hanya mengeluarkan uneg2 setelah baca Naruto Gaiden chap 1


.

Uchiha Sarada

Story by: Kinky Rain

Naruto milik Masashi Kishimoto

DLDR

.

.

.

.


.

.

.

Aku Uchiha Sarada. Ya, benar. Aku adalah putri dari Uchiha Sasuke dan Uchiha Sakura. Meski saat ini entah kenapa aku meragukannya. Aku memang tidak pernah sekalipun bertemu dengan Otou-san. Tapi berdasarkan foto yang selalu aku pandangi setiap kali aku pulang dari akademi, sepertinya aku lebih mirip dengan ayahku daripada ibuku.

Lihatlah tampilan fisikku. Rambut hitam, mata hitam. Sama sekali tidak ada ciri fisik yang menggambarkan seorang Uchiha Sakura dalam diriku. Dan yang selalu membuatku bertanya-tanya adalah kacamata ini. Okaa-san tidak memakai kacamata, dan ketika aku menanyakan perihal Otou-san, jawaban menyebalkan keluar dari mulut Kaa-san yang berujung dengan hancurnya rumah kami.

Dan fakta yang aku temukan dari reruntuhan rumah kami seolah memperburuk keadaan. Foto seorang wanita berkacamata yang berdiri di samping ayahku benar-benar mengganggu pikiranku. Wanita berambut merah difoto itu memakai kacamata yang sama denganku. Dan dia memiliki wajah yang cantik. Okaa-san juga cantik, tapi Okaa-san tidak memakai kacamata. Ini membuatku bertanya-tanya. Benarkah aku anak dari Uchiha Sasuke dan Uchiha Sakura? Dan bukannya putri dari Uchiha Sasuke dan wanita ini?

Aku memandang Kaa-san yang sedang menjemur pakaian di halaman. Sudah tiga bulan berlangsung sejak kejadian aku menemukan foto itu dan rumah kami sebagian telah diperbaiki. Aku tidak pernah sampai hati menanyakannya pada Kaa-san. Aku tidak ingin menyakiti hatinya. Tapi sungguh, aku benar-benar ingin tahu. Seandainya saja aku memiliki mata hijau atau rambut merah muda sepertinya. Mungkin saat ini aku akan memilih mengabaikan wanita dalam foto itu dan menganggap tidak pernah melihatnya.

"Okaa-san." Kaa-san melirikku saat aku memanggilnya.

"Ada apa Sarada?"

"Ada yang ingin kutanyakan."

"Iya. Apa?"

"Aku menemukan ini saat aku mengambil barang-barang direruntuhan rumah kita." Kusodorkan foto yang kutemukan. Kaa-san meraih foto itu dan sejenak ekspresinya berubah.

"Siapa wanita berkacamata ini Kaa-san? Kenapa dia memakai kacamata yang sama denganku?"

"Sarada, Okaa-san bisa jelaskan."

"Okaa-san dan Otou-san tidak memakai kacamata. Apa hubungan wanita ini dengan Otou-san?"

"Sarada..."

Aku mendengar suara pintu digeser dan disusul oleh suara seseorang.

"Tadaima." Sebuah suara baritone yang terdengar asing ditelingaku. Tapi saat aku melihat Kaa-san yang tubuhnya menegang, aku bisa menduga siapa orang itu. Secepat kilat aku berlari meninggalkan Kaa-san yang masih mematung dan menuju ruang tamu.

Pria berambut hitam dengan wajah tanpa ekspresi sedang memandangku. Meski dia memiliki bola mata yang berbeda warna, aku tetap bisa mengenalinya. Otou-san.

Akhirnya. Akhirnya. Akhrnya bisa bertemu. Setelah tiga belas tahun aku hanya bisa melihatnya lewat foto, kini aku bisa menatapnya dengan kedua mataku sendiri.

"Selamat datang, Sasuke-kun." Okaa-san muncul dari dalam dan langsung mendekati kami.

"Hn."

Alih-alih mengucapkan selamat datang atau memeluknya, aku justru mendekatinya dengan menyodorkan selembar foto yang aku bawa. Tidak dapat mengehentikan rasa penasaranku.

