Fifty Shades Of Sehun

(Remake from Fifty Shades of Grey)

Cast: Oh Sehun, Xi Luhan, and Other

Rated : M

Warning : GenderSwitch (GS) for uke , typo(s)

Desclaimer : ff ini bukan milik sai. ff ini sai remake dari novel fifty shades of grey.

A/N : oke, karna memang aneh kalau hanya mengubah nama tokohnya, sai memutuskan untuk mengubah latarnya juga. maafkan sai karna bahasanya rada aneh, karna novelnya juga di translate dari bahasa Inggris, harap di maklumi ya.

Semuanya dari sudut pandang Luhan ya, karna di novelnya juga hanya dari sudut pandang Anastasia Steel. hehe

Terakhir, thank you so much buat yang udah review/fav/follow ff remake ini, dan trimakasih lagi buat kritik dan sarannya. sangat memotivasi sai untuk mengedit lebih baik. hehe

Happy Reading^^

Don't LIKE? Don't READ!

-Chapter 9-

Cahaya memenuhi kamar, membuatku terjaga dari tidur nyenyak. Aku menggeliat dan membuka mataku. Pagi yang indah pada bulan Mei, Seoul terlihat di kakiku. Wow, pemandangan apa ini. Disampingku, Oh Sehun sedang tidur nyenyak. Wow, apa ini sebuah keindahan. Aku heran dia masih di tempat tidur. Dia menghadapku, dan aku belum pernah memiliki kesempatan untuk melihatnya lebih dekat. Wajah tampannya telihat lebih muda, santai dalam tidur. Lekukan bibir sensualnya sedikit terbuka, dan rambutnya bersih berkilau sedikit berantakan. Bagaimana seseorang bisa terlihat begitu indah dan masih legal? Aku ingat lantai atas kamarnya ... mungkin dia bukan legal. Aku menggeleng, begitu banyak yang harus dipikirkan, seperti godaan untuk menyentuhnya, tapi seperti anak kecil, dia terlihat menyenangkan saat dia tidur. Aku tak perlu khawatir tentang apa yang aku katakan, apa yang dia katakan, apa rencana yang dia punya, terutama rencananya untukku.

Aku bisa menatap dirinya sepanjang hari, tapi aku harus ke kamar mandi. Turun dari tempat tidur, aku menemukan kemeja putih di lantai dan memakainya. Aku berjalan membuka pintu dan berpikir mungkin ini kamar mandi, tapi ternyata lemari pakaian yang luasnya sama dengan kamar tidurku. Berderet-deret jas mahal, kemeja, sepatu, dan dasi. Bagaimana bisa ada orang yang membutuhkan begitu banyak pakaian? Ah, aku tidak setuju. Sebenarnya, mungkin ini saingan lemari pakaian Kyungsoo. Kyungsoo ! Oh tidak. Aku tidak berpikir tentang dia sepanjang malam. Aku seharusnya sms dia. Sial. Aku akan dapat masalah. Aku ingin tahu sekilas bagaimana dia berhubungan dengan Jongin.

Kembali ke kamar tidur, Sehun masih tidur. Aku mencoba pintu lainnya. Ini kamar mandi, dan lebih besar dari kamar tidurku. Mengapa satu orang membutuhkan ruang begitu banyak? Dua wastafel, sepertinya aku meringis. Mengingat ia tidak tidur dengan siapa pun, salah satunya belum pernah dipakai.

Aku menatap diriku pada cermin besar di atas wastafel. Apakah aku terlihat berbeda? Aku merasa berbeda. Aku merasa sedikit sakit, jika aku jujur, dan ototku – Astaga rasanya aku belum pernah berolah raga dalam hidupku. Kau tak pernah berolahraga dalam hidupmu, alam bawah sadarku sudah bangun.

Dia menatapku dengan mengerutkan bibir, mengetuk-ngetuk kakinya. Jadi kau baru saja tidur dengannya, memberinya keperawananmu pada seorang pria yang tidak mencintaimu. Bahkan, ia memiliki ide yang sangat ganjil padamu, ingin membuatmu semacam budak seks.

APAKAH KAMU GILA? Dia berteriak padaku.

Aku meringis saat aku melihat di cermin. Aku harus menganalisa semua ini. Jujur, naksir pada seorang pria yang luar biasa tampan, lebih kaya dari orang yg sangat kaya, dan memiliki Red Room of Pain yang menungguku. Aku bergidik. Aku bingung dan gugup. Rambutku seperti biasanya tidak mau diatur. Benar-benar rambut sialan - tidak cocok untukku. Aku mencoba dan menyisir dengan jariku tapi gagal dan menyerah - mungkin aku akan mencari ikat rambut di tasku.

Aku merasa kelaparan. Aku kembali ke kamar tidur. Dia masih tidur, jadi aku meninggalkannya dan menuju dapur.

Oh tidak... Kyungsoo. Aku meninggalkan tasku dalam ruang kerja Sehun. Aku mengambilnya dan meraih ponselku. Tiga sms.

* Apa kamu OK Ana *

* Dimana kamu Ana *

* Sialan Ana *

Aku menghubungi Kyungsoo. Ketika ia tak menjawab, aku meninggalkannya pesan meminta maaf dan mengatakan aku masih hidup dan belum menyerah pada Bluebeard, juga dia tak perlu merasa khawatir - atau mungkin aku sudah. Oh ini sangat membingungkan. Aku harus mencoba menggolongkan dan menganalisa perasaanku pada Oh Sehun. Ini tugas yang sangat sulit. Aku menggeleng kepala menyerah. Aku butuh waktu sendirian, jauh dari sini untuk berpikir.

Aku langsung menemukan dua ikat rambut sekaligus dalam tas dan segera mengikat rambutku menjadi kuncir. Ya! semakin aku terlihat remaja, mungkin aku akan lebih aman dari Bluebeard. Aku mengeluarkan iPodku dari dalam tas dan memasang headsetnya. Tak ada yang menyamai musik untuk membuat orang bersemangat. Aku masukkan ke dalam saku baju kemeja milik Sehun, menyalakan dengan suara yang keras, dan mulai menari.

