bagaimana keadaannya sekarang? Ia takut Boruto akan menangis karena tidak minum susu darinya?

Ia juga telah berjanji akan menjaga bayi di dalam perutnya, pada Sasuke dan Sakura. Jadi tak ada alasan untuk menyerah.

Memang sebelumnya ia sempat putus asa. Hingga ia mengharapkan kehadiran Sasuke.

Kalian pasti bertanya-tanya. Ia juga tidak mengerti, kenapa Naruto harus mengharapkan kehadiran orang itu?

Tapi setelah dipikir lagi... rasanya mustahil, orang yang selalu mengancamnya, jika ia tidak bisa memberikan anak, ia akan dipenjara, akan datang menyelamatkannya...

Sasuke ada diluar jangkauannya, baik orangnya maupun hatinya...

Dia milik Sakura, mestinya Naruto tidak mengharapkan kehadirannya, benar kan?

Jadi ia harus berusaha sendiri untuk keluar dari tempat ini.

Naruto yakin pasti bisa. Ia sudah melewati banyak hal. Hanya seperti ini, ia pasti bisa melewatinya. Semangat!

Beberapa jam berlalu, akhirnya talinya putus.

Ia tersenyum cerah. Sekarang ia hanya perlu melepaskan tali dikakinya. Tapi sepertinya sulit untuk membungkuk. Perutnya terlalu besar. Dan tentu saja terlalu bahaya bagi kehamilannya, jika ia melakukan hal tersebut.

Jalan satu-satunya hanya terus menggerak-gerakkan kakinya, supaya talinya kendor dan lepas. Namun tentu saja gerakannya perlahan-lahan, yah kalian pasti tahu alasannya.

Kini nafas Naruto semakin terdengar jelas di telinga. Kulit tannya memucat. Bibirnya membiru. Angin malam membuat tubuhnya gemetar. Menusuk tiap inci tubuh ringkihnya.

Ia juga kelaparan, karena belum makan sejak pagi. Punggungnya sakit, karena hanya bersandar pada balok. Bukan hanya punggung, tapi dari ujung rambut sampai ujung kaki, sakit semua.

Meskipun begitu, saphirenya tidak meredup. Ia belum menyerah.

Hanya saja tubuhnya berkata lain. Jiwanya memang masih kuat. Tapi tidak dengan tubuhnya, yang sudah bagaikan bunga yang berguguran.

Kepalanya berdenyut hebat. Penglihatannya pun berkunang-kunang. Makin lama ia sudah tak sanggup duduk dengan bersandar pada balok kayu.

Tubuhnya pun terjatuh ke samping, namun sebelum tubuhnya menyentuh tanah, samar-samar ia melihat dua orang memasuki gubuk.

***Ichigostrawberry-nyan***

"Aku tak percaya dia masih hidup," ungkap Neji saat sampai di dalam gubuk, tempatnya mengikat mantan adik iparnya.

Setelah ia setuju mengatakan pada Itachi, kalau ia akan memberitahukan lokasi keberadaan Naruto, Itachi malah langsung menariknya ke dalam mobil milik pria berkuncir itu.

Hal ini dilakukan Itachi karena ia takut Naruto tidak akan bisa bertahan. Pria pemilik marga Uchiha itu, memang yakin Naruto pasti bisa bertahan.

Namun Itachi tetap khawatir.

Apalagi saat ini pria yang sudah ia anggap sebagai adik sendiri itu sedang hamil. Dan hari juga mulai malam, membuatnya mengambil keputusan, menarik Neji ke dalam mobilnya. Membiarkan pria berambut panjang sepinggang dan dikuncir dibagian ujungnya, memberitahukan lokasi Naruto di dalam mobil.

Dengan kecepatan yang gila dan hampir membuat Neji mabuk, akhirnya mereka sampai di gubuk tak berpenghuni, di dalam hutan yang lebat, di atas bukit yang tak begitu tinggi.

Untunglah Naruto masih hidup saat mereka menemukannya. Meskipun hampir jatuh ke atas tanah yang keras, tapi dengan sigap Itachi langsung menangkapnya. Lalu mengendongnya ala pengantin.

