.

.

Ini kisah Cinta antara seorang pria dengan gadisnya. Kisah cinta penuh romansa yang mungkin sangat biasa jika saja terjadi didunia penuh modernisasi. Tapi ini berbeda kawan. Ini berbeda. Dan mungkin sangat berbeda, karena hadirnya kata "Terlarang" setelah "Cinta". Iya, ini "Cinta Terlarang".

.

~^ Pantangan ^~

Disclaimer : Masashi Kishimoto Sensei yang punya chara

Pairing : (Sudah terlihat) SasuHina

Mungkin akan banyak terjadi OOC dari chara yang saya pinjam

Jones berteba-.. eh, maksud saya- Typos bertebaran...

Meskipun gak jelas, fanfic ini butuh untuk dibaca oleh reader semua...

Jadi, mohon bantuannya ^_^

.

.

"Seperti biasa, lukisan yang bagus"

"Ah, terimakasih. Sedang luang?"

"Begitulah. Aku bosan"

Pemuda yang tengah melukis itu menghentikan kegiatannya setelah mendengar kata 'bosan' dari lawan bicaranya. Membalikkan badan dia lakukan untuk sekedar melihat raut bosan dari gadis cantik didepannya. Tak lupa sayap bening bercorak warna warni di belakang punggungnya yang menunduk lesu. Iya, gadis ini seorang peri. Putri dari kerajaan Kunshu yang menguasai daerah ini. Yang menjadi pertanyaan adalah "Apa yang dilakukan seorang putri kerajaan di daerah hutan seperti ini?"

"Jadi, apa yang harus kulakukan untuk menghilangkan kebosanan seorang putri?" tanya pemuda itu seraya tersenyum geli. Tak lupa kedua alis yang terangkat mendukung godaannya.

"Seperti biasa, Sasuke" jawab gadis itu merajuk.

"Seperti apa?"

"Seperti biasa..."

"Yang biasa? Seperti apa?"

"Yang biasanya..."

"Apa?"

"Jangan menggodaku..."

"Aku lupa" dan godaan itu masih berlanjut.

"Iiiisshhh... menyebalkan" tangan bersilang dan membalikkan badan dilakukan oleh gadis itu.

'Merajuk rupanya...' batin Sasuke.

"..."

"Hinata..."

"..."

"Hinata-sama"

"..."

"Hinata-hime"

"Apa?" sahut sang peri ketus tanpa membalikkan badannya.

"Hhhh... jangan marah. Baiklah baiklah, aku akan menunjukkan sesuatu yang lain kali ini."

"Apa?" meski tak berbalik, sepertinya sang peri mulai tertarik. Tampak dari nada yang digunakan.

"Mau ikut tidak?"

"Kemana?"

"Ke tempat menakjubkan yang belum pernah kau lihat"

"Tidak tertarik"

"Benarkah? Padahal tempatnya bagus loh. Hebatnya lagi, kunang-kunang bisa terlihat di siang hari. Burung warna-warni. Belum lagi bunganya... ada ya-.."

SRET

"Eh?"

Penjelasan Sasuke terhenti setelah mendapat tarikan di pergelangan tangan kanannya. Siapa lagi pelakunya kalau bukan sang putri? -bukankah tadi dia bilang tidak tertarik?-

Mendapatkan perlakuan seperti itu, seketika membuat sudut bibirnya tertarik ke atas. Pemuda itu tersenyum tulus dan menjadi senyum geli saat melihat wajah sang peri. Pipi gembil merona tak lupa bibirnya yang mengerucut ke depan. Benar-benar sosok yang imut dan cantik. Ditambah hembusan angin kencang yang menerbangkan helaian indigonya. Benar-benar sosok putri kerajaan.

"A-apa lihat-lihat?"

"Tidak ada" sang pemuda menggelengkan kepalanya.

"Jadi, dimana tempatnya? Apa masih jauh?"

"Hah?"

"Tempat yang kau sebutkan tadi"

"Eh, kukira putri akan mengajakku ke tempat peri"

"Bukan. Aku ingin ke tempatmu"

"Oh... harusnya kita ke selatan bukan ke utara"

"Heehhh... Kenapa tidak bilang?"

"Salah siapa asal tarik?"

"Sasuke no baka. Kau fikir tidak lelah mengepakkan sayap?"

"Dasar pemalas" cibir Sasuke.

"Kau kan tidak pernah merasakan punya sayap" bibir itu mengerucut -kembali-

"Hhh.. Baiklah.." seketika seringaian terbentuk di wajah sang pemuda.

