"Naruto! Apa yang kau lakukan disitu? Ayo cepat." Suara Anko-sensei membuyarkan lamunanku. "A-ah, iya sensei. Tunggu sebentar." Pandanganku tidak bisa lepas darinya. Bahkan saat hendak berjalan kembali pun, aku masih melihat ke arah Hinata. Dia benar-benar menyita perhatianku.

Saat aku akan benar-benar tidak bisa melihatnya lagi karena terhalang oleh tembok, tiba-tiba dia menoleh padaku dan tersenyum. Senyum yang sama saat aku pertama kali bertemu dengannya. Selembut saat dia mencoba untuk menenangkanku. Seolah dia sudah tahu dengan tepat siapa diriku.

Apakah ini yang disebut dengan sebuah kebetulan?

"Letakkan disitu, Naruto!" Ucap Anko-sensei tegas. Aku hanya mengangguk dan meletakkan buku tebal nan berat ini ditempat yang Anko-sensei tunjuk. "Sudah sensei." Sejenak Anko-sensei memandangiku. Kenapa dia?

"Apa yang kau lakukan disini? Cepat sana kembali ke kelasmu!" Oh iya juga! Aku ingat, bel masuk sudah berbunyi. Tapi, kenapa aku terus berdiri disini ya? Sudahlah.

Dengan cepat aku melangkahkan kakiku keluar. Mungkin bisa dibilang setengah berlari? Entahlah, yang penting sekarang aku harus cepat kembali ke kelas. Jika tidak, hukuman akan menimpaku kembali. Dan aku tidak mau itu terjadi.


Naruto belong to Masashi Kishimoto

Friendship, Romance, Family, and Hurt/Comfort

Warning! Naruto POV, AR, OOC, Typos, Missing Text, Etc.

DON'T LIKE DON'T READ!

...

Story line by Timochin


Chapter 3

Pelajaran berlangsung dengan cepat. Bel istirahat kedua telah berbunyi.

Beruntungnya aku. Saat tadi memasuki kelas, ternyata Kakashi-sensei yang sedang mengajar. Aku menghela nafas lega. Pasalnya, guru yang satu ini tidak terlalu memperdulikan muridnya. Meski begitu, entah mengapa otakku dipenuhi oleh pikiran saat di lorong sekolah sebelah tadi. Tidak hentinya aku memikirkan dia –Hinata. Dia yang menoleh padaku hanya untuk tersenyum lembut.

Kebetulan lainnya? Aku rasa tidak. Pertama, dia tahu tentang kebiasaanku disekolah. Kedua, dia tahu minuman kaleng favoritku. Dan yang terakhir, dia tahu bahwa tadi aku yang sedang melewati kelasnya. Mungkin masih banyak lagi yang dia ketahui tentangku, dan aku tidak mengetahui alasan dia bisa tahu tentang aku. Seperti yang pernah aku bilang, dia adalah wanita misterius.

Aku mengambil beberapa makanan yang aku suka. Ketahuilah, aku sangat lapar. Hanya tinggal mencari tempat duduk, dan aku akan memakan makanan ini dengan sangat cepat.

Ketika aku sedang mencari kursi kosong yang bisa kugunakan, aku melihat seseorang melambaikan tangannya padaku. Banyaknya orang yang berlalu lalang membuatku tidak bisa melihat lebih jelas siapa yang melambaikan tangannya padaku. Tanpa berpikir banyak, aku mendekati orang tersebut. Ahh, ternyata Matsuri. Dengan cepat aku melangkahkan kakiku menuju Matsuri. Kulihat dia sedang bersama Tenten.

"Naruto, ayo makan bersama." Ucap Matsuri ketika aku sudah berada di depannya. "Lihat, masih ada kursi yang tersisa." Lanjutnya. Aku mengangguk dan berkata, "arigatou, Matsuri, Tenten." Kemudian aku duduk dan langsung melahap makananku dengan cepat.