Sepertinya, biarpun masih hidup, nafasnya terdengar lemah. Tubuhnya mulai dingin. Wajahnya sangat pucat. Dan yang paling parah ada darah dikakinya...

***Ichigostrawberry-nyan***

Biasanya matahari akan mengintip dari balik gedung-gedung tinggi di Paris. Namun pagi itu langit begitu kelam.

Hal yang sama terjadi di sebuah ruangan seorang pasien wanita. Di dalam ruangan itu berdiri seorang dokter, seorang suster, wanita paruh baya, pria paruh baya dan pria dengan rambut melawan gravitasi.

Wanita paruh baya tampak menangis di pelukan pria paruh baya. Suster yang semalam berbicara dengan istri si pria berambut raven dan melawan gravitasi itu, juga turut menangis.

Dokter yang selalu merawat istri si pria rambut raven, hanya bisa mengepalkan kedua tangan, kesal karena tidak bisa berbuat apapun.

Sedangkan pria berambut melawan gravitasi, tampak menggenggam kencang tangan seorang wanita, yang merupakan istri tercintanya, yang berbaring di atas ranjang yang dingin.

Sasuke si pria berambut raven, dalam hidupnya hanya dua kali menangis, ketika ia lahir dan ketika istrinya tiada...

"Sasuke a...aku mencintaimu... a...aku ingin terus bersamamu... tapi maaf... aku sudah lelah...jadi aku mohon relakan aku..." ungkap sang istri sebelum pergi untuk selamanya.

***IchigoStrawberry-nyan***

Naruto tak tahu ia dimana. Tempat ini asing tapi begitu indah. Hanya ada satu pohon sakura. Yang bermekaran dengan cantiknya. Kelopaknya berterbangan bersama angin, menari-nari dengan indahnya.

Dihadapannya seorang wanita yang dikenalnya, istri dari pria yang telah menghamilinya. Wanita itu sangat cantik. Sangat berbeda ketika terakhir kali bertemu. Begitu pucat dan lemah. Tapi sekarang wanita itu persis ketika ia pertama kali bertemu.

Sama cantiknya dan bertambah cantik dengan long dress putih tanpa lengan yang dikenakannya. Wanita itu bernama Sakura, menggenggam erat kedua tangan Naruto.

"Kau sudah janji kan? Untuk menjaga anakku?" tanya Sakura mengkonfirmasi janjinya beberapa bulan yang lalu.

"Eh? Iya," jawab Naruto tersenyum, meskipun bingung kenapa tiba-tiba Sakura bertanya seperti itu? Dan ia masih tidak tahu tempat apa ini?

"Terima kasih... dan aku ingin kau juga menjaga dia..."

"Dia? Dia siapa?" tanya Naruto makin tak mengerti.

"Nanti kau akan tahu, sudah waktunya aku pergi. Selamat tinggal Naruto..."ujarnya dan perlahan menghilang bersama dengan bunga sakura yang berterbangan, dan makin lama hilang dari pandangan mata. Menyisakan pohon tanpa bunga dan daun. Hanya ranting saja.

"Ah!" panggil Naruto. Namun terlambat. Semua telah pergi menyisakan ia sendiri. Ditempat asing dengan wajah kebingungan, karena kata-kata aneh dari wanita itu.

***IchigoStrawberry-nyan***

"Kau dibelakang jaga Naruto, biar aku yang menyetir!" perintah Itachi seraya menyerahkan Naruto ke dalam gendongan Neji.

"Kenapa harus aku?" tanya Neji tak suka dengan perintah seenaknya dari Itachi.

"Tak perlu banyak tanya, lakukan saja apa yang kuperintahkan!" jawab Itachi seraya menatap tajam pada Neji.

Pria berambut cokelat panjang itu mendengus kesal. Meskipun begitu ia akhirnya menuruti Itachi dan menerima Naruto.

Ia merasakan berat dari tubuh Naruto, karena lelaki itu juga membawa beban di dalam perutnya. Neji menggigit bibirnya saat melihat darah keluar dari kaki Naruto. Terbesit rasa takut dalam diri Neji saat melihat hal itu.

