Konoha, desa daun tersembunyi. Tempat di mana aku lahir, tumbuh dan dewasa. Dari beranda kantor hokage ini, aku bisa melihat seluruh penjuru desa tercintaku. Di ujung desa ini terdapat gunung batu yang berukiran wajah-wajah hokage yang pernah menjabat di desa ini. Dan sekarang di sana juga terukir wajahku. Aku tersenyum memandangnya. Ukiran batu itu merupakan bukti dari terwujudnya cita-cita yang selama ini aku impikan sejak kecil, cita-cita yang terus kuperjuangkan dengan usaha keras dan dukungan dari teman-temanku. Ya, menjadi orang terkuat di desa ini dan diakui oleh seluruh penduduk desa—menjadi hokage desa Konohagakure.

"Naruto, cepatlah! Semua telah menunggu!"

Aku menoleh ke belakang, ke asal suara yang memanggilku. Kulihat Shikamaru berdiri tidak jauh di belakangku dengan memasang wajah malas dan bosan. Huh, sejak di akademi wajahnya itu tidak pernah berubah. Yang membedakan hanyalah janggutnya yang mirip rusa peliharaan klannya itu.

Kuanggukan kepalaku. Dengan mantap dan memasang senyum tercerahku, aku meninggalkan beranda kantor hokage. Aku pun berjalan menuju pintu yang akan membawaku ke aula kantor hokage bersama Shikamaru yang berjalan di sisiku sambil sesekali menguap. Dalam hati aku bertanya-tanya, sebenarnya dia itu niat tidak sih jadi penasehatku?

Saat aku buka pintu itu, dapat kulihat seluruh teman-temanku yang tengah berpesta pora di aula yang sengaja dialih fungsikan sementara menjadi tempat pesta. Aku bisa melihat seluruh anggota rokie 12 di sana, mantan guru-guru kami, para kage dari 5 desa aliansi serta para pendamping mereka, bahkan para tetua desa pun turut hadir walau wajah-wajah mereka agak kesal karena kebisingan yang ada di ruangan ini. Aku semakin melebarkan senyumku melihat mereka semua, orang-orang yang kucintai dan sangat penting dalam hidupku. Merekalah yang membentuk diriku yang sekarang. Tanpa mereka, aku pasti masihlah hanya seolah bocah jinchuuriki yang sering berbuat onar karena kesepian.

"Naruto! Kenapa kau lama sekali?" Seru Kiba saat melihatku. Aku agak sweat drop saat melihat Akamaru, anjing besar peliharaannya, yang ternyata juga diajak masuk ke dalam ruangan ini. Uuhh, semoga saja anjing ini tidak buang air sembarangan.

"Dari mana saja kau?! Ini kan pestamu? Kenapa kau justru malah keluyuran?" Tanya Chouji sambil mengunyah kue-kue manis yang menggunung di piringnya dengan lahap. Kuharap semua orang sudah mendapat makanan sebelum Chouji menghabiskan semua makanan yang ada di pesta ini.

"Hn, lama." Tidak jauh dibelakang Chouji terlihat Sasuke yang wajahnya masih stoic, namun memancarkan aura persahabatan yang hangat. Dasar pelit suara. Apa dia bisa bicara lebih banyak dari itu?

"Naruto! Ayo sini! Kami sudah menunggumu!" Sakura menarik lenganku agak keras dengan tenaga monsternya, membuatku tertarik masuk ke dalam keriuhan pesta ini, hampir terseret-seret. Dia baru melepaskan lenganku saat aku sudah berdiri di samping seorang gadis berambut indigo panjang yang tengah menatapku lembut. Sakura meninggalkanku berdua bersama Hinata sembari mengerling nakal, membuat wajah istriku ini tersipu malu.

"Na-Naruto-kun..." panggilnya lembut, seperti biasa, membuat diriku merasa tenang saat mendengar alunan suaranya.