SRET... GREP...

"A-apa yang ka-kau lakukan?"

"Menggendongmu. Apa salahnya?"

"Ini di udara tau. Kalau jatuh bagaimana?"

"Buktinya tidak. Lagipula aku kan tidak punya sayap. Jadi meski terbang selama apapun tidak akan merasa lelah" ucap Sasuke bangga.

"Dasar sombong" ujar Hinata lirih seraya mengeratkan pelukannya di kedua leher Sasuke.

Meski pelan, Sasuke mendengarnya. Yang dia lakukan hanya tersenyum. Sudah lama dia tak merasa sebahagia ini. Bersama sang putri dapat membuatnya mengeluarkan banyak ekspresi. Tersenyum, tertawa geli, merayu, dan segala hal yang tidak akan didapatkannya selama berada di rumah gubuknya. Jelaslah, dia kan hidup sendiri.

Dia dan sang putri memang berbeda. Jika Hinata adalah peri bersayap, Sasuke hanyalah seorang pengrajin yang sering melakukan pekerjaan di istana. Mengecat, merawat kolam, dan menghias taman adalah pekerjaannya selama di istana. Oleh sebab itulah, Raja Hiashi memberikannya izin untuk terbang. Dengan melewati beberapa ritual -yang tak dimengerti oleh Sasuke- dia yang notabene manusia biasa, menjadi seorang peri tanpa sayap.

Sedang Hinata. Dia yang terlahir sebagai putri kerajaan, dilahirkan menjadi seorang peri. Tak lupa kedua sayap di punggungnya. Kerajaan Kunshu memang keluarga peri.

"Baiklah, sudah sampai..."

Hinata yang telah turun dari kungkungan lengan sang pemuda segera melihat sekeliling. Indah. Kata itulah yang dia ingat begitu melihat keadaan sekitar.

Air terjun menjulang tinggi seakan menangis mengeluarkan berjuta tetes air sejuk. Sangat deras. Benar kata Sasuke, ini indah.

Sesuai dengan ucapannya, taman ini begitu banyak ditanami bunga-bunga indah. Hewan-hewan penghuni malam juga terlihat disini. Cahaya itu berkilauan mengalahkan cahaya sang surya. Tak lupa banyaknya burung bercorak warna-warni. Ehmm... Tak ada lagi yang bisa Hinata ungkapkan. Dia benar-benar takjub dan kagum dengan tempat ini. Eh, tapi kalau dipikir-pikir...i

"Sasuke, sejak kapan kau tau tempat ini?" tanya Hinata bingung. Meski takjub, berbagai pertanyaan membingungkan mampir di otaknya.

"Hmmm... sejak kapan ya?" bersikap seolah berfikir, Sasuke melangkahkan kakinya mendekati sang peri.

"..."

"Dua bulan yang lalu..."

"Hah?" dengan tak elite-nya sang peri membuka mulutnya lebar seakan tak mempercayai ucapan sang pemuda.

"Kenapa?"

"Kenapa kau bilang? Harusnya aku yang bilang begitu. Kenapa? Kenapa tak mengatakan padaku sejak kau menemukannya. Dasar... Sasuke no baka" ujar sang peri yang -lagi lagi- merajuk.

"Yare yare... sejak tadi kau mengatakan baka baka baka. Apa tak bisa kau ubah menjadi kakkoii gitu"

"Heleh...Harapanmu terlalu tinggi, baka" cibir Hinata.

"Benarkah?" SET...

"Eh?" Blush

"..."

"Sa-sasuke..."

"Hm?"

"A-apa yang ka-kau la-lakukan?"

"Memelukmu. Aku merindukanmu, Hime. Jadi, diam dan terimalah"

Meski disuruh diam, Hinata tak bisa melakukannya. Lihatlah, wajahnya yang terus menerus memproduksi rona merah. Dengungan jantungnya yang bekerja diatas normal. Benar-benar memalukan.

Lama terisi keheningan, Hinata merasa risih. Apa yang dilakukan Sasuke dipunggungnya?

"Sa-sasuke..."

"..."

"Sasuke..."

"..."

"Sasuke!"

"Hn?"

"Kau tidur ya?"

"Mungkin iya, mungkin tidak"

"Hey... Sudahlah lepaskan. Aku ingin menikmati pemandangan"

"Kau menikmatinya? Aku juga" GREP

Dan pelukan itupun semakin erat.

