Chapter 12 : My Way Home
Misinya adalah Park Chanyeol.
Ia harus menangkap pria itu atau malah.. membunuhnya.
Sehun berlari menembus kerumunan yang terlibat baku tembak dengan satu sama lain. Beberapa kali, ia menembakkan senjatanya ke arah anak buah Chanyeol yang sedang mengincar nyawa setiap orang yang berniat menumbangkan bos mereka itu. Ia dapat mendengar suara tembakan dari segala arah. Ia dapat mendengar suara rintihan, teriakan dan tubuh kaku tak bernyawa yang ambruk jatuh ke lantai. Ia terus berlari dengan nafas terengah dan firasat buruk yang dari awal menyelimuti dirinyasemakin memuncak, memacu adrenalin yang mengebu-gebu di dalam dirinya. Hanya duaending yang dapat dilihatnya dari misi ini: berhasil tapi tidak selamat atau gagal tapi selamat. Dan jika harus memilih pilihan terbaik dari kedua pilihan itu, tentunya, ia akan memilih pilihan kedua. Gagal tapi selamat.
Karena ia tahu dimana batasnya. Ia tahu kalau sangatlah mustahil menyelesaikan misi ini tanpa harus mengorbankan nyawanya. Atau nyawa agen lainnya. Sehun menatap ke sekelilingnya. Beberapa agen yang dirinya kenal sejak dulu sedang melawan dengan sekuat tenaga mereka. Mereka membidikkan pistol mereka ke arah lawan dan ada beberapa yang sedang terlibat perkelahian fisik.
Sehun terdiam sejenak di tempatnya. Sebuah pertanyaan yang justru membangunkan dirinya untuk bertindak lebih cepat timbul di dalam otaknya: Dimana Chanyeol berada?
Sehun kembali berlari menuju dua ruangan yang berada di sudut gudang. Ia berada dalam posisi siap menembak untuk agen yang bertugas untuk melindunginya bekerja dengan sangat baik di sekita dirinya. Mereka menjadi perisai yang mengantarkannya pada Chanyeol.
Sehun mengarahkan pistolnya dalam posisi siaga. Jika, ada yang bermaksud untuk mengincar dirinya. Ia akan langsung menekan pelatuk pistol, merenggut nyawa orang itu dengan tangan serta pistolnya. Ia bukan berlaku sebagai Tuhan yang menentukan mana yang harus hidup dan mati. Matanya tanpa sengaja menangkap salah satu agen terbaik di divisi menembak yang jatuh ambruk ke lantai setelah sebuah peluru lawan menembus ke dalam dadanya. Sehun menanhan nafas. Ia segera menembakkan pistolnya ke arah anak buah Chanyeol yang sempat tersenyum puas.
Ketika, pria paruh baya itu ambruk ke tanah dengan peluru menembus keningnya dan mata terbelalak. Sehun tidak merasa puas sama sekali. Ia juga tidak merasa menang. Ia malah merasa.. kosong. Hatinya serasa membeku melihat tubuh-tubuh yang berbaring kaku tak bernyawa di permukaan lantai. Mata mereka terbuka lebar, menatap satu titik yang bahkan tidaklah nyata. Sehun bertanya-tanya apa yang mereka pikirkan sebelum ajal menjemput mereka.
Apakah mereka membayangkan istri mereka yang tengah menunggu mereka di rumah sambil memasak? Apakah mereka membayangkan seorang bocah entah itu laki-laki atau perempuan yang berlari menghampiri mereka dan memanggil mereka semua dengan sebuatan ayah?
Sehun menarik nafas dalam-dalam. Ia sudah sampai di sudut ruangan. Namun, anehnya, pikiran Sehun berada di luar sana. Memikirkan kehidupan para agen serta anak buah Chanyeol yang saling membunuh sekarang.
Sebenarnya, ini bukanlah pertarungan mereka. Mereka semua hanyalah orang-orang yang mau tidak mau terlibat ke dalam masalah. Jika ada yang bertanya, siapa korban dari semua ini? Mungkin, Sehun akan menjawab mereka semua. Karena, sungguh, apa yang mereka perjuangkan pada detik ini tidaklah sepadan dengan apa yang nantinya mereka dapatkan.
