Summary: Sex friend, begitu yang Naruto katakan tentang hubungannya dengan Uchiha Sasuke, dan Sasuke sendiri tidak terlalu peduli Fuck buddy-nya itu menyebut hubungan mereka seperti apa. Selama itu menyenangkan, kenapa tidak. Begitu pikir mereka. Tapi, benarkah sesederhana itu?
Disclaimers: Naruto belongs to Kishimoto sensei!
Rate: M
Pairing: SasuFemNaru
Gendre: Friendship, romance, humor, drama, and hurt/comfort
Warning: Gender switch, Alternate universe-modern setting, OOC, typo(s), kata yang berulang dan kekurangan lainnya.
.
CRAZY STUPID LOVE
Kenozoik Yankie
.
Uchiha Sasuke merasakan dirinya seperti orang bodoh.
Baiklah, mungkin sedikit berlebihan, tetapi siapa yang akan tahan jika seperti ini? Maksudku, bayangkan saja, kau menjadi dirinya, dengan semangat dan hampir tak mempedulikan apapun selain wanita itu. kau mengabaikan banyak hal dari jadwalmu, hanya untuk mengkhawatirkan seseorang yang bahkan belum kembali, dan ia bahkan tak menjawab telepon apalagi membalas pesanmu entah sudah yang keberapa kali.
Sialan!
Dan Sasuke pun kembali mengumpat.
Oh, aku juga lupa mengatakan jika Sasuke sudah tak terhitung berapa kali ia bolak balik dari depan pintu apartemen milik Naruto, lalu kembali lagi ke mobilnya, untuk memastikan kalau ia tidak melewatkan Naruto yang mungkin saja telah kembali entah dari mana.
Sasuke menggeretakan giginya, ia bahkan belum makan malam, dan ini sudah melewati jam makan malamnya, dirinya juga belum mengganti pakaian sejak pagi, apa sebaiknya ia kembali ke apartemennya untuk membersihkan diri, juga makan malam, tentu saja. Lalu setelah itu kembali ke mari. Sasuke berpikir, mengetukan jari-jarinya pada dashboard mobil, menimbang tentang apa yang pikirannya gagaskan. Dan saat itulah handphonenya bergetar menampilkan nama Naruto di layar.
Sasuke menyambar benda itu dan mulai mendesis berbahaya, "Kau di mana?" tanyanya, berusaha untuk tidak berteriak layaknya orang gila.
"Sasuke, suaramu terdengar seperti siluman ular" Suara Naruto terdengar ringan.
Dan Naruto tertawa di sebabkan leluconnya sendiri, namun tidak untuk Sasuke. pria itu semakin erat memegang ponselnya dan mungkin sedikit lagi meremukannya.
"Jawab pertanyaanku, bodoh" Katanya penuh penekanan.
"Ah, aku sedang bersama Tenten dan Neji"
Pelipis Sasuke berkedut, ia hanya tahu satu nama depan bernama Neji, bisa di pastikan orang itu adalah Hyuuga, musuh bebuyutan Uchiha. Meski bagaimanapun dirinya tak menyukai fakta kalau Naruto bersama seorang Hyuuga, dan hal itulah yang membuat Naruto terlambat pulang membuatnya semakin tidak suka. Sudah cukup hubungan Naruto bersama pria bernama Ga-terserahlah yang terkadang membuatnya ingin mematahkan leher seseorang, jangan di tambah satu orang Hyuuga lagi.
"Hyuuga? Apa yang lakukan?"
"Bersenang-senang, merayakan sesuatu, dan masa muda. Kehidupanku tak sesuram dirimu, dan kami berada di sebuah cafe tidak jauh dari rumah sakit Konoha, jika kau ingin bergabung"
Terlalu bahagia tentang kabar kehamilannya, membuat Naruto semakin tidak peka dengan posisinya, hubungan Hyuuga-Uchiha, dan Sasuke yang sebentar lagi akan meledak.
