Title : MINE
Status : Oneshoot
Pairing : Sasuaru
Author : Aki no Ame
Rate : M (for some reason)
Genre : Romance
Fandom : Naruto
Disclaimer © Masashi Kishimoto
Warning : Yaoi, MxM, GaJe, bahasa acak-acakan, typo(s), Authornya amatir, fanfic ini hanya untuk kesenangan semata.
#Enjoy#
Konoha, Konoha Senior High School.
02.00 PM
Aku menghela nafas untuk yang kesekian kali, mencoba memasrahkan pergelangan tangan kiriku yang diseret seenaknya oleh pemuda berambut pantat ayam ini. Beberapa kali aku nyaris terjatuh, kewalahan mengikuti langkah kakinya yang begitu cepat. Genggaman atau lebih tepat jika kusebut cengkramannya pada pergelangan tanganku sama sekali tak mengendur malahan kurasa semakin lama semakin mengencang. Aku yakin setelah ini di pergelangan tanganku pasti akan membekas merah akibat perlakuan kasarnya ini.
Apa semua anak orang kaya seperti orang ini? Begitu egois dan selalu saja seenaknya. Sedari tadi dia sama sekali tak menghiraukanku yang berceloteh minta dilepaskan. Sudah tak terhitung lagi, entah berapa kali aku telah memprotes agar dia membiarkanku berjalan biasa, tidak perlu diseret begini. "Sasuke, kau akan membawaku kemana?" Tanyaku yang juga untuk kesekian kalinya. Dia tetap fokus menyeretku, tak mengacuhkan aku sedikitpun bahkan semakin mempercepat langkah kakinya, dia terus menyeretku sampai kami tiba di sebuah kelas tidak terpakai. Kelas lama yang terpencil dan terletak dipojok serta telah lama ditinggalkan, rencananya kelas ini akan dijadikan gudang sehingga tidak ada lagi yang kemari.
Oke, akan kujelaskan siapa orang egois yang menyeretku ini. Seperti yang aku katakan tadi dia adalah Sasuke, tepatnya Uchiha Sasuke. Sedangkan diriku, aku adalah Uzumaki Naruto. Kaitan antara Sasuke dan aku adalah… err… bagaimana mengatakannya ya? Kami… katakanlah kami sepasang kekasih sebelah pihak. Kenapa bisa seperti itu? Sebab aku telah diklaim seenak rambut pantat ayam si Sasuke sebagai miliknya. Namun, sebenarnya aku bahkan tak yakin apa benar dia menganggapku kekasihnya karena yang selama ini kurasakan adalah aku ini semacam barang pribadi milik si Uchiha yang bisa dia gunakan kapanpun dia mau dan membuangnya kapanpun jika dia sudah tak tertarik lagi.
Aku juga tidak telalu menyukai sikap – sikapnya, terutama sikap dingin, sombong dan egoisnya. Tapi aku tidak bisa menolak, tidak bisa memberontak, tidak bisa lepas dari cengkramannya karena statusnya yang merupakan anak pemilik perusahaan besar yang paling berpengaruh di negara api sekaligus penyumbang terbesar untuk sekolah menengah atas Konoha ini. Lagipula Sasuke ialah seniorku, kakak kelasku. Dia pemimpin sebuah genk yang bernama Taka, genk yang menguasai Konoha Senior High School bahkan kota Konoha. Sasuke kelas dua sedang aku kelas satu, walau masih kelas dua tapi para senior telah takut pada dan tidak berani cari gara – gara padanya.
Mengerikan, mungkin kata itu pantas melekat pada sosok Sasuke yang kebal hukum. Jadi semua orang yang kenal dia tahu bahwa lebih baik tak mencari perkara dengan pemuda ini jika masih sayang nyawa. Sasuke seorang petarung yang hebat, yang tak segan – segan melukai orang lain. Dia juga tak perlu khawatir akan masuk penjara sebab ayahnya yang kaya raya itu pasti akan menyelematkannya dengan membayar berapapun. Uang bukanlah masalah bagi keluarga Uchiha.
Aku tidak mengerti mengapa seorang Uchiha Sasuke bisa tertarik padaku –lupakan kenyataan bahwa kami sama – sama lelaki– maksudku aku ini biasa saja, tidak menarik, tidak terlalu mencolok –ralat!– sebenarnya aku mencolok dengan rambut warna kuning ngejrenk ini. Tapi akukan tak terlalu mengenalnya, bicara dengan dia juga tak pernah tapi tiba – tiba suatu hari dia datang mencariku, menyeretku lalu mengumumkan pada seisi sekolah bahwa aku ini miliknya. Sampai sekarang aku masih bertanya – tanya alasan kenapa Sasuke dapat tertarik padaku.