Ia takut bayi yang dikandung Naruto kenapa-kenapa.

Ia jadi merasa bersalah. Karena ia baru saja sadar kalau yang dibunuhnya bukan hanya Naruto, tapi juga bayi yang belum lahir.

Tin tin

Suara klakson yang dinyalakan Itachi menganggetkan Neji. Pria berkuncir sudah berada di dalam mobil. Langsung saja Neji masuk ke dalam mobil di belakang secara perlahan. Naruto ditidurkan di atas pangkuannya.

Itachi menekan tombol pada remot ditangannya. Saat tombol di tekan, pintu di dekat Neji tertutup secara otomatis. Setelah itu Itachi langsung menjalankan mobilnya.

"Hati-hati menjalankan mobilnya, jangan sampai membahayakan dia," pinta Neji.

"Ya tentu saja," jawab Itachi tersenyum karena pria bermata tanpa pupil ini sudah tidak lagi membenci Naruto dan mulai mengkhawatirkannya. Meskipun begitu Itachi masih tidak tahu apa yang membuat lelaki ini berubah.

Malam semakin larut. Mobil Itachi mulai menuruni bukit. Neji memeluk Naruto layaknya memeluk bayi, menjaga agar goncangan mobil akibat bebatuan dan tanah yang tidak rata tidak mempengaruhi bayi di dalam tubuh Naruto.

Sesekali matanya mengamati kondisi Naruto. Terlihat pria berambut pirang itu tengah bernafas dengan terengah-engah. Ia bisa merasakan tubuh Naruto yang semakin dingin.

"Kau harus bertahan," bisik Neji seraya mengecup pelan kening pemuda itu.

***IchigoStrawberry-nyan***

Waktu terus berlalu. Mereka akhirnya sampai di rumah sakit terdekat. Naruto langsung di bawa oleh para suster pria ke unit gawat darurat. Sedangkan Neji dan Itachi terpaksa menunggu di luar. Itachi dan Neji duduk berdampingan, menunggu dokter mengobati Naruto.

Mendadak dari saku Itachi ponselnya bergetar. Ia langsung merogoh kantong dan mengambilnya. Terlihat nama Ayah di layar ponselnya. Langsung saja ia menekan tombol penerima panggilan.

"Ya Tou-san."

"..."

Mata onyx itu terbelalak tak percaya, mendengar berita duka yang disampaikan ayahnya. Padahal baru saja ia berhasil menyelamatkan satu nyawa.

Tapi kenapa harus dibayar dengan kematian nyawa lainnya?

Yang lebih penting lagi, hal ini pasti menjadi beban berat yang ditanggung adiknya.

Itachi kembali duduk ke bangku tunggu. Terlihat Neji masih membungkuk sambil menutup wajahnya. Beberapa saat kemudian seorang dokter berkulit pucat dengan wajah seperti wanita keluar dari UGD. Dua pria lajang itu pun berdiri bersamaan.

"Bagaimana keadaan Naruto?" tanya Neji dan Itachi bersamaan.

"Aku berhasil menyelamatkannya," jawab dokter dengan name tag bertuliskan Orochimaru. Wajah lega langsung melanda Neji dan Itachi.

"Hanya saja aku harus mengeluarkan anaknya sekarang," tambah dokter Orochimaru.

"Apa maksudmu? Kandungan Naruto bukankah kurang lebih masih tujuh bulan?" Orochimaru hanya menggangguk menjawab pertanyaan dari Itachi yang kebingungan dengan perkataan dokter itu.

"Lalu?"

"Kondisinya membuatku harus melakukannya. Hanya saja kemungkinan keduanya untuk selamat sangat tipis," jawab Orochimaru.

"Kenapa? Naruto dan bayinya akan selamat bukan? Dan lagi, kau ini kan dokter masa tidak bisa menyelamatkan mereka?" kali ini yang bertanya adalah Neji.

"Itu benar. Tapi kasus yang dialami pemuda itu baru kali ini kutemui. Maksudku pria hamil itu sungguh hal yang baru. Jadi maaf aku hanya bisa berusaha... bagaimana hasilnya... tipis untuk selamat..."