.

.

Hinata tak habis pikir dengan apa yang dilakukan sang pemuda. Bisa-bisanya dia tertidur selama 'adegan pelukan sepihak' tadi. Beruntung Hinata bisa membawanya berteduh dibawah pohon. Meskipun sempat terjatuh, usahanya untuk membawa Sasuke ke tempat yang lebih nyaman membuahkan hasil.

Kini Sasuke tertidur dengan paha kirinya sebagai bantal. Sejak tadi, yang dilakukan Hinata hanya mengelus rambut pemuda itu. Matanya tak bisa teralihkan dari sang pemuda. Seakan melupakan pemandangan yang membuatnya takjub beberapa saat lalu.

"Engghh..." lenguhan terdengar dari bibir Sasuke. Lagaknya dia akan terbangun.

"Hey, bangun. Kau berat!"

Kelopak itu terbuka, menampilkan sepasang Onyx kelam memikat.

"Benarkah? Aku seberat itu ya?"

"Benar. Jadi, bangunlah! Hayai"

"Lantas kenapa sejak tadi menatap wajahku. Mengagumiku, eh?" seringaian itu terlihat.

"A-apa? Ti-tidak. Untuk apa kagum padamu!" tak lupa kepalanya beralih seusai melihat seringaian yang menurutnya menyebalkan.

'Gawat. Dia menyadarinya" rutuk Hinata dalam hati.

"Hinata..."

"Hm?"

"Jadi, kapan kita akan melakukan itu?"

"Melakukan apa?" kepalanya belum beralih kepada sang pemuda. Mati-matian dia berusaha menetralkan rona merah di wajahnya.

"Pernikahan"

"Eh? I-itu... Et-etto..."

Cepat-cepat Hinata mengalihkan pandangannya melihat lawan bicaranya. Satu kata itu sanggup membuatnya melupakan kejadian memalukan tadi. Dia tahu sang pemuda serius. Hinata tahu, Sasuke sedang tidak menggodanya. Sejak awal, mereka memang berencana untuk menyatu. Membentuk sebuah keluarga kecil bahagia. Mungkin menambahkan 2 sosok mungil tidak buruk nantinya. Kehidupan sederhana menjadi pilihan utama mereka berdua. Tak perlu perayaan besar-besaran untuk pernikahan. Cukup ritual dan makan malam keluarga. Tak perlu istana sebagai tempat teduh, cukup rumah mungil dengan taman kecil. Rencana mereka sudah matang sebenarnya. Tunggu apalagi? Cukup meminta restu dari keluarga bukan? -Tapi...-

"Ta-tapi..."

"Ada apa?"

"Et-etto Sasuke..."

"Ap-..."

"Hinata-sama..."

Keduanya tersentak begitu mendengar suara berbeda yang menyela.

"Eh? Aoba-san?"

Sadar dengan keadaan, keduanya membuat jarak. Mereka tak ingin hubungan ini diketahui orang lain sebelum mendapatkan restu keluarga.

"Hiashi-sama memanggil anda bersama Sasuke-san" ujar Aoba sopan. Dilihat dari segi manapun, sangat jelas pria ini adalah salah satu pengawal kerajaan.

Merasa tak punya pilihan, Hinata dan Sasuke beranjak mengikuti Aoba dengan segala kebingungan yang melanda.

.

.

Suasana tegang dan canggung memenuhi ruangan ini. Ah tidak, lagaknya tegang lebih mendominasi. Di ruangan yang begitu luas dengan segala materi yang mewah dan harga selangit itu, terdapat dua orang bergender laki-laki dan satu orang bergender perempuan. Sepertinya perbincangan akan begitu serius dan rahasia disini. Hal itu dapat dilihat dari banyaknya pengawal yang berjaga didepan pintu ruangan.

"Hinata" suara tegas dari sang Raja mengenyahkan kesepian.

"Hai' tou-sama..." dengan suara lembut dan tegas, Hinata bersuara.

"Berapa tahun kau belajar menjadi seorang putri?"

Dengan sedikit mengingat, Hinata menjawab...

"12 tahun, tou-sama"

"Apa saja yang kau pelajari saat itu?"

"Cara menjadi seorang bangsawan..." melihat sang Raja -Ayahnya- seakan tak puas dengan jawabannya, dia melanjutkan "... cara berkomunikasi, berinteraksi, makan dan minum, bertindak, serta berhubungan"

"Apa yang kau dapat saat mempelajari hubungan?"