Bagiku menjadi seseorang yang telah membuat Sasuke tertarik bukanlah hal yang patut kusyukuri. Sungguh! Percayalah, meski dia sangat tampan –harus kuakui ini– keren, pintar, kaya raya, serta berkuasa tapi dia sangat egois! Aku anggap diriku ini orang yang paling sial se-Konoha karena sudah membuat seorang Uchiha Sasuke tertarik. Aku yakin kalau rasa tertariknya pasti sekedar rasa tertarik yang sama seperti rasa tertarik karena mendapatkan mainan baru, bagi Sasuke aku ini pastilah cuma mainan. Benda miliknya yang bisa dia gunakan seenak dia.
BRAKKKK
Tiba – tiba Sasuke menendeng pintu kelas kosong itu dengan kasar. Suara berisik yang nyaring itu menyadarkanku dari lamunan, kembali ke realita untuk menemui wajah datar Sasuke. Oke, sekarang aku mulai takut, saat ini wajahnya kelihatan lebih dingin dari biasanya. Apa dia akan menghabisi nyawaku disini? Ish! Aku mulai paranoid. Pikiran - pikiran aneh mulai bergentayangan di otakku, sama sekali tak membantu saat berbagai gambaran adegan pembunuhan yang keji mulai berkelebatan dalam benakku. Ini cuma semakin menambah rasa takut yang tumbuh tanpa mampu aku cegah.
"Awww…" Aku memekik sakit saat Sasuke dengan ekspressi datarnya mendorongku masuk hingga aku menabrak sebuah meja di dalam sana. Sasuke lalu menutup pintu. Aku meliriknya takut – takut, dia semakin menyeramkan tak kala berjalan perlahan kearahku. Ini bukan pertama kalinya Sasuke berlaku kasar tapi tetap saja aku tak bisa terbiasa dengan segala perlakuan ini. 'Dia marah,' batinku. Tapi kenapa dia marah? Apa yang sudah aku lakukan? Wajah marahnya benar – benar mengerikan.
Sasuke meraih bahuku, kemudian tanpa sepatah katapun dia mendorongku sampai membentur tembok, dia mengurungku dengan kedua tangannya yang diletakkan disisi kanan-kiri tubuhku. "Aku lihat," ucapnya datar.
Mata kelam Sasuke menatapku tajam, aku merasa ditelanjangi oleh mata itu. "Me-melihat apa?" Aku tak mengerti maksud ucapannya. Melihat? Melihat apa? Apa yang dia lihat sampai jadi semarah ini? Apa dia tak bisa mengatakan sesuatu yang lebih panjang dan lebih jelas dari sekedar kalimat 'aku lihat,' memangnya selama ini dia buta apa? Ah~ terlalu banyak kata 'APA' di dalam kepalaku.
"Aku melihatmu dekat sekali dengan Shikamaru akhir – akhir ini," ungkapnya yang membuatku mulai mengerti kemana alur pembicaraan serta penyebab Sasuke berwajah mengerikan begini. Kupikir aku sudah bisa menebak asal usul kemarahannya padaku. Dasar pencemburu! "Kau itu milikku!" Desis Sasuke tepat di telinga kananku, hembus nafasnya membuatku merasa geli. "Apa pernah aku menyuruhmu menggoda dia?"
Aku menggigit biri, terintimidasi oleh tatapannya. "…tidak-" aku berusaha menjelaskan. Namun...
Sasuke memotong perkataanku. "Lalu kenapa kau dekat – dekat dengan si rusa itu seperti wanita jalang?" Desisnya lagi, mengingatkanku pada Manda, ular besar peliharaan Orochimaru-sensei –guru biologiku–
"Apa yang kau katakan? Itu bukan seperti yang kau pikirkan, kami sekelas. Wajarkan jika aku dekat dengannya lagipula kemarin – kemarin aku satu kelompok dengannya," jelasku yang aku rasa akan sia – sia. Sasuke yang keras kepala dan egois pasti akan menganggap benar pemikirannya tanpa peduli pemikiranku. Kebenaran adalah apa yang ada di otaknya bukan apa yang di otak orang lain.
"Tetap saja aku tak suka, aku tak peduli alasanmu." Tuh kan seperti yang kukatakan barusan, dia pasti tak akan menghiraukan penjelasanku karena di matanya aku ini salah. Aku diam, menahan kesal dan takutku. Aku menunggunya melanjutkan tapi dia hanya menatap lurus pada mata biruku, mata malamnya yang tajam mengintimidasiku, menambah kegrogian beserta rasa takutku yang semakin menjadi. "Kau telah melakukan kesalahan… kau membuatku kesal."