Sehun menggenggam kenop pintu dan memutarnya. Ia segera masuk ke dalam ruangan yang ternyata tidak begitu luas. Hanya ada sederetan rak buku, meja serta kursi di tengah ruangan dan Park Chanyeol yang duduk membelakangi dirinya. Sehun membidikkan pistolnya ke arah dalang dari balik semua kekacauan ini. Ia tidak segan-segan menekan pelatuk apabila Chanyeol tidak mau bekerjasama dalam situasi ini.
"Aku tidak takut mati, Oh Sehun. Kematian justru adalah sesuatu yang kurindukan," kata Chanyeol seraya bangkit berdiri. "Lagipula, siapa juga yang ingin merindukan laki-laki mengerikan sepertiku?" pria itu berbalik menghadap ke arahnya. Menunjukkan sebagian wajahnya yang tertutup oleh luka bakar.
Sehun hanya terdiam enggan untuk menjawab ataupun mengomentari dirinya. Ia tahu kalau hal semacam ini tidaklah cukup kuat untuk dijadikan satu alasan bagi Chanyeol untuk merenggut nyawa seseorang. Menurut Sehun, pria itu adalah seorang psikopat yang tidak mau menerima kenyataan. Kalau apapun yang terjadi, Baekhyun tetap akan memilih Jongin. Entah kecelakaan itu terjadi atau tidak, jikalau Baekhyun masih tetap hidup, Chanyeol tidak memiliki satu kesempatan pun untuk bersama dengan dirinya.
Dan mungkin juga, Sehun tidak akan pernah bertemu dengan Jongin. Mereka tidak akan pernah jatuh cinta. Mereka tidak akan pernah terjebak dalam situasi berbahaya seperti ini. Namun, setidaknya Jongin dapat bahagia. Meskipun, tidak bersama dengan dirinya.
Jika, hari ini dirinya tidak akan pernah bisa kembali lagi pada Jongin. Hal pertama yang ia harapkan bagi pemuda itu adalah: merelakannya.
"Kau tahu, apa rencanaku selanjutnya?" tanya Chanyeol seperti menantang.
"Apa kau akan membunuhku?" balas Sehun sambil menyeringai. Pria itu tidak takut. Sama seperti Chanyeol, kematian bukanlah sesuatu yang menyeramkan baginya. Ia siap mati kapanpun ajal menjemputnya. Namun, bagian yang paling mengerikan dari kematian adalah meninggalkan Jongin. "Karena aku bisa membunuhmu, sebelum kau melakukannya,"
Chanyeol menganggukkan kepala. Satu tangan berada di dalam saku celananya sementara yang satunya lagi bergerak bebas mengikuti alunan lagu yang awalnya terdengar samar tapi lama-lama semakin mengeras. Sehun melirik ke sudut ruangan mendapati ada dua speaker kecil yang sempat tidak disadarinya. "This is the end. Hold your breath and count to ten," Chanyeol tidak terdengar seperti sedang menyanyi. Dia terdengar seperti membacakan syair lagu dan Sehun mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya akan terjadi setelah ini.
"This is your skyfall, Sehun," kata Chanyeol. Pria itu tampak lebih bengis daripada sebelumnya.
Sehun merasa seperti dunianya berguncang. Ia dapat mendengar ledakan dari luar ruangan. Ia dapat merasakan langit-langit di atasnya meretak begitupun dengan tembok yang mengepung mereka. Buku-buku dari dalam rak berjatuhan. Dan ia yakin kalau sebentar lagi langit-langit di atasnya akan runtuh dan rak buku itu akan menimpah mereka.
Ledakan selanjutnya terdengar. Ia tidak bisa membayangkan keributan macam apa yang terjadi di luar sana. "Apa yang kau lakukan sebenarnya?" teriak Sehun menuntut satu jawabannya.
