KIM BERSAUDARA

YUNJAE FANFICTION

BY: KUMINOSUKI

ROMANCE, SHOUNEN-AI


Warning:

Cerita ini mengandung unsur Shounen-ai, jadi bagi yang tidak suka dimohon untuk tidak melanjutkan membaca. Cerita ini bisa dibilang mengandung sedikit unsure fantasi atau sejenisnya, tapi Kumi juga bingung, karena unsure itu hanya sedikit dan tidak terlalu nampak sepertinya, selebihnya cerita ini berjalan seperti biasa.

Bacalah cerita ini 30 centimeter dari layar dan disarankan untuk membacanya di ruangan yang terang.

Terima kasih dan Selamat membaca

-Kuminosuki-


"Berbaliklah, maka kau akan tahu apa yang aku lakukan."

Chapter 3

.

.

.

"Hyung, kita akan pergi kemana?" Tanya Junsu. Mereka kini tengah mengitari lorong rumah demi menghindari penjagaan di pintu depan.

"Kita pikirkan itu nanti, Su. Yang terpenting sekarang adalah keluar dari wilayah Kim." Jawab Jaejoong tanpa mengurangi kewaspadaannya.

Jaejoong berjalan di depan Junsu. Mereka berencana melarikan diri melalui jalan belakang yang sepi dari penjagaan. Mereka sama sekali belum mengganti baju pengantin mereka, hanya dua tas ransel yang mereka bawa. Dengan baju dan kebutuhan seadanya, Jaejoong dan Junsu segera bergegas untuk melarikan diri. Yang paling penting adalah uang tunai dan baju, menurut Jaejoong.

Jaejoong menghentikan langkahnya sambil mengintip ke ujung lorong. Aman,pikirnya.

"Kita akan melewati pintu belakang. Semoga saja penjagaan disana tidak begitu ketat. Aku akan memeriksa keadaan di depan, nanti setelah aku beri tanda, baru kau menyusul. Apa kau mengerti Su-ie?" ujar Jaejoong. Namun pekataannya belum mendapat respon dari adiknya. Kening Jaejoong berkerut heran. Jaejoong menoleh kebelakang, dan terkejut saat adik tersayangnya tengah dibekap oleh laki-laki yang cukup dikenalnya.

.

.

"Apa? Jaejoong dan Junsu tidak ada?" teriak Hyunjoong. Pria tua yang masih terlihat ketampanannya itu terlihat sangat kesal. Wajahnya memerah dan mulutnya terkatup rapat.

"Ba-bagaimana ini?" kata Kim Hyuna, selaku ibu Jaejoong. Terlihat raut cemas dari wajahnya.

Hyunjoong berbalik, berjalan ke tengah kerumunan keluarga besar Kim dan mengambil mic dari salah satu meja.

"Perhatian!" ucapannya membuat seluruh anggota Kim mengalihkan perhatian padanya. "Kedua mempelai melarikan diri." Katanya lagi, membuat seluruh orang yang hadir pada saat itu terkejut. "Aku ingin mereka di temukan, sebelum mereka keluar dari batas wilayah Kim!"

Bisik-bisik gusar pun terdengar dari para anggota keluarga Kim. Mereka tidak menyangka akan kembali menyaksikan anggota keluarga Kim yang melarikan diri. Tanpa mereka sadari, salah seorang dari pemuda Kim di sana tersenyum kecil. Matanya menerawang sambil meminum wine.

"Semoga mereka sudah mendapatkan tumpangan." Batin orang itu.

.

.

.

Beberapa menit yang lalu…..

Junsu menggenggam erat lengan Jaejoong, mereka berjalan berdampingan. Peluh telah berkali-kali menetes dari pelipisnya. Mata Junsu tertuju ke depan, menatap punggung yang memiliki lebar yang hampir sama dengan Jaejoong. Junsu jelas cukup mengenal laki-laki itu, walau pun Junsu tidak pernah sekalipun berbicara dengannya. Junsu tidak mengerti kenapa laki-laki itu malah mengajak mereka melewati lorong bawah tanah ini. Jujur, selama dia tinggal di mansion Kim ini, dia tidak pernah tahu ada jalan rahasia di mansion ini. Junsu melirik Jaejoong. Raut wajah Jaejoong terlihat cemas, namun lega secara bersamaan. Junsu meyakinkan hatinya kembali. Ini semua demi kebahagiaan mereka. Junsu tidak akan mundur dan kembali ke keluarga Kim lagi.