"Baiklah aku akan menjemputmu. Sekarang." Sasuke berkata dengan nada final. Mati-matian untuk tidak mengutuk.
"Whoa...whoa..whoa, tunggu Tuan Uchiha, aku tidak pernah mengatakan untuk kau menjemputku" Katanya dengan masih dengan nada kasual.
"Memang tidak, tapi aku akan ke sana untuk menyeret bokongmu pulang"
"Lalu apakah kau ayahku, brengsek?" Suara Naruto mulai terdengar kesal.
"Bukan, tapi aku tetap akan menyeretmu pulang" Sasuke mencoba untuk tenang. Lalu ia ingat dengan Naruto yang muntah hebat pagi tadi, dan tersadar tujuannya rela menunggu berjam-jam seperti orang bodoh. "Aku pikir kau sakit, sialan!" Teriaknya di luar kendali.
Sungguh Sasuke tidak bermaksud untuk berteriak. Ia hanya kesal, Naruto terlalu sulit untuknya, meskipun ia seorang Uchiha. Harusnya hal seperti ini akan lebih mudah, jika itu mungkin wanita lain.
Sasuke menggigit pipi dalamnya, mengutuk hari di mana pertama kalinya ia bertemu dengan Naruto.
"Maaf mengecewakanmu, tapi aku membawa mobilku sendiri, terima kasih" Sahut Naruto datar, setelah terdiam cukup lama.
"Naruto, aku belum makan malam"
"Hah?"
Lalu Sasuke memutuskan sambungan telepon secara sepihak.
o0o
Naruto masih memandangi layar ponselnya yang kini telah menghitam dengan dahi yang masih berkerut dalam. Ia berpikir kalau Sasuke terbentur di suatu tempat hingga Naruto merasakan pria itu semakin aneh hari demi hari, dan memangnya apa hubungan dirinya dengan Sasuke yang belum makan malam? Lalu, teriakan sarat emosi negatif tadi, tidak membantu sama sekali. Seingatnya di perjanjian mereka, tak ada pasal yang menyatakan jika ia harus menyiapkan makan malam untuk si brengsek itu kan? Pun tentang harus pulang cepat atau melapor layaknya seorang tahanan kota jika terlambat pulang karna seseorang menunggu di rumah.
Naruto bertekad mengecek kembali isi perjanjian mereka sepulang nanti.
Tolong ingatkan dirinya.
"Apa tadi itu Sasuke?"
Perhatian Naruto teralihkan ketika Tenten bertanya sambil menjulurkan leher sangat ingin tahu. Neji sedang ke toilet, itulah mengapa Tenten berani membahas Uchiha.
"Um"
"Apa yang ia katakan?" Tanyanya lagi. wajah Tenten terlihat seperti anak anjing yang mengharapkan tulang terbaik, dan Naruto tak tahan untuk tidak membagi apapun.
"Tidak banyak, ia hanya bersikap menyebalkan seperti biasa. Maaf, sepertinya aku harus kembali lebih awal" Katanya dengan wajah menyesal.
"Oh, tentu saja. papa Uchiha menunggu di rumah" Tenten berkata dengan cara menyebalkan bagi Naruto.
"Tenten, aku bilang berhentilah" Naruto berkata jengah.
"Naruto, kau akan kembali?"
Neji muncul di saat yang tepat. Tenten langsung membungkam mulutnya, menyibukan diri dengan hal lain.
"Yeah, maaf, aku tidak bisa lebih lama" Ia kembali memasang wajah tak enak, ketika mengatakannya pada Neji, "mungkin lain kali kita akan merayakannya dengan lebih spektakuler ketika Baby Shower" Naruto berkata dengan bersemangat, ia juga tersenyum, dan senyuman itu menular kepada Neji dan Tenten yang melihatnya.
Naruto pasti sangat bahagia atas kehamilannya.
