BABY GRAND 15

BROKE UP!

"Ough…" Kim Taehyung meringis saat mencoba untuk bergerak. Bahu dan pinggangnya terasa pegal sekali saat ia mencoba untuk bangun. Ruangan gelap hanya diterangi oleh lampu dari ruang sebelah. Kamar ini sangat senyap kecuali suara dengkuran lirih dari meja kerja. Kris.

Ia mencoba untuk bangkit untuk mencari air. Ia yakin sedang berada di rumah Kris jadi ia tak akan repot-repot untuk membangunkan pengusaha itu hanya untuk segelas air. Ia keluar kamar dengan kaki tanpa alas menelusuri lorong pendek dengan dinding rak buku, ia menemukan tangga turun berbentuk L pendek. Dibawah ia langsung melihat dapur.

"Haus?"

Ia terperanjat. "Ya. Ini rumahmu atau rumah kakakmu?"

Chanyeol bersandar pada tembok, dibawah lukisan Jesus yang besar. "Kris."

"Hm," Taehyung mengangguk. Senyum canggung bertengger di bibirnya. Berhubungan dengan orang-orang kaya seperti pewaris sebuah perusahaan besar bukanlah hal yang Taehyung bisa bayangkan. Ia merasa lingkungan, kebiasaan, dan pembawaan mereka berbeda. Ia segera mengisi gelasnya dengan air, lalu ingin segera berlari ke kamar lagi.

"Tae, apa kau benar-benar melihat hantu itu? Maksudku Sehun."

"Kau sudah mendengar itu rupanya," Taehyung bergumam. "Ia menyedihkan."

Chanyeol mendengus mengeluarkan suara dari hidungnya. Ia tidak menanggapi dan juga tidak bertanya apapun. Ia hanya tersenyum.

"Setidaknya ia seperti manusia normal hanya tubuhnya berpendar biru muda," Taehyung menambahkan.

Chanyeol tidak menjawab lagi. Ia nyengir lalu duduk di kursi makan. Tepat saat ia duduk, ia menyilangkan kakinya selayaknya orang kaya. Lalu tangannya mempersilahkan Taehyung untuk bergabung.

Taehyung melangkah maju sambil bergumam terima kasih.

"Aku yakin Sehun ada hubungan denganmu," simpul Chanyeol.

"Maksudmu?" suara Taehyung melirih. Apa yang dimaksud dengan ada hubungan? Taehyung jelas tidak mungkin berhubungan dengan hantu.

Chanyeol menggidikkan bahunya. "Hubungan darah maksudku."

Kata-kata Chanyeol menghantam Taehyung. Sekarang kepalanya dipenuhi oleh silsilah keluarganya. Ayah ibu dan kakek nenek dan sepupu dan semuanya. Ia hidup di keluarga yang tak mengenal perceraian atau semacamnya, dan keluarganya utuh, maksudnya ayah dan kakeknya masih ada dan mereka bukanlah Sehun. Ia menggelengkan kepala. "Kau pasti salah. Orangtuaku dan kedua kakekku masih hidup. Sehun bukanlah satu dari mereka."

Sesaat Chanyeol tersenyum lalu menggidikkan bahunya lagi. "Entahlah. Itu hanya hipotesisku saja."

Luhan mencoba meraih Sehun namun pria itu terus menarik diri. "Sehun…" ia mencoba lagi. Tangannya memegang pundak Sehun yang membelakanginya di jendela kaca.

"Hm?"

Jawaban Sehun sangat lirih. Badannya tak bergeser sedikitpun. Itu membuat Luhan tersiksa. "Kau memikirkan sesuatu?"

"Tidak, Lu, aku baik-baik saja." Ia masih tak berbalik.

"Kita pernah berjanji untuk membicarakan semua masalah, bukan?"

Sehun berbalik. Ada seulas senyum dibibirnya. "Tidak ada masalah yang perlu kita bicarakan. Semua baik-baik saja."

"Kita—"

"Sampai nanti, Lu. Aku akan kembali saat kau hendak tidur." Ia berjalan melalui Luhan menuju pintu. Ada senyum tipis di bibirnya. Sesaat mereka saling berpandangan, namun saat Luhan menoleh, Sehun sudah tidak ada. Itu tidak sampai satu detik namun Sehun sudah menghilang.

Lalu Luhan ambruk ke lantai. Kepalanya menunduk pada lantai cokelatnya. Sehun tak mungkin menjadi seperti ini hanya karena obrolan pendeknya dengan bocah bernama Kim Taehyung itu. Pasti ada hal lain yang menjadi alasan. Sedari awal memang Luhan tak sepenuhnya percaya diri dengan hubungannya dengan Sehun namun ia mencoba untuk menepis apapun yang membuat perasaannya melemah. Berkencan dengan makhluk-bukan-manusia bukanlah masalah besar.