Sial, aku lapar.

Aku takut dengan dapurnya. Sangat bersih dan modern dan tak satupun lemari ada handelnya. Perlu waktu beberapa detik untuk menyimpulkan bahwa aku harus mendorong pintu lemari untuk membukanya. Mungkin aku harus memasak untuk sarapan Sehun. Dia makan telur dadar waktu itu ... um, kemarin di Heathman. Astaga, begitu banyak yang telah terjadi sejak itu. Aku cek di lemari es, ada banyak telur, dan memutuskan aku ingin membuat pancake dan bacon. Aku menyiapkan beberapa bahan membuat adonan, menari mengelilingi dapur.

Sibuk menjadikanku merasa lebih baik. Membuatku punya sedikit waktu untuk berpikir tapi tak terlalu mendalam. Musik yang meraung di telingaku juga membantu untuk mencegah berpikir terlalu jauh. Aku datang ke sini untuk menghabiskan malam di tempat tidur Oh Sehun, dan berhasil. meskipun ia tak membiarkan siapa pun di tempat tidurnya. Aku tersenyum, keinginan tercapai. Sukses besar. Aku menyeringai, dan aku bingung tentang memori semalam. Kata-katanya, tubuhnya, bercintanya ... aku menutup mataku dan tubuhku bersenandung pada ingatan itu, dan ototku mengejang nikmat di dalam perutku. Bawah sadarku cemberut padaku ... sialan - tidak bercinta - dia berteriak padaku seperti wanita jahat. Aku mengabaikannya, tapi dalam hati aku tahu dia ada benarnya. Aku menggelengkan kepala untuk berkonsentrasi pada pekerjaan di tanganku.

Ada kompor paling mutakhir disini. Aku rasa bisa memahami itu. Aku perlu suatu tempat untuk menjaga pancake hangat, dan aku mulai mengolah bacon. Aku mendengar lagu Amy Studt mengenai orang yang tak bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan. Lagu ini sangat pas untukku, karena aku seorang yang seperti itu. Aku tak pernah cocok di manapun dan sekarang ... Aku punya usulan yang tak pantas untuk dipertimbangkan dari Raja Misfit sendiri. Mengapa dia seperti ini? Karena bawaan atau didikan? Ini sangat asing pada apapun menurut sepengetahuanku.

Aku meletakkan bacon di panggangan, sambil menunggu sampai matang, aku mengocok telur. Aku berbalik, dan Sehun sedang duduk di salah satu kursi bar sarapan, bersandar disana, tangan menumpu wajahnya. Dia masih mengenakan t-shirt yang dipakai waktu tidur. Hanya rambutnya benar-benar berantakan, sangat pas untuk dia, seperti halnya potongan rambutnya. Dia sepertinya geli sekaligus kebingungan.

Aku membeku, memerah, kemudian aku sadar dan menarik headset dari telingaku, lututku lunglai saat melihatnya.

"Selamat pagi, Miss Xi. Kau sangat energik pagi ini," katanya datar.

"Aku bisa tidur nyenyak," aku tergagap saat memberi penjelasan. Bibirnya mencoba untuk menutupi senyumnya.

"Aku tak bisa membayangkan kenapa." Dia berhenti dan mengerutkan kening. "Aku juga, setelah aku kembali ke tempat tidur."

"Apa kau lapar?"

"Sangat," katanya dengan tatapan yang kuat, dan aku tak berpikir dia mengacu pada makanan.

"Pancakes, bacon, dan telur?"

"Kedengarannya enak."

"Aku tak tahu di mana kau menyimpan alas piringmu." Aku mengangkat bahu, berusaha keras keras untuk tak terlihat gugup.

"Aku akan melakukan itu. Kau memasak. Apakah kau ingin aku menyalakan musik agar kau dapat terus ... err ... menari? "

Aku menatap jari-jariku, menyadari bahwa aku menjadi berwarna merah gelap.

"Tolong, jangan berhenti karena keberadaanku. Ini sangat menghibur." Nadanya seperti kegelian.

Aku mengerutkan bibir. Menghibur eh? Bawah sadarku dua kali lipat menertawakanku.

Aku berbalik dan meneruskan mengocok telur, mungkin mengocok sedikit lebih keras dari seharusnya.

Dalam sekejap, dia di sampingku. Dengan lembut menarik kuncirku.

"Aku menyukai ini," bisiknya. "Dia tak bisa melindungimu." Hmm ... Bluebeard

"Kau suka telur yang diapakan?" Aku bertanya ketus. Dia tersenyum.

"Sepenuhnya dikocok dan diaduk," dia menyeringai.

Aku berbalik kembali ke pekerjaanku, berusaha menyembunyikan senyumku. Dia sulit untuk tetap marah. Terutama saat dia begitu menyenangkan tak seperti biasanya. Dia membuka laci dan mengeluarkan dua alas piring garis hitam dan diletakkan di meja sarapan. Aku menuangkan campuran telur ke dalam panci, mengeluarkan bacon dan membaliknya, dan menaruhnya kembali di panggangan.

Saat aku berbalik, ada jus jeruk di atas meja, dan dia membuat kopi.

"Apakah kau ingin minum teh?"

"Boleh. Jika ada."

Aku menemukan sepasang piring dan meletakkan ke baki penghangat. Sehun mengambil Twining's English Breakfast tea dari lemari. Aku mengerutkan bibir.

"Bukankah aku mengambil kesimpulan lebih dulu?"

"Apa maksudmu? Aku tak yakin kita telah menyimpulkan apa pun, Nona Xi," bisiknya.

Apa yang dia maksud dengan itu? Negosiasi kita? err ... hubungan kita ... apapun itu? Dia masih begitu samar. Aku menyajikan sarapan ke piring yang sudah dipanaskan dan meletakkan diatas alas piring. Aku membuka kulkas dan menemukan beberapa sirup maple.

Aku melirik Sehun, dan dia menungguku untuk duduk.