Sedetik kemudian setelah dia berkata begitu, Sasuke meraih daguku, tanpa banyak kata lagi dia melumat bibirku kasar. Dengan kuat dia menciumku, lidahnya yang terasa panas menyapa tiap inci permukaan bibir keringku, dia menggigit bibirku cukup keras hingga membuatku meringgis sakit. Aku tak ingin digigit olehnya lagi jadi kubuka mulutku, membiarkan lidahnya masuk dan bermain – main di dalam mulutku.
Aku mampu merasakannya. Lidah Sasuke terasa lembut, hangat dan membuatku lemas. Selalu begini setiap kali dia menciumku, kakiku terasa tidak bertenaga, seolah – olah semua tenagaku disedot olehnya lewat ciuman basah ini. Aku mendorong lidahnya dengan lidahku tapi yang kulakukan adalah sebuah kesalahan. Sasuke malah membelit lidahku, menghisapnya dan aku tak tahu! Tak tahu apa yang dia lakukan, aku tak cukup pintar untuk mendeskripsikan ciumannya –yang dengan kesal harus kuakui– hebat. Kubiarkan Sasuke mendominasi sebab aku yang tidak terlatih berciuman sudah kewalahan membutuhkan pasokan oksigen sesegera mungkin.
Aku mencoba mendorong Sasuke tapi dia tak bergerak seincipun. Salah satu tangannya meraih tengkukku dan menekan leherku, memperdalam ciuman ini tanpa peduli bahwa aku sudah megap-megap membutuhkan oksigen. Apa kau percaya adanya ciuman mematikan? Aku sih sangat percaya adanya! Ciuman Sasuke mematikan!
Aku sudah tidak kuat, kupukul dada bidangnya. Akhirnya dia mau mengerti. Dia melepaskan ciumannya sehingga terjalin benang – benang saliva diantara kami. Namun, dugaanku salah. Sasuke mana mau berhenti begitu saja. Tangannya yang sejak tadi belum melepas tengkukku bergerak, mengelus sepanjang leher hingga punggungku mengantarkan sensasi seperti aliran listrik pada seluruh tubuhku, tangan Sasuke semakin turun dan dia membelai dadaku lalu…
"Akh…nn…" aku mengerang ketika tangan dia mencubit putingku dari luar seragam. "Enghh~" lenguhku saat Sasuke mejilat leherku, naik rahangku, pipiku lalu telingaku. Sensasi – sensasi yang diakibatkan lidahnya membuatku gila.
Sasuke mamajukan tubuhnya hingga tubuh kami menempel, tubuhnya menekan tubuhku. "'Kau milikku," klaimnya secara egois, "jangan pernah dekat dengan siapapun dengan alasan apapun."
Sepertinya Sasuke sama sekali tak akan membiarkanku bernafas lega. Dia kembali beraksi, mencium leherku, menjilatnya dan mengigitnya hingga membuatku memekik merasa perih. Tapi disisi lain kehangatan lidahnya menggilakanku. Dia terus bermain di area sekitar leherku, aku yakin nanti disana akan muncul tanda merah keungguan yang merupakan cap kepemilikan Sasuke.
Aku tidak mengerti dengan tubuhku sendiri yang selalu diam membiarkan dia melakukan apapun yang dia mau terhadap tubuhku. Aku tak kuasa menolak ketika lidahnya memberi rangsangan padaku lewat jilatan – jilatan yang membuat geli serta hisapan – hisapan disana. Aku tak bisa berpikir, tak bisa memikirkan cara menghentikan Sasuke dan juga menghentikan diriku yang mulai terpanggil.
"Sssudah sassuke… henntikan ah… stop it!" Aku tak ingin kegilaan dalam diriku berlanjut, tanganku yang gemetar mencoba menarik kepala Sasuke menjauh dari leherku dengan cara menjambaknya. Namun, aku mulai kehilangan kontrol atas diriku sendiri, niatku menjambak kepalanya supaya dia menjauh malah menjadi remasan – remasan lembut pada rambut malamnya, tindakanku ini seakan malah berarti mendukung aksinya. Tubuhku mempunyai kehendak sendiri terlepas dari sisa – sisa rasionalitasku yang semakin lama semakin menipis dibawa pergi hangat sentuhan lidahnya. "Enhh… Ah…" desahku ketika Sasuke menghisap keras titik sensitive pada leherku, "Shh… Sssassuke…" Suaraku mulai gemetar, aku bahkan tak mengerti mengapa suaraku jadi begini, aku gila dibawah sentuhannya yang terasa hangat, menyebar dari tangan terampilnya yang kini menjelajahi pungung dan menelusup masuk kedalam seragam yang kukenakan.