"Aku mohon selamatkan dia. Dia... dia... tidak pernah bahagia dan ini semua salahku... jadi kumohon selamatkan dia..." pinta Neji seraya membungkuk dalam-dalam dan memegang erat kedua tangan dokter itu. Itachi terlihat tak percaya melihat perubahan Neji. Baru saja Neji menolak memberitahukan dimana lokasi Naruto, sekarang ia malah memohon-mohon pada dokter tersebut agar dapat menyelamatkan pria berambut pria itu.

"Akan kuusahakan tapi aku tidak bisa berjanji," jawab dokter Orochimaru dan langsung pergi meninggalkan keduanya karena harus menyiapkan operasi besar.

Setelah kepergian Orochimaru, rasanya kaki Neji lelah sekali. Ingin terjatuh tapi sudah ditopang oleh Itachi.

"Apa dia akan selamat?" tanya Neji pada Itachi.

"Kau berubah, sedetik membencinya sedetik mengkhawatirkannya," ungkap Itachi. Neji terdiam dan menutup matanya.

"Aku tidak pernah membencinya. Aku membenci diriku sendiri... yang tidak bisa hadir ketika Gaara membutuhkanku... lalu dia hadir dan membuat adikku terluka... aku pun melampiaskan kebencian terhadap diriku sendiri padanya..." ungkap Neji namun terhenti untuk mengambil nafas.

"Itu dosa pertamaku terhadapnya... aku membuatnya terluka dan kehilangan calon bayinya... karena hal itu aku kehilangan sahabatku... bukannya merasa bersalah aku malah menyalahkannya... dan keinginan untuk menghancurkannya semakin kuat... aku memisahkannya dari istri dan juga anak perempuannya... tapi ia tetap bertahan... aku semakin membencinya dan terus saja melakukan dosa padanya..." lanjut Neji dan kembali meraup oksigen. Itachi masih setia mendengarkan. Meskipun ia tampak ingin menghajar pria di depannya.

"Hinata pernah bilang caranya mungkin salah, tapi dia melakukannya demi keluarga... entah mengapa mendengar hal itu membuatku tambah membencinya... karena dia rela melakukan apapun demi keluarganya... sedangkan aku tidak bisa berbuat apapun pada Gaara... dan kuputuskan untuk melecehkannya... "

"Kau!" potong Itachi dan langsung menarik pakaian Neji.

"Ya aku melecehkannya namun ia masih bertahan. Membuatku lelah dan akhirnya membunuhnya... bukan hanya membunuhnya tapi juga bayinya yang tidak bersalah... aku bodoh yah Itachi..." ujar Neji yang tidak terpengaruh dengan perlakuan Itachi.

"Aku benar-benar bodoh... karena itulah aku memutuskan untuk mati... dan kau datang menghentikanku... membawaku ke gubuk itu... dan ternyata dia masih hidup... aku senang dia hidup... tapi mendengar perkataan dokter itu... apakah aku harus bunuh diri lagi? Atau lebih baik kau saja yang membunuhku... lakukanlah Itachi aku sudah siap..." tambah Neji seraya tersenyum pada Itachi.

Namun bukan senyuman kebahagiaan, karena senyuman itu diiringi dengan air mata. Hal ini membuat Itachi melepaskan tangannya dari pakaian Neji.

"Apa kau menyukainya?" tanya Itachi. Neji hanya diam.

"Pertama kali aku bertemu dengannya di Konoha Burger. Dia datang menawarkan diri untuk membantu Sasuke. Hanya demi istri dia rela membuang harga dirinya. Bukankah itu bodoh?" jawab Neji setelah beberapa lama terdiam.

"Ya itu benar-benar bodoh. Lebih bodoh ketika dia menangisi rivalnya Gaara. Dia sampai rela dipenjara, padahal yang membunuh Gaara adalah Toneri atas suruhanku. Meskipun begitu hukum karma tetaplah ada, pada akhirnya polisi mengetahui bahwa pelaku adalah aku dan Toneri. Tapi karena aku punya uang, aku dan Toneri bebas. Dia tahu dan dia mengenalku, tapi dia tak pernah marah..." jawab Itachi.