"Kau pasti lapar ya, Naruto-san." Tenten membuka suaranya. Kulihat dia terkikik geli. "Hehehe, begitulah." Ucapku sedikit malu? Haah, bagaimana tidak? Tanpa sengaja, aku telah memperlihatkan cara makanku jika sedang lapar. Memalukan.

"Oh iya, ada yang ingin aku kenalkan padamu." Ucap Tenten kembali. Karena mulutku penuh dengan makanan, aku hanya bisa mendengarkannya saja. "Dia teman SD-ku. Kami berpisah saat kelulusan SD, dia ikut ayahnya pergi ke London."

T-tunggu dulu. London? Apa mungkin itu Hina—

"Ah itu dia! Hinata, ayo cepat sini!"

DEG!

J-jadi benar? Dia Hinata? Apa yang harus aku lakukan? Aku sudah kenal dengannya. Aah, kenapa aku harus gugup seperti ini. Seperti bukan aku saja. Oh ayolah, kenapa jantungku berdetak sangat cepat?

Tanpa aku sadari, aku menyalurkan kegugupanku pada makanan yang berada di depan mataku. Aku memakannya lebih cepat daripada yang tadi. Secepat yang aku bisa. Mungkin sekarang wajahku penuh dengan sisa-sisa makanan. Dan bahkan aku mendengar Matsuri sedang menertawakanku. Apakah dia tahu aku sedang gugup? Sangat memalukan. Sungguh, jika saja jantungku berdetak normal, pasti aku akan cerewet padanya. Uggh, menyebalkan.

"Hey Naruto-san, bukankah tadi aku sudah bilang aku ingin memperkenalkan seseorang padamu?" Ucap Tenten yang sepertinya tersinggung oleh tingkah lakuku yang –hmm, tidak layak untuk dilihat? Dengan ragu aku mengangkat kepalaku yang tadinya tertunduk.

"Naruto-san, ini Hinata. Dia baru saja mengejutkanku tentang kepulangannya dari Inggris. Terlebih, dia sekarang satu sekolah denganku. Dan Hinata, ini Naruto. Dia cowok tercerewet yang pernah aku kenal."

Hey! Apa-apaan perkenalan tentangku tadi. Cowok tercerewet? Aku memandang Tenten tajam. Tentu saja, aku keberatan tentang itu. Tunggu, aku pikir tadi Tenten yang memberi tahu semua tentangku kepada Hinata. Tapi ternyata dia baru tahu tentang kepulangan Hinata.

"Hinata, salam kenal Naruto-san.." Ucap Hinata tersenyum. Dia memberi sedikit penekanan pada kata 'Naruto-san'. Juga, tangannya terulur untuk menjabat tanganku. Aku menatapnya heran. Bukankah kita telah saling mengenal? Sedetik kemudian, dia mengedipkan sebelah matanya. Ah, mungkin dia tidak ingin mengecewakan temannya. Baiklah aku akan mengikuti per—

"Naruto! Ayo cepat, perkenalkan dirimu!" Ucap Tenten kesal. Dengan cepat aku menjabat tangannya. "A..aah.. Salam kenal." Ucapku gugup dan tersenyum canggung. Kemudian ia melepaskan tanganku, dan sedikit tertawa geli. Heeh, apa yang dia tertawakan? Tak lama, Tenten dan Matsuri pun ikut tertawa. Sebenarnya, apa yang mereka tertawakan sih?

"Hmm? Apa yang kalian tertawakan?" Ucapku dengan heran. Aku menatap mereka satu persatu. Mereka masih senang tertawa, membuatku semakin penasaran saja. Tak lama kemudian, tangan Hinata menunjuk sesuatu, dan tentu saja (masih) sambil tertawa. Aku menoleh kebelakang, dan tidak mendapatkan satu hal pun yang dapat membuatku tertawa seperti mereka. Aku melihat Hinata kembali, dia menggeleng-gelengkan kepalanya. Tangan putihnya terlihat sedang menunjuk kearahku.