"Siapa wanita ini Tou-san? Apa hubungannya dengan Tou-san?"

"Sarada, ayahmu baru pulang. Biarkan dia beristirahat."

"Tidak. Aku harus tahu Kaa-san. Foto ini selalu mengganggu pikiranku. Kaa-san tidak pernah bercerita tentang wanita ini, dan terus terang saja aku merasa hubungan kalian berdua itu sangat aneh. Kenapa Tou-san tidak pernah pulang? Kenapa Kaa-san tidak pernah mau menjelaskan alasan kepergian Tou-san? Seandainya saja aku memiliki mata hijau atau rambut merah muda seperti Kaa-san." Aku melempar foto yang kupegang ke arah Tou-san dan berlari meninggalkan ruang tamu. Meninggalkan mereka berdua yang terbengong karena kaget.

Aku mamasuki kamarku dan menjatuhkan diriku di atas ranjang. Menenggelamkan wajahku pada bantal untuk meredam isakanku. Aku mendengar seseorang membuka pintu kamarku. Aku mengabaikannya. Itu pasti Kaa-san yang akan berusaha menenangkanku, seperti yang selalu dia lakukan ketika aku sedang kesal atau sedih.

Aku merasakan kasur di sebelahku bergerak ketika diduduki.

"Bukan sambutan yang baik untuk seorang ayah ketika dia pulang dari bepergian yang sangat lama."

Otou-san?

"Apa seperti ini kelakuanmu ketika Tou-san tidak ada? Ibumu pasti kewalahan." Sama sekali tidak ada nada marah dalam suaranya meski saat ini Tou-san sedang menegurku. Hanya nada lembut. Dan aku baru tahu kalau Tou-san orang yang lembut.

"Kenapa kau menyembunyikan wajahmu dariku, Sarada? Kau tidak ingin melihat Tou-san? Apa Tou-san sebaiknya pergi lagi saja?" aku merasakan kasur kembali bergerak dan aku segera bangkit.

"Tidak. Jangan." Begitu lama aku menantikan saat bertemu dengannya, mana mungkin aku membiarkannya pergi begitu saja. Otou-san kembali duduk di ranjang. Aku memandang jari-jariku yang saling bertaut.

"Sekarang katakan pada Tou-san apa yang salah. Kau tampak sangat marah tadi."

"Aku hanya iri pada teman-temanku karena mereka selalu berkumpul bersama ayah mereka. Aku bahkan tidak pernah melihat Tou-san sama sekali."

"Tou-san berjanji bahwa Tou-san tidak akan meninggalkan Sarada lagi."

"Siapa wanita dalam foto itu?"

"Dia adalah Karin, teman setim Tou-san ketika Tou-san menjadi nuke-nin dulu."

"Nuke-nin?"

"Kau akan memiliki waktumu sendiri untuk mendengar ceritanya."

"Apa Tou-san menyukainya?"

"Tidak."

"Lalu kenapa Tou-san masih menyimpan fotonya?"

"Ibumu yang memaksa. Kau tahu kan dia itu sangat keras kepala."

Aku tersenyum mendengarnya. Itu memang benar.

"Kenapa aku memakai kacamata yang sama dengannya?"

Otou-san memiringkan kepalanya dan menyempitkan mata.

"Apa kau sedang meragukan siapa ibumu hanya karena sebuah kacamata?"

Aku memerah karena malu. Dia tahu.

"Apa itu yang mengganggu pikiranmu?" aku mengangguk. Tou-san diam, dan menghembuskan napas.

"Kau tahu, Sarada, ibumu itu wanita yang sangat istimewa." Aku memandang ayahku. Istimewa?

"Dia adalah satu-satunya wanita yang tetap menerima dan mencintaiku ketika semua orang membenciku." Aku tidak mengerti.