"Miss Xi." Dia menarik kursi untukku.

"Mr. Oh," aku mengangguk. Aku sedikit meringis saat mau duduk.

"Apa kau masih nyeri?" Tanyanya sambil duduk. Mata abu-abunya suram.

Mukaku memerah. Mengapa ia mengajukan pertanyaan pribadi seperti itu?

"Yah, jujur saja, aku tak pernah mengalami ini," aku membentaknya. "Apakah kau ingin menawarkan rasa simpatimu?" Aku menjawab kelewat manis. Aku rasa dia mencoba untuk menahan senyum, tapi aku tak yakin.

"Tidak. Aku ingin tahu apa kita harus meneruskan latihan dasarmu."

"Oh." Aku tercengang menatapnya saat napasku berhenti dan sesuatu dalam diriku mengepal erat. Ooh ... itu begitu manis. Aku menahan eranganku.

"Makan, Luhan." Nafsu makanku menjadi tidak jelas lagi ...lebih ... lebih banyak seks ... ya ..tolong.

"Ini benar-benar enak." dia nyengir.

Aku mencoba sesuap telur dadar tapi hampir tak bisa mencicipinya. Latihan dasar! Aku ingin bercinta dengan mulutmu. Apakah itu merupakan bagian dari latihan dasar?

"Berhenti menggigit bibirmu. Itu sangat mengganggu, dan aku tahu kau tak memakai apa pun di dalam bajuku yang membuatku bahkan lebih mengganggu," ia menggeram.

Aku mencelupkan teh celup di teko kecil yang telah disediakan Sehun. Perasaanku jadi gelisah.

"Jenis latihan dasar apa yang ada dalam pikiranmu?" Aku bertanya, suaraku agak meninggi, mengkhianati keinginanku untuk terdengar normal, tak tertarik, dan setenang yang aku bisa dengan hormonku yang sudah mengacaukan sekujur tubuhku.

"Yah, karena kau masih sakit, aku pikir kita bisa mulai latihan oral."

Aku tersedak tehku, dan aku menatapnya, dengan mata melebar dan menganga. Dia menepuk lembut punggungku dan memberiku jus jeruk. Aku tak bisa mengatakan apa yang dia pikirkan.

"Itupun jika kau ingin tinggal," tambahnya. Aku melirik dia, berusaha memulihkan keseimbanganku. Ekspresinya tidak bisa dibaca. membuatku sangat frustasi.

"Aku ingin tinggal untuk hari ini. Jika tidak apa-apa. Aku harus bekerja besok."

"Jam berapa kau harus bekerja besok?"

"Sembilan."

"Aku akan memastikan kau bisa bekerja pada jam sembilan besok."

Aku mengerutkan kening. Apa dia ingin aku tinggal semalam lagi?

"Aku harus pulang malam ini - aku butuh pakaian bersih."

"Kita bisa membeli pakaian di sini."

Aku tidak punya uang lebih untuk belanja pakaian. Tangannya menggengam daguku, menarik bibirku supaya lepas dari cengkeraman gigi. Aku bahkan tidak sadar sudah menggigit bibirku.

"Apa itu?" Tanya dia.

"Aku harus pulang malam ini."

Mulutnya membentuk garis keras.

"Oke, malam ini," dia menyetujui. "Sekarang makan sarapanmu."

Pikiran dan perutku kacau. Nafsu makanku sudah hilang. Aku menatap sarapanku yang tinggal separuh. Aku tidak lapar.

"Makan, Luhan. Kau tak makan semalam."

"Aku benar-benar tidak lapar," bisikku.

Matanya menyipit.

"Aku benar-benar ingin kau menyelesaikan sarapanmu."

"Ada apa dengan kau dan makanan?" kataku spontan. Alisnya menyambung.

"Aku sudah bilang, aku punya masalah dengan makanan yang terbuang. Makan," bentaknya. Matanya gelap, menyedihkan.

Sialan. Semua ini tentang apa? Aku mengambil garpuku dan makan secara perlahan, mencoba untuk mengunyah. Aku harus ingat untuk tidak menempatkan begitu banyak di piringku jika dia jadi aneh tentang makanan. Ekspresinya melembut saat aku pelan-pelan menghabiskan sarapanku. Aku memperhatikan dia mengambil piringnya. Dia menungguku untuk menyelesaikannya, dan kemudian ia mengambil piringku.

"Kau sudah memasak, aku yang mencuci piring."

"Itu sangat demokratis."

"Ya." Dia mengernyit. "Bukan gayaku seperti biasanya. Setelah aku menyelesaikan ini, kita akan mandi berendam."

"Oh, oke." Oh... Aku lebih suka mandi pancuran. Telponku berdering, menyela lamunanku. Ini Kyungsoo.

"Hai." Aku berjalan ke pintu kaca balkon, menjauhi dia.

"Lu, mengapa kau tak mengirimkan pesan tadi malam?" Dia marah.

"Maaf, semalam aku sedang disibukkan oleh suatu hal."

"Kau baik-baik saja?"

"Ya, aku baik."

"Apakah kau?" Dia memancing untuk memberi informasi, nadanya penuh harap Aku memutar mataku.

"Kyung, aku tak ingin bicara lewat telepon." Sehun melirik ke arahku.

"Kau sudah... aku tahu."

Bagaimana dia bisa tahu? Dia menggertak, dan aku tak bisa bicara tentang ini. Aku telah menandatangani perjanjian sialan itu.

"Tolonglah, Kyungie."

"Bagaimana rasanya? Apakah kau oke? "

"Aku sudah bilang aku baik-baik saja."

"Apakah dia lembut?"

"Aku mohon Kyung!" Aku tak bisa menyembunyikan kejengkelanku.

"Lu, Jangan menyimpan ini dariku, aku sudah menunggu saat ini hampir selama empat tahun."

"Aku akan bertemu denganmu malam ini." Aku menutup telepon.

Ini akan jadi sulit untuk berterus terang. Dia sangat ulet, dan dia ingin tahu - secara detail, dan aku tak bisa memberitahunya karena aku telah menandatangani - apa sebutannya? Perjanjian kerahasiaan.