"Hyung," panggil Jaejoong pada laki-laki yang berjalan cukup cepat di depannya itu.

"Apa?"

"Kenapa? Kenapa kau mau membantu kami?" Tanya Jaejoong lagi.

Kepala laki-laki itu tertoleh, menatap Jaejoong sekilas dengan mata besarnya yang hampir sama dengan mata Jaejoong. Nama laki-laki itu adalah Kim Himchan. Laki-laki itu lebih tua satu tahun dari Jaejoong.

"Entahlah." Jawabnya singkat.

"Hyung bisa dapat masalah jika keluarga lain tahu." Ujar Jaejoong. Ada nada sungkan yang terdengar darinya.

Himchan menggelengkan kepalanya pelan.

"Asalkan tidak ada yang memberitahu mereka, maka aku akan aman." Ucapnya.

Mereka berbelok ke kiri dan menemukan jalan buntu. Jaejoong dan Junsu mengeryit heran. Tidak ada pintu di sana. Hanya dinding-dinding kotor yang basah dan lembab.

"Setelah ini aku tidak bisa lagi mengantar kalian lebih jauh." Ujar Himchan tiba-tiba. Laki-laki itu meraba-raba dinding di depannya, setelah itu dia menarik salah satu batu bata yang ada di sana.

"Bantu aku." Ucapnya dan segera di turuti oleh Jaejoong dan Junsu.

Mereka bertiga akhirnya bekerja sama untuk melepas satu per satu bata hingga tercipta lubang yang cukup untuk dilewati oleh tubuh orang dewasa. Jaejoong dan Junsu tak percaya, jika dibalik tembok yang buntu tadi, ada ruang kecil dengan tangga yang mengarah ke katup di langit-langitnya.

"Setelah keluar, kalian harus berjalan ke arah timur. Tidak lama, kalian akan segera melihat pohon-pohon besar dengan tali-tali berwarna kuning yang mengikatnya. Itu adalah batas wilayang Kim." Ucap Himchan. "Setelah kalian keluar jauh dari batas itu, Kim yang lain tidak akan bisa berbuat apa-apa. Tapi, apa kalian sudah tahu konsekuensinya?"

Jaejoong dan Junsu mengangguk perlahan.

"Kami tahu, Hyung." Kata Jaejoong.

Himchan menghela nafas. "Aku hanya bisa mengantar kalian sampai di sini. Aku berharap kalian baik-baik saja. Lalu…apa kalian membawa ponsel?"

"Tidak, Hyung. Kami tidak membawanya." Jawab Jaejoong.

"Kalau begitu," Himchan merogoh saku jasnya dan mengambil secarik kertas dan pulpen. Laki-laki itu kemudian menuliskan sebuah alamat dan nomor di kertas itu, lalu menyerahkannya pada Jaejoong.

"Ini adalah alamat apartemen milikku dan nomor ponselku. Apartemen itu baru saja aku beli, dan tidak ada keluarga Kim yang tahu. Tinggallah di sana."

Jaejoong menatap Himchan dengan pandangan penuh haru.

"Hyung…"

"Apa kalian membawa uang yang cukup?" Tanya Himchan lagi.

"Ya, Hyung. Lebih dari cukup selama beberapa bulan." Ujar Jaejoong sambil tersenyum.

Himchan mengangguk. "Jika kalian berhasil keluar, maka kalian resmi keluar dari keluarga ini. Dan sebaiknya kalian sampai di tempat yang aman sebelum karma itu datang."

Jaejoong mengangguk. "Terima kasih hyung. Aku tidak akan pernah melupakan bantuanmu ini."

"Pergilah, dan hubungi aku jika kalian butuh sesuatu."

.

.

.

Jaejoong dan Junsu berjalan dengan cepat. Mereka sudah bisa melihat jalan besar yang berada di bawah bukit yang sedang mereka lewati. Jaejoong dan Junsu saling tersenyum. Mereka cukup lega setelah berhasil melewati batas Kim, dan mereka sudah cukup jauh saat ini.

"Akh!" Jaejoong meringis kecil saat merasakan sebuah nyeri yang sangat sakit di kaki kanannya. Langkahnya terhenti sebentar. Junsu yang melihatnya pun segera menopang tubuhnya dan membawanya bersandar di pohon.