Salah satu tangan Sasuke menahan kepalaku agar tak banyak bergerak sedang tangannya yang lain bergerak bebas dibalik baju seragam yang kupakai, tangannya yang terasa panas menyentuh kulitku. Seragamku sudah awut – awutan akibat ulah Sasuke. Tangan terampil itu mengelus pungungku, perutku lalu makin naik, naik dan naik hingga menemukan apa yang dicarinya, membuatnya menggeras. Sasuke tahu benar bagaimana menggodaku, dia dengan mudahnya berhasil membangunkan libidoku yang tertidur.
"Sshh… annh…" kucoba menahan desahan yang selalu ingin terlontar dari mulutku. Aku tak ingin menarik perhatian, bagaimanapun ini di area sekolah dan saat inipun jam pelajaran masih berlangsung. "Akhh! Uhh…" dia mencubit nippleku bersamaan menghisap titik sensitive di leherku. Dan dalam hati kuucapkan selamat bagi Sasuke yang telah membuat benda diselangkanganku terbangun. Aku merasa tubuhku memanas, aku bergerak gelisah tapi gerakanku malah membuat tubuh kami yang saling menempel saling bergesekkan, menyebabkan sensasi lain timbul lagi.
"Brengsek!" Sasuke tiba – tiba memaki, bersamaan dengan itu dia menjauhkan diri dari tubuhku. Alisku bertaut tidak mengerti, ah… tidak! Jangan – jangan lagi ya? Aku membatu, selalu tidak tahu apa yang harus kulakukan disaat – saat seperti ini. "Cukup! Kau memuakkan. Pergilah!" Usirnya tanpa perasaan.
Ini bukan yang pertama kali, seharusnya aku tak perlu merasa sakit hati lagi. Mengusir setelah membuat hasratku terpanggil, sungguh Sasuke sekali. Aku benar – benar tak tahu jalan pikirannya. Apa dia memang bermaksud menghina, melecehkan atau membuatku susah? Salah apa aku padanya hingga diperlakukan begini?! Dia yang membuatku 'tegang' tapi akhirnya aku selalu disuruh pergi, apa yang membuatnya berhenti? Sedikit banyak aku merasa terhina disini.
Langkah kakiku agak gemetar saat aku mulai berjala gontai menuju pintu. Sambil berjalan aku merapikan seragamku yang sudah tak karuan, sudah tidak rapi dan kusut sekali. Aku menuju pintu tanpa sepatah kata serta kepala yang menunduk. Entah ada apa denganku sehingga aku merasa kecewa? Tidak, lebih dari itu aku merasa terhina. Ya, hari ini, sekali lagi si egois Uchiha Sasuke berhasil menghinaku.
Saat aku mencapai daun pintu, samar – samar kudengar Sasuke bercakap dengan sesorang di telepon. Sepertinya dia menghubungi seseorang untuk diajaknya 'beradegan ria'. Lalu apa gunanya aku? Apa yang dia pikirkan tentangku? Aku ini apa baginya? Kenapa dia menyentuhku tapi mengusirku saat aku mulai terpanggil? Apa sebenarnya yang ada di otak jenius Sasuke? Aku sama sekali tidak memahaminya.
Aku memutuskan untuk membolos saja, sudah terlanjur begini. Meskipun jika aku datang untuk mengikuti pelajaran para guru tak akan memarahiku -mereka tahu betul siapa yang menyebabkanku terlambat dan tak akan ambil pusing sebab itu adalah ulah Sasuke– namun, penampilan kacauku sekarang tidak enak rasanya kalau dilihat orang, lagipula mood baikku juga sudah hancur, dihancurkan oleh si egois Uchiha Teme Sasuke.
Tujuanku sekarang adalah taman belakang sekolah yang dapat dipastikan sepi karena kebanyakan siswa-siswi saat ini tengah mengikuti pelajaran dan mereka – mereka yang membolos biasanya lebih memilih atap sekolah, UKS, perpustakaan atau kantin.
Sepanjang jalan menuju taman, koridor sekolah begitu sepi. Tidak ada yang berpapasan denganku, semuanya pasti sibuk menerima pelajaran dari sensei. Seharusnya aku juga ada di kelasku, mendengarkan Kakashi-sensei berceloteh. Tapi apa boleh buat, aku sama sekali tak berniat kembali ke kelas. Lagipula aku juga sudah sampai di taman belakang. Kududukkan diriku di bangku panjang yang terbuat dari besi, dibawah pohon momiji yang rindang sehingga terik matahari tak menyengatku.