Apa maksudnya itu aku? Dengan ragu aku menunjuk diriku sendiri. Dan kulihat mereka semua menangguk angguk. L-lalu apa ada yang salah denganku?

A-aah! Wajahku! Iya, pasti wajahku yang belepotan. Uggh, sangat memalukan. Aku cepat-cepat mengambil tisu. Konyol sekali diriku. Memalukaaann..

.

|H|E|A|V|E|N|L|Y| |D|A|Y|S|

.

Hari ini aku ada latihan basket. Kompetisi musim dingin akan segera dimulai. Untuk itu, kami –team basket KBS mempersiapkan strategi untuk mengalahkan lawan-lawan kami.

"Naruto! Cepat ganti bajumu, kita akan segera mulai!" Ucap Kiba. Yaahh, begitu-begitu juga Kiba adalah salah satu pemain inti. Kemampuan bermain basketnya hebat, tapi tidak ada yang lebih hebat selain aku. Hehehe.. "Oke!"

Dengan segera aku menuju ke ruang ganti. Aku mengganti seragam sekolah dengan kaus basket yang aku suka. Bewarna oranye dan kuning, dengan nomor punggung 10. Setelah mengganti baju dan sepatu, aku berlari cepat menuju lapangan. Benar saja, mereka sudah menungguku.

"Baiklah, ayo cepat pemanasan. Setelah itu berkumpul kembali, ada yang ingin aku bicarakan." Ucap guru berpakaian serba hijau, siapa lagi kalau bukan guru Gai –orang yang kelewat semangat masa muda. "Jangan lupa, lakukan dengan penuh semangat masa muda kalian!" Tuh kan..

"Baik sensei!"

Satu-persatu dari kami mulai berpencar, untuk mengambil bola basket yang berserakan di lapangan. Begitu juga aku. Setelah mendapatkan bola yang pas, aku men-drible bola tersebut hingga tepat di bawah ring. Dengan penuh percaya diri, aku men-shootnya, dan.. 2 poin untukku! Yeahh!

Kegiatan itu terus berlanjut hingga peluit guru Gai berbunyi nyaring. "Oke, oke! Ayo berkumpul kembali!"

"Karena pertandingan musin dingin akan segera dimulai, untuk itu hari ini kita akan latihan untuk membuat strategi yang cocok untuk melawan musuh. Tim inti untuk kali ini adalah Kiba, Sai, Lee, Shino, Shikamaru, Naruto, dan Sasuke sebagai kapten tim. Anggota yang lain menjadi cadangan, untuk itu kalian semua harus berlatih. Baiklah, ayo kita mulai!" Jelas Gai-sensei.

"Yoshaa!"

Matahari sudah tenggelam. Jam pun sudah menunjukkan waktunya makan malam. Latihan basket hari ini sungguh membuatku lelah. Badanku pegal sana-sini. Uggh, semoga saja mereka berdua tidak ada dirumah. Aku tidak ingin mereka membuatku semakin lelah.

Aku membuka pintu rumahku. Ah, tidak di kunci.

"Ah, Naruto. Kau sudah pulang? Ayo cepat mandi, kita makan bersama." Suara ibu terdengar ketika aku baru saja memasuki rumah. Ada ibu rupanya.

Kulihat, ibu sudah duduk di meja makan. Menungguku. Aku menatap wajah ibu, dan menggeleng pelan."Tidak, terima kasih. Aku sudah makan diluar." Ucapku dingin sembari menolehkan pandanganku ke arah yang lain. Setelah itu aku langsung menuju kamarku. Dan membantingkan diriku sendiri di atas kasur. Aku benar-benar lelah. Hmm, mungkin aku tidak akan mandi?

Baru saja aku menutup mataku, telingaku mendengar suara isak tangis dari luar. Ah, aku yakin itu pasti kaa-san. Dia menangis.. lagi. Entah sudah berapa kali ibu menangis. Jujur saja, aku merasa bersalah. Tapi mau bagaimana lagi? Perutku sudah kenyang, dan aku benar-benar lelah. Lelah fisik, maupun batin.