"Hinata-chan." Aku turut tersenyum lembut padanya. Rasanya seolah waktu berhenti dan tidak lagi terdengar keriuhan pesta di sekitar kami saat kami sedang bertatapan mesra seperti ini. Hanya aku dan Hinata, saling menatap dengan pancaran kehangatan dan kenyamanan yang tidak bisa kujelaskan. Wajah cantik serta bola mata seindah mutiaranya membuatku tidak bisa mengalihkan perhatianku padanya. Dia terlihat seperti bidadari cantik yang diutus dari surga untuk menemani hidupku. Ah, beruntungnya aku yang bodoh ini bisa bersama dengannya.

Brukkk!

Seseorang menabrak punggungku, membuatku sedikit kehilangan keseimbangan dan tersungkur ke arah Hinata yang reflek memelukku untuk menahan tubuhku yang limbung. Aku berusaha menahan punggungnya dengan cara memeluknya. Oh lihat, wajahnya langsung memerah bak udang rebus di ramen yang sering kumakan. Dan aku juga sedikit salah tinggah karena melihat wajah imutnya yang tengah malu itu.

"Hei pasangan kikuk, jangan lupakan kami dong! Kalian pikir di dunia ini hanya ada kalian berdua apa?" Suara teriakan Ino membahana keras sekali, yang langsung disambut gelak tawa dan siulan menggoda dari seluruh orang di ruangan ini. Aku mendengus malu dengan rasa panas yang menjalar hingga telingaku. Aku dapat kulihat wajah Hinata yang semakin merah. Huh, dasar perusak suasana! Padahal jarang-jarang aku bisa romantic seperti tadi!

"Yak semuanya, untuk memperingati pelantikan Naruto sebagai Hokage ketujuh, tak lengkap rasanya jika kita tidak mengabadikan momen ini, bukan?" Terdengar sebuah suara yang diperkeras dengan microphone yang berasal dari atas panggung. Terlihat Rock Lee yang dengan semangat membara mengacung-acungkan jarinya ke udara sambil tangan kananya memegang microphone. Apa dia yang jadi host untuk acara ini? Aku berharap pesta ini tidak akan hancur. "Sekarang lihatlah ke arah barat! Di sana sudah ada kamera yang siap memotret kita. Jangan lupa pasang pose terbaik dan katakan 'cheese'!"

Semua melihat ke arah barat, terlihat seorang fotografer yang telah bersiap mengambil gambar di sudut ruangan yang sudah sengaja ditinggikan untuknya. Tidak lama, semua orang sudah memasang pose terbaiknya. Aku merangkul pundak Hinata, membuat gadis cantik yang kucintai itu agak gelagapan karena tidak siap. Aku hanya tersenyum lebar, lalu menatap ke arah kamera yang sudah difokuskan untuk memfoto seluruh orang di ruangan ini. Sejurus kemudian, terdengar aba-aba sang fotografer itu.

"1...2...3..!"

"Cheeeeessseeeee!"

Dan kilatan blitz kamera itu pun menjadi tanda telah terambilnya foto-foto kami semua. Setelah selesai, semua orang tertawa keras, diliputi kebahagiaan yang meluap-luap.

Puk!

Aku bisa merasakan sebuah tangan menepuk pundakku pelan. Saat menoleh, kulihat Kakashi-sensei, Sakura, Sasuke dan Sai yang tersenyum kepadaku. Kubalas senyuman hangat mereka dengan senyuman terbaikku, senyuman penuh kebahagiaan.

"Selamat ya Naruto, akhirnya impianmu terwujud!" Sakura memelukku sayang, sama seperti pelukan yang pernah diberikannya saat aku berhasil mengalahkan Pein, pelukan hangat yang membuat hatiku juga ikut menghangat. Aku tersenyum, lalu menepuk-nepuk punggung gadis mantan rekan setimku yang memiliki aura secerah musim semi ini.

Bukan hanya Sakura, Kakashi, Sai, dan Sasuke pun memelukku, membuatku agak sesak juga. Namun aku tertawa senang atas sikap mereka ini.

"Naruto, aku sangat-sangat bangga padamu."

"Naruto, kau memang pahlawan sejati."

"Naruto, kaulah satu-satunya kebanggaan Konoha."

"Naruto..."

"Naruto..."

"Naruto..."

"NARUTOOOOOOOO! CEPAT BANGUN!"