"Ya, tapi pastikan kau memberi tahu paman dan bibi dulu. Terlebih paman Minato, Naru."
Bukannya Neji ingin menjadi Tuan Perusak Suasana, hanya saja, Naruto tidak bisa menyembunyikan fakta tersebut. bibi Kushina, mungkin lebih mudah utuk di bujuk, tetapi semuanya akan menjadi rumit jika itu sudah menyangkut paman Minato. Semua orang yang dekat dengan Naruto dan telah mengenalnya lama, pasti tahu bagaimana Daughter Complex-nya pria paruh baya itu.
Meskipun pun ia membenci Uchiha, tetapi Neji berdoa untuknya agar bisa menyakinkan paman Minato, dan yang lebih penting dari semua itu adalah, Neji hanya ingin Naruto bahagia.
"Akan aku usahakan" Kata Naruto, mencoba untuk tersenyum. "Baiklah, sampai jumpa"
Kemudian Naruto bergantian memeluk Tenten, lalu memeluk Neji.
"Sampai jumpa"
Pasangan itu memandangi kepergian Naruto hingga sosoknya tak terlihat lagi. Neji telah kembali duduk ke tempatnya semula, lalu ada hening yang cukup panjang hingga salah satunya memilih membuka suara.
"Tenten"
"Ya?"
"Apa menurutmu kita membuat bayi juga?" Neji bertanya, ia masih memandang jauh kedepan di mana Naruto tadi menghilang di telan orang-orang yang berlalu lalang.
"Neji!" Tenten berseru dengan wajah memerah hingga telinga.
"Yayaya, aku tahu" Neji berkata sambil menahan tawa, ia juga melirik Tenten yang nampak salah tingkah di tempat duduknya. " Kemarilah" Neji merentangkan sebelah tangan, gestur untuk Tenten datang memeluknya.
"Mesum"
Tenten menutup wajahnya dengan telapak tangan.
o0o
Sasuke seperti ingin membenamkan dirinya di perut bumi.
"Naruto, aku belum makan malam"
Kalimat itu berputar-putar di kepalanya, seakan mengejeknya mentah-mentah. Seumur hidup tak pernah sekalipun ia mengatakan hal sememalukan itu pada orang lain, apalagi dengan nada manja dan putus asa seperti tadi.
Apa yang terjadi dengan darah Uchihanya akhir-akhir ini?
Semuanya seperti berjalan tanpa sekehendaknya dan ia tidak dapat mengendalikan itu semua jika sudah berhubungan dengan Naruto. Mungkin, mungkin membuat janji temu dengan psikiaternya besok bisa membantu.
Sasuke kembali berdecak, ia juga membenamkan kepalanya di depan kemudi.
"Naruto, aku belum makam malam"
Baiklah, sialan! Ia mengatakan itu karna terlampu tak tahu lagi harus berbuat apa agar Naruto kembali dengan cepat. Otaknya yang katanya jenius itu bahkan tak dapat memberinya alasan yang lebih Uchiha agar membuat Naruto kembali dengan cepat. Meskipun ia sendiri juga tak yakin, jika alasan konyol seperti itu bisa membuat Naruto tergerak untuk pulang.
Dan Sasuke kembali mengumpat.
o0o
Naruto keluar dari dalam Lexus IS miliknya, dan mendapati sebuah Aston Martin berwarna biru gelap tak jauh darinya. Itu milik Sasuke, tentu saja. Tak ada yang pernah memarkir mobil seperti itu selain dirinya. Lagi pula, harganya sudah cukup membuat menahan napas bagi mayoritas penghuni apartemennya.
Ia mendekat secara perlahan, sepatu hak tinggi mulai membuatnya tak nyaman berjalan, mungkin di sebabkan oleh kehamilan. Ingatkan dirinya untuk membeli beberapa pasang sepatu tanpa hak. Naruto sudah berada di samping Aston Martin, ia merendahkan tubuhnya mencoba mengintip melalui kaca jendela mobil, tapi ia tak dapat melihat apapun. Ia lantas merogoh mantelnya untuk meraih ponsel miliknya, dan menghubungi Sasuke untuk memastikan keberadaannya.