Matanya melirik pada jam tangan di lengan kirinya. Pukul 3 sore. Ia sempat berfikir apakah jika ia pergi tidur sekarang maka Sehun akan datang. Apa salahnya mencoba.

Setelah sekitar satu setengah jam berbaring di ranjangnya, ia tak melihat Sehun sama sekali. Kini pikirannya dipenuhi oleh bayang-bayang waktu yang selama ini ia habiskan bersama Sehun. Ia masih ingat sekali saat ia menyuapi sesendok alpukat ke mulut Sehun saat hantu itu hampir mati untuk kedua kalinya. Luhan mendesah panjang. Kakinya menendang bonekanya untuk menjauh. Ia menyadari satu hal bahwa orang normal membayangkan hal buruk juga pada sebuah hubungan sedangkan dirinya hanya membayangkan yang indah saja.

Kamar benar-benar gelap saat ia membuka mata. Ia menyalakan jam tangannya lagi. Pukul 11 malam. Luhan menghitung dengan jarinya. Satu… dua… enam jam. Ia sudah tidur sekitar enam atau enam setengah jam. "Sehun…" ia berbisik. Suaranya parau karena tenggorokannya kering. "Sehun!" sekarang sedikit keras.

Ia mendesah dan berjalan keluar. Menyalakan lampu kamar dan lampu dapur dan semua lampu sebenarnya. Terus berjalan untuk segelas air di dalam chiller. "Sehun?" ia masih mencoba.

Matanya mengedar pandang dan ia benar-benar sendiri.

Pandangannya blur. Air mata mulai menguasai penglihatannya. "Kita sudah berjanji untuk bersama, kan?" ia berdiam lama. Air mata turun ke pipinya dengan perlahan. "Setahu yang kuingat kita juga berjanji untuk mengkomunikasikan segalanya. Aku hanya penasaran, kau pergi untuk sebuah urusan atau memang kau menghindariku? Menghindariku lalu perlahan meninggalkanku." Ia terisak.

"Jika itu yang kau rencanakan, Oh Sehun. Aku bersumpah aku akan mati kemudian mencarimu."

Luhan tak sadar berapa banyak ia berkata namun sampai kakinya pegal, Sehun tak datang juga. Ia tak menyerah, ia hanya ingin meringkuk lagi ke kamarnya. Meringkuk saat sedih membuat wanita terlihat lebih menyedihkan pikirnya.

Saat dengan tidak bertenaga ia membuka pintu, Sehun sedang duduk ditepian ranjang dengan siku bertumpu pada lutut, kedua tangan menyatu, kepalanya tertunduk.

"Kau pulang?" dari semua pertanyaan hanya itu yang keluar dari bibir Luhan. Matanya meneliti Sehun yang tampak baik-baik saja kecuali wajah lelahnya. "Darimana?"

Yang didapat Luhan adalah Sehunnya tersenyum begitu tampan melihat lurus ke matanya. Sehun bangkit dengan langkah lebar menuju pada Luhan dan memeluknya. "Kau tahu betapa aku sangat mencintaimu."

"Aku tahu," Luhan menekankan wajahnya ke dada Sehun. Merasakan bahwa sosok didepannya benar-benar nyata untuk dirinya. "Aku juga sangat mencintaimu." Jangan pergi dariku, kumohon. Ia ingin menyematkan kalimat itu namun ia menahannya. Sehun sudah pulang saja ia merasa luar biasa bersyukur, ia tak mau membuat Sehun benar-benar berfikir untuk pergi.

"Kau terlalu khawatir. Aku tak kan pernah meninggalkanmu."

Kris sudah berada di kantor setelah mengantar Taehyung ke apartemen milik Jungkook. Taehyung tidak ingin sendirian jadi ia memilih untuk mengunjungi kawannya. Bermain game mungkin ide yang keren untuk mengisi hari liburnya. Di tangga besar ia bertemu dengan Chanyeol yang sedang membawa file folder biru tua menuju lobi. "Ayah sudah datang?"

"Di ruangannya," katanya sambil bergegas. Lalu Chanyeol berbalik memandang Kris lalu bergumam sesuatu tidak jelas seperti kopi atau semacamnya kemudian berlari kecil. Sungguh kekanak-kanakkan.

Kris mengetok pintu dua kali lalu ayahnya berteriak masuk Kris dari dalam. Bagaimana orang tua itu tahu kalau Kris yang datang.

"Hi, ayah," sapanya canggung.