Samar-samar aku mendengarnya berkata dengan lirih, "maafkan kaa-san.. Naruto.."

Beberapa detik setelah itu, pandanganku mulai buram dan tertidur lelap. Satu kata yang terlintas dalam pikiranku sebelum aku benar-benar terlelap adalah.. maaf..

.

|H|E|A|V|E|N|L|Y| |D|A|Y|S|

.

Tepat ketika aku membuka pintu rumah, hujan salju mulai turun ke permukaan. Aku merapatkan jaket tebalku, hari ini benar-benar dingin. Mungkin hari ini aku akan naik bis saja. Dengan cepat aku berlari menuju halte. Oh untunglah, saat aku sampai di halte, sudah ada bis yang sedang berhenti. Jadi aku tidak perlu menunggu bis lama-lama.

Langsung saja aku menaiki bus itu. Baru saja aku naik, supir mulai menyupir bisnya kembali. Sial. Dia tidak memberikanku kesempatan untuk duduk. Dengan perasaan badmood aku mencari kursi yang kosong diantara banyaknya penumpang bis. Déjà vu sekali. Rasanya aku baru mengalaminya beberapa hari yang lalu. Ah! Aku menemukan satu kursi yang kosong!

"Permisi nona, saya ingin duduk disampingmu." Ucapku dengan sopan. Meskipun tanpa melihat wajah nona tersebut.

"Oh, tentu saja.. Naruto-kun."

D-dia.. tahu namaku? Darimana?

Seketika aku menolehkan wajahku ke arahnya. Berambut indigo, kulit putih bersih tanpa noda.. Hinata! Ternyata dia menaiki bis yang sama denganku! Apa itu berar—

"Tidak jadi duduk, Naruto-kun?" Ucap Hinata. Sontak, membuyarkan lamunanku. "A-aah.. Jadi kok, hehehe."

Aku pun duduk disebelahnya. Dan mencoba untuk bersikap normal dihadapannya. Juga mencoba untuk.. err—mencairkan suasana yang entah mengapa sedikit canggung?

"A-arigatou, Hinata." Ucapku sambil melirik ke arahnya. Kulihat dia hanya menganggukkan kepalanya sambil tersenyum. Dan entah mengapa, pipiku mulai memanas. Padahal tadi aku ingat, pipiku sangat kedinginan! Apa yang sebenarnya terjadi denganku sih?! Siaaaalll!

"Kau tidak apa-apa? Kedinginan?" Hinata bertanya. Apa dia khawatir denganku? Oh yang benar saja! Dengan cepat aku menggelengkan kepala. "Bukannya kau yang kedinginan? Lihat, kau tidak memakai syal." Ucapku setelah tersadar bahwa Hinata tidak memakai syal.

"Tenang saja. Sebagai seorang perempuan, aku kuat kok!"

Tanpa sadar, bibirku tertarik membentuk sebuah senyuman tipis. "Tapi tetap saja kau perempuan."

Aku melepaskan lilitan syal merahku. Aku sedikit melipatnya, lalu memberikan syalku pada Hinata. "Ini pakailah. Jaketku sudah cukup tebal untuk menghangatkanku." Kali ini aku sadar. Aku mengucapkannya sambil mengukir senyuman hangatku. "Tap—"

"Aku ini laki-laki. Lebih kuat dari perempuan, hehehe." Aku memotong perkataannya disertai dengan cengiran yang selama ini menjadi khasku. Kulihat dia sedikit merona, kemudian ia berkata, "b-baiklah.. terimakasih, Naruto-kun." Aku mengangguk. Kemudian setelah itu, tidak ada lagi obrolan yang menghiasi kami.

Saat ini aku sedang berada di koridor sekolah. Selepas turun dari bis dan mulai memasuki kawasan sekolah, Hinata berjalan terlebih dahulu. Katanya sih, dia ada urusan mendadak setelah menerima pesan melalui ponselnya.