Lama ia menunggu, sebelum panggilannya di jawab oleh Sasuke.
"Hn" Gumaman khas bangun tidur menyapa indra pendengarannya.
"Aku berada di samping mobilmu" Katanya cepat, lantas mematikan sambungan telepon mereka.
Kaca jendela mobil di turunkan, menampilkan wajah lelah Sasuke, dan benar dugaannya, pria itu tertidur di dalam mobil. Pasti sangat tidak nyaman.
"Kau sudah lama?" Naruto mencoba bertanya dengan lembut, tidak ingin memulai pertengkaran di antara mereka.
"Menurutmu?" Namun tanggapan Sasuke tidak banyak membantu. Bukannya menjawab, pria itu kembali bertanya dengan nada menyebalkan.
"Bukan salahku, kau tidak mengabariku terlebih dahulu" Naruto membalas tak kalah tajam, ia bahkan mulai bersikap angkuh dengan menaruh sebelah tanganya di pinggang sambil mengangkat dagu.
"Hn, dan siapa orang sialan yang tidak menjawab telepon atau membalas pesanku?" Sasuke kembali membalas dengan umpatan, ia bahkan tak sudi menatap Naruto yang ada di samping mobilnya, pandangannya lurus kedepan dengan rahang mengeras.
Mulut Naruto membuka menutup seperti ikan yang di angkat dari dalam kolam. Gestur angkuh telah ia tanggalkan. Sepanjang hari ponselnya memang dalam mode getar, bukan tanpa alasan, ia sedang tidak ingin di ganggu, dan semua nada dering di ponselnya membuatnya sakit kepala. Jadi itu bukan sepenuhnya salahnya kan?
"Oh, omong-omong, kau akan di sana terus sepanjang waktu?" Ia bertanya dengan enggan, dan hanya melirik Sasuke, yang juga nampak tak ingin melihatnya.
Naruto mengalihkan topik, sedikit tidak terima dengan kenyataan dirinya kalah berdebat dengan Sasuke.
"..."
"Baiklah, aku duluan"
Naruto berjalan meninggalkan Sasuke di tempat parkir dengan langkah yang di hentakan, namun tak lama kemudian, langkahnya berubah menjadi santai, dan sesekali menajamkan pendengarannya sesaat menuju elavator yang akan membawanya langsung menuju lantai di mana kamar apartemennya berada. Ia tersenyum, ketika mendengar langkah lain tidak jauh dari belakangnya. Naruto berpikir, Sasuke terkadang bersifat tsundere, dan jika sudah seperti itu, dirinya tidak tahan untuk tidak menggodanya. Oh, ayolah, Sasuke bisa menjadi sangat manis jika sifat tsunderenya mengambil alih.
Memasuki elavator yang di ikuti oleh Sasuke di belakangnya. Mereka berdiri bersisian, terdiam tanpa mengatakan apapun. Namun Naruto sendiri sangat sulit untuk menyembunyikan senyumnya. Entahlah, ia hanya merasa lucu dengan sikap Sasuke malam ini. Ia kembali melirik Sasuke, dan mendapati pria itu masih berwajah datar, dan nampaknya sedang kesal. Lalu tiba-tiba, bersamaan dengan bunyi 'Ting' pertanda mereka telah sampai di tempat tujuan, bunyi-bunyian aneh terdengar dari perut Sasuke, dan Naruto kali ini benar-benar tertawa hingga sudut matanya berair.
Tuan muda Uchiha sungguh sangat kelaparan rupanya.
Dan Sasuke?
Tolong, jangan bertanya apapun tentangnya. Ini sangat memalukan Untuk Uchiha sepertinya.