Sakura's Lover

present

Naruto: The New Born

(Chapter 1)

Rate T

Desclaimer Naruto Masashi Kishimoto

saya kan cuma pinjem charas Kishi-sama ^^

This Story is MINE

AU for present, and Canon for past memory

Gendre: Friendship, Drama, Humor

Warning: OOC, Gaje, Berantakan, EYD, TYPO, NEWBIE

Dont Like? Dont Read! ^^

Enjoy!

Aku langsung membelalakan mataku, kaget setengah mati. Dapat kurasakan kupingku terasa begitu panas dan berdenging beberapa saat karena saking kerasnya teriakan yang mampir di gendang telingaku. Bahkan jantungku hampir copot gara-gara lengkingan suara itu. Siapa orang gila dan menyebalkan yang berani-berani mengusik momen terindah dalam hidupku itu?! Padahal aku sedang menikmati hangatnya pelukan teman-temanku yang kucintai. Tapi karena ulah suara keras seseorang yang sukses membangunkanku dari mimpi indahku, semuanya menjadi buyar dan hancur seketika!

"Brangsek! Berani-beraninya kau ganggu momen terindah—"

"Siapa yang kau sebut brengsek itu, Naruto-kun?"

Umpatanku terpotong oleh desisan suara berbahaya, yang langsung sukses membuat badanku berjengkit dan tengkukku meremang. Firasatku mengatakan ada hal berbahaya yang akan terjadi selanjutnya pada tubuh seksiku. Saat aku menoleh dengan gerakan patah-patah pada arah suara desisan itu, dapat kulihat seorang wanita berambut merah panjang sepunggung menatapku marah dengan aura-aura membunuh yang menguar dari seluruh tubuhnya. Aku menelan liurku takut. Kushina, ibuku yang memiliki rambut panjang semerah darah itu berdiri sambil berkacak pinggang di sisi tempat tidurku. Ah.. dia sama sekali tidak berubah, masih sama menakutkannya seperti kenangan yang terakhir kali kulihat saat aku berada dalam dimensi lain yang mempertemukanku dengan ibuku, sebelum aku hampir mati melawan Pein. Pantas saja dia dijuluki red hanabero tomato oleh seluruh teman-temannya waktu masih di akademi. Dia memang terlihat sangat 'merah' saat marah seperti ini!

"E-eeh, Kaa-san... kupikir hantu..."

Ups!

Aku langsung menutup mulut bodohku dengan kedua tanganku. Wajahku pucat pasi. Dasar bodoh! Kenapa harus kata-kata jujur itu yang keluar dari mulutku?! Kalau begini ceritanya aku yakin nyawaku akan langsung berkurang drastis setelah ini.

Glek!

Kutelan ludahku berkali-kali saat melihat ibuku semakin menguarkan aura-aura gelap yang semakin kental. Matanya tajam menatapku,dengan seringai menakutkan yang terukir di wajahnya. Aku bisa melihat efek kibaran angin nakal yang mengembangkan helaian merah darahnya, membuatnya terlihat 10x lebih menyeramkan dari pada sosok aslinya. Aku meneguk ludahku dramatis (lagi ) saat melihat ia berjalan ke arahku sambil melemaskan jari-jari tangannya, membuatku bergidik takut.

"Oh, berani sekali kau mengatai ibumu hantu, Naruto-kun..." suaranya terdengar manis, namun aku bersumpah suara ibuku yang seperti itu lebih menakutkan dari suara tawa kuntilanak di malam jumat kliwon. Uhh, dapat kurasakan bulu kudukku merinding disko.

"Rasakan ini anak nakal!"

"Aarrggghhhhh!" Sebuah pukulan keras mendarat indah di pusat kepalaku. Pelakunya tidak lain adalah wanita barbar yang sudah melahirkanku ke dunia yang kejam ini. Aku bisa merasakan ada 7 bintang yang bertaburan di mataku. Ugghh, efek pukulannya sungguh membuat(nyawa)ku melayang.

Oh, pagi hari yang sungguh sangat-sangat sial bagiku.

.

.

