Author: Chocoji
Genre: Romance, Friendship, Genderswitch
Main Cast: Lu Han (as a girl) , Wu Yifan , Oh Sehun
PG: 15
Length: Chaptered
.
.
Oxytocin adalah sejenis hormon sering disebut sebagai hormon cinta. Mampu mempengaruhi efek psikologis wanita maupun pria.
(Bagian pertama: Upacara tukar cincin!)
.
.
Beker berbunyi dengan suara 'biiip' yang keras. 'Biip' kali ini sedikit berbeda dari yang kemarin, kemudian 'biip' itu berakhir dengan melodi indah pecahan kaca bercampur plastik. Lalu suara 'biip' lain datang dari pesan suara, sebenarnya ponsel di sudut lantai itu sudah bergetar sedari tadi tapi suara beker mengacaukan segalanya.
"Lu, kau dimana? Upacara akan segera dimulai. Aku menunggu."
Suara berat itu sukses membuat kelopak mata gadis bersuarai gelombang yang saat ini terlihat seperti gelombang tsunami itu membuka lebar. Ia terdiam beberapa saat mencerna atas semua kekacauan yang terjadi pagi itu, menatap sedih ke arah beker seumur jagung miliknya. Setelah acara mengheningkan cipta yang cukup lama gadis bertubuh mungil itu lalu berteriak gaduh dan berlari menuju toilet.
Luhan tentu tidak bisa lupa hari ini. Ia sampai tidak tidur karena terus-terusan memikirkan dua digit angka tanggalan. 14 Februari. Ini bukan sekedar valentine, hari ini lebih spesial daripada memberi coklat. Ini soal member cincin dengan permata kecil yang sudah diukir dengan khusus.
.
.
.
Luhan lari-lari sambil berusaha meminum sekotak susu pisang dengan harapan bisa berteman dengan sistem pencernaannya pagi itu. Tapi apalah daya sekotak susu pisang, mungkin Luhan tidak akan bertahan lebih lama lagi.
"Paman tolong alamat ini dalam lima menit."
Ia tidak bisa tahan ketika melihat taksi menganggur jadi ia segera masuk dan memberikan secarik alamat dengan tulisan cakar ayam miliknya. Supir taksi itu meringis melihat penampilan semarawut Luhan yang berusaha rapi itu. Sebenarnya bukan itu masalah utamanya tapi pria yang duduk di sebelah Luhan. Pria yang lebih dahulu meminta supir taksi itu untuk segera tancap gas.
"Aku bisa mengantarmu tapi anak ini lebih dahulu masuk, kau mengerti kan?"
Luhan menoleh, menatap laki-laki dengan baju santai dan celana jeans belel itu ada robekan kecil di sekitar dengkulnya. Sungguh tipikal pemuda jaman sekarang. Dari tampang dungunya Luhan yakin kepentingannya tak lebih penting dari yang Luhan punya. Ayolah ini soal upacara tukar cincin, jika kalian lupa.
"Dia bisa turun iya kan?" Luhan memutuskan sepihak, laki-laki itu meringis mengikuti supir taksi beberapa waktu yang lalu.
"Mana bisa begitu aku yang duluan naik jadi kau yang harus turun."
Luhan mengerang frustasi lalu memasang teknik mata rusa memohon andalannya, "Aku sudah terlambat dan ini sangat penting. Ayolah Oppa?" juga sedikit aegyo yang ia bahkan ingin muntah darah setelah melakukannya.
Laki-laki itu menghela nafas kasar, ia tertawa kecil seolah-olah megejek rajukan Luhan yang terlihat bodoh itu, "Kau pikir waktu hanya milikmu seorang."
Tidak mempan. Laki-laki ini bukan laki-laki gampangan yang bisa Luhan buat bertekuk lutut di ujung sepatu hak tingginya. Luhan harus lebih cerdas lagi. "Paman aku bayar dua kali lipat."
"Aku tiga kali lipat."
"Aku empat kali lipat."
"Lima kali!"
"Enam kali!"
"Tidak terhingga!"
Paman itu mendesah berat melihat tingkah kekakanakan manusia dewasa yang salah satunya merupakan calon penumpangnya. "Aku yakin kalian tidak akan bisa membayarnya kalau memberi tawaran seperti itu. Jadi cepat putuskan siapa yang mengalah kalian bisa menghabiskan waktu selamanya untuk berdebat."
Gagal. Luhan pikir yang punya harta berlimpah cuma dirinya saja dan paman itu berkata benar ia bisa-bisa gagal di acara pentingnya karena harus meladeni bocah ingusan ini. Luhan harus putar otak. Untungnya ia terlahir dengan otak cerdas di saat yang mendesak. Ia ingat daerah yang ditujunya berdekatan dengan rumah sakit.
"ARGHHH PERUTKU!" Luhan berteriak tiba-tiba memasang wajah kesakitan sebaik mungkin sambil memegangi perutnya.
"Kau bercanda? Bagaimana bisa…" awalnya laki-laki dan supir taksi memang tidak percaya tapi Luhan itu artis teater paling terkenal semasa sekolah dulu jadi jika melihatnya seperti sekarang ini siapapun berpikir dia akan mati dalam sepuluh detik.