"Ada masalah?" ayahnya bertanya dari balik kacamata bacanya yang tebal.

Kris menggosok tengkuknya, lalu mata kanannya. "Hm, sedikit."

Saat itu baru Tuan Park memandang Kris serius, sedikit terkejut.

"Bukan tentang perusahaan, ayah. Ini tentang seorang yang mungkin kau kenal. Oh Sehun."

Kris dengan hati-hati mendekat ke sofa. Ia mengamati ayahnya yang melepas kacamata bacanya lalu berdiri dengan nafas yang berat. "Duduklah, Kris," beliau bergumam lirih kemudian mendekati Kris. "Ada apa dengan Oh Sehun?"

"Bisaah ayah menceritakan sedikit tentangnya padaku?"

Tuan Park sedikit menerawang, atau mungkin sedang berfikir. "Ia sahabat yang baik," Tuan Park memulai. Ia duduk di sofa cokelat tuanya dengan melipat kaki. "Namun ia meninggalkanku beberapa hari sebelum aku menikahi ibumu."

"Sahabat?" Kris bergumam. Bertanya pada dirinya sendiri sebenarnya namun ayahnya menanggapi pula.

"Kenapa? Apa ini tentang saham?"

Saham? Bahkan Kris tak tahu menahu tentang saham. "Saham?"

Ayahnya diam meneliti wajah Kris. Pria tua itu mendelik sekali lalu berdecak. "Bertanyalah, aku akan menjawab."

"Jadi apa hubungan Oh Sehun denganku?"

"Ia sahabatku dan kau anakku," selalu singkat seperti biasanya.

Okay, Kris sudah tahu keduanya. Bahwa Sehun adalah sahabat ayahnya dan ia adalah anak dari ayahnya. Namun yang ia pertanyakan kenapa ia selalu lupa dengan apartemen 407 sedangkan Chanyeol baik-baik saja dengan apartemen itu. Atau jangan-jangan…

"Chanyeol anak ayah, kan?"

Tuan Park terbatuk. Mendelik lebih dalam lagi memandang Kris tak percaya. "Apa yang kau pertanyakan? Kau pikir aku punya gundik?" nada suara ayahnya lebih ke kecewa daripada sebal.

"Bukan itu maksudku, yah. Aku hanya bertanya. Kau bilang aku boleh bertanya."

"Tentu saja adikmu adalah anakku. Aku adalah pria yang terhormat."

Kris masih ingin mencoba lagi. "Lalu apakah aku anak kandung ayah?"

Tuan Park menekan pelipisnya. "Tentu saja! Sebenarnya ada apa sehingga kau menanyakan hal bodoh seperti ini padaku? Sangat tidak cerdas."

Kris diam. Mungkin ini bukan tentang hipotesis hubungan darah atau semacamnya. Mungkin kelupaannya akan apartemen 407 dan mata Taehyung yang bisa melihat Sehun bukanlah dialasani dengan hubungan darah. Mungkin itu hanyalah proteksi dari Sehun.

"Kris? Aku tak punya waktu banyak untuk berbincang tentang bahwa kalian benar-benar anakku atau bukan. Sekarang apa yang mengganggu pikiranmu?" tanya ayahnya final.

"Ini tentang Luhan, yah. Ia berkencan dengan seorang… hm, sebenarnya bukan orang. Hantu Sehun." Kris sudah sangat berhati-hati saat mengungkapkan hal itu.

Ayahnya berdiam cukup lama. Tangannya menimbang-nimbang kacamatanya, matanya menatap kosong ke pintu.

"Ayah, aku tahu kau sering mengajariku untuk menyelesaikan masalahku sendiri, namun demi Tuhan, ayah, ini benar-benar diluar kemampuanku. Jika ini tentang perusahaan, okay aku bisa, tapi jika ini tentang hantu… aku tidak bisa menjelaskannya."

Ayahnya masih terdiam. Seperti beliau sedang terluka.

"Ayah, maafkan aku." Kris menunduk. Ia memandang bayangan wajahnya di meja kaca.

"Sehun adalah sahabat yang baik. Seorang pianis yang luar biasa hebat. Rekan bisnis yang sangat tulus," ayahnya bernostalgia. "Ia pernah mencintai seorang gadis namun mereka berpisah karena gadis itu menikah dengan orang lain. Enam tahun setelahnya, ia masih belum bisa menemukan wanita lain sampai ia meninggal." Lalu Tuan Park tersenyum, lehernya menoleh pada Kris dan bertanya,"Mungkin Sehun yang kau maksud bukanlah Sehun sahabatku. Pria itu adalah pria yang terhormat."