"Aku dan kau pernah melakukan dosa padanya. Kurasa tak baik jika aku membunuhmu, padahal aku juga bersalah. Maaf..." ungkap Itachi.

"Tak apa, aku juga sudah siap jika kau mau membunuhku."

"Tidak kurasa dia tak akan menyukainya..."

Hening pun melanda. Hanya ada suara hewan malam mencari makan. Dan terkadang terdengar langkah kaki para suster yang berjaga di malam hari.

"Dia... akan tetap hidup bukan?" tanya Neji memecah keheningan.

"Kau lihat kan bagaimana dia bisa bertahan dikurung di dalam gubuk? Aku yakin dia pasti akan hidup bersama dengan bayinya," jawab Itachi tersenyum seraya menepuk-nepuk kepala Neji.

***IchigoStrawberry-nyan***

Setelah pulang dari pemakaman, Sasuke langsung ke hotel tempatnya menginap. Ia mengendarai mobilnya dengan kencang. Membuat ayah dan ibu yang menumpang dimobilnya bertanya-tanya, kenapa Sasuke terburu-buru begitu?

Saat sampai di kamar hotel juga dia langsung membereskan semua pakaiannya ke dalam koper. Dia melakukannya dengan cepat. Fugaku dan Mikoto yang merupakan orang tua Sasuke tambah bertanya-tanya, kenapa Sasuke buru-buru ingin meninggalkan hotel?

"Sasuke ada apa?" tanya Mikoto yang akhirnya bertanya duluan pada Sasuke.

"Aku harus cepat pulang. Itachi bilang Naruto sedang operasi, aku harus berada disampingnya, secepat mungkin..." jawab Sasuke.

Onyx memang kelam. Tapi entah kenapa dimata Mikoto onyx Sasuke semakin kelam.

"Kaa-san pikir kau tidak menyukainya, kenapa mendadak?" tanya Mikoto dan membuat Sasuke berhenti membereskan pakaiannya.

"Aku menyukai dua orang. Jangan tanya kenapa. Mereka adalah dia dan Sakura. Sakura telah pergi, jadi aku tak akan membiarkan dia pergi juga," jawab Sasuke.

"Begitu rupanya."

Sasuke kembali meneruskan membereskan pakaiannya. Sedangkan Mikoto hanya melihat perubahan putranya dengan tatapan sedih.

Biar bagaimana pun yang menangis paling keras adalah Sasuke. Namun sekarang tangisannya telah berhenti. Digantikan oleh tatapan yang sangat kelam. Entah itu hal yang baik atau hal yang buruk...

***IchigoStrawberry-nyan***

Musim semi telah tiba. Bunga-bunga mulai bermekaran. Salju pun mulai menghilang. Angin dingin juga perlahan menghangat.

Tak terasa empat bulan sudah berlalu. Entah bagaimana Naruto selamat dari kematiannya. Naruto sudah berjanji pada Sakura untuk menjaga anaknya. Dan ia juga harus tetap hidup demi Boruto. Kalau ia mati siapa yang akan mengurus Boruto?

Jadi dia akan bertahan meskipun berat. Saking beratnya ia masih belum bisa berjalan. Padahal sudah empat bulan berlalu.

Bagian bawah perutnya masih sakit, karena operasi besar. Sebab itulah ia masih menggunakan kursi roda.

Kini ia sedang berjemur di taman belakang kediaman Uchiha, bersama dengan bayi mungil dalam gendongannya. Bayi lelaki yang dilahirkan dari rahimnya sendiri. Saphirenya berkeliling. Melihat ayunan, bunga bermekaran, kupu-kupu dan lebah yang berterbangan.

Ayunan itu pernah diduduki Sakura.

Bunga itu setiap pagi selalu disiram oleh Sakura.

Sakura merawat bunga-bunga itu dengan penuh kasih sayang, bagaikan seorang ibu yang merawat anak-anaknya.

Sakura, seorang wanita yang membuatnya terus bertahan hidup. Janjinya dengan Sakura yang kini membuatnya dapat melihat musim semi yang indah.