Chanyeol tersenyum. Bajingan itu benar-benar tersenyum. Sekilas, Sehun dapat melihat satu kelegaan di dalam dirinya. Pria itu benar-benar psikopat yang terlalu pengecut untuk mati sendirian. "Ini adalah lagu bunuh diriku," jawab Chanyeol.
"Aku sangat ingin membunuhmu sekarang juga. Jika, kau benar-benar ingin mati. Lakukanlah dengan tanganmu sendiri. Apa kau tahu kalau di luar ruangan ini ada puluhan orang yang berusaha keluar dari ruangan ini? Mengapa? Karena mereka tidak siap untuk mati!"
"Aku tidak peduli dengan nasib mereka semua. Yang kupikirkan sekarang hanyalah balas dendam. Dan kau, Oh Sehun, kau akan mati bersamaku," Chanyeol membuka kaos yang dikenakannya menunjukkan sebuah bom waktu yang menempel pada dadanya. 5 menit, dan sedang menghitung mundur. "Terlambat untuk kabur," gumam Chanyeol ketika Sehun berlari keluar dari ruangan.
Sehun tertegun sejenak memperhatikan kondisi di hadapannya. Seluruh anak buah serta agen yang tersisa berlari mencari jalan keluar. Atap gudang itu runtuh dan ia melihat ada beberapa orang yang tertimpah tidak jauh darinya. Ia dapat melihat nyala api yang membakar gudang itu. Ia terus berhitung di dalam hatinya. Ia mulai berlari menuju pintu belakang gudang.
Jika, ia bisa sampai di sana. Ia dapat melompat ke dalam laut untuk menyelamatkan dirinya. Itu adalah satu-satunya jalan.
Satu-satunya jalan untuk kembali pada Jongin.
50 detik lagi, Sehun terus berhitung. Ia berlari mengikuti beberapa orang menuju pintu tampak begitu dekat di mata mereka semua. "Tolong!" Sehun mendengar rintihan seseorang. Ia berbalik mencari darimana sumber suara itu. Begitu dia menemukannya, dia langsung berlari mendekati orang itu dan membopongnya keluar.
Salah satu kaki pria itu tampak terluka parah. Mungkin, terkena ledakan atau tertimpah sesuatu. Sehun yakin kalau pria itu terpaksa kehilangan satu kakinya setelah mereka berhasil keluar dari tempat ini. Pria itu tidak mengucapkan terima kasih pada dirinya tetapi jika dilihat dari senyum lemah yang mengukir di wajahnya. Sehun berpikir kalau senyum itu lebihbaik daripada ucapan terima kasih.
Alunan lagu itu berhenti. Sehun kehilangan hitungan. Namun, ia dapat merasakan ada sesuatu yang tidak beres dari belakang sana. Sebelum, ia sempat menoleh ke belakang. Ledakan terakhir terdengar menjadi lagu bunuh diri yang tidak akan pernah dilupakan olehnya. Sehun melepaskan pria itu dan melemparnya keluar. Berharap ia dapat menyelamatkan pria itu. Dan juga berharap dirinya dapat selamat.
Namun, takdir berkata lain. Tubuh Sehun melayang akibat ledakan selanjutnya yang sama sekali tidak berjeda. Pria itu memejamkan matanya. Pikirannya kosong. Yang dapat dilihatnya hanyalah kematian. Ledakan yang mengenai dirinya itu membuat sebagian darinya mati rasa. Ia tidak dapat merasakan apapun, selain hangatnya air laut.
Ia terjatuh. Semakin dalam, semakin sulit untuk bernafas, dirinya sesak. Ia mulai sulit untuk membedakan mana yang nyata dan tidak. Otaknya seperti berhentik berfungsi. Dan seperti mimpi, ia melihat Jongin berada di sampingnya. Pria itu tampak pucat, matanya terpejam, dan tubuhnya jatuh lebih cepat dari dirinya. Sehun berusaha menggapai tangannya. Dengan sekuat tenaga, ia menggerakkan tubuhnya hanya untuk menggapai sesuatu yang bahkan tidak nyata.