Dan benar dia akan bertingkah. Aku perlu rencana. Aku berbalik melihat Sehun bergerak luwes di sekitar dapurnya.

"Perjanjiannya, apakah itu mencakup semuanya?" Aku bertanya ragu-ragu.

"Kenapa?" Dia berbalik dan menatapku sambil membuang bekas Twining's English Breakfast tea. Mukaku memerah.

"Yah, aku punya beberapa pertanyaan, kau tahu, tentang seks." Aku menatap jari-jariku. "Dan aku ingin bertanya pada Kyungsoo."

"Kau bisa bertanya padaku."

"Sehun, dengan segala hormat." Suaraku memudar. Aku tak dapat bertanya padamu. Aku akan mendapatkan jawaban yang tak seimbang darimu, luar biasa abnormal, menyimpang dari pandangan dunia tentang seks. Aku ingin pendapat yang netral. "Ini hanya tentang mekanisnya. Aku tak akan menyebutkan tentang Red Room of Pain."

Dia mengangkat alisnya.

"Red Room of Pain? Ini sebagian besar mengenai kenikmatan, Luhan. Percayalah," katanya.

"Selain itu," nadanya lebih keras. "Teman sekamarmu bisa menjadi binatang yang bermuka dua dengan saudaraku. Aku benar-benar lebih suka kau tak melakukannya."

"Apakah keluargamu tahu tentang ... um kegemaranmu?"

"Tidak. Ini bukanlah urusan mereka." Dia berjalan pelan ke arahku sampai dia berdiri di depanku.

"Apa yang kau ingin ketahui?" Tanyanya, dan mengangkat tangannya, menjalankan jari-jarinya dengan lembut dari pipi ke dagu, kepalanya miring ke belakang sehingga ia dapat melihat langsung ke mataku. Aku menggeliat dalam hati. Aku tak bisa berbohong pada pria ini.

"Tak ada yang spesifik saat ini," bisikku.

"Yah, kita bisa mulai dengan - bagaimana rasanya semalam bagimu?" Matanya terbakar, penuh dengan rasa ingin tahu. Dia ingin tahu. Wow.

"Menyenangkan," bisikku.

Bibirnya mengangkat sedikit.

"Aku juga," bisiknya. "Aku belum pernah berhubungan seks secara tradisional sebelumnya. Banyak yang bisa dikatakan untuk itu. Tapi mungkin karena itu denganmu." Dia menyentuh bibir bawahku.

Tiba-tiba aku menarik napas. Seks tradisional?

"Ayo, kita mandi." Dia membungkuk dan menciumku. Hatiku melompat dan gairah menggenang turun rendah ke bawah ... disana.

Bak mandi dirancang terbuat dari batu putih, dalam, berbentuk oval. Sehun membungkuk dan mengisinya dari keran di dinding keramik. Dia menuangkan sedikit sabun mandi cair yang mahal kedalam air. Busanya memenuhi bak mandi dan bau Jasmine yang manis menggoda. Dia berdiri dan menatapku, matanya gelap, kemudian melepas t-shirtnya dan melemparkan ke lantai.

"Miss Xi." Dia mengulurkan tangannya.

Aku berdiri di ambang pintu, dengan mata terbelalak dan waspada, aku memeluk diriku sendiri. Aku melangkah pelan-pelan sambil mengagumi fisiknya. Dia tampak lezat. Bawah sadarku tak sadarkan diri, dan pingsan di suatu tempat di belakang kepalaku. Aku mengambil tangannya, dan dia membawaku masuk ke bak mandi sementara aku masih mengenakan kemejanya. Aku menuruti perintahnya. Aku harus membiasakan diri jika aku mau menerima tawarannya yang memalukan... andai! Air panasnya begitu menggoda.

"Berbalik, pandanglah aku," perintahnya, suaranya lembut. Aku lakukan apa yang diminta. Dia menatapku penuh perhatian.

"Aku tahu bibir itu terasa nikmat, aku bisa membuktikannya, tapi bisakah kau berhenti menggigitnya?" Katanya dengan gigi terkatup. "Kau menggigit itu membuatku ingin bercinta denganmu, dan kau masih nyeri, oke?"

Aku terkesiap, secara otomatis membuka bibirku, terkejut.

"Ya," dia menantang. "Punya gambarannya." Dia melotot padaku. Aku mengangguk panik. Aku tak tahu aku bisa begitu mempengaruhi dirinya.

"Bagus." Dia mengambil iPodku dari saku baju, dan meletakkannya di wastafel.

"Air dan iPod - bukan kombinasi yang pas," ia bergumam. Dia memegang ujung bawah kemeja putihku, mengangkatnya ke atas kepalaku, dan membuangnya ke lantai.

Dia berdiri kembali untuk menatapku. Ya ampun aku telanjang. Mukaku merah padam dan menunduk menatap tanganku, sejajar dengan dasar perutku, dan aku sangat ingin menghilang ke dalam air panas dan busa, tapi aku tahu dia tak akan menginginkan hal itu.

"Hei," ia memanggilku. Aku mengintip ke arahnya, dan memiringkan kepalanya ke satu sisi. "Luhan, kau seorang wanita yang sangat cantik. Keseluruhannya. Jangan menundukkan kepalamu karena malu. Kau tak punya sesuatu yang membuatmu merasa malu, dan aku benar-benar bahagia berdiri di sini dan menatapmu." Dia memegang daguku dan memiringkan kepalaku hingga bisa melihat matanya. Matanya lembut dan hangat, bahkan panas. Oh. Dia begitu dekat. Aku bisa menjangkau dan menyentuhnya.

"Kau bisa masuk bak mandi sekarang." Dia menghentikan pikiranku yang kemana-mana dan aku masuk ke dalam air hangat.. Ooh ... rasa agak perih membuatku terkejut, tapi baunya sangat wangi, dan rasa perih cepat hilang. Aku berbaring dan memejamkan mata sebentar, santai dalam kehangatan yang menenangkan. Ketika aku membukanya, ia menatap ke arahku.