Aku menuruni anak-anak tangga dengan malas menuju lantai dasar sambil menenteng ransel hitamku. Setelah dibangunkan dengan kasar dan dipukul dengan keras, aku langsung menyadari aku telah kembali ke alam nyata. Aku bergegas mandi dan bersiap-siap pergi ke sekolah, karena ibuku yang kasar itu tidak ingin aku terlambat di hari pertamaku menatapi jenjang SMA. Kalau sampai hal itu terjadi, mungkin aku langsung disuruh harakiri di tempat.

Yup, mulai hari ini aku adalah murid SMA di Kurama Senior High School, salah satu SMA terkenal di Kanton. KHS ini merupakan sekolah dengan prestis cukup tinggi. Aku beruntung aku memiliki bakat olah raga yang hebat, sehingga aku bisa masuk ke sekolah ini melalui jalur prestasiku dalam bidang non akademik. Aku tidak perlu mengikuti tes-tes tertulis yang menguras otak itu (dari sejak kehidupan dulu aku memang benci belajar). Hehe, aku memang beruntung!

Saat tiba di lantai satu, aku bisa melihat meja makan yang sudah terisi oleh ayahku yang tengah membaca koran. Dia menurunkan korannya saat mendengar suara langkah kedatanganku, lalu tersenyum lembut padaku yang berjalan menghampiri meja makan. Sosoknya sudah sangat rapi dengan setelan kemeja lengkap dan rambut pirangnya disisir rapi menyamping. Terkadang melihat penampilannya yang seformal ini membuatku geli. Bagaimana tidak, dalam memoriku dulu, ayahku selalu membiarkan rambut pirangnya itu bermodel jabrik panjang, yang kemudian menurun padaku. Tapi mengingat di kehidupan ini dia adalah CEO dari sebuah perusahaan ternama di kota ini, kurasa dia tidak akan pernah membiarkan rambutnya menjadi berantakan, apalagi sampai jabrik.

"Tumben sekali anak Tou-san bangun pagi?" Pertanyaan retoris ayahku itu membuatku bibirku manyun. Aku bisa melihat senyuman geli di wajah ramah ayahku kala melihat ekspresiku ini. Dasar ayah yang aneh. Dikiranya aku badut Ancol apa? #ehh

"Minato-kun, jangan pernah mendukung kebiasaan jelek anak itu." Omel ibuku yang sedang berjalan ke arah meja makan sambil membawa sepanci sup miso. Wajahnya pura-pura sebal, membuat ayahku semakin tertawa geli.

"Jangan marah, Kushina-chan. Aku hanya bercanda." Katanya sembari membantu ibuku membuka tutup panci sup miso itu. Untuk sesaat kedua orang tuaku itu saling menatap dan melemparkan senyum kecil dengan mesra.

Aku memasang wajah datar melihat keromantisan orang tuaku. Ckk, mulai lagi.. Tidak bisakah mereka berhenti bersikap seperti remaja yang sedang kasmaran seperti itu di umur mereka yang bahkan hampir menginjak kepala empat?! Pemandangan romantis bertaburan kerlip bintang itu cukup membuatku muak sekarang. Ayolah, ini kan masih pagi!

"Permisi!" Terdengar sebuah sahutan dan suara pintu depan terbuka, menyadarkan dua sejoli yang bergelar orang tuaku itu sadar dari scene romantis mereka dan menoleh ke pintu depan yang jaraknya hanya 15 meter dari ruang makan ini. Ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, dan dapur memang sengaja tidak disekat, membuat seluruh ruangan dilantai satu ini saling berhubungan (kecuali kamar mandi, tentunya) sehingga dimana pun kau berada bisa langsung melihat ke arah pintu masuk rumah ini. Termasuk kami yang tengah ada di ruang makan. Aku bahkan sengaja menolehkan kepalaku ke belakang demi melihat tamu aneh yang sudah berkunjung ke rumahku pagi-pagi sekali seperti ini.

"Ah, Teme!" Sapaku setengah berteriak penuh semangat saat melihat seorang pemuda bertubuh tinggi dan berwajah datar masuk ke dalam rumahku. Rambut berhelaian ravennya yang khas berbentuk pantat ayam itulah yang membuatku sadar akan sosoknya.