Sembari bersandar aku mulai berpikir –hal yang jarang kulakukan– tentang Uchiha Sasuke. Aku menerka – nerka secara random alasan kenapa dia memperlakukanku seperti ini. Apa maunya sosok pemilik mata bagaikan batu onyx tersebut? Kenapa Sasuke selalu menggangguku? Kenapa dia mengklaim kalau aku ini miliknya? Kenapa dia selalu mencumbuku lalu meninggalkanku saat aku sudah mulai terangsang dan hanyut dalam permainannya? Apa maunya?! Apa?!
Sekeras apapun aku berpikir jawabannya tak akan kutemukan kecuali bertanya langsung pada dia. Sasuke tak pernah memikirkan perasaanku, benar! Aku inikan hanya semacam benda yang bisa dia perlakukan seenak hidungnya. Mana mungkin dia peduli pada perasaanku. Dia mungkin cuma menganggapku mainan yang bisa dia pakai lalu dia buang ketika dia sudah bosan.
Kenapa Sasuke melakukan ini padaku? Apakah tanpa sadar aku telah membuat masalah dengannya? Mungkinkah aku pernah mengganggunya saat dia sedang having sex sehingga Sasuke balas dendam karenanya? Kami sama – sama lelaki –meskipun percintaan macam ini sudah tidak asing lagi di Konoha– tetapi aku tetap tak mengerti point yang membuatnya melirikku, kalau bukan karena dia tertarik padaku pasti karena dia punya dendam padaku.
"Haaahhh…." Aku menghela nafas, lelah juga berpikir seperti ini. Aku selalu tidak memahami jalan pikirannya. Sebenarnya aku ingin lebih mengenal Sasuke tapi saat bertemu dengannya jantungku melakukan tingkah tak wajar lalu tatapan Sasuke selalu membuatku takut. Tatapannya yang tajam itu selalu menggangguku.
Begitu banyak bertanyaan berkecamuk di kepala ini dan tak satupun terjawab. Aku menutup mata, membiarkan semilir angin membelai kulitku dan menarikan rambut kuningku. Dibawah pohon momiji aku mulai jatuh tertidur.
.
.
.
Jalan sepi kota Konoha, 11.36 PM
Sasuke POV
"Hei, Sasuke kau akan memenangkan permainan ini bukan?"
Aku menoleh kesumber suara. Disampingku berdiri pemuda seumuranku dengan gigi – gigi runcingnya. Dia menyeringai dan aku hanya mendengus seraya bergumam, "hn."
"Ckk… hemat kata seperti biasa." Dia memutar bola matanya bosan. Aku tak acuh lebih memilih menyalakan motor dan memakai helmku daripada meladeni omongan tak bergunanya.
"Aku bertaruh banyak atas kemenanganmu jadi kau harus menang!"
Cih, si hiu itu memerintahku? Yang benar saja! Tanpa dia suruhpun aku memang berniat menang dan aku cukup percaya diri, aku akan memenangan pertandingan balap liar ini.
"Sasuke pasti akan menang, tenang saja Suigetsu," kata Juugo. Dia tiba – tiba muncul dan menepuk bahu Suigetsu –si bocah hiu– "Sasuke kan butuh hadiahnya."
"Kudengar hadiah kali ini lumayan, berapa?" Tanya Suigetsu pada Juugo. Aku tak bermaksud ikut dalam percakapan mereka ataupun sekedar menyimak, hanya saja aku terlalu tak ada kerjaan sehingga mendengarkan ocehan mereka. Aku sedang menunggu pertandingan dimulai.
"Entahlah. Tapi kata Sasuke hadiahnya cukup untuk biaya hidup selama satu bulanan."
.
.
.
Konoha Senior High School, Konoha.
11.48 AM
Naruto POV
Konoha High School. Saat jam istirahat biasanya orang – orang akan menghabiskan waktu dengan bersenang – senang, namun aku malah terjebak di ruang ini. Sejak Sasuke menemukan diriku dan mengklaim diriku ini miliknya secara otomatis waktu istirahatku hilang. Aku selalu menghabiskan waktu istirahat disini, di basecamp anggota genk Taka.
Tempat ini awalnya adalah ruangan yang disediakan untuk klub fotografi namun klub itu bubar dan ruangan ini sekarang ditinggalkan begitu saja. Sayang sekali, entah sekolah ini terlalu kaya atau bagaimana yang jelas di sekolah ini sangat banyak ruang – ruang yang dibiarkan kosong. Contohnya ruangan ini dan kelas kemarin. Ah, kalau mengingat kelas itu aku jadi kesal.