"Mengapa kau tak bergabung denganku?" Aku bertanya, dengan berani aku pikir - suaraku serak.

"Aku pikir aku akan masuk juga," jawabnya.

Dia melepas celana piyamanya dan masuk di belakangku. Air naik saat ia duduk dan menarikku ke dadanya. Ia menempatkan kakinya yang panjang diantara tubuhku, lututnya ditekuk dan membuka kakiku. Aku terkesiap kaget. Hidungnya di rambutku dan dia menghirup dalam-dalam.

"Baumu harum, Luhan."

Sebuah getaran berjalan ke seluruh tubuhku. Aku telanjang, satu bak mandi dengan Oh Sehun yang telanjang. Jika seseorang telah mengatakan bahwa aku melakukan ini ketika aku terbangun di suite hotelnya kemarin, aku tak akan percaya pada mereka.

Dia meraih sebotol sabun mandi dari rak di samping bak mandi dan menyemprotkan beberapa ke tangannya. Ia menggosok kedua tangannya, menciptakan busa, lembut berbusa, dan mulai menyabuni leher dan bahuku, memijat dengan jari-jarinya yang kuat. Aku mengerang. Pijatan tangannya terasa nikmat.

"Kau suka?" Aku mendengar senyumnya.

"Hmm."

Tangannya berpindah ke bawah lenganku, lalu menyabuni ketiakku dengan lembut. Aku sangat senang Kyungsoo memaksaku bercukur. Tangannya berpindah ke payudaraku, dan aku menarik napas panjang saat jari-jarinya melingkarinya dan mulai meremas dengan lembut. Tubuhku langsung melengkung, mendorong payudaraku ke tangannya. Putingku sakit. Sangat sakit, tak diragukan lagi karena perlakuan yang tak lembut sama sekali semalam. Tak lama kemudian tangannya berpindah ke perutku. Napasku meningkat, dan jantungku berpacu. Aku merasakan sesuatu bertambah keras menempel di bokongku. Ini sangat merangsang menyadari bahwa tubuhku bisa membuat dia seperti itu. Ha ... jangan punya pikiran seperti itu. Bawah sadarku menyeringai. Aku menyingkirkan pemikiran yang tak kuinginkan.

Dia berhenti dan meraih waslap, saat aku terengah-engah, menginginkan ... membutuhkan. Tanganku bertumpu pada pahanya yang berotot. Menyemprotkan sabun ke waslap, ia membungkuk dan menyabuni di antara kedua kakiku. Aku menahan napas. Jari-jarinya dengan terampil merangsangku melalui waslap, itu surgawi, dan pinggulku mulai bergerak mengikuti irama sentuhan tangannya. Saat sensasi menguasai, aku memiringkan kepalaku ke belakang, mataku memutar ke bagian belakang kepalaku, mulutku membuka, dan aku merintih. Desakan sedang membangun perlahan, tak terelakkan dalam diriku ... oh.

"Rasakan ini, sayang," Sehun berbisik di telingaku dan menggigit dengan lembut daun telingaku. "Rasakan ini untukku." Kedua kakiku ditahan ke sisi bak mandi, menahanku, memberikan akses dengan mudah ke bagian paling pribadi dalam diriku.

"Oh ...Tolonglah," bisikku. Aku mencoba menggerakkan kakiku saat tubuhku menjadi kaku. Aku seperti budak seksual untuk pria ini, dan ia tak membiarkan aku bergerak.

"Aku pikir kau cukup bersih sekarang," bisiknya, dan dia berhenti. Apa! Tidak! Tidak! Tidak!

Napasku berantakan.

"Kenapa kamu berhenti?" Aku terkesiap.

"Karena aku punya rencana lain untukmu Luhan."

Apa ... oh... tapi ... aku ... itu tak adil.

"Berbalik. Aku perlu disabuni juga," bisiknya.

Oh! Beralih menghadapnya, aku terkejut melihat ereksinya sudah membesar dan keras dalam genggamannya.

Mulutku menganga.

"Aku ingin kau mengenal dengan baik, pada istilah nama pertama jika kau mau, dengan bagian favoritku yang paling berharga dari tubuhku. Aku sangat terikat pada hal ini."

Sangat besar dan semakin besar. Ereksinya ada diatas garis air, air juga menetes dipinggulnya. Aku meliriknya dan mukanya menyeringai nakal. Dia menikmati ekspresi terkejutku. Aku menyadari bahwa aku sedang menatap. Aku menelan ludah. Itu pernah berada dalam diriku! Rasanya tak mungkin. Dia ingin aku menyentuhnya. Hmm ... oke, lakukan.

Aku tersenyum padanya dan meraih sabun mandi, menyemprotkan sabun ke tanganku. Persis seperti yang dilakukannya, menggosok sabun di tanganku sampai berbusa. Aku tak mengalihkan pandangan darinya. Bibirku terbuka untuk menyesuaikan pernapasanku... sengaja dengan lembut aku menggigit bibir bawahku dan kemudian menjalankan lidahku di atasnya, menelusuri gigiku. Matanya serius dan gelap, dan melebar saat lidahku menelusuri bibir bawahku. Aku menyentuhnya, seperti saat dia memegang dirinya sendiri. Matanya menutup sebentar. Wow ... terasa jauh lebih keras dari yang aku pikirkan. Aku meremas, dan ia menempatkan tangannya di atas tanganku.

"Seperti ini," ia berbisik, dan dia menggerakkan tangannya naik turun dengan mencengkeram jariku, dan jari-jariku bertambah erat disekitarnya. Dia menutup matanya lagi, dan napasnya tersengal-sengal. Saat membuka lagi, tatapan mata abu-abunya terbakar dan meleleh. "Seperti itu, Sayang."