"Hyung, kau kenapa?" Tanya Junsu cemas.

Jaejoong menggeleng pelan. "Aku tidak apa-apa, Su. Mungkin hanya kelelahan." Jawab Jaejoong agak ragu.

"Perlukah kita istirahat, Hyung?" Tanya Junsu.

Jaejoong kembali menggeleng. "Tidak, Su. Hari semakin gelap, aku tidak mau kita terjebak semalaman di hutan ini. Kita harus segera ke desa, dan mencari tumpangan hingga ke Seoul."

"Tapi…"

"Aku tidak apa-apa, Su. Percayalah."

"Mm..baiklah."

Jaejoong kembali menegakkan tubuhnya dibantu oleh Junsu. "Kita lanjutkan, Su."

Hampir dua puluh menit mereka berjalan dan mereka cukup bersyukur tidak ada Kim yang menemukan mereka. Mungkin saja para Kim sudah menyerah, Jaejoong dan Junsu sudah pergi jauh. Tak lama Jaejoong dan Junsu sampai di halte bus. Jaejoong mengecek apakah masih ada bus yang beroperasi atau tidak, dan dia pun bisa bernafas lega, bus itu masih tersedia untuk mereka. Hanya saja mereka harus menunggu lima belas menit lagi.

Junsu membawa Jaejoong duduk di kursi panjang di halte tanpa atap itu. Udara dingin yang menusuk hingga ke tulang memang membuat mereka sangat kedinginan, namun itu semua terhalang oleh rasa bahagia yang mereka rasakan. Akhirnya mereka bisa keluar dari keluarga Kim.

Jaejoong memegang kaki kanannya yang masih terasa sakit. Jaejoong tahu, mungkin ini karmanya. Entah apakah masih ada karma lain yang akan diterimanya, tapi itu tak mengapa, pikir Jaejoong. Asalkan mereka bisa keluar, dan mencari kebahagiaan mereka sendiri. Jaejoong menatap Junsu, dia berharap, semoga saja karma yang akan diterima Junsu, lebih ringan daripada karmanya.

.

.

.

"Mereka telah pergi." Kata Ah Young, ibu dari Junsu. Matanya menatap tajam ke arah pasangan Kim Sang Bum dan Kim Hyuna, orang tua dari Jaejoong. "Dan anak kalian memberi karma bagi anakku!" teriaknya marah.

"Apa kau bilang?!" Hyuna berdiri dari kursinya dan menatap Ah Young kesal. Telunjuknya tertuju langsung ke wajah Ah Young. "Anakmu lah yang terlebih dahulu menolak pernikahan ini! Bukan Jaejoong! Jadi, ini semua adalah kesalahan anakmu!"

"Beraninya!" Ah Young ikut berdiri.

"Sudah! Berhenti kalian berdua!" teriak Hyunjoong penuh amarah. Suaranya terdengar berat dan serak, penuh emosi.

Pesta pernikahan yang mereka siapkan gagal total, semuanya sudah bubar. Tidak ada lagi anggota Kim yang berkumpul di mansion itu kecuali Hyunjoong, selaku sang pemilik dan orang tua dari Jaejoong dan Junsu.

Sang Bum menarik kembali istrinya untuk duduk disampingnya sambil mengusap-usap pundak sempit sang istri, mencoba menenangkan amarah wanita yang terlahir sebagai saudara perempuannya itu. Donghyun pun juga menarik paksa Ah Young agar kembali duduk. Mereka semua terdiam, masing-masing mencoba meredam amarah yang menguasai diri mereka. Tentu saja kejadian ini sangat memalukan bagi kedua orang tua Jaejoong dan juga orang tua Junsu. Namun dari semua itu, Hyunjoonglah yang paling malu. Laki-laki tua itu menyesal karena tidak menempatkan penjaga di sekitar kamar Jaejoong dan Junsu, dan malah membiarkan mansionnya dalam penjagaan yang longgar.

Kini semua hanya tinggal penyesalan. Hyunjoong tahu, jika kedua pemuda yang telah dibesarkannya sejak kecil itu telah pergi jauh. Dan sekarang mereka tidak dapat berbuat apa-apa. Mereka tidak bisa lagi menarik seorang Kim yang telah memutuskan untuk keluar dari keluarga Kim mereka.

.

.

.

.

.

.

TBC