Ketika pintu ruangan Tsunade terbuka siang hari keesokan harinya, ia mengharap Naruto masuk dan melaporkan bagaimana ia sudah berhasil membunuh Sasuke, dan menyelesaikan sumpah keluarganya.
Tapi alangkah terkejutnya wanita itu ketika, alih-alih Naruto, justru Sasuke yang masuk.
"Maaf menganggu," ujar Sasuke begitu ia berdiri di hadapan meja Tsunade. Tsunade hanya bisa mengerjap kaget. Kemarin Sai sudah bilang kalau Naruto akan menyelesaikan misinya semalam. Tapi kalau Sasuke masih hidup, berarti Naruto…
"Naruto masih hidup," ucap Sasuke lagi, seakan membaca kekhawatiran Tsunade.
"Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Tsunade akhirnya. Berspekulasi bukan hal bagus untuk tekanan darahnya di usianya yang sudah tidak muda lagi. Jadi memang lebih baik untuk menanyakannya langsung.
"Itu juga yang ingin saya tanyakan pada Anda," tanggap Sasuke.
Tsunade mengatupkan kedua tangannya dan menopang dagunya seraya memandang Sasuke tajam. Vampir itu kelihatan frustasi dan bingung dan membutuhkan jawaban atas kejadian semalam, dan ia benar. Tsunade punya jawabannya.
"Dengan begini semuanya jelas," ucap Tsunade setelah Sasuke selesai bercerita. "Aku sudah menduga, kenapa ia mati-matian menolak untuk membunuhmu, tapi sekarang hipotesisku terbukti benar."
"Jadi maksud Anda…"
Tsunade mengangguk. "Dan sepertinya kau juga karena kau, meskipun memiliki kesempatan untuk membunuhnya berkali-kali selama bertahun-tahun, kau tak pernah melakukannya."
Sasuke tergagap, tapi tidak menjawab apa-apa, membuat Tsunade tersenyum.
"Kau tahu," ujar Tsunade lagi. "Leluhur Uzumaki tidak membuat sumpah untuk membasmi vampir tanpa alasan yang jelas. Dan sebenarnya, alasan itu adalah vampir pertama yang pernah ada dalam sejarah manusia. Leluhurmu."
Sasuke memandang Tsunade penuh tanya. "Maksud Anda?"
Tsunade menghela napas, memandang Sasuke lekat-lekat. "Sebenarnya, awal dari sumpah konyol itu adalah leluhurmu, Uchiha Madara. Kau pernah mendengar namanya?"
Sasuke mengangguk, menunggu Tsunade melanjutkan.
"Madara mencintai gadis dari klan Uzumaki, tapi karena merasa dirinya tidak pantas, ia membuat perjanjian dengan iblis. Sayangnya, perjanjiannya dengan iblis yang mengubahnya menjadi vampir justru membunuh gadis yang ia sukai. Setelah itu, kakak si gadis, yang marah dengan perbuatan Madara tanpa tahu apa yang menyebabkan adiknya tewas, membuat sumpah konyol itu."
Sasuke mengerjap. Tak tahu harus merespon bagaimana.
"Sisi cerita yang itu terkubur. Aku bahkan meragukan kebenarannya, tapi kalau begini, hanya ada satu cara untuk membuktikannya," ucap Tsunade. "Mitos yang mengikuti cerita itu adalah, kalau kau bisa membuat Naruto mengakui perasaannya padamu, kau akan kembali jadi manusia biasa lagi dan dengan begitu sumpah keluarga Uzumaki bisa dihapuskan mengingat vampir terakhir sudah tidak ada."
"Membuat Naruto… mengakui perasaannya… padaku?" ulang Sasuke lambat-lambat, masih tidak yakin.
Tsunade mengangguk mantap. "Menurut mitos itu, semua bunuh-membunuh ini bisa selesai dengan itu. Untuk menyelesaikan kesalahpahaman yang ada. Madara tak pernah berniat membunuh wanita yang dicintainya. Iblis mempermainkannya. Insting vampirnya mengambil alih begitu ia berada di dekat gadis itu. Tidakkah kau pernah merasa aneh? Kenapa bau darah Naruto begitu… berbeda?"
Sasuke tidak merespon, tapi Tsunade mengartikan diamnya Sasuke sebagai mengenanya penjelasannya. Jadi memang darah Naruto berbeda.
Sasuke bangkit berdiri, "Terimakasih informasinya," ucapnya, hendak melangkah meninggalkan ruangan.