Dia melepaskan pegangan pada tanganku untuk aku meneruskan sendiri, dan menutup matanya saat aku bergerak naik dan turun. Dia menegang, secara refleks pinggulnya sedikit maju saat aku pegang lebih erat lagi. Sebuah erangan rendah keluar dari dalam tenggorokannya. Bercinta dengan mulutku ... hmm. Aku ingat dia mendorong ibu jarinya ke mulutku dan memintaku untuk mengisap, keras. Mulutnya menganga sedikit saat napasnya meningkat. Aku membungkuk kedepan, selagi matanya tertutup, dan menempatkan bibirku disekitarnya dan mencoba menghisap, menjalankan lidahku ke ujungnya.

"Wow ... Lu." Matanya terbuka, dan aku menghisap lebih keras.

Hmm ... dia lembut dan sekaligus keras, seperti baja terbungkus beludru, dan mengejutkan gurih - asin dan licin.

"Ya Tuhan," dia mengerang, dan menutup matanya kembali.

Bergeser turun, aku mendorongnya ke dalam mulutku. Dia mengerang lagi. Ha! Dewi batinku senang. Aku bisa melakukan ini. Aku bisa bercinta dengan mulutku. Lidahku berputar di sekitar ujungnya lagi, dan pinggulnya menegang. Matanya terbuka sekarang, membara. Giginya yang terkatup saat dia menegang lagi, dan aku mendorongnya lebih dalam ke mulutku, menyangga diriku pada pahanya. Aku merasa kakinya menegang di bawah tanganku. Dia meraih kuncirku dan mulai benar-benar bergerak.

"Oh ... sayang ... ini terasa nikmat," bisiknya. Aku hisap lebih keras, menjalankan lidahku di ujung ereksinya yang mengesankan. Membungkus gigi dengan belakang bibirku, Aku menjepit mulutku disekitarnya. Napasnya mendesis di antara giginya, dan dia mengerang.

"Ya Tuhan. Seberapa jauh kau bisa lakukan?" bisiknya.

Hmm ... Aku menariknya lebih dalam ke dalamku jadi aku bisa merasakan dia di belakang tenggorokanku dan kemudian ke depan lagi. Lidahku berputar sekitar ujungnya. Miliknya adalah es lolipop-ku rasa Oh Sehun. Aku menghisap lebih keras dan lebih keras, mendorongnya lebih dalam dan lebih dalam, lidahku berputar-putar. Hmm ... aku tak tahu memberi kenikmatan bisa menjadi begitu mengairahkan, mengawasinya menggeliat dengan halus dengan mendambakan sesuatu. Dewi batinku melakukan tarian dengan beberapa gerakan salsa.

"Luhan, aku akan keluar di dalam mulutmu," nada desahnya memperingatkan. "Jika kau mau aku tak melakukannya, berhenti sekarang." Dia menekan pinggulnya lagi, matanya melebar, waspada, dan penuh nafsu - membutuhkan sesuatu dariku. Membutuhkan mulutku ... oh.

Sialan. Tangannya benar-benar mencengkeram rambutku. Aku bisa melakukan ini. Aku mendorong lebih keras lagi dan, di saat kepercayaan diri yang luar biasa, aku melepas gigiku. itu membawanya sampai kepuncak.

Dia berteriak dan diam, dan aku bisa merasakan cairan hangat asin mengalir ke tenggorokanku. Aku menelan cepat. Ugh ... aku tak yakin tentang hal ini. Tapi ketika aku melihatnya, dan dia keluar di bak mandi karena aku, dan aku jadi tak peduli. Aku duduk dan menontonnya, senyum sombong penuh kemenangan tersungging di sudut bibirku. Napasnya tak teratur. Membuka mata, ia melotot ke arahku.

"Mengapa kau tak tersedak?" Tanyanya, heran " Ya Tuhan, Lu ... itu ... nikmat, benar-benar nikmat,sungguh tak terduga." Dia mengerutkan kening. "Kau tahu, kau tak pernah berhenti membuatku takjub."

Aku tersenyum dan dengan sadar menggigit bibirku. Dia menatapku curiga.

"Apa kau pernah melakukan itu sebelumnya?"

"Tidak" Dan aku tak bisa menahan sedikit semburat kebanggaan dalam penyangkalanku.

"Bagus," katanya puas dan, aku pikir, lega. "Pertama kali lainnya, Miss Xi."

Sepertinya dia menilaiku. "Nah, kau mendapatkan nilai A dalam keterampilan oral. Ayo, kita pergi ke ranjang, aku berhutang orgasme padamu."

Orgasme! Sekali lagi!

Dengan cepat, dia keluar dari bak mandi, memberiku untuk pertama kalinya melihat penuh seorang Adonis yaitu Oh Sehun. Dewi batinku telah berhenti menari dan terus menatapnya, mulut terbuka dan sedikit air liur menetes. Ereksinya sudah jinak, tapi masih besar ... wow. Dia membungkus handuk kecil di pinggangnya, menutupi seperlunya saja, dan memegang sebuah handuk putih halus yang lebih besar bagiku. Keluar dari bak mandi, aku meraih tangannya yang terulur. Dia membungkusku dengan handuk, menarikku ke dalam pelukannya, dan menciumku dengan keras, mendorong lidahnya ke mulutku.

Aku ingin merangkulnya ... menyentuhnya ... tapi dia menahan lenganku terjebak dalam handuk. Aku segera tenggelam dalam ciumannya. Dia membuai kepalaku, lidahnya menjelajahi mulutku, dan aku menilai dia mungkin mengungkapkan rasa terima kasihnya - mungkin - untuk blowjob pertamaku? Wow?

Dia memindahkan tangannya di kedua sisi wajahku, menatap tajam ke mataku. Dia tampak tersesat.

"Katakan ya," bisiknya sungguh-sungguh.

Aku mengerutkan kening, tak mengerti.

"Untuk apa?"

"Ya untuk perjanjian kita. Untuk menjadi milikku. Tolong, Lu," bisiknya, menekankan kata terakhir dan namaku, memohon. Dia menciumku lagi, manis, penuh gairah, sebelum ia berdiri kembali dan menatapku, berkedip sedikit. Dia mengambil tanganku dan membawaku kembali ke kamar tidurnya, meninggalkanku terguncang, jadi aku mengikutinya dengan patuh. Tertegun. Dia benar-benar menginginkan ini.