"Sehun, aku mencintaimu,"
Berulang kali, Sehun mendengar bisikan itu di telinganya. Bisikan itu terdengar seperti lagu. Lagu yang tentu sangat disukainya. "This is your skyfall, my dear,"
Ia berhenti menggapai Jongin. Ia berhenti bergerak. Tubuhnya terlalu lelah untuk menggapai Jongin yang semakin jauh darinya.
"Goodbye,"
Setelah itu, ia tidak dapat mendengar suaranya lagi. Jongin seperti mati di dalam dirinya. Cinta mereka seperti ilusi. Dan saat itu juga, Sehun merasa kalau inilah akhir dari perjalanan hidupnya.
.
.
Ini adalah minggu ketiga sejak meninggalnya Sehun.
Jongin berdiri di depan makamnya dengan sebuket bunga di dalam pelukannya. Ia berlutut di samping makam Sehun lalu menaruh bunga mawar di atas makamnya. Matanya bengkak karena satu alasan yang sangat jelas. Pria itu menyentuh batu bercetak nama 'Oh Sehun' yang serasa begitu dingin pada jarinya. Air matanya kembali meleleh, mengalir jatuh tidak bisa menahan gejolak yang tidak pernah berhenti menghukum dirinya.
Selama tiga minggu ini, Jongin tidak pernah berhenti merindukan Sehun. Ia rindu melihat senyum menyebalkan pria itu. Ia rindu mendengar suaranya. Ia rindu merasakan kehadirannya. Ia rindu mendekap dan menciumnya. Ia begitu rindu sampai rasanya terlalu sakit.
"I will always love you, you stupid asshole," bisik Jongin untuk terakhir kalinya.
Terkadang, ia selalu berjanji pada dirinya kalau ini adalah terakhir kalinya ia akan mengunjungi Sehun. Namun, pada akhirnya, ia selalu berakhir di sini setiap hari sabtu dan minggu. Tidak ada yang dikerjakannya selain berlutut di samping makam Sehun lalu menangis atau memandangi makamnya saja dengan harapan semua ini hanyalah mimpi buruknya.
Jongin berjalan dengan kepala tertunduk menuju apartemen barunya. Setelah Sehun pergi, ia tidak bisa tinggal di apartemennya dengan tenang. Memori akan pria itu dan segala hal yang mereka lalui bersama hanya akan membunuh dirinya secara perlahan. Terkadang, ia masih dapat merasakan Sehun di sekitar apartemennya. Terkadang, ia masih menantikan Sehun untuk pulang sehingga mereka bisa melewati hujan dengan secangkir cokelat panas. Terkadang, Jongin sengaja tertidur di kasur Sehun hanya untuk merasakan kehadirannya. Yang semakin hari, semakin nyata di dalam ilusinya. Namun, tidak di dunianya.
Tiba-tiba saja, ponselnya berdering. Jongin merogoh saku celana dan mengeluarkan Iphone-nya itu. Raut mukanya berubah begitu mendapati nama Miranda tertera di layar ponselnya. Ia segera menerima panggilan wanita itu dengan bingung serta penasaran. "Halo?"
"Jongin, kita harus bertemu sekarang juga,"
Dan ia sama sekali tidak bisa menolak Miranda Kerr. Wanita keras kepala yang, entah bagaimana caranya, berakhir menjadi salah satu orang yang sangat mendukung dirinya setelah kepergian Sehun. Jongin dan Miranda memutuskan untuk bertemu di salah satu kafe favorit mereka di tengah kota. Kafe bernuansa vintage itu bisa dibilang adalah basecamp bagi Miranda, Jongdae, LE, Taemin dan dirinya jika mereka ingin berkumpul bersama.
Jongin mendorong pintu kaca kafe dan mengedarkan pandangannya ke dalam ruangan. Begitu, ia menemukan Miranda yang sedang duduk membelakanginya di pojok ruangan. Jongin segera menghampirinya.