"Kau dengar aku tadi," ujar Tsunade, membuat Sasuke kembali menoleh ke arahnya. "Aku meragukan kebenarannya. Kalau kau sudah mencoba dan tidak berhasil, tidak ada pilihan lain. Naruto harus membunuhmu."
Sasuke mengangguk paham, dan menutup pintu ruangan di belakangnya.
Naruto menghabiskan hari itu dengan mengurung diri di kamarnya, membungkus dirinya dengan selimut sampai nyaris tidak kelihatan apapun kecuali puncak kepalanya. Ia bahkan belum mengganti bajunya sejak semalam.
Sai datang beberapa jam yang lalu, mengingatkannya kalau ia ada kelas, tapi Naruto mengabaikannya. Ia juga menanyakan apa yang terjadi semalam, tapi lagi-lagi Naruto mengabaikannya. Akhirnya, setelah berjam-jam dan tak memperoleh respon yang diinginkan dari Naruto, Naruto bisa mendengar Sai melangkah keluar dari kamarnya.
Naruto menghela napas. Otaknya terus menerus memutar apa yang terjadi semalam dengan biadab. Ia mencium Sasuke, Sasuke mendorongnya menjauh. Naruto meringkuk lebih rapat. Ia sudah tahu selama bertahun-tahun kalau ia merasa lain pada Sasuke. Dan ia sadar kalau Sasuke tidak mungkin begitu juga. Semalam sudah menjadi cukup bukti bagi Naruto.
Ia pikir ia siap menghadapi kenyataan itu. Ia harusnya sudah bisa menduganya. Naruto kembali mengeluarkan helaan napas panjang seraya meringkuk makin rapat.
Harusnya Sasuke membunuhku saja semalam.
Tiba-tiba terdengar suara-suara percakapan dari arah pintu depan yang membuyarkan pikiran Naruto. Ia sedikit mengeluarkan kepalanya dari selimut, mencoba mendengarkan dengan lebih seksama, dan mengenali satu suaranya sebagai suara Sai. Ternyata dia belum pergi.
Naruto pikir suara satunya adalah suara Tsunade, tapi rasa-rasanya bukan. Ia sedang mencoba mencerna suara siapa itu, ketika percakapan mendadak berhenti, terdengar suara langkah kaki mendekat, dan detik berikutnya, Uchiha Sasuke sudah berdiri di ambang pintu kamarnya. Mata Naruto sontak membulat.
"Apa yang kau lakukan di sini?" todong Naruto, mencoba menyembunyikan diri di balik selimutnya.
Sasuke tidak menjawab itu. Ia hanya menutup pintu kamar Naruto di balik punggungnya.
"Mana Sai?" tanya Naruto dengan suara teredam selimut.
Sasuke masih tidak menjawab. Ia melangkah mendekat ke arah Naruto, dan mendudukkan diri di sisi tempat tidurnya.
"Apa maumu?" tanya Naruto lagi, dengan nada lelah kali ini.
"Kita butuh bicara," akhirnya Sasuke bicara.
Naruto menggeleng kuat-kuat. "Tidak butuh."
Sasuke mengulurkan tangannya, mencoba menarik selimut Naruto untuk memaksanya bicara dengan lebih jelas, tapi Naruto mengelak. Sasuke menghela napas panjang.
"Kalau kau tidak mau bicara, aku yang bicara," ujar Sasuke lagi. Naruto tidak merespon itu. Ia hanya ingin Sasuke keluar dari kamarnya sekarang, berhenti menghakiminya atas kejadian semalam.
"Mengenai semalam—"
"Cukup," potong Naruto sebelum Sasuke selesai. "Sudahlah, Sasuke. Yang semalam tidak usah dibahas lagi. Aku salah. Aku tahu. Maaf, oke?"
Sasuke mengangkat sebelah alisnya. "Apa sih yang kau pikirkan?"
Naruto tidak menjawab. Sasuke mengambil kesempatan itu untuk melanjutkan, "Kau berpikir kalau aku akan menganggapmu lain? Tidak normal?"
Naruto mengangguk pelan.
Sasuke memutar bola matanya. "Kau, dibanding orang lain, harusnya tahu pikiranku tidak sedangkal itu. Karena aku lahir di tahun tiga puluhan, bukan berarti aku tidak bisa memahaminya."
Naruto masih tidak menjawab, mengawasi Naruto dengan mata birunya dari balik selimut. Sasuke tidak mengatakan apa-apa lagi. Ia hanya balas memandang Naruto, menunggu.
Akhirnya Naruto buka mulut, "Kau mendorongku."
Sasuke membelalak, setengah geli, setengah kesal. "Kalau kau belum tahu, lidahmu berdarah. Darahmu masuk ke mulutku. Reaksi wajarku adalah mendorongmu."