"Ayah, awalnya aku juga ragu. Namun lihatlah," Kris mengeluarkan foto dari sakunya. "Ini adalah Sehun yang kau kenal, bukan?"

Ayahnya membungkuk untuk meraih foto itu. "Oh Sehun," ada senyum di wajahnya yang sudah keriput. "Dibalik baby grandnya."

"Dan ini adalah kekasih Luhan," Kris menyodorkan satu foto lagi. Sebenarnya adalah foto kosong yang ia ambil saat ke rumah Luhan kedua kalinya. Foto yang hanya Nona Min dan Taehyung yang tahu ada Oh Sehun disana.

"Darimana kau dapatkan foto ini?" Ayahnya mendelik memandang foto itu. Beliau mengenakan kembali kacamatanya.

"Aku yang mengambil foto itu."

"Tidak mungkin. Ini adalah apartemennya. Sudah tidak ada sekarang ini," ayahnya memandang Kris dengan tatapan risih. Atau tersinggung.

"Ayah, itu adalah apartemen Luhan sekarang. Apa kau melihat Sehun disana?"

Tuan Park mengangguk pelan. "Jangan bilang bahwa kau tidak melihatnya."

"Bahkan apartemen itu sudah direnovasi. Yang kulihat foto itu tak setua yang kau lihat, ayah."

Seminggu sudah berlalu dan Kris memiliki banyak hal untuk dikerjakan di kantor. Chanyeol juga harus pergi ke New York untuk sebuah proyek kerja sama dengan stasiun TV. Mereka, untuk sementara, mengesampingkan pikiran mereka untuk Luhan. Namun hari ini berbeda. Taehyung meneleponnya jam empat pagi membicarakan tentang Oh Sehun.

"Aku tahu siapa Sehun!"

Ucapan Taehyung mengiang saat Kris melajukan mobilnya menuju kediaman Taehyung. Ini bukan hanya tentang Sehun namun ia juga merindukan bocah periang itu.

Mobil berhenti di sebuah apartemen kecil, sepertinya baru juga, nyaman dan classy. "Aku harus masuk atau kau turun?" Kris menghubungi Taehyung. Ia mendesah panjang lalu menutup ponsel. Taehyung sedang sarapan di minimarket di seberang apartemen.

Taehyung tampak duduk bodoh dengan sebuah cup ramen di atas meja. Sepertinya ia sudah selesai makan. Kris turun dari mobilnya dengan kaos hitam santai dengan celana hitam pendek, berjalan menuju Taehyung. "Hi!" sapanya.

"Hi, Kris. Duduklah," jawabnya.

Kris menaruh bokongnya di kursi seberang Taehyung. "Kita bicara disini?"

"Ya. Karena aku tidak punya banyak waktu. Aku harus ke kampus. Dengar," Taehyung mendekatkan wajahnya ke meja. Wajahnya tiba-tiba serius dan matanya lurus pada mata Kris. "Aku sudah banyak menelusuri silsilah keluargaku dalam seminggu ini seperti apa yang kau minta. Bahkan sampai kakek buyutku namun tidak ada apa-apa." Ia membasahi bibirnya sebagai jeda sambil menarik nafas. Ada sesuatu yang ia simpan diujung lidahnya, seperti untuk memberikan kejutan untuk Kris.

"Katamu ada hubungan antara Sehun dan keluargamu?" tanya Kris pura-pura tidak paham.

"Ya, sebentar aku belum selesai. Setelah aku mencari sangat jauh, ternyata Sehun tidak berada sejauh itu. Nenek dari ibuku bermarga Oh. Ia menikah dengan seorang bermarga Park sehingga ibuku juga bermarga Park. Lalu ibu bertemu ayah yang bermarga Kim, lalu aku bermarga Kim." Taehyung menggerakkan tangannya kiri, kanan, ke dadanya lalu ke udara lagi, lalu ke dadanya lagi. Sangat lucu.

Kris menggaruk keningnya pelan. Ia menahan tawa sebenarnya namun ia menutupinya dengan sebuah pertanyaan sederhana. "Jadi?"

"Nenekku dari ibu memiliki dua orang kakak. Lelaki dan perempuan. Karena kakak perempuannya tinggal jauh sekali dari sini aku tak pernah bertemu dengannya. Sedangkan kakaknya yang lelaki ternyata dia sudah meninggal—"

"Dan yang sudah meninggal itu bernama Oh Sehun, begitu?" Kris memotong cerita Taehyung yang panjang dan konyol. Cara menyampaikannyalah yang konyol, bukan ceritanya.

"Ya!" Taehyung terkejut. "Bagaimana kau bisa tahu?"