"Aku ada penyakit maag kronis, tadi pagi aku belum sarapan." Setidaknya Luhan tidak sepenuhnya berbohong. Laki-laki dan supir taksi itu semakin panik ketika Luhan membawa-bawa soal kematian.
"Paman tolong bawa gadis ini ke rumah sakit terdekat." Laki-laki itu berusaha mendekati Luhan namun gadis itu menepisnya kasar sambil masih memegangi perutnya. "Maaf, tapi bagaimana sakitnya? Kau taka pa?"
Luhan mengacuhkannya dan beralih menuju paman yang mulai menjalankan taksi. "Tolong rumah sakit di Myeongdong."
"Kenapa harus di sana?! Lima ratus meter lagi kita akan tiba di rumah sakit!" Luhan mendecak sebal ketika laki-laki ini hampir menggagalkan tujuan sandiwaranya untungnya ia pengatur strategi yang ulung. Dengan cepat ia mengatur ekspresi kali ini lebih menyakitkan sampai-sampai laki-laki itu pikir tidak ada lagi harapan selain pergi ke Myeongdong.
"Aku punya dokter pribadi di sana," jawab Luhan untuk pertanyaan laki-laki beberapa saat lalu. Luhan menatapnya yang mengangguk-angguk mengerti. "Dan mengapa kau masih disini!?"
.
.
"Aku lupa hari ini ada marathon di sepanjang jalan Myeongdong, bagaimana ini." Paman itu khawatir soalnya taksinya tidak bisa bergerak sama sekali sejak lima menit yang lalu takutnya Luhan lebih dahulu mati di atas taksinya.
Luhan mendecak sebal lalu membeturkan kepalanya. Wajahnya yang kusut kini ditambah ornament rambut semrawut. Ia tidak bisa seperti ini, duduk dan menunggu. "Berapa meter lagi untuk sampai ke sana?"
"Kira-kira 800 meter."
"Baiklah," Luhan memutuskan untuk mengakhiri sandiwaranya lalu melepas sepatu hak tingginya dan membuka pintu. Keputusan sudah final, ia harus berlari. Tidak ada cara lain.
"Apa yang kau lakukan!" Laki-laki itu menjerit soalnya ia teringat wajah kesakitan dan hampir mati Luhan itu. Bagaimana jika gadis itu sudah tak tahan? Lalu ia memutuskan untuk bunuh diri saja. Misalnya menabrakkan diri.
Jihyun menghela nafas dan memutar bola matanya malas. "Aku berbohong dan semoga kita tidak bertemu lagi."
Bersamaan dengan hal itu Jihyun berlari meninggalkan dua pria dewasa yang menatapnya dengan mulut menganga. Ia berlari begitu lincah seperti kelinci yang baru saja dilepas dari kandang. Padahal sesaat yang lalu laki-laki itu pikir akan segera menghadiri pemakaman yang menyedihkan atau dipanggil pihak kepolisian untuk dimintai keterangan tapi ia rasa ia tidak perlu repot-repot untuk hal itu.
"Aku rasa aku adalah manusia paling bodoh di dunia."
"Kita." Ralat paman itu yang juga menatap punggung Jihyun yang perlahan menghilang.
Kaki jenjang itu tak bisa berhenti berlari. Orang-orang pikir Luhan salah satu peserta marathon dengan kostum terunik. Siapapun tahu pakian apa yang sedang Luhan pakai. Gaun putih selutut dengan simpul pita putih yang berkibar ke belakang sudah cukup menjelaskan siapa Luhan.
Luhan sendiri tak ambil pusing soal orang-orang atau soal dirinya sendiri yang mengambil roti krim keju dan susu kotak yang disediakan gratis untuk peserta marathon. Ia lapar dan kondisi fisiologisnya lebih penting ketimbang cairan susu coklat yang menetes di gaun putihnya.
Luhan pikir lain kali ia harus ikut marathon saja, soalnya ia baru mengalahkan atlet marathon yang sedari tadi menatap sengit ke arahnya yang berjalan di trotoar. Sayangnya ia tak peduli pada hadiah yang harusnya diberikan padanya, acara tukar cincin lebih penting. Luhan tak pernah lupa alasannya mati-matian lari begini.
.
.
"Aku bersedia."
"Kalian bisa mencium pasangan kalian."
'BRAAK'
Suara 'brak' keras itu menginterupsi ketika bibir itu bertaut dengan begitu mesranya. Semua hadirin secara otomatis melihat ke arah ambang pintu entah sedetik atau bentah lama-lama menatap sosok yang berdiri di sana. Begitu juga dengan kedua pasang yang telah sah mulai detik ini.
"Selamat menikah Wu Yifan sahabatku, kuharap kau bahagia."
Luhan tersenyum begitu juga dengan Yifan dan ini pertama kalinya bagi Luhan melihat Yifan tersenyum begitu tulus padanya. Sedikit bersyukur karena pernikahan ini terjadi.
TBC.
Halo ^^ fanfiction kedua nih maaf ya belum ngelanjutin ff satuan malah udah buat yang baru. Masih belum ngeh ya sama konfliknya hehe aku udah buat untuk chapter selanjutnya tapi aku mau lihat reaksinya bagaimana ._. Segitu aja dulu ya terimakasih jika sudah membaca ff saya yang sangat berantakan ini. Mohon tinggalkan review ya.
-chocoji-