God! Please, kill me!
Doa Sasuke dalam hati.
o0o
Mereka telah berada di dalam kamar apartemen, duduk di sofa panjang yang sama, namun saling menjauh. Naruto terus saja tertawa sejak tiga puluh menit yang lalu, dan Sasuke nampak sangat terganggu dengan hal itu. remote TV milik Naruto hampir saja menjadi korban, jika tidak di hentikan oleh si empunya.
"Bisakah kau berhenti tertawa?"
"Apa? Aku? tentu saja tidak" Katanya dengan menyebalkan dan kemudian melanjutnya tawanya, Naruto bahkan menirukan bunyi perut Sasuke ketika di elavator tadi.
Dan itu membuat Sasuke jengkel setengah mati. "Idiot"
"Hey, tidak perlu mengataiku bodoh juga kan?" Naruto mendelik, tersinggung.
"Oh, my bad" Namun ekspresi dan apa yang keluar dari mulutnya tidak singkron sama sekali.
"Brengsek!"
Hening.
"Aku akan mandi"
Sasuke lantas bangkit dari sofa setelah mengatakan hal tersebut. mungkin ia bosan dengan acara TV yang tak satupun menarik minatnya, belum lagi Naruto masih bersikap menyebalkan, di tambah dari awal ia memang butuh mandi sebelum mengisi perutnya.
"Kau masih di apartemenku, kalau kau lupa"
Naruto mengatakannya dengan mata masih di layar TV, memegang remote, posisi bersandar di sofa dengan nyaman, masih memakai setelan kantor.
"Hn, aku tahu. Karna itulah aku butuh mandi" Ujar Sasuke, kembali berbalik menghadap Naruto.
"Aku tidak menngerti," Naruto melempar begitu saja remote TV ke atas meja, lantas menatap Sasuke sambil menyilangkan tangan di dada. "Lagi pula aku juga tak akan meminjamkan kamar mandiku buatmu" Ia menambahkan sambil tersenyum bisnis.
Sasuke lantas mendengus, mencoba menjadi pria penyabar. "Bersikap menyebalkan lagi, huh?" Ia juga membalas tatapan mata Naruto dengan intens.
Naruto menghela napas, kemudian membuang muka, kedua tangan telah kembali di tiap sisi tubuhnya. "Tidak, aku hanya mencoba membatasi hubungan kita."
Pria di depannya menanggapinya dengan alis yang naik satu.
Naruto lantas menggosok dahinya, tiba-tiba merasakan kepalanya akan meledak. "Maksudku, ini semakin membingungkan"
"Terserah," Sasuke hanya mengangkat bahu tidak peduli, "aku mau mandi, dan pastikan semuanya sudah siap setalah aku selesai" lantas meninggalan Naruto yang memasang wajah bodoh di tempatnya.
Setelah tersadar, ia mulai berteriak. "Brengsek! Aku bukan pelayanmu!"
Hanya derit pintu yang menjawab protes satu arahnya.
"Jika kau laki-laki atau apapun jenis kelaminmu nanti, tolong jangan menjadi brengsek seperti ayahmu" Katanya pelan sambil mengelus perut datarnya.
o0o
Tapi pada akhirnya Naruto tetap saja menyiapkan semuanya. Jangan bertanya, karna ia sendiri bahkan tidak mengerti dan tak tahu jawaban apa yang akan ia berikan padamu. Naruto menyakinkan dirinya sendiri jika apa yang terjadi malam ini di luar kuasanya. Katakan saja ini bawaan bayi. Mungkin, bayinya hanya ingin melihat dirinya menyiapkan makan malam untuk ayah biologisnya untuk terakhir kali, sekali seumur hidup. Karna mereka berdua tahu, tidak lama lagi permainan rumah-rumahan dengan gendre 'pertemanan' ini akan berakhir.