"Bagaimana aku tahu?" Kris balik bertanya. Ia benar-benar ingin tertawa. "Karena sudah sangat jelas."

"Wah… begitu? Aku benar-benar tak habis pikir. Aku memiliki kakek sepupu atau keponakan kakek seorang pianis dan seorang hantu tampan."

Kris tersenyum. Jadi memang benar ada hubungan darah antara Sehun dan Taehyung, itu mengapa Taehyung bisa melihat rupa Sehun dan berinteraksi dengannya. Lalu bagaimana dengan Nona Min?

Luhan meringkuk di ranjangnya dengan selimut menutup tubuh bagian bawahnya. Matanya menatap pada pendar kuning lampu wardrobe room. Ia menyesal kenapa setting kamarnya tanpa jendela. Setidaknya jika ada jendela kaca maka sedihnya akan lebih mendrama. Sedih dan menatap pada langit yang mendung atau langit cerah atau apapun yang ada diluar sana akan membuatnya lebih sedih lagi. Setidaknya sedihnya tak sendiri. Ia mendesah. Kakinya turun dari ranjang dan ia meraih segelas air di meja rias. Ia berjalan ke ruang kaktus. Matahari sedang terik-teriknya diluar sehingga ia harus memicingkan mata. Bokongnya mendarat di kursi baby grand milik Sehun lalu ia dengan lemas menyandarkan kepalanya di penutup piano. Matanya menatap keluar. Pada langit.

Sudah lima atau enam hari Sehun tidak pulang. Ia menghilang sesaat setelah ia berjanji tidak akan pernah meninggalkan Luhan lagi. Ini pertama kali bagi Luhan merasa sangat terpukul dan tak tahu harus berbuat apa. Jika Sehun manusia, maka Luhan bisa saja mencari Sehun ke beberapa tempat seperti café atau hotel atau kemanapun. Tapi Sehun bukanlah manusia. Orang lain tidak bisa melihatnya. Bertanya dengan beberapa tetangga seperti Hi, apa kau melihat kekasihku yang tinggi dan tampan? Mustahil.

"Sehun…" ia memanggil sekali lagi. "Kau dimana?" setitik air mata keluar dari sudut matanya. "Kau pergi karena ada urusan atau untuk meninggalkanku?" jemarinya menari diatas kayu piano, menuliskan nama Sehun berulang-ulang.

Sehun tidak pernah ingin pergi. Ia bahkan tidak pernah pergi. Ia selalu ada di apartemen itu menemani Luhan. Ada hal yang mengganggu perasaannya sehingga ia memutuskan untuk sebentar saja menenangkan diri. Seminggu yang lalu ia menghindari Luhan dan kemudian menghilang dari hadapan wanitanya. Hal ini menyakiti Sehun, apalagi melihat Luhan yang sangat sedih membuatnya berkali lipat merasa sedih. Tapi ini harus.

Semenjak pertemuannya dengan Kim Taehyung dan ucapan bocah itu terus mengiang ditelinga Sehun. Benar bahwa ia dan Luhan tidak akan pernah berakhir bahagia. Mereka sudah berbeda. Kalaupun mereka bisa Bersama, satu-satunya jalan adalah membawa Luhan ke dunianya karena sangat mustahil untuk Sehun bisa masuk seutuhnya ke dunia Luhan.

Memikirkannya saja membuat Sehun merasa sakit. Ia tidak akan pernah mampu membunuh orang yang ia cintai walaupun itulah satu-satunya jalan. Ia juga tidak akan pernah bisa mengungkapkan hal itu pada Luhan karena bisa saja Luhan bunuh diri setelah mendengar penjelasannya.

Jadi Sehun memutuskan untuk diam. Menghilang. Berfikir.

Namun ia tak mampu. Melihat Luhan sangat terpukul membuatnya datang kembali. Ia tahu bahwa ini salah namun sekali lagi, ia tak mampu.

Kemudian ia menghilang lagi untuk berfikir dan sepertinya ini sudah saatnya untuk mengakhiri.

"Lu," suaranya begitu lirih. Ia berdiri di antara sekat pembatas ruangan. Memandang Luhan dengan tatapan sedih yang tak bisa ia tutupi.

Luhan bergerak cepat. Seperti kaget, tapi lebih dari itu, gadis itu berdiri mematung memandang Sehun. Tak ada kata yang terucap selain matanya yang menitikkan air mata. Sehun pun tak berkata apapun, ia hanya berdiri balas menatap.

Air mata Luhan semakin deras karena ia tahu apa yang ingin diucapkan oleh Sehun. Hubungan ini sudah berada diujung tanduk. Sedikit ucapannya