"Ah, ternyata Sasuke-kun ya? Ayo sini, sarapan bersama kami." Tawar ibuku ceria sambil menyunggingkan senyumnya.

"Hn." Gumaman tidak jelas itulah yang terdengar dari mulutnya yang pelit bicara itu sembari menghampiri meja makan. Dia pun duduk di sebelahku, melengkapi kursi di meja ini yang berjumlah 4 buah.

"Bagaimana kabar ayah dan ibumu, Sasuke?" Tanya ayah ramah yang baru saja menerima semangkuk nasi dari ibu.

"Mereka baik." Jawabnya singkat. Dia pun menerima mangkuk nasinya yang diambilkan oleh ibuku. Mendengar jawabannya yang menurutku tidak sopan itu membuatku kesal.

"Huh, mana sopan santunmu, bocah tengik? Kenapa kau tidak bisa bicara lebih spesifik sih?" Kataku sembari mulai menyumpitkan nasi ke dalam mulutku banyak-banyak. Sasuke tidak merespon. Dia dengan kalemnya menyuapkan nasi ke dalam mulut lalu menyeruput kuah sup misonya.

Pletak!

"Adawww!" Ringisku kesakitan saat merakan jitakan maut yang ternyata dilayangkan oleh ibuku. Aku mendelik kesal padanya. "Kaa-san kenapa senang sekali memukulku sih? Ini sudah melanggar hak asasiku! Ini namanya kekerasan dalam rumah tangga!" Protesku tidak terima sembari mengelus-ngelus benjolan di kepalaku. Belum sembuh benjolan pertama yang kuterima saat bangun tidur, aku sudah menerima lagi benjolan yang kedua di tempat yang sama. Ibuku memang benar-benar tidak berperasaan!

"Kau yang tidak sopan, anak bodoh!" Katanya enteng, lalu menyumpitkan nasinya ke mulut seolah-olah tindakannya tadi bukanlah hal besar.

"Ini semua gara-gara kau, Sasuke-teme!" Aku menyeruput sup misoku kasar. "Lagian, buat apa kau datang ke sini pagi-pagi huh? Mengganggu ketenanganku saja!"

"Kau? Tenang? Itu hanya bisa terwujud jika kau sudah jadi mayat." Kata Sasuke datar sembari memakan makanannya. Aku mendelik tajam kepadanya, namun sepertinya dia tidak peduli, membuatku semakin kesal padanya.

"Naruto, apa kau lupa kalau kemarin Sasuke sudah bilang akan menjemputmu untuk berangkat bersama ke Kurama High School?" Ayah berusaha menghentikanku yang akan kembali menyemprot bocah sombong di sebelahku ini yang dengan tak tahu malunya masih bisa menikmati makanannya.

Ah iya, aku jadi teringat, kemarin Sasuke bilang akan menjemputku untuk berangkat bersama ke sekolah kami. Sama sepertiku, Sasuke juga merupakan murid baru di KHS. Dia juga masuk KHS dengan jalur prestasi sepertiku, hanya saja dia memakai jalur akademik (meski aku tidak pernah mengatakannya, aku mengakui Sasuke memang orang jenius, jenius yang menyebalkan tepatnya).

Sasuke adalah sahabatku sejak aku masih berada di dalam perut ibuku (#emang bayi bisa sahabatan thor? -_-). Keluarga Sasuke dan keluargaku memang sudah lama menjalin persahabatan. mereka juga merupakan rekan bisnis yang erat. Kami sering bersama sejak kecil. Kami selalu satu sekolah sejak kami TK hingga sekarang SMA, meski tidak selalu sekelas sih. Sebenarnya kamilah yang meminta kepada orang tua kami untuk bersekolah di sekolah yang sama, termasuk di SMA ini. Ini bertujuan agar kami bisa terus bersama. Eitss, jangan menatap dan mencurigai kami seperti itu-ttebayo! Kami bukan pasangan homo! Hanya saja kami memiliki sebuah rahasia yang hanya kami ketahui berdua yang juga membuat kami perlu untuk saling terhubung. Rahasia besar yang sangat berpengaruh pada kehidupan kami sekarang ini. Hal ini membuat kami tidak bisa berada jauh dari satu sama lain. Hei, hei, sudah kubilang jangan mencurigai kami-ttebayo!