Lupakan soal kelas itu. Mari lihat keadaanku sekarang. Berduaan dengan si Uchiha Teme Sasuke. Jangan – jangan dia selalu menyuruhku datang kemari setiap kali istirahat hanya untuk dijadikannya bantal? Huh… yang benar saja! Selalu seperti ini, dia tidur nyaman berbantalkan pahaku tanpa peduli mungkin aku kesemutan atau semacamnya.
Kami –baca aku– sedag duduk di sofa nyaman berwarna abu – abu, sedang Sasuke tidur nyaman di atas pahaku. Tampaknya sofa ini milik klub fotografi yang sudah bubar itu, kalau kupikir – pikir kelihatannya sofa ini lumayan mahal juga jika dijual… eh? Aishh… apa sih yang aku pikirkan? Daripada itu ayo lihat si Teme satu ini.
Dia tidur. Kelihatan sangat nyaman –mungkin efek paha mulusku ini– haha… lupakan kata – kataku barusan! Maksudku dia kelihatan begitu tentram, begitu polos, tidak seperti saat dia bangun, matanya pasti akan selalu memincing tajam, memang sih mata tajamnya itu menyiratkan kecerdasan namun disisi lain juga menampakkan kepercayaan diri dan pandangannya itu selalu saja terkesan meremehkan orang lain.
Uchiha Sasuke. Dialah sosok sempurna di mata semua orang. Kaya, tampan, pintar, masa depan terjamin. Tetapi, di mataku dia memiliki satu kekurangan yang sering kali tak diacuhkan orang lain. Sikap! Ya, Sasuke kekurangan sikap kepedulian terhadap sekelilingnya, dia egois, tidak ramah dan dingin. Kejeniusan, ketampanan serta segala kecermelangan yang ada pada dirinya menutupi mata orang – orang akan keadaan hatinya yang menurutku err… katakanlah suram.
Jika kau perhatikan dia lebih seksama, di mata tajam Sasuke selalu tersirat rasa kesepian meski samar. Dari segala sikap dinginnya itu terkadang aku malah merasakan bahwa dia adalah orang yang tidak pandai mengungkap perasaan, pendiam, penyendiri dan agak anti sosial. Kadang kala ketika dia sendirian –aku diam-diam memperhatikannya– dia akan memasang wajah merana yang membuatku merasa tidak nyaman. Aku sendiri juga tidak tahu kenapa wajah merananya membuatku merasa tidak nyaman, yang jelas saat itu juga aku ingin segera menghapus ekspressi tersebut dari wajah Sasuke. Mungkin yang ingin kulihat adalah wajah tenangnya saat tertidur seperti sekarang ini. Mungkin karena wajah tidurnya terlihat begitu santai makanya aku tidak tega membangunkannya, dia terlihat lucu jika seperti ini. Polos, tentram dan tenang. Berbeda sekali dengan saat dia bangun, ekspressi akan kaku.
"Hei," seru Sasuke tiba – tiba. Dia bersuara tapi tetap menutup mata serta tidak bergerak seincipun.
"Eh?" Responku. Jadi sejak tadi dia tidak tidur? "Kupikir kau tidur?"
"Tidak juga," jawabnya dengan nada datar yang biasa. "Aku terbangun karena kakimu bergerak - gerak."
"Eh?" Aku sama sekali tidak sadar. Jadi aku telah membuatnya terbangun.
"Bukan 'eh' Dobe, tapi kakimu... kau kesemutan?"
Aku mengeluarkan tawa garingku dan nyengir padanya. "Yeah, ketika kau bilan kesemutan... aku langsung merasakannya di kakiku."
"Dasar Dobe," ledek Sasuke tulus -tulus menghinaku-. Tapi memang benar, aku tadi tidak merasa kesemutan -sebenarnya aku lupa tentang kesemutanku- karena terlalu fokus memikirkan Sasuke. "Kalau kau kesemutan bilang dari tadi! Jangan diam saja."
"Aku tidak mau membangunkan macan yang tidur," sewotku. Berbeda ketika dia sedang marah, disaat biasa seperti inilah aku baru berani membalas perkataannya, bersikap sewot, berkata kasar bahkan terkadang mengoloknya.
Mood Sasuke sedang baik –aku yakin itu– karena saat ini dia terkekeh pelan seraya sudut bibirnya tertarik keatas. Dia tersenyum, sebuah kejadian yang jarang tetapi bukan berarti aku belum pernah melihatnya. Entah ini hanya perasaanku saja atau bagaimana tapi kurasa Sasuke lebih sering tersenyum jika ada disekitarku haha… pasti itu cuma khayalanku, pasti cuma kebetulan moodnya sedang baik saja ketika bersamaku.