Sesuatu di dalam dirinya berderak tidak enak, memikirkan hal itu. Naruto, menggelengkan kepala mengusir pikiran bodoh di kepalanya. Lalu ia tiba-tiba mual, dan mengeluarkan segalanya kedalam westafel dengan hebat.
Rasa pahit di lidahnya membuatnya semakin merasa tak nyaman.
Setelah ia menuntaskan urusannya sendiri, Ia melanjutkan memasak sup tomat, menanak nasi, menyediakan lauk pauk, dan beberapa tomat segar di atas meja. Yah, meskipun ia melakukannya sambil menggerutu sepanjang waktu. Dirinya juga sudah berganti pakaian rumahan, sebuah knit di atas lutut berwarna abu-abu dan rambut yang di gelung berantakan.
Ia menoleh ketika mendengar suara pintu terbuka. Sasuke berdiri di sana dengan tshirt putih polos, bawahan olahraga berwarna gelap, dan sebuah handuk yang ia letakan di kepalanya.
Kejengkelannya menguap entah kemana.
Naruto mengalihkan tatapannya ketika mata mereka berdua bertemu, dan Sasuke berdeham.
Canggung.
"Kau lapar kan? Kemarilah semua sudah siap" Sahutnya mencairkan suasana sambil berpura-pura menyibukan diri dengan sesuatu di atas meja.
Sasuke mendekat perlahan, hampir saja tak bisa menahan diri ketika melihat hidangan di atas meja. Semua adalah makanan kesukaannya. Ia mulai duduk, mengambil piring, menyendok nasi dan memenuhinya dengan lauk. Namun belum sempat ia memasukan makanan itu kemulutnya, Sasuke tersadar, kalau Naruto hanya berdiri diam sambil memandanginya. Dan Sasuke merasakan dirinya tiba-tiba saja tak berselera.
"Ada yang ingin kau katakan?"
Naruto tak menjawab, ia hanya berdiri gelisah di tempatnya, dan berusaha untuk tidak menatap Sasuke.
"Naruto?"
"Ah, tidak. Tidak ada. Kau bisa melanjutkan makan malammu"
Sasuke menatap Naruto cukup lama, setelah yakin semuanya baik-baik saja, ia kemudian bergumam sambil mengangkat bahu.
Mungkin hanya perasaannya saja.
o0o
"Kau ingin coklat panas?"
"Hn"
Tidak butuh waktu lama untuk Naruto beranjak dari atas sofa dan menyeret bokongnya kembali ke dapur, dan itu membuat kerutan kembali di dahi mulus sang Uchiha muda.
Ia lantas mengalihkan pandangannya pada dapur tak bersekat milik Naruto, meneliti fitur wanita itu dari belakang. Punggung itu terlihat lebih ringkih dari yang terakhir Sasuke ingat, seseorang yang telah melewati banyak hal saat usianya masih sangat muda, sama seperti dirinya. Mungkin karna hal itulah ia seperti di tarik saat bertemu dengannya di bar malam itu. berbasa-basi, saling melempar ejekan, mulai mabuk bersama, saling meracau dan berakhir di salah satu hotel keesokan harinya.
Sasuke tersenyum tanpa sadar mengingat itu semua.
Tersadar, dan menyaksikan Naruto kesulitan untuk menggapai salah satu kabinet. Sasuke lantas bergegas menghampirinya, ia tidak mengatakan apapun, dan langsung mengambil wadah coklat yang mengakibatkan Naruto sedikit terkejut di buatnya.
"Eh?"
"Hn, terima kasih kembali" Sahutnya dengan sarkastik. "Bukannya adegan seperti ini mengingatkanmu akan sesuatu?" Tanyanya sambil menyingkir dari belakang Naruto.
Naruto memutar bola matanya bosan, tak ingin memperpanjang masalah, apalagi sambil mengungkit adegan dirinya dan Gaara yang juga tengah membantunya mengambil sesuatu di dalam kabinet.