"Gochisousama deshita!" Seru Sasuke setelah menghabiskan makanannya. Dia beranjak dari kursi, bersiap pergi. "Ba-san, terima kasih makanannya. Ji-san, aku pergi berangkat duluan." Sasuke membungkuk hormat, lalu mulai berjalan pergi.

"Hoi, kenapa kau tinggalkan aku?! Tunggu aku, Teme!" Jeritku kesal. Buru-buru kuhabiskan makananku lalu melesat pergi. "Kaa-san, Tou-san, aku berangkat dulu ya!" Aku berlari menyusul Sasuke yang sudah membuka pintu rumahku dan keluar rumah duluan. Dasar bocah brengsek! Katanya berniat menjemputku, tapi malah berangkat duluan! Dasar menyebalkan!

"Sasuke-teme bastard brengsek ! Kau kenapa pergi duluan, ha?! Kau berniat menjemputku tidak sih?" Kataku kesal sembari mengimbangi langkah kakinya yang panjang-panjang.

"Berisik baka dobe! Tidak dulu, tidak sekarang, suara cemprengmu tetap saja menyakiti telingaku!" Ujar Sasuke dingin sambil menatapku tajam.

Aku mendelik kembali padanya, tersinggung."Kau juga tidak berubah! Tetap brengsek dengan sikap sok keren yang menyebalkan itu!" Bentakku kasar tidak mau kalah.

"Ya, dari dulu pun otakmu masih selevel dengan otak udang."

"Apa kau bilang?! Sekali lagi kau katakan, akan kumusnahkan kau dengan rasengan!"

"Hn, sebelumnya akan kubakar kau dulu dalam amaterasu!"

"Akan kulempar kau dalam perut gamakichi dan membiarkanmu dicerna asam lambungnya!"

"Akan kucincang kau dengan kusanagidan kulempar pada Aoda!"

"Dasar Teme brengsek!"

"Dasar Baka dobe!"

Aku berhadapan dengan Sasuke. Kami saling melemparkan death glare mematikan dengan rahang kami sama-sama mengeras. Kami terus mempertahankan pose ini selama beberapa menit, menunggu siapa yang akan bertindak selanjutnya dan bagaimana cara menyerang balik.

"Hufffff..." aku menghembuskan nafasku berat, lelah karena bertengkar dengan konyolnya di tempat umum seperti ini, yang ternyata juga dilakukan oleh Sasuke. Kami saling melempar pandang heran sesaat. Aku melemparkan senyum 3 jariku padanya, geli sendiri karena tindakan kami yang sama itu. Dia pun tersenyum tipis padaku, membuatku tertawa.

"Huh, selalu begini ya Teme... Kita selalu berdebat, setelahnya kita akan mengungkit masa lalu kita itu."

"Hn, kau benar dobe." Sasuke mengalihkan pandangannya dariku, menatap tajam pada para pejalan kaki yang kedapatan menjadikan kami pusat perhatian sedari tadi, membuat mereka kelabakan dan langsung kembali ke aktifitas mereka semula.

"Kita selalu mengungkit-ungkit segala hal yang terjadi saat kita masih menjadi ninja di kehidupan kita yang dulu. Jujur, terkadang aku cukup merasa bingung." Aku mengusap kepalaku yang sebenarnya tidak gatal. Aku melihat Sasuke melirik kepadaku sejenak, lalu kembali menghela nafas. Sepertinya dia setuju dengan ucapanku barusan.

"Hn, rasanya baru kemarin aku bergabung bersama dengan penduduk Konoha untuk melawan Madara dan Kaguya. Saat sadar, aku ternyata malah sedang berjalan di tengah hiruk pikuk Tokyo berpenduduk 32 juta jiwa ini." Sasuke menatap keramaian pejalan kaki di sekitar kami dengan pandangan kosong. Aku menatap wajah bagian sampingnya, lalu menunduk. Ya, aku mengerti perasaannya. Karena itu juga yang tengah kualami sekarang. Kami terjebak dalam lingkaran masa lalu kami, dan dipaksa menjalani kehidupan baru dengan suasana yang benar-benar baru pula secara linear.

Apakah kalian bingung dengan apa yang kami bicarakan? Tentu saja kalian bingung. karena itu biarkan aku menjelaskannya pada kalian.

Aku dan Sasuke seharusnya hanyalah dua pemuda biasa. Ya, seharusnya, jika seandainya kami tidak dapat mengingat dengan sempurna kehidupan lampau kami sebelum kami terlahir kembali ke dalam wujud kami yang sekarang.

Jangan mengernyit bingung seperti itu, karena ini sungguhan-ttebayo! Dulu aku dan Sasuke merupakan shinobi di sebuah desa bernama hanya kami, banyak juga shinobi-shinobi lain yang memiliki jurus-jurus hebat dan mematikansering melewati berbagai macam pertarungan. Aku dan Sasuke dulu merupakan sahabat karib sekaligus rival abadi dikarenakan nasib kami yang hamper serupa. Walau sempat berpisah jalan hidup dan melalui banyak pertarungan yang melelahkan, akhirnya tetap saja kami kembali menjadi sahabat. Dan ternyata setelah bereinkarnasi pun kami ditakdirkan kembali bersahabat, tentunya sebagai pemuda biasa yang tidak memiliki cakra dan kekuatan luar biasa lainnya yang dimiliki seorang ninja. Dan anehnya kami berdua malah tetap memiliki ingatan kehidupan lampau kami saat menjadi ninja itu walau sudah terlahir kembali.

Masalahnya adalah kami banyak menemui kenalan-kenalan kami yang juga bereinkarnasi kembali di kehidupan yang sama dengan kami, namun mereka tidak dapat mengingat kehidupan masa lampau mereka. Contohnya saja orang tuaku dan keluarga Sasuke. Walaupun kami sudah berusaha untuk mencoba melupakan kenangan masa lampau kami ini, namun tetap saja kami tidak bisa lepas dari baying-bayang masa lalu kami itu. Kami memang senang karena dapat menemui mereka (kenalan kami) itu lagi, tapi terkadang banyak hal yang membuat kami tidak terbiasa karenanya. Dan tentu saja hal ini cukup merepotkan bagi kami. Karena hanya kami berdua yang ingat segalanya, sementara mereka tidak. Untuk itu kami memilih untuk tetap saling bersama untuk menjaga rahasia ini. Kami mulai berusaha untuk bertemu dengan wujud reinkarnasi teman-teman kami. Dan khusus untukku, aku ingin berteman kembali dengan mereka. Aku yakin kematian tidak akan memutuskan hubungan persahabatanku dengan mereka. Untuk itu aku ingin menemukan mereka kembali walau mungkin hal itu akan memakan waktu sangat-sangat lama.

Untuk beberapa saat keheningan mengisi kami berdua. Tidak ada yang berbicara karena kami larut dalam pikiran kami masing-masing. Hanya terdengar hingar bingar suara laju mobil dan langkah kaki di sekitar kami.

"Hoi Naruto! Sasuke!"

Merasa ada yang memanggil nama kami, kami menoleh ke asal suara. Terlihat sosok laki-laki seumuran kami yang menghampiri kami dengan begitu semangat. Dia berkulit kecoklatan dan berwajah friendly. Rambut coklatnya yang agak panjang dikuncir kebelakang. Baju seragamnya masih terlihat rapi walau dia tengah berlari-lari seperti itu.

"Kebetulan sekali kita bertemu di sini. Ayo kita berangkat bersama ke sekolah baru kita!" Serunya semangat seraya memamerkan senyuman lembut dan bersahabatnya. Ah, melihat raut wajah itu mengingatkanku pada sosok mantan guruku di akademi ninja dulu. Bedanya dia tidak memiliki bekas luka memanjang vertikal di wajahnya sekarang. Tapi raut wajah bersahabat itu masih tetap sama.

"Hai, Iruka. Ayo kita berangkat bersama." Kataku tidak kalah bersemangat. Ya, dia adalah reinkarnasi dari Iruka-sensei, guru kami berdua di akademi ninja yang juga selalu membelaku saat aku masih kecil dulu. Di kehidupan ini, aku merupakan sahabatnya sejak duduk di bangku kelas 1 Chuugakkou. Sama sepertiku, dia juga diterima di SMA yang sama denganku dan Sasuke. Awalnya aku cukup terkejut karena melihat sosok reinkarnasi Iruka-sensei yang berwujud lelaki seumuranku. Tapi aku mencoba terbiasa dan mulai bersahabat denganya. Sasuke yang terkenal kaku dan introvert itu saja merasa cukup senang saat kukenalkan dengan Iruka ini. Tapi terkadang kami—lebih tepatnya aku, sering keceplosan menambahkan 'sensei' pada namanya, yang terkadang membuatnya kebingungan sendiri. Dan tak jarang aku mendapat jitakan keras dari Sasuke setelahnya.

"Tidak terasa ya, kita sekarang sudah menjadi koukousei. Rasanya baru kemarin aku menangis saat mendengar pidato perpisahan yang kau bawakan, Sasuke." Kata Iruka sembari berjalan beriringan dengan kami. Sasuke hanya mengangguk kecil sebagai jawaban, sementara aku tersenyum.

"Kira-kira apa yang akan kita temukan di SMA kita nanti ya?"

Pertanyaan retoris Iruka membuatku berpikir dalam-dalam. Pertanyaan itu mengundang pertanyaan lain di dalam kepalaku. 'Apakah aku akan bertemu reinkarnasi teman-temanku yang lain di SMA yang akan kumasuki ini? Apakah akan ada salah seorang dari mereka yang memiliki ingatan masa lalu seperti yang dimiliki olehku dan Sasuke? Apakah kami nanti akan berteman?' Pertanyaan itu terus memenuhi rongga dalam otakku. Saat kulirik Sasuke, ternyata pemuda bermata hitam itu hanya menunduk dengan wajah datarnya. Aku tidak tahu apa yang dipikirkan olehnya. Tapi aku tidak terlalu memusingkannya. Biarlah dia larut dalam pikirannya sendiri.

Aku menatap ke depan, ke arah gerbang sekolah yang mulai terlihat. Aku sudah tidak sabar memasuki gerbang sekolah itu dan menemui orang-orang baru yang mungkin merupakan teman-temanku di masa lampau. Rasa optimis mulai menyebar ke seluruh tubuhku saat memikirkannya.

"Apapun yang akan kita temui nanti, semoga merupakan hal baik bagi kita-ttebayo!" Seruku penuh semangat, yang membuat dua orang pemuda di samping kanan kiriku mengernyit bingung. Aku hanya membalas tatapan mereka dengan senyum lima jari andalanku.

Ya, semoga saja.

To Be Continue

A/N: Holla minna-san! :D Ketemu lagi sama author super gaje yang bawa fict barunya! XD fict ini terinspirasi dari imajinasi author seandainya Naruto dkk terlahir kembali jadi anak remaja SMA. Fict ini lagi-lagi MC seperti fict sebelumnya ^^

Sebenernya nih fict udah lama banget ngendap di file author tapi author baru bisa publish sekarang karena author bener-bener sibuk bulan-bulan ini sampe bulan depan.. maklum, anak acara (pengangguran banyak acara…) wkwkwkwk makanya untuk fict ini author ga janji bisa cepet-cepet update. Tapi author akan usahakan selalu untuk update cepet kok.. makanya terus dukung author lewat review ya, supaya author makin semangat nulisnya! #kode keras minta direview ini mah :P wkwkwk #DaAkuMahGituOrangnya kalo ada yang mau ngasih kritik, saran, flame, kesan, pesan atau curhat pun boleh kok.. lumayan untuk bikin author bisa memperbaiki kesalahan buat chapter-chapter selanjutnya semua akan diterima dengan tangan terbuka dan dibalas di chap selanjutnya ^^

Okay akhir kata, sampai ketemu di chap depan ya! :D