Naruto menurunkan selimutnya, memperlihatkan seluruh wajahnya. Ia ingat sekarang. Pantas saja lidahnya terasa begitu perih dari tadi. "Kenapa kau tidak membunuhku?" tanya Naruto.
"Sekarang kau bertanya," tanggap Sasuke. Ia diam sesaat sebelum menjawab, "Kau sudah tahu kenapa."
Mata biru Naruto melebar. "Er, kau yakin kita membicarakan hal yang sama?"
Sasuke berdecak tak sabar. Ia mencondongkan tubuhnya ke arah Naruto, dan mencium Naruto singkat. "Sekarang kau yakin kita berada di frekuensi yang sama?"
Ekspresi terkejut Naruto digantikan oleh cengiran lebar. Ia mengangguk.
Sasuke tidak merespon apapun. Ia masih diam menatap Naruto, tajam. Yang ditatap memandangnya penuh tanya.
"Apa?" tanya Naruto, bingung.
"Kau tidak ingin mengatakan sesuatu?"
Naruto mengernyit, tampak berpikir. "Er, apa kita pacaran sekarang?"
Sasuke menahan diri untuk tidak meninju Naruto. "Ya, tapi bukan itu yang kumaksud. Sesuatu yang lain."
Naruto mengernyit lebih dalam. "Apa? Sesuatu seperti apa?"
Sasuke menarik napas panjang, frustasi. "Aku bicara dengan Tsunade tadi," ujarnya, memutuskan untuk menceritakannya pada Naruto. "Ia bilang sumpah leluhurmu itu terjadi karena kesalahpahaman. Singkat cerita, kalau kau mengakui perasaanmu padaku, aku bisa jadi manusia biasa lagi dan sumpah keluargamu juga terpenuhi."
Naruto menelengkan kepalanya. "Aku kan sudah mengakui perasaanku padamu. Kok kau masih vampir?"
"Mungkin," Sasuke mulai geram, "Kau harus mengakuinya secara verbal."
Naruto mencerna ucapan Sasuke, kemudian semburat merah muncul secara mendadak di pipinya. "Aku harus mengucapkannya?" balasnya. "Bibirku tidak didesain untuk mengucapkan kata-kata cheesy, Sasuke. Jadi, jangan harap."
Sasuke membelalak tak percaya sementara Naruto kembali menghilang ke balik selimutnya. Ternyata ini tidak semudah yang ia kira.
Sudah sepuluh tahun berlalu sejak akhirnya Sasuke dan Naruto lulus kuliah. Mereka tinggal satu atap sekarang. Naruto sudah memiliki pekerjaan tetap sebagai penulis dan sekarang tampilannya sudah lebih menyerupai kakak Sasuke daripada pasangannya.
Sasuke baru pulang berburu ketika mendapati Naruto tengah merokok di balkon. Sudah lewat tengah malam.
"Apa yang kau lakukan di sini? Kau sudah tidak muda lagi, Naruto," cela Sasuke.
Naruto hanya terkekeh. Ia memadamkan rokoknya dengan menekankan ujungnya ke dasar asbak. Sasuke melangkah menghampirinya. Naruto memandangnya lekat-lekat dengan mata birunya, kemudian menyambar kerah bajunya untuk menariknya mendekat, dan menciumnya.
Sasuke bisa mencium bau rokok yang tajam dari bibir Naruto, sedangkan Naruto bisa merasakan darah di bibir Sasuke. Ketika akhirnya Naruto mengakhiri ciumannya, ia berkata lirih, nyaris tidak terdengar bahkan oleh pendengaran tajam vampir Sasuke sekalipun, tapi Sasuke bisa menangkapnya.
Matanya melebar menatap senyum Naruto, dan detik itu, ia bisa merasakan jantungnya kembali berdegup setelah sekian tahun diam.
Sasuke membalas senyum Naruto, dan menciumnya lagi.
Disclaimer: Masashi Kishimoto. Inspired by Van Helsing
Butuh sepuluh tahun! Hahaha. Well, yang penting Sasuke akhirnya sudah jadi manusia biasa, dan sumpah keluarga Naruto terpenuhi. Tamat!
Dan dengan ini, saya kembali undur diri dari fandom Naruto sampai entah kapan orz. Terimakasih buat semuanya yang sudah baca, ngefave, ngefollow dan ngereview!
Selamat libur Golden Week! Dan happy birthday Momoi Satsuki my best girl ever (hug) (pelet Satsuki biar dia lupa sama Kuroko atau Aomine)