Hening...

Hinata terhenyak saat mendengar pertanyaan dari ayahnya. 'Apa raja sudah mengetahuinya? Tapi sejak kapan? Bahkan aku belum memberitahu apapun kepada beliau. Apa para pengawal sengaja mencari tahu aktifitasku di luar istana?'

"Hinata, bisa kau sebutkan apa-apa yang kau pelajari saat itu?"

Hening...

...

...

"Hinata.."

"Hiashi-sama... Bolehkah saya mengatakan sesuatu?" potong Sasuke.

Sasuke jelas bukan orang bodoh. Meski dia bukanlah keturunan seorang bangsawan, dia jelas tahu 'pantangan-pantangan' seorang Oujo-sama di wilayah ini. Dia juga mengerti 'apa dan mengapa' Hinata terdiam saat mendapatkan pertanyaan memojokkan seperti tadi.

"Silahkan..." tatapan tajam itu kini berpindah pada seorang pemuda yang duduk disebelah sang putri yang terdiam.

"Saya ingin meminang Oujo-sama..." tuturnya tegas.

Seringaian kejam terlihat dari pria paruh baya didepannya.

"Sudah kuduga... Jadi Hinata? Apa jawabanmu?"

Hinata diam. Dia tak percaya dengan pertanyaan yang dilontarkan sang Ayah. Benarkah sang ayah berkata seperti itu? Dengan suara lembut khas seorang ayah pada putrinya? Bahkan kepala yang sejak tadi menunduk itu beralih menatap sang ayah.

Begitu juga dengan Sasuke. Dia tak percaya bahwa niat tulusnya akan mendapat restu semudah ini. Benarkah? Benarkah?

"A-apa tou-sama ti-tidak keberatan?" susah payah Hinata bertanya. Bahkan dia melupakan 'pantangan' seorang putri untuk berucap dengan ragu.

"Hn. Jawabanmu?"

Hening...

...

"Hhh... Jika tou-sama merestui, Hinata dengan senang hati menerimanya" senyumnya semakin lama mengembang saat mengucapkan kalimat itu. Dan ingatkan Sasuke untuk tidak berteriak mendengar ucapan Hinata.

"Hn... Ko..." beberapa detik setelahnya, sang pengawal bernama Ko berdiri tak cukup jauh dibelakang dua muda-mudi itu.

"Hai'

"Lakukan ritualnya sekarang juga"

"Hai'..."

Entah ritual apa yang dikatakan sang raja. Dua muda-mudi itu tidak menghiraukan. Seakan tak peduli, mereka malah asyik dengan fikiran senang mereka seraya tersenyum bahagia. Mereka benar-benar melupakan semuanya.

Termasuk soal...

...

...

...

...

PANTANGAN

Sret... Sret... Grep

"Eh?!"

"Hm?!"

Lamunan mereka -Sasuke dan Hinata- buyar setelah beberapa pengawal masuk dan memisahkan mereka berdua dengan posisi saling membelakangi.

"Hey... Apa yang kalian lakukan?"

"Tou-tousama..."

Mereka benar-benar bingung. Kenapa mereka dikungkung oleh dua pengawal? Dan kenapa mereka dijauhkan? Dilarang berhadapan?

"Hinata... Kau jelas tahu apa-apa pantangan seorang Oujo-sama sepertimu. Selama 12 tahun kau mempelajari itu bersama pelayan istana. Lantas, apa yang kau dapatkan setelah semua ini terjadi? Berani-beraninya kau berhubungan dengan rakyat biasa berkasta rendah seperti dia"

Sang raja murka. Bahkan saat mendengar nada yang digunakannya, semua orang pasti tahu sang raja menyimpan amarah yang sangat besar.

"...Dan kau Sasuke. Tak kuduga kau berani melakukan hal ini. Dengan lancang kau meminta restu untuk menikahi sang putri. Apa selama ini kebaikan yang kuberikan masih kurang untukmu?"

Ditatapnya dengan tajam dua muda-mudi yang berada dalam kungkungan pengawal setianya. Jelas saja dia murka. Apa yang akan dikatakan para pendahulunya, jika salah satu keturunan kerajaan Kunshu bukanlah seorang peri bersayap?