"Seharusnya kau meletakan kabinet lebih rendah, tinggimu bahkan hanya sampai di bahuku"
"Ya ,terima kasih untuk masukan yang tidak aku perlukan itu" Katanya, menghiraukan Sasuke dan mulai membuat coklat panas untuk mereka berdua.
"Naruto, kau aneh"
"Apa ini julukan baru buatku selain idiot?" Naruto bertanya tanpa menoleh pada Sasuke yang kini tengah bersandar di meja bar dapur Naruto.
"Untuk saat ini kurasa ya"
"Sialan" Umpatnya, namun berbanding terbalik dengan senyum yang tersemat dibibirnya. "Mmm..Sasuke, boleh aku bertanya?"
"Hn" Sasuke bergumam di belakangnya.
"Apa yang akan kau lakukan setelah semua ini" Naruto masih tidak menoleh, masih sibuk dengan coklat panas buatannya.
Sasuke tak menjawab, ia ingin melihat bagaimana reaksi pria itu, tapi sesuatu di dalam dirinya enggan untuk berbalik.
"Maksudku setelah perjanjian kita berakhir" Lanjutnya lagi dengan nada sekasual mungkin.
"Melanjutkan hidup" Sahut Sasuke datar, dan terlalu cepat.
Naruto menggenggam sendok di tangan kanannya lebih erat dari semestinya, "Tapi kita masih berteman kan? Sebagaimana teman sesungguhnya" tanyanya sambil berbalik, tersenyum kepada Sasuke yang sempat tertegun di tempatnya, atau mungkin Naruto hanya salah melihatnya.
"Tergantung situasinya" Sahutnya mengambil salah satu gelas di tangan Naruto, dan mendahuluinya kembali ke atas sofa
"Dasar"
Naruto menyusul Sasuke yang kini telah menyamankan diri di sofa depan TV sambil menyesap coklat panas.
o0o
Ruangan itu gelap, dan nampak suram. Atmosfernya sangat bertolak belakang dengan beberapa minggu yang lalu, saat perjanjian itu masih berlangsung. Seseorang duduk di sofa dengan tatapan kosong pada TV layar lebar yang masih menyala, di mana itu merupakan satu-satunya penerangan yang ada.
Ia mengelus perutnya yang kini nampak telah mulai membuncit, rambutnya lebih berantakan dari biasanya, dan di bawah mata birunya terdapat jejak-jejak air mata yang mengering di sana.
Ah, sepertinya ia mungkin terlalu sombong waktu itu, dengan pongahnya menyakinkan dirinya sendiri bahwa semuanya akan baik-baik saja. Tapi trauma di masa lalu, tak melepaskannya begitu saja, dan kali in,i ia lebih sering bertemu dengan psikiater dari pada orang-orang yang menyayanginya.
Ironis jika pada akhirnya apa yang dirinya sangat inginkan, kini justru nampak membunuhnya secara perlahan dari dalam.
Mimpi-mimpi dari masa lalu kini menghampirinya kembali, dengan tampilan yang lebih menakutkan, membuatnya tak pernah tenang saat malam datang, yang harusnya ia gunakan untuk istrahat.
Belum lagi, masalah dengan ayahnya, Sasuke, dan Gaara. Membuatnya ingin membenamkan diri keperut bumi atau melompat dari atas gedung tertinggi. Semua ini terlalu besar untuk dirinya yang kecil.
"Menma, Ibu merasa tidak sanggup lagi"
―Bersambung―
Yo, minna-san yang udah sabar nunggu fic ini, dan maaf pendek, soalnya feelnya cuman nyampe situ, takut maksainnya. Pokoknya terima kasih untuk kalian semua. Sampai jumpa di chapter depan yah dan maaf baru update sekarang #sungkem.
P.S: Makasih buat Maulidya Kurochiki Chan yang udah ngingetin saya di fb
Salam Tjinta,
Kenozoik Yankie ^^v