Oh sudahlah. Kenapa juga aku jadi peduli sama dia. Memalukan. Lagipula, pagi ini aku harus berkumpul di ruang klub.

"Oy! Naruto! Ayo cepat, Gai-sensei sudah menunggu kita. Jangan biarkan semangat masa muda sensei terhalangi olehmu!" Lee berteriak dengan kencang. Dan lagi, kalimat yang terakhir membuatku memutarkan bola mata dengan malas. "Oke, oke."

"Baiklah, aku akan menjemput Gai-sensei dulu. Jaa!" Ucap Lee.

Uggh, baru saja aku terbebas dari teriakan 'semangat masa muda' Lee, telingaku harus mendengar lagi ocehan si pecinta anjing akut. "Naruto, kau tahu tidak? Kabarnya ada manager baru lho!" Mulai lagi. Entah kenapa dia sangat suka bergosip layaknya para wanita. Membuatku kesal saja. "Ya ya ya ya. Terserahmu saja."

"Cih! Lihat saja sendiri. Pasti kau akan kaget!" Ucapnya kembali.

Ah, sudah sampai. Kemudian aku membuka pintu ruang klub tersebut. Disana sudah ada si Teme, Shikamaru, dan Sai. Juga beberapa anggota lainnya. "Baru kalian, mana yang lain?" Tanyaku. Tak mau berlama-lama berdiri, aku mengambil sebuah kursi, dan mendudukinya. "Entahlah."

Jawaban si pemalas –Shikamaru membuatku kesal saja.

Tak lama, pintu kembali terbuka. Oh ternyata Shino dan Lee. "Dimana guru Gai?" Tanyaku. Ayolah, aku sudah bosan! Dengan dinginnya, Shino menjawab, "on the way." Seketika salah satu alis ku terangkat. Singkat, padat, jelas, dan cool.

BRAK!

Tiba-tiba pintu terbuka dengan sangat keras. Kali ini aku bisa menebaknya. Gai-sensei. Itu sudah pasti. "Yosha minna! Pasti kalian sudah menungguku kan?!" Ucapnya penuh semangat. Tak ada salah satu dari kami yang merespon perkataanya. Kecuali, yaah.. kau tahu. Rock Lee. Murid kebanggaan Gai-sensei.

"Huahahaha.. Dengan semangat masa muda ini, aku akan perkenalkan pada kalian manager baru kita. Pengetahuannya mengenai dunia basket sangat luas. Mungkin beberapa diantara kalian tidak ada yang pernah menduganya! Kalau begitu.. Silahkan masuk!"

Tepat ketika guru Gai mengakhiri pembicaraanya, seorang murid perempuan masuk. Siapa ya? Ah, palingan siswi yang tidak ku kenal. Huh, padahal klub sudah mempunyai manager. Kenapa harus ditambah lagi?

Aku memalingkan wajahku ke arah yang lain. Tidak berminat untuk tahu siapa siswi tersebut. "Oke. Perkenalkan namamu." Ucap guru Gai kembali.

"Hajimemashite.."

Hmm.. Ini suara siapa ya? Sepertinya aku kenal.

"Hinata desu."

Hinata? Apa tadi dia menyebut namanya Hinata? Sungguh? Dengan rasa penasaran yang tinggi, aku mulai menoleh pada sumber suara tersebut.

DEG!

D-dia.. Benar benar Hinata yang aku kenal.

"Yoroshiku onegaishimasu.." Ucapnya sambil membungkuk badan. Serempak teman-temanku menjawab, "kochirakoso, onegaishimasu.."

Tanpa sadar aku mulai menggumamkan namanya. "Hina..ta..?"


TSUZUKU


A/N :

Yaaah.. gomen gomen, baru bisa update sekarang. Penyakit malas menyerangku setelah UN berakhir.. u,u

Jadinya gini deh, maaf kalau kurang memuaskan..

Kasih kritik dan sarannya ya, hontou ni arigatou gozaimasu! ^^)/