Di kamar tidur, ia menatap ke arahku saat kami berdiri di samping tempat tidurnya.

"Percaya padaku?" Tanyanya tiba-tiba. Aku mengangguk, mataku terbelalak mendadak menyadari bahwa aku mempercayainya. Apa yang dia lakukan padaku sekarang? Sebuah getaran listrik menjalariku.

"Gadis baik," dia bernafas, ibu jarinya menyentuh bibir bawahku. Dia melangkah ke lemarinya dan kembali membawa dasi sutra perak abu-abu.

"Lekatkan tanganmu bersama-sama di depanmu," perintahnya sambil melepas handukku dan melemparkannya ke lantai.

Aku menurut, dan ia mengikat pergelangan tanganku dengan dasinya, mengikat dengan kuat. Matanya cerah bergairah. Dia mengikat simpul. Ini aman. Sebagian pramuka pasti pernah belajar mengikat dengan cara ini. Sekarang apalagi? Denyut nadiku berpacu, jantungku berdetak gelisah. Dia melepaskan kuncirku.

"Kau terlihat begitu muda dengan ini," bisiknya dan bergerak maju. Tanpa sadar, aku mundur sampai merasakan tempat tidur menempel dibelakang lututku. Dia menjatuhkan handuknya, tapi aku tak bisa mengalihkan pandangan dari wajahnya. Ekspresinya bersemangat, penuh hasrat.

"Oh, Luhan, apa yang harus kulakukan untukmu?" Bisiknya sambil menurunkanku di tempat tidur, berbaring di sampingku, dan mengangkat tanganku di atas kepalaku.

"Letakkan tanganmu tetap di situ, jangan memindahkannya, mengerti?" Matanya terbakar menatapku, dan aku terengah-engah menatapnya. Ini bukan seorang pria yang aku ingin lawan...sama sekali.

"Jawab aku," tuntutnya, suaranya sangat lembut.

"Aku tak akan menggerakkan tanganku." Aku terengah-engah.

"Anak manis," bisiknya dan sengaja menjilati bibirnya perlahan. Aku terpesona oleh lidahnya saat menyapu perlahan-lahan bibir atasnya. Dia menatap mataku, mengawasiku, menilai. Dia membungkuk dan langsung mencium bibirku.

"Aku akan mencium seluruh tubuhmu, Miss Xi," katanya lembut, dan dia meraih daguku, mendorongnya keatas memberi ruang pada tenggorokanku. Bibirnya meluncur kebawah tenggorokanku, mengisap, dan menggigit di pangkal leherku. Tubuhku melonjak... di segala tempat. Pengalaman mandi barusan membuat kulitku masih terasa sangat sensitif. Darah memanasku mengumpul rendah di perut, diantara kedua kakiku, tepat di bawah sana. Aku mengerang.

Aku ingin menyentuhnya. Aku menggerakkan tanganku dan agak susah, mengingat aku terikat, merasakan rambutnya. Dia berhenti menciumku dan melotot ke arahku, menggelengkan kepala sambil berdecak. Dia meraih tanganku dan menempatkannya di atas kepalaku lagi.

"Jangan menggerakkan tanganmu, atau kita harus mulai dari awal lagi," Dia menegurku dengan lembut.

Oh, dia seorang penggoda.

"Aku ingin menyentuhmu." Suaraku mendesah dan diluar kontrol.

"Aku tahu," bisiknya. "Tetap taruh tanganmu di atas kepala," perintahnya, suaranya tegas.

Dia menangkup daguku lagi dan mulai mencium leherku seperti sebelumnya. Oh ... dia membuatku begitu frustasi.

Tangannya menjalar ke bawah tubuhku dan payudaraku saat ia mencapai pangkal leherku dengan bibirnya. Sentuhan hidungnya berputar di sekitar leherku kemudian mulai menjelajah secara perlahan dengan mulutnya, turun kebawah, mengikuti jejak tangannya, turun ke payudaraku. Menciumi bergantian dan menggigit dengan lembut dan putingku dengan lembut dihisap. Ya ampun.

Pinggulku mulai bergoyang dan bergerak atas kemauannya sendiri, mengikuti irama mulutnya padaku, dan aku berusaha keras untuk mengingat untuk menjaga tanganku tetap di atas kepalaku.

"Tetap diam," dia mengingatkan, napasnya hangat terasa di kulitku. Sampai pusarku, dia mencium dengan lidahnya, dan kemudian dengan lembut menyentuh perutku dengan giginya. Tubuhku melengkung ditempat tidur. "Hmm. Kau begitu manis, Miss Xi." Hidungnya meluncur sepanjang garis antara perut dan rambut pubisku, menggigitku dengan lembut, menggodaku dengan lidahnya. Tiba-tiba dia duduk, berlutut di kakiku, menggenggam kedua pergelangan kakiku dan membuka kakiku lebar.

Sial. Dia mengambil kaki kiriku, menekuk lututku, dan membawa kakiku sampai ke mulutnya.

Menonton dan menilai setiap reaksiku, Dengan lembut dia menciumi setiap jari kakiku kemudian menggigitnya dengan lembut pada telapaknya. Ketika sampai ujung jari kecilku, dia menggigit lebih keras, dan aku mengejang, merintih. Dia menciumiku hingga punggung kakiku - dan aku tak bisa lagi mengawasinya.

Ini terlalu erotis. Aku akan segera terbakar. Aku menutup mata dan mencoba untuk menyerap dan mengatur semua sensasi yang dia ciptakan. Dia mencium pergelangan kakiku dan naik ke betis lalu lututku, berhenti tepat di atasnya. Lalu dia memulai pada kaki kananku, mengulangi lagi semuanya, proses yang sangat menggairahkan.

"Oh, tolonglah," aku mengerang saat dia menggigit jari kelingkingku, tindakannya menjadikan campur aduk didalam perutku.

"Semua akan baik-baik saja, Miss Xi," dia mengambil nafas.