Sasuke tiba – tiba bangkit. Aku diam membiarkan dia melakukan apa yang dia mau. "Teme… apa yang kau lakukan?" Tanyaku saat Sasuke mengangkat kakiku. Memaksa tubuhku memutar mengikuti arah kakiku yang diangkatnya.
"Luruskan kakimu," perintah Sasuke seraya menaruh kakiku di atas pahanya. Jadi posisiku sekarang duduk berselonjor diatas sofa dengan kaki di pangkuan Sasuke.
Aku merona –aku tahu itu dari pipiku yang terasa panas– entah mengapa aku merasa bahwa sikapnya ini benar – benar manis. Andai saja Sasuke selalu bersikap seperti ini maka aku…
Cupp
"Ah…" suara itu lolos dari kedua bibirku ketika benda kenyal nan hangat menyentuh pipiku.
"Kau membuatku tak tahan kalau kau memasang ekspressi seperti itu," ujar Sasuke sang pelaku penciuman pipi tanpa izin.
"Ah-uh…" responku tidak jelas, tidak tahu harus berkata apa yang jelas aku sedang menahan senyumku. Aku tidak ingin ketahuan senang atas perlakuaannya barusan. Aku hanya takut kalau dia tahu, dia mungkin akan menertawakanku di belakang. Karena sikapnya padaku selalu berubah – ubah, kadang kala dia bisa bertingkah manis dan baik seperti kali ini. Namun, ada kalanya Sasuke bertingkah kejam, egois dan menyeramkan seperti kemarin. Sampai – sampai aku berpikiran bahwa Sasuke memiliki kepribadian ganda. Ha-ah… ini memusingkan.
.
.
.
Konoha Senior High School, Konoha.
03.19 PM
Bel pulang sekolah sudah berbunyi beberapa menit lalu. Sambil berdiri di depan lokerku aku menguap. Ngantuk~ nyawaku baru terkumpul, ini karena aku tertidur saat jam pelajaran terakhir dan teman – teman sekelasku tidak ada yang membangunkanku –salah satu nasib akibat terlalu dekat dengan Sasuke yang memonopoli waktuku hingga aku tak punya waktu berteman dengan murid lainnya, dan aku tidak tahu kenapa tapi siswa – siswi lain jadi menjauhiku–
Aku menoleh ke kanan dan ke kiri –bukan karena aku mau mencuri– tapi rasa – rasanya disini sepi sekali, tidak ada satupun murid Konoha Senior High School yang berkeliaran. Aku jadi bertanya – tanya berapa lama aku tertidur di kelas?
Yeah, daripada memikirkan itu aku lebih baik segera memasukkan buku ini ke loker. Lagipula aku harus segera pulang, setelah ini aku ada les tambahan di lain tempat. Sayang kalau tak kuikuti, orang tuaku sudah membayar mahal untuk les itu. Tampaknya mereka cukup khawatir atas masa depan anak mereka yang nilainya selalu pas – pasan apalagi ujian kenaikkan kelas sudah sebentar lagi. Tinggal menghitung minggu.
Greep
"Akhh…" Aku terpekik kaget menyadari sepasang lengan putih yang agak pucat memeluk tubuhku dari belakang. Samar – samar aroma maskulinnya tercium. Berani bertaruh! Aku tahu benar siapa orang yang memelukku ini, tentu saja aku tahu! Aku hapal betul pemilik tangan, postur serta aroma ini. Tidak seorangpun di sekolah ini yang berani memelukku seenaknya kecuali satu orang, Uchiha Sasuke.
"Dobe, ayo pergi denganku!" Ajaknya yang lebih terdengar seperti perintah daripada sebuah ajakan.
"Maaf, aku tidak bisa… hari ini aku ada les," tolakku.
"Les lagi?"
Aku mendengar kecurigaan dari nada suaranya. Mungkin dia mulai curiga sebab terkadang aku memang berbohong soal les. Selama ini aku selalu menolak ajakannya karena merasa takut. Aku paranoid, takut kalau nanti dia akan meninggalkanku disuatu tempat –mengingat kelakuannya yang suka meninggalkanku saat sedang 'terpanggil' karena ulahnya–
"Ya, begitulah. Sebentar lagi kenaikkan kelas."
Sasuke mendesah kecewa. Eh…? Dia kecewa? Err… aku tak yakin! Refleks aku menoleh, mencoba melihat wajahnya, mencari tahu apa benar ada raut kekecewaan tergurat di wajah datarnya.