Mendadak ia merasakan suara langkah kaki yang sangat dikenalnya. Langkah kaki yang tegas dan dingin. Saphire berhenti berkeliling. Tapi juga tak menoleh ke belakang. Langkah kaki itu berhenti tepat di belakangnya. Ia bisa merasakan aroma mint dari tubuh lelaki yang selalu hadir dalam mimpinya...

***IchigoStrawberry-nyan***

"Sasuke kenapa kau diam? Apa kau yakin ingin menikahiku? Atau itu hanya pelampiasanmu karena Sakura telah pergi?" tanya Naruto yang akhirnya berbalik menatap tajam pada Sasuke.

Pertanyaan Naruto membuat bayi lelaki mungil itu terusik dan akhirnya terbangun, lalu menangis keras. Membuat Naruto merasa bersalah, karena kata-katanya telah membuat Menma, nama bayi itu menangis. Naruto pun tidak melanjutkan kata-katanya lagi dan berbalik memutar kursi rodanya untuk menenangkan Menma.

Dua bulan ia berada di rumah sakit. Dan setelah keluar ia mengetahui kalau Sakura telah tiada. Saat di rumah sakit mendadak Sasuke bilang ingin menikahinya. Hal itu membuat Naruto kesal.

Bisa-bisanya Sasuke bilang ingin menikahinya setelah Sakura tiada, pikir Naruto.

Dari awal pertemuannya, Sasuke memang selalu seenaknya sendiri, membuat Naruto bertambah kesal saja.

Saat sedang menyusui Menma, mendadak dagunya terangkat dan sebuah ciuman mendarat di bibirnya. Saphirenya terbelalak. Terkejut dengan perlakuan Sasuke yang tiba-tiba itu.

Namun ciumannya membuat Naruto hilang kendali dan lenguhan keluar dari bibirnya. Ini semua karena... Sasuke tak pernah puas dengan ciuman biasa.

Naruto benar-benar mengutuk orang ini. Dia tidak tahu apa Naruto sedang menenangkan Menma?

Setelah cukup lama, Sasuke melepaskan ciuman itu. Saliva keluar dari mulut Naruto. Wajahnya memerah karena malu dan marah.

"Aku memang egois. Karena keegoisanku, Sakura pergi. Harusnya tak kubiarkan rasa sukaku ini muncul..."

"Apa maksudmu?"

"Aku menyukai Sakura dan itu tidak bisa hilang sampai sekarang. Tapi aku juga menyukaimu, entah sejak kapan."

Naruto diam tidak bisa membalasnya. Entah harus senang atau marah atau sedih ia tidak tahu.

"Aku ingin menikahimu karena aku tak ingin kau pergi, seperti aku membiarkan Sakura pergi. Dan aku tidak menerima penolakan darimu!"

"Itu namanya egois."

"Bukankah aku sudah bilang, aku memang egois."

Naruto bingung tidak tahu harus menjawab apa. Sampai akhirnya Sasuke menarik dagunya lagi dan mencium keningnya.

"Kau dan Sakura adalah orang yang berarti dalam hidupku, dulu aku telah melakukan kesalahan melepaskan Sakura, jadi sekarang aku tak akan mengulangi kesalahan yang sama, menikahlah denganku, Naruto," ungkap Sasuke setelah melepaskan ciumannya.

Naruto terdiam cukup lama, berkali-kali mulutnya terbuka dan menutup. Sampai akhirnya ia berhasil mengeluarkan suaranya...

"A... apa aku boleh menyukaimu... bagaimana dengan Sakura?" tanya Naruto dan hanya di jawab dengan ciuman lagi.

Benar-benar seenaknya. Membuat Naruto bertambah kesal, tapi entah kenapa Naruto tak bisa menolak.

Mungkin karena dia melihat bunga sakura terbang dengan riangnya. Seolah memperbolehkannya membuat kisah yang baru. Bersama dengan orang yang egois dan suka seenaknya sendiri.

***TAMAT***

Tamat yip yip

Bisa juga namatin, meskipun banyak banget kekurangannya...

Dan terima kasih sudah menemani dan mau menunggu cerita yang gak disukai Ichi~

Pokoknya I love You semua...

See you