Wanita itu memutuskan untuk berhenti dari FBI dan bergabung dengan organisasi ayahnya. Katanya, Miranda tidak bisa meninggalkan Korea karena ia masih belum menyerah pada Sehun. Wanita itu berpikir kalau Sehun belum mati. Dia percaya kalau Sehun masih hidup dan sedang bersembunyi entah dimana sekarang. Terkadang, untuk menenangkan hati serta menyiksa dirinya, ia suka meminta Miranda untuk memberikan alasan mengapa wanita itu percaya kalau Sehun masih hidup.
"Hai, Miranda," sapanya lalu duduk di seberang Miranda.
Wanita itu tampak lebih ceria daripada biasanya. Jongin mulai bertanya-tanya apakah kebahagian Miranda akan berpengaruh pada dirinya. Tanpa membalas sapaannya, Miranda tiba-tiba berkata, "Sehun masih hidup."
Mata Jongin terbelalak, tidak tahu apa yang harus dirinya lakukan setelah ini. Apa ia harus tersenyum dan menganggap kalau wanita itu benar-benar gila atau malah meninju wajahnya?
"Otopsi yang dilakukan rumah sakit terhadap mayat Sehun. Ternyata, salah. Itu bukan Sehun. Mereka hanya memiliki kesamaan genetika atau entahlah. Intinya, itu bukan Sehun," Jongin terperangah karena berita mengejutkan Miranda. Untuk pertama kalinya selama beberapa minggu ini, Jongin melihat seulas senyuman tulus tertarik di bibir Miranda. "Yang ada di dalam sana, bukan Sehun. Aku yakin Sehun masih hidup!"
Dan tanpa dirinya sadari, air mata Jongin mengalir jatuh. Namun, beberapa menit berlalu, Jongin masih tidak membuka mulutnya. Senyuman di bibir Miranda perlahan mengendur berganti menjadi tatapan penuh tanda tanya.
Jongin terus menangis dan ia sendiri pun tidak tahu mengapa.
.
.
Pihak rumah sakit meminta maaf pada mereka semua. Pria yang berada di dalam sana memang bukanlah Oh Sehun.
Beberapa minggu berlalu, dan Jongin tidak mendengar satu pun kabar baik menyangkut Sehun. Harapan yang sempat tumbuh di dalam dirinya kembali tertimbun oleh keputusasaan. Setiap malam, Jongin masih terbangun dan menangis dengan harapan kalau setelah itu Sehun akan kembali padanya lalu mendekap dirinya erat. Kemudian, pria itu akan embisikkan kata-kata yang sudah lama tidak terucap darinya. Pria itu akan mengecup keningnya dan mereka akan tertidur bersama sampai fajar datang.
Namun, kenyataannya Sehun sudah pergi jauh. Ke suatu tempat yang mustahil untuk ditemukan olehnya. Ke suatu tempat yang lebihbaik daripada dunia ini. Mungkin, pria itu sudah bahagia di sana. Mungkin, memang sudah saatnya bagi Jongin merelakan pria itu untuk pergi.
"Hei, apa kau sudah mulai berkencan lagi?" tanya Taemin pada suatu pagi. Pria itu membawa sebuah buket bunga dan menyerahkan puluhan bunga mawar itu padanya. "Tadi, ada yang mengantarkan bunga ini untukmu,"
Jongin yang awalnya sedang sibuk main CoC, melirik sebentar ke arah buket bunga itu lalu menggelengkan kepala. Ia segera membantah tuduhan Taemin. "Tidak. Mungkin, itu bunga dari orang iseng or something. Aku lagi seru nih,"
Taemin memutar matanya, kemudian beranjak pergi mencari vas bunga di suatu tempat. Setaunya, ia menyimpan satu vas bunga di dalam gudang. Ia menaruh sebuket bunga itu di atas meja nakas dan tanpa sengaja menjatuhkan selembar kertas yang terselip di dalamnya. "Eh," Taemin segera memungut kertas yang persis jatuh ke atas kakinya. Entah, ini satu pertanda atau bukan. Pria itu segera membaca tulisan rapi yang tersembunyi di balik kertas. "festival. Busan. Malam ini, jam delapan," bacanya dengan suara lantang.