Tapi tepat saat aku menoleh –dan belum sempat mengamati wajahnya– bibir Sasuke telah membungkam bibirku. Dia menghisap bibir bawahku, lalu menarikan lidahnya di permukaan bibirku. Aku diam –selalu begini– membiarkan dia melakukan apa yang dia mau.
"Enghh… sstop!" Ucapku disela – sela ciumannya. Aku mulai gelisah, bergerak tak nyaman dalam rangkulannya yang sangat erat. Bukan hanya karena ciumannya namun juga karena tangan Sasuke yang tidak mau diam. Tangannya itu merayap kebawah, menuju area selangkanganku dan berikutnya yang kulakukan adalah mendesah –tanpa mampu aku cegah– saat tangan Sasuke meraih benda yang berada di daerah tersebut dan meremasnya dibalik balutan celana kotak – kotak yang aku kenakan. Semakin gelisah, saat bibirnya turun dan mulai menyusuri leherku. "Sasuke ber... hhenntiihh ini di sekolah…" suaraku gemetar terdengar tidak jelas bahkan di telingaku sendiri.
"Biasanya juga di sekolahkan." Sasuke tak acuh. Bukannya berhenti dia malah menggerakkan tangannya yang ada di bawah sana seraya menciumi leherku. Aku kaget, sangat tidak siap menerima segala serangan mendadak ini sekaligus aku takut akan ada yang lewat sini dan menemukan kami berdua sedang dalam posisi tak patut dilihat macam begini.
"Kumohon… sstoop it Sssassukeehh!" Aku terus meracau dengan suara gemetar mengharapkan dia berhenti, tetapi Sasuke menulikan pendengarannya, seratus persen tidak menghiraukan racauanku. Ini semakin gawat ketika 'aku yang dibawah sana' menegang, mulai 'terpanggil' oleh sentuhan – sentuhan Sasuke –yang benci kuakui– terasa nikmat.
Sasuke membalikkan tubuhku lalu mendorongku ke loker, menghimpitku disana dan sebelum aku mampu protes atas kelakuaanya, dia telah meraup bibirku lagi dengan bibirnya. Menyatukan bibir kami untuk yang entah keberapa kali di hari ini.
Ciuman kali ini tidak berdurasi lama. Sekarang Sasuke kembali beralih pada leherku tanpa lupa dengan pekerjaan tangannya dibawah sana. Dia membuatku kewalahan.
"Ahh… Sasuke," aku mulai lupa rasionalitasku, lupa bahwa ini area sekolah. aku mendesahkan namanya tanpa pernah terpikir olehku bahwa seorang guru menatap kami dengan pandangan horror. Ya. Begitulah, guru itu menatap kami dengan mulut terbuka serta mata terbelalak… eh!? "SASUKE!" Refleks aku berteriak untuk membuatnya sadar, aku mendorong dada Sasuke sekeras yang kubisa. Kemudian buru - buru merapikan penampilanku.
Sasuke menoleh, santai sekali dia melihat guru yang membatu memandang kami. Sangat berbeda denganku yang panik dan malu.
"Ah..oh.. aku.. kalian… ah… lupakan saja!" Kata guru tersebut tergagap setelah beberapa detik yang terasa panjang dan tidak mengenakkan. Dia berlalu tanpa menegur atau memarahi kami . Membuatku merasa lega meski rasa aluku sama sekali belum hilang.
"Ckk… penganggu!" Sasuke berdecak kesal sambil memandang tajam kearah berlalunya guru tersebut. Dia beralih padaku seraya berkata, "setelah les kau langsung pulang!"
Aku mengangguk lemah tidak berani melihat ke muka Sasuke. Sasuke lalu pergi, iya, pergi begitu saja meninggalkanku yang masih… kau tahu masih begitu!
"Sial!" Makiku. Aku tidak yakin mampu mengikuti les dengan tenang disaat keadaanku seperti sekarang. Ah! Lagi – lagi aku di tinggalkan dia dalam keadaan masih 'tegang'. Hahh…. Betapa menyedihkannya aku sekarang.
xxTBCxx
RnR ? XD
a/n : Ini Versi Sasunaru-nya dari Fanfic lain yang pernah kutulis sebelumnya di blog dengan pair Reituki XD Entah kenapa jadi pengen bikin versi Sasunaru –yang ceritanya ngak jauh beda–
well, soal sekolahnya Sasuke dan Naruto itu anggap saja masuknya jam 08.30 AM, istirahatnya jam 11.00 AM, lalu pulangnya jam 03.00 PM. BTW, sankyu bagi yang sudah membaca dan double sankyu bagi (yang mungkin ada) mau review XD