"O-otousama..." suara yang begitu lirih itu terdengar. Air matanya menganak sungai membentuk aliran di pipi putihnya. Baru kali ini dia mendengar kemarahan seseorang. Bahkan tak pernah ada sedikitpun fikiran bahwa sang ayahlah yang akan menjadi orang pertama memperdengarkan kemarahan padanya. Dia dengan jelas mengetahui seberapa besar kesalahan yang dilakukannya. Namun apa daya? Perasaan yang begitu menggelitik mulai dirasakannya saat bersama Sasuke. Hanya bersama Sasuke. Kebaikan serta ketulusan sang pemuda berhasil menimbulkan perasaan nyaman dihatinya. Sampai suatu saat, Sasuke menyatakan perasaan yang sama kepadanya lewat sebuah lukisan indah. Mengetahui hal itu Hinata semakin yakin bahwa yang dirasakannya saat itu bukanlah sebuah kesalahan.

Namun untuk saat ini...

Masihkah Cinta mereka tidak bersalah?

"Maafkan Hinata. Maafkan Hinata yang telah mengecewakan Otou-sama. Maafkan Hinata yang melakukan kesalahan besar seperti ini. Tapi, Hinata tak bisa melepas diri. Hinata benar-benar terjerat. Hinata mencintai Sasuke terlepas dari dia yang seorang rakyat biasa" meski lirih, ada ketegasan dalam nadanya.

"Hmh.. Jadi kau benar-benar menjadi pembangkang? Kau bahkan membela seorang pemuda yang tidak memiliki keberanian sama sekali. Lihat dia... Lihat baik-baik. Bahkan sejak tadi dia diam tanpa membela diri"

"Otou-sama..."

"Setelah semua ini, kau tak malu memanggilku Otou-sama?"

Ucapan itu tak pelak membuat Hinata tersentak. Apa iya dia tak memiliki rasa malu? Tapi bukankah darah lebih kental daripada air? Dia masih putri dari sang raja bukan?

"Tapi Otou-sa-.. Hiashi-sama..."

"Oh.. sekarang kau memanggilku Hiashi-sama? Kau bersungguh-sungguh Hinata? Baiklah akan kukabulkan permintaanmu"

"Mat-matte kudasai tou-sama. Hinata tidak bermaksud-"

Terlambat. Ucapan Hinata tak lagi terdengar oleh sang ayah yang kini berada dihadapannya.

"Pergilah!"

"Na-nani.?!"

"Pergi dan jangan temui ayahmu lagi"

"O-otou-sama..." isakan yang sejak tadi ditahannya kini kembali terdengar. Hinata tak habis pikir, bahwa pilihannya akan menghasilkan 'kalimat tabu' dari bibir sang ayah.

Setelahnya, hanya seretan dan usiran yang dialami oleh kedua muda-mudi itu. Entah kemana mereka akan dibawa, namun yang jelas arah tujuan mereka berlawanan sesampainya di gerbang istana. Hinata ke arah barat, sedang Sasuke ke utara.

'Apa ini akhirnya...?'

'Apa tak ada yang bisa kulakukan...?'

.

.

Beberapa tahun setelah saat itu, pengembaraan dimulai. Pencarian jati diri, ah tidak, pencarian jiwa mereka dimulai. Dengan tempat berbeda, waktu berbeda, serta sosok berbeda pula.

.

"Hinata-sama, sepertinya pelajaran hari ini sudah cukup"

"Hai' Yugao-san. Arigatou gozaimashita"

"Hm. Tapi sebelum itu, seperti biasa Hinata-sama harus mengulang"

"Hai'..."

"..."

"Seorang putri bangsawan memiliki 3 pantangan"

"..."

"Yang pertama, sang putri harus bersikap rendah hati kepada siapapun. Termasuk rakyat kecil"

"..."

"Yang kedua, seorang putri harus tegas dan tak boleh menarik kembali ucapannya"

"..."

"Yang terakhir, seorang putri hanya boleh melahirkan keturunan bersayap"

"..."

"Apabila melanggar 3 pantangan itu... Darah bangsawan tak lagi melekat dalam tubuhnya"

.

.

.

.

To be continued...

.

Bisa dibilang ini adalah prekuel dari fic 14 hari yang sudah saya re-publish...

Penjelasan kenapa Sasuke bersikap seolah kenal Hinata, sedang Hinatanya tidak. Mungkin akan ada di chapter depan..

Yah, semoga ada readers yang bersedia untuk baca fic gak jelas ini.

Saya cuma mau bilang "Gomen-ne... Hontou-ni gomennasai" buat NH dan SS Lovers sekalian. Ini Cuma keisengan dan kesukaan saya.

Arigatou Gozaimasu...