Jongin yang sedang seru melawan salah satu kubu musuhnya segera berhenti memainkan game tersebut. Ia berbalik menghadap Taemin dengan mata terbelalak dan senyuman yang perlahan tertarik di sudut bibirnya. "Kau tahu darimana?" hanya pertanyaan itu yang keluar dari bibirnya. Ia kembali teringat akan 'kencan' pertamanya dengan Sehun.
Itu adalah pertama kalinya, ia pergi ke festival dan menaiki bianglala. Ia masih mengingat jelas tangan Sehun yang menggenggam tangannya erat dan dekapan hangat pria itu ketika mereka berada di puncak bianglala.
"Hah?" Taemin tampak kebingungan. Membuat Jongin ikut memasang ekspresi yang sama. "Aku hanya membaca pesan yang ada di dalam bunga ini,"
Dan saat itu juga, Jongin tahu. Kalau, ia telah menemukan arah baginya untuk pulang.
.
.
Sebut dirinya gila, tapi ia harus memastikan kalau orang itu adalah Sehun atau bukan.
Jongin berkendara selama tiga jam lebih dan sampai di Busan sekitar pukul satu siang. Di bawah sinar mentari yang begitu terik, ia memarkirkan mobilnya di sekitar tenda sirkus yang masih berdiri kokoh. Matanya memandang jauh ke arah bianglala yang merupakan wahana paling tinggi serta paling dekat dengan pantai Haeundae. Ia melangkah masuk ke dalam area festival yang hanya dibatasi dengan palang besi. Jongin menundukkan tubuhnya melewati palang tersebut dengan sangat mudah.
Rasanya sangat aneh berjalan di dalam area yang seharusnya ramai ini dan melihatnya dalam keadaan mati. Tidak ada wahana yang bergerak, tidak ada anak kecil yang berlarian atau apapun yang mencirikan tempat ini sebagai salah satu tempat paling ramai di Busan. Ia melangkah melewati beberapa stand serta kedai yang menjual makanan manis. Matanya terpaku pada gambar gula-gula berwarna pink. Ia merindukan masa kecilnya. Jika saja, ia memiliki mesin waktu yang dapat membawanya kembali ke masa lalu. Mungkin, ada begitu banyak hal yang dapat dirinya ubah.
Langkah Jongin terhenti begitu ia mendengar suara dari belakangnya. Ia berbalik mendapati kalau wahana komedi putar itu bergerak tiba-tiba. Lampu-lampu yang menghias wahana itu berkedap-kedip serta kuda-kudaan yang berwarna-warni itu bergerak naik-turun.
"Hei," seperti dikejutkan lagi, Jongin refleks menoleh ke arah sumber suara. Ia mengenali suara itu. Ia sangat mengenalinya.
"Kau mau main komedi putar?" tanya orang itu sambil tersenyum lebar.
Jongin menggigit bibir guna menahan tangisnya. Ia tidak tahu harus bereaksi apa. Semua ini masih terasa seperti ilusi atau mimpi yang selama ini diharapkannya. Ini bahkan tidak terasa nyata lagi. Jongin mulai meragukan apa yang dilihatnya. Ia tidak ingin terbangun dan mendapati kalau semua ini hanyalah mimpi indahnya. "Kau nyata, kan?" tanya Jongin memastikan.
Sehun masih memasang senyum di bibirnya. Pria itu mendekat padanya lalu menyentuh pipinya dengan lembut. Membuktikan kalau sentuhan itu terlalu nyata untuk menjadi sekedar mimpi indahnya. Jongin tidak bisa membuka mulutnya. Matanya terpaku pada Sehun yang balas menatapnya. Tersembunyi banyak hal yang dirinya anggap misteri di dalam mata Sehun. Ia tahu ini bukan saatnya untuk menuntut penjelasan dari Sehun. Namun, ia tidak bisa menahan diri untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Dan tanpa perlu dirinya bertanya, Sehun seperti tahu apa yang ada di dalam pikirannya.