Kali ini ia tak berhenti pada lututku, tapi terus sampai bagian dalam paha, mendorong pahaku terpisah. Dan aku tahu apa yang akan dia lakukan, dan sebagian dari diriku ingin mendorongnya pergi karena aku malu dan gugup. Dia akan menciumku disana! Aku tahu itu. Dan bagian dalam diriku memuja dalam antisipasi. Dia turun ke lututku yang lain dan menciumi sepanjang pahaku, mencium, menjilat, mengisap, dan kemudian turun di antara kedua kakiku, menggerakkan hidungnya keatas dan kebawah pada kemaluanku, sangat lembut, sangat hati-hati. Aku menggeliat ... oh .

Dia berhenti, menungguku untuk tenang. Aku mengangkat kepala untuk menatapnya, mulutku terbuka dan jantungku berdebar keras berusaha untuk keluar.

"Apa kau tahu betapa sangat memabukkan aromamu, Miss Xi?" Gumamnya, dan menatapku, ia mendorong hidungnya ke kedalam rambut pubisku dan menghirupnya.

Mukaku memerah, di mana-mana, terasa mau pingsan, dan aku langsung memejamkan mata. Aku tak bisa menonton dia melakukan itu!

Dia meniup lembut sepanjang kemaluanku. Oh sial ...

"Aku suka ini." Dengan lembut dia menarik rambut pubisku. "Mungkin kita akan menyisakan ini."

"Oh ... tolonglah," Aku mohon.

"Hmm, aku suka saat kau memohon padaku, Luhan."

Aku mengerang.

"Membalas kebaikan bukan kebiasaanku, Miss Xi," bisiknya saat dia dengan lembut meniup keatas dan bawah padaku. "Tapi kau menyenangkanku hari ini, dan kau seharusnya diberi penghargaan." Aku mendengar seringai nakal dalam suaranya, dan sementara tubuhku bernyanyi mendengar kata-katanya, lidahnya perlahan-lahan mulai mengelilingi klitorisku saat tangannya menahan pahaku.

"Aargh!" aku mengerang dan tubuhku melengkung dan mengejang karena sentuhan lidahnya.

Lidahnya berputar putar, lagi dan lagi, membuatku tersiksa. Aku kehilangan akal sehat, setiap atom tubuhku sedang berkonsentrasi keras pada daerah kecil, pada puncak pahaku. Kakiku menjadi kaku, dan dia memasukkan jarinya kedalam diriku, dan aku mendengar menggeramnya.

"Oh, sayang. Aku suka bahwa kau begitu basah untukku."

Dia menggerakkan jarinya dalam putaran lebar, melonggarkanku, menarikku, lidahnya meniru aksinya, berputar-putar, aku mengerang. Ini terlalu banyak ... Tubuhku memohon pelepasan, dan aku tak bisa lagi mengingkarinya. Aku membiarkan lepas, kehilangan semua pemikiran meyakinkan saat orgasmeku meremas-remas bagian dalamku lagi dan lagi. Ya ampun. Aku berteriak, dan dunia datang dan menghilang dari pandangan saat dorongan klimaksku membuat semuanya kosong dan hampa.

Aku terengah-engah dan samar-samar terdengar suara robekan foil. Dengan perlahan dia memasuki diriku dan mulai bergerak. Oh ... Terasa nyeri dan nikmat, dan sekaligus tegas dan lembut.

"Bagaimana?" Dia mengambil nafas.

"Rasanya nikmat," aku mengambil nafas. Dan dia benar-benar mulai bergerak, cepat, keras, dan besar, mendorongku berulang-ulang sampai aku mendekati tepi jurang lagi. Aku merengek.

"Keluarlah untukku, sayang." Suaranya keras, terengah-engah di telingaku, dan Aku meledak di sekitarnya saat dia mendorong cepat ke dalam diriku.

"Terima ini," bisiknya, dan ia mendorong keras sekali lagi dan mengerang saat ia mencapai puncak, menekan dirinya ke dalam diriku. Lalu ia diam, tubuhnya kaku.

Ambruk di atasku, aku merasa berat tubuhnya membuatku terdesak ke dalam kasur. Aku menarik tanganku yang terikat diatas lehernya dan memeluk sebisanya. Aku tahu pada saat ini aku akan melakukan apa saja untuk pria ini. Aku miliknya. Senang bahwa dia memperkenalkan ini padaku, itu melebihi apapun yang kubayangkan. Dan ia ingin mengambil lebih jauh, sangat jauh, ke tempat yang aku tak bisa, didalam kepolosanku, pernah bayangkan. Oh ... apa yang harus kulakukan?

Dia bersandar di atas siku dan menatap ke arahku, mata abu-abu tajam.

"Lihat alangkah menyenangkannya saat kita bersama," bisiknya. "Jika kau memberikan dirimu padaku, akan jauh lebih baik. Percayalah, Luhan, aku bisa membawamu ke tempat-tempat yang kau bahkan tak tahu itu ada,"

Kata-katanya menggemakan pikiranku. Dia mengusap hidungnya ke hidungku. Aku masih belum pulih dari pengaruh fisiknya yang luar biasa, dan aku menatapnya kosong, untuk memahami pikiran dengan jelas.

Tiba-tiba kita berdua menyadari ada suara-suara di luar pintu kamar tidurnya. Butuh beberapa saat untuk mengetahui apa yang dapat aku dengar.

"Tapi jika dia masih di tempat tidur, dia pasti sakit. Dia tak pernah di tempat tidur pada saat seperti sekarang ini. Sehun jarang tidur sampai siang."

"Tolonglah, Mrs Oh."

"Jonghyun. Kamu tak dapat menahanku dari putraku."

"Mrs Grey, dia tidak sendirian."

"Apa maksudmu dia tidak sendirian?"

"Dia bersama seseorang."

"Oh ..." Bahkan aku mendengar rasa tak percaya dalam suaranya.

Sehun berkedip cepat, menatapku, mata terbelalak kegelian.

"Sial! Itu ibuku."

TBC

Mind to review?