"Kau akan mengerti ketika kau mengetahui keseluruhan ceritanya. Tapi untuk saat ini, aku bisa menjamin kalau kau adalah anakku bersama Uchiha Sakura." Katanya menjawab isi kepalaku yang tak terucap. "Bagaimana bisa kau meragukan ibumu ketika selama sembilan bulan dia yang selalu membawamu kesana-kemari dalam kandungannya?"

Aku merona lagi. Bodohnya. Aku jadi merasa bersalah pada Kaa-san karena meragukannya. Tidak masalah jika mataku tidak hijau dan rambutku bukan berwarna merah muda. Ucapan Otou-san sudah cukup untukku.

"Tapi kenapa aku memakai kacamata yang sama dengan yang dipakai wanita itu?"

"Karin memberikan kacamatanya padaku saat dia memutuskan untuk pergi, kau tahu, saat aku mengatakan kalau aku akan menikahi ibumu. Dia bilang, setidaknya dia harus memberikan kenang-kenangan padaku. Dan lagi-lagi ibumu yang memaksa agar kau memakai kacamata itu."

Apa-apaan sih Okaa-san? Rupanya dia ingin membuat mataku rabun sejak dini. Otou-san memandang spekulatif padaku.

"Apa itu sudah cukup?"

"Aku ingin mendengar cerita kenapa Tou-san menjadi nuke-nin."

"Ceritanya sangat panjang."

"Aku punya banyak waktu untuk mendengarkan." Otou-san tersenyum dan mengelus rambutku. Kami-sama, aku suka saat dia melakukannya.

"Baiklah kalau begitu."

.

.

.

.

.

Aku terbangun karena merasa haus. Rasanya sangat bahagia karena seharian ini aku bisa menghabiskan waktu bersama Otou-san. Meski sebagian besar kami hanya duduk dengan aku yang mendengar ceritanya, dan sesekali disela oleh Kaa-san yang menyuruh makan atau mandi. Aku pun akhirnya tertidur sambil mendengarkan cerita Otuo-san.

Aku melirik jam di atas nakas. Pukul satu dini hari. Aku berjalan menuju dapur untuk minum. Saat aku melewati ruang keluarga, aku melihat puntu halaman terbuka. Merasa penasaran aku mengendap-endap mendekati suara samar-samar yang terdengar dari teras samping. Aku mengintip melalui celah pintu yang terbuka. Tampak Kaa-san yang tengah menyandarkan kepalanya di bahu Tou-san.

"Benar-benar tidak adil." Kaa-san berbicara.

"Apa?"

"Kau baru bertemu dengannya, dan kau sudah bisa menanganinya dengan baik. Aku butuh waktu tiga belas tahun untuk memahaminya."

"Kau memahaminya lebih baik dariku."

"Aku sudah terbiasa menghadapi seorang Uchiha yang lebih sulit darinya."

Otou-san menjauhkan dirinya, sehingga Kaa-san mengangkat kepalanya dari bahu Otou-san dan memandanganya.

"Apa kau menyindirku nyonya Uchiha?" nada humor terdengar dari suara Tou-san.

"Kau sangat pandai tuan Uchiha." Kaa-san tertawa. Tou-san menarik Kaa-san untuk kembali bersandar padanya dan memeluknya. "Terimakasih, Sakura."

"Aku mencintaimu, Sasuke-kun."

Tidak ada suara untuk beberapa saat hingga Otou-san kembali bicara.

"Ngomong-ngomong, apa yang kau lakukan pada rumah kita?"

Kaa-san tertawa menanggapi pertanyaan Tou-san.

"Kenapa kau tertawa? Ini adalah ketiga kalinya kau menghancurkan rumah kita Sakura." Tapi Kaa-san tidak menjawab dan hanya tertawa.

Aku tersenyum dan mundur perlahan-lahan. Berusaha agar tak ketahuan kalau aku menguping. Berjalan kembali ke kamar, aku melupakan rasa hausku. Aku berbaring dengan perasaan bahagia. Kini, aku tidak akan pernah meragukan siapa orang tuaku. Aku memiliki ibu yang cantik bernama Uchiha Sakura dan ayah yang keren bernama Uchiha Sasuke. Dan itu sudah cukup.

.

.

.