"Bisa dibilang, ini adalah keajaiban. Atau mungkin, ini semua berkat kecerdasanku," Sehun tertawa. God, Jongin sangat merindukan tawa renyah pria itu. "Jadi, tanpa kalian semua ketahui, aku meminta bantuan pada NISSK (National Intellegence Security of South Korea) sebagai back-up dari misi. Dan saat aku terlempar ke dalam laut, mereka menyelamatkanku. Jadi, yah, mungkin ini adalah keajaiban,"
"Lalu-"
Sehun menaruh satu jari di bibirnya. Lalu, pria itu melanjutkan, "Sebagai balas budi, aku menerima tawaran pekerjaan di NIS. Dan salah satu syarat menjadi anggota NIS adalah menyembunyikan identitasku seolah-olah aku ini lenyap,"
Senyuman di bibir pria itu bahkan lebih cerah daripada mentari yang menyengat kulitnya. Apa yang sempat terasa seperti ilusi serta mimpi perlahan berubah menjadi kenyataan. Seperti terbangun dari mimpi buruknya, Jongin melakukan satu hal yang selama ini diinginkannya. Ia mendekap tubuh Sehun erat dan tidak berniat melepaskan meski hanya sedetik saja. Ia membenamkan wajahnya di antara tengkuk leher Sehun dan menangis di sana.
"Hey, I am here," bisik Sehun lalu mengecup daun telinganya. "I'm right here beside me,"
Jongin mengangkat wajahnya bersitatap dengan manik hitam mata Sehun. Seperti mimpinya, kedua tangan Sehun menangkup kedua sisi pipinya lalu berbisik, "Aku mencintaimu," dan kemudian, mencium keningnya. "Aku tidak akan pernah pergi lagi. Aku bersumpah," janji pria itu padanya.
Jongin perlahan menarik seutas senyum di bibirnya. Ia mendekatkan wajahnya pada Sehun yang menundukkan kepala untuknya. Bibir mereka nyaris bersentuhan dan sebelum akhirnya bertemu. Jongin perlu mengatakan hal ini padanya, "Meskipun, kau pergi lagi dariku. Aku tetap akan selalu menemukanmu,"
"Why?" tanya Sehun. Nafas pria itu menerpa wajahnya. Hidung mereka nyaris bertumbukan.
"Because I will never forget my way to home,"
Sehun kembali tersenyum sebelum mencium bibirnya. Mata Jongin perlahan terpejam, sedangkan tangannya mengalung pada leher Sehun. Bibir mereka bergerak seperti mencoba menuntaskan rasa rindu yang selama ini terpendam di dalam keduanya. Jongin membiarkan Sehun melumat bibirnya. Ia membiarkan pria itu menunjukkan seberapa rindunya dia padanya.
Di bawah teriknya mentari, Jongin hanya dapat merasakan panas tubuh Sehun yang menghimpitnya. Dan kali ini, ia tidak perlu lagi takut untuk terbangun serta mendapati semua ini hanyalah mimpinya.
Karena akhirnya, ia menemukan Sehun. Akhirnya, ia dapat kembali pulang ke rumahnya.
THE END
.
.
Rin's note :
FINALLY! FINALLY! THE BODYGUARD AKHIRNYA SELESAII..
Aku kurang begitu suka sama ending ff ini karena aku ngetiknya nggak begitu fokus.. karena ada kakak aku yang diam-diam merhatiin dan baca.. OMFG fuck him lol
Anyways, thanks buat yang dukung fanfic ini dari awal sampai akhir..
Special thanks buat 608 reviews, 167 favorites, 143 followers.. dan buat yang pm dan ask aku nanyain fanfic ini.. THANKS BUAT SUPPORT KALIAN MUAHH
I hope you like and enjoy this last chapter dehh
p.s if you want to ask something or just say anything to me.. just PM me or ask me on my askfm