Dis : All belongs to Masashi Kishimoto

I dont make any money from this fiction

.

.

.

Sekitar pukul setengah dua siang, bel pulang berbunyi dan sontak membuat gaduh seisi kelas –sekolah- Konoha High School. Bagaimana tidak, besok adalah dimulainya liburan musim panas. dan sudah dipastikan seluruh penghuni sekolah tersebut sudah memiliki acara masing-masing. Setelah sensei memberikan beberapa tugas liburan musim panas dan ditutup oleh kata 'sayonara' dari mulut sang guru, murid-murid pun berhamburan keluar.

Tidak begitu dengan remaja manis berambut spiky berwarna raven yang masih duduk dipinggir jendela sambil memandang keluar jendela, sejak pagi tadi, ia menekuk muka dan mengerutkan bibirnya, lebih tepatnya tak ingin melihat wajah sensei yang khusus hari ini menjadi guru pengganti dari Kakashi-sensei. Beliau ada pertemuan penting para guru, jadi terpaksa meminta bantuan pada adik kelasnya yang masih kuliah untuk menggantikannya mengajar di Konoha High School. Begitulah.

"Ketua kelas .. "

Yang dipanggil hanya melirik ke arah datangnya suara dan sedikit terkejut karena pemilik suara itu sudah ada di sampingnya. Ia hampir menendang mejanya saking kagetnya, namun kembali menarik nafas panjang dan menaruh tangannya di dagu memandang malas sang sensei.

"Apa?"

Sensei pengganti tersebut hanya bisa mendengus berat melihat tingkah muridnya satu ini – adiknya - , walaupun ia sendiri mengerti mengapa adiknya bersikap seperti ini. Ia tahu adiknya yang manis ini sangat pemalu, dan sekarang ia harus berurusan dengan tampilnya sang kakak sebagai guru di sekolahnya, walaupun hanya sebagai guru pengganti satu hari.

"Sasuke, begitu bencinyakah kau dengan keberadaanku disini?" Tanya sensei tampan berambut panjang tersebut.

"Hn!"

Itachi menaikkan sebelah alisnya melihat tanggapan dingin Sasuke –yang seperti biasanya- dan mengetukkan dua jarinya di kening Sasuke, lalu sedikit membungkukkan badannya dan berbisik ditelinga Sasuke.

"Anak nakal, ku tunggu kau di ruangan Kakashi, aku akan memberikan konseling untukmu .."

Sasuke terperanjat dan spontan menoleh ke arah Itachi dengan wajah sedikit merona, dan yang di dapatkannya hanyalah seringai tipis di pinggir bibir kakaknya. Wajah teduh dan senyum hangatnya memang masih terkunci disana, tapi Sasuke bisa merasakan aura lain dibaliknya. Belum sempat Sasuke menjawab, Itachi sudah menaruh jari telunjuknya di bibir Sasuke dan mengecup jari telunjuknya sendiri dibibir Sasuke. Sasuke terdiam dengan 'ciuman tak sampai' tersebut.

"Di ruangan Kakashi, Otouto – kita bicara banyak"

Setelah itu, sang kakak kembali menegakkan badannya dan berbalik dari Sasuke lalu keluar menuju ruang guru, Sasuke kembali menjatuhkan dirinya di kursi dan terduduk dengan tegang. Jantungnya masih jungkir balik dengan perlakuan kakaknya barusan, dan tentu saja mukanya merona hebat. Ia berusaha menarik nafas panjang dan rileks namun gagal total. Bersyukur kelas sudah kosong dan hanya beberapa guru yang masih berlalu lalang di luar kelas.

Hingga akhirnya, ia dikejutkan oleh suara ponsel. Pesan teks.

'Lima menit,Otouto – aku sudah di ruangan Kakashi'

Sasuke merinding, ia tahu persis apa yang direncanakan kakaknya, dan ia sedikit merasakan firasat yang menggelitik. Setelah berusaha menenangkan diri dan menarik nafas panjang, si bungsu pun mengangkat tasnya dan keluar kelas menuju ruangan wali kelasnya yang sedang absen itu.

'apa yang sedang direncanakan kakak yang menyebalkan itu?' Bathinnya.

Itachi memang selalu senang menggoda adik manisnya ini, sejak kecil hingga sekarang, entah apa yang dicari dari Sasuke, tapi sudah menjadi kebiasaan Itachi untuk membuat adiknya kesal. Terlalu manis—mungkin. Dan ajaibnya, Sasuke selalu terjebak dalam permainan dan keusilan kakaknya yang hanya berjarak usia tujuh tahun darinya ini. Itachi selalu menang dan Sasuke selalu kalah.

Sasuke kesal. Begitupun ia mencintai kakaknya. Sangat. Tentu saja bukan konteks cinta adik pada kakaknya, tapi cinta sebagai—kekasih. Terlarang, itu jelas. Mereka sama-sama lelaki dan mereka adalah saudara kandung. Sedarah. Incest, Homoseksual, Abnormal, Gangguan Psikologi Seksual, apapun lah itu, mereka tak peduli. Perasaan mereka sudah terlanjur tersesat ke surga yang terlarang. Tak bisa kembali.

.

.

.

Berdiri di depan pintu ruangan wali kelasnya yang masih tertutup itu, Sasuke terdiam, masih ragu untuk mengetuk. Kakaknya pasti akan langsung menerkamnya, Sasuke tak habis pikir apakah kakaknya ini kehilangan seluruh kejeniusannya hingga tak menyadari keberadaan mereka di tempat yang sama sekali tidak pantas.

Lebih tepatnya tempat yang berbahaya. Benar kan?

Dan sebagai penyempurna keraguan Sasuke, ia kembali dikejutkan dengan suara kenop pintu yang di putar dan tentu saja beberapa detik kemudian, pintu kayu berukir lambang Konoha tersebut terbuka. Sosok tinggi tegap menyambutnya dengan senyuman khasnya. Hanya sebuah kacamata yang bertengger di hidungnya saja yang membuat sosok yang dikagumi Sasuke sejak kecil ini sedikit berbeda. Lebih tampan dan berwibawa. Ups!

"Itachi.." Hanya itu yang keluar dari mulutnya memandang lelaki didepannya yang sekarang berstatus kakak, kekasih sekaligus gurunya.

Sempurna.

Itachi mengangkat sebelah alisnya mendengar Sasuke menyebut namanya—tanpa disuruh. Ini momen langka dan tentu saja si rambut panjang ini mulai memikirkan cara untuk menggoda kucing hitam mungil miliknya ini. Miliknya? Tentu saja, Sasuke hanya miliknya. Ia bersumpah akan membunuh siapapun yang menyentuhkan ujung jarinya ke ujung rambut Sasuke sekalipun. Posesif sekali, itulah Itachi.

"Masuk, Uchiha-kun, ada beberapa hal yang ingin kubicarakan denganmu.." Jawab Itachi sambil membalikkan badan.

Sasuke mengernyitkan alisnya mendengar cara kakaknya memanggil namanya. Uchiha-kun? Formal sekali dan menyebalkan, seolah ia bukan siapa-siapa. Dan Sasuke cemburu dengan panggilan itu. Entah apa yang membuatnya cemburu, yang jelas ia tak suka dan kakaknya tak pernah memanggilnya dengan cara itu. Dengan menahan kesal, Sasuke masuk dan menutup pintu dibelakangnya.

Setelah Itachi mempersilakannya duduk, Sasuke pun memandangnya tajam. Hening sejenak sebelum Sasuke memecah kesunyian tersebut.

"Sudah puas, Itachi? Dari pagi hari, seluruh gadis disekolah ini berteriak memanggil namamu, beberapa ada yang mimisan hingga jatuh pingsan melihatmu. Kau senang?" Tanya Sasuke sinis sambil mengangkat pinggir bibirnya.

Itachi menahan tawanya dengan susah payah melihat tingkah polos adik satu-satunya ini. Manis sekali pikirnya. Ternyata ini cara sang adik untuk menunjukkan kecemburuannya. Ia tak menyadari kepopulerannya sendiri di sekolah sebagai Uchiha Sasuke yang tampan,cool, dan cerdas. Malah baru delapan jam sang kakak berada disekolah dan sang adik sudah dapat menganalisa sihir berbahaya yang dimiliki sang kakak. Lucu sekali—menurut Itachi.

"Itukah yang membuatmu menghindari dan menolakku seharian ini, Uchiha-kun? Cemburu?" Itachi balik bertanya.

Sasuke hanya memutar bola matanya menanggapi pertanyaanItachi.

"Ada apa dengan caramu memanggilku? Peraturan? Atau amnesia?"

Diam sejenak. Itachi masih menunggu suara manis sang adik meluncur dari bibir mungil yang hampir setiap hari dilahapnya itu.

"Aku yakin, setelah sampai dirumah, para gadis berisik itu langsung bermasturbasi setelah puas melihatmu sepanjang hari ini, Itachi – kau menyebalkan.."

Sasuke menutup kata-katanya dan menyilangkan kakinya sambil melipat tangan didadanya, memandang tajam Itachi. Ia ingin tahu seperti apa reaksi Itachi.

"Jaga bicaramu, Uchiha-kun!" Sentak Itachi. Pelan namun ketegasan yang padat tertanam disitu.

Itachi memijat keningnya sejenak dan menarik nafas panjang. Kembali membuka matanya, ia pun balas memandang Sasuke dengan pandangan teduh khas miliknya. Tanpa melepas pandangan dari Sasuke, Itachi mengambil sebuah buku konseling dimana disitu tertera nama Uchiha Sasuke dan menunjukkannya pada Sasuke.

"Uchiha Sasuke kelas sebelas ruang dua kosong sembilan, wali kelas Hatake Kakashi, sang ketua kelas yang populer karena ketampanan dan kecerdasannya. Unggul dalam matematika dan ilmu eksak lainnya, tak ada kelemahan dalam mata pelajaran akademik. Nilai sempurna, absen negatif.."

Itachi tersenyum setelah menguraikan diagnosa konseling sang adik. Sasuke hanya mengalihkan pandangannya dari Itachi. Ia semakin kesal dengan ulah kakaknya yang seperti sedang mempermainkannya. Itachi memang lihai bermain kata-kata dan sulit di prediksi apa yang direncanakannya. ketika huruf 'A' terlontar dari mulutnya sebagai pembuka, maka huruf selanjutnya yang akan dilontarkan itu huruf apa, tak kan ada yang bisa memperkirakan. Itachi tak pernah lurus, tapi hebatnya ia tak pernah keluar jalur.

Secerdas-cerdasnya si Uchiha bungsu, tetap ditakdirkan untuk selalu berada di belakang sang kakak. Tak pernah menang, tak pernah bisa mengejar apalagi mendahuluinya. Terlebih dengan perasaan berbeda yang mulai tumbuh terhadap kakaknya ketika Sasuke memasuki masa puber , sukses membuatnya semakin tertinggal dan memutuskan untuk pasrah diseret kemanapun oleh Itachi. Sayapnya patah, dan ia ingin selalu dibawa oleh Itachi.

Berlebihan.

Tapi,begitulah adanya.

"Satu yang minus darimu, Uchiha Sasuke. Tata Krama dan Kode Etik. Kau dibawah nol. Bicaramu terlalu tajam, kau terlalu pendiam, sosialisasimu kurang, raut mukamu dingin, pandangan matamu menusuk dan senyum nyaris menjadi kemustahilan dalam dirimu.."

Itachi beranjak dari duduknya dan berdiri dibelakang Sasuke lalu berbisik ditelinganya.

"Enam 'S' – kau tahu istilah itu?" Tanya Itachi menyelesaikan sementara pembicaraan monolognya.

Sasuke tersentak dan menelan ludahnya merasakan nafas hangat Itachi di telinga dan tengkuknya. Jantungnya berdebar hebat seolah akan lompat dari tempatnya dan meledak saat itu juga. Ia tak berani menoleh ke arah Itachi, hanya sedikit menunduk dan berusaha menjawab pertanyaan 'sensei' nya itu.

"Senyum, Salam, Sapa, Sopan, Santun, Sabar" Jawabnya singkat.

Selang beberapa detik, tiba-tiba didepan matanya terpampang dua kartu merah bertuliskan "Salam" dan "Sapa" yang dipegang oleh tangan kanan Itachi. Selanjutnya kartu kuning bertuliskan "Sopan" dan "Sabar" diatas meja yang di taruh oleh tangan kiri Itachi lalu sang kakak kembali ke kursinya namun tidak duduk hanya memasukkan dua kartu merah tersebut ke kantung jas nya dan sebagai gantinya ia mengeluarkan dua kartu berwarna hijau bertuliskan "Senyum" dan "Santun" .

Sasuke benar-benar tak mengerti apa yang sedang direncanakan kakaknya. Tapi ia merasakan firasat yang 'buruk'. Permainan apa lagi yang ingin dimainkan oleh Itachi? Mengapa kepalanya tak pernah kehabisan ide untuk menjahilinya?

"Jangan sampai kartu yang berwarna kuning ini ku ganti dengan yang warna merah, Uchiha-kun.." Ujar Itachi memperingatkan meskipun ia tahu adiknya masih sama sekali tak mengerti.

"Untuk sementara biarkan kartu yang berwarna kuning berada diatas meja dan kartu yang berwarna hijau silakan kau bawa dulu, dan kartu merah tentu saja ada ditanganku.." Lanjutnya.

Sasuke tak sabar, ia penasaran dan ia nyaris meledak.

"Apa yang kau inginkan dariku? Permainan apa ini?"

Itachi tertawa kecil dan menunjuk ke meja konseling di pojok ruangan. Sasuke menurutinya dan beranjak dari kursinya. Itachi berjalan dibelakangnya dan seringai tipis merekah dibibirnya. Ini akan menyenangkan—pikirnya. Setelah Sasuke duduk diatas meja tersebut Itachi berdiri dihadapannya dengan tangan menggenggam kartu berwarna merah.

"Kartu merah ini berarti 'gagal' dan artinya tentu saja 'hukuman', kau datang ke ruanganku tak mengucapkan 'salam', malah aku yang membukakan pintu mengikuti instingku sebagai seorang guru yang menunggu kedatangan muridnya, ironisnya yang kudapat bukannya 'sapaan' hormat malah protes dari muridku yang manis. Dua hal itu tentu saja tak dapat diulang atau diralat karena sudah berlalu, oleh sebab itulah aku harus menghukummu agar selanjutnya kau tak melupakan dua hal tersebut yang merupakan kunci dari tata krama.." Jelasnya.

Sasuke memperhatikan dengan seksama penjelasan Itachi, dan berusaha menyusun logika dan kemampuan prediksinya tentang maksud dari Itachi selanjutnya. Ia tak ingin terjebak walaupun sebenarnya ia sudah terjebak dengan kesalahan yang dibeberkan kakak barusan. Ia tahu ia tak kan bisa lari. Kakaknya tak kan melepaskannya begitu saja. Tapi, setidaknya ia ingin tahu permainan baru kakaknya ini, apakah menyenangkan? Entah mengapa, jauh dilubuk hatinya, Sasuke selalu senang 'bermain' dengan Itachi, sejak kecil. Permainan kanak-kanak hingga permainan yang 'terlarang' yang diajarkan kakaknya saat Sasuke menginjak bangku SMU.

"Kartu kuning berarti 'kesempatan' dengan kata lain kau masih bisa 'belajar' atau 'memperbaiki'. Ini bukan hanya kewajibanmu, tapi ini juga tugasku. Dan kartu hijau yang kau pegang adalah 'Pilihan' – kau akan mengerti nanti. Aku akan menerapkan semua dalam 'hukuman' yang akan kuberikan padamu dan semua kartu ini akan berguna dan kuharap bisa kuganti menjadi kartu berwarna hijau seperti yang kau pegang.." Lanjut Itachi panjang lebar.

Meninggalkan Sasuke yang masih terpaku dan kebingungan, Itachi menutup gordyn dan merubah papan tulisan dipintu menjadi "Sedang Konseling" lalu menutupnya kembali dan menguncinya. Ia membuka jasnya, menggantungnya di kursi dan menaruh kacamatanya diatas kartu kuning di meja tamunya. Lalu kembali menghampiri Sasuke. Berdiri di hadapan Sasuke yang duduk diatas meja.

TBC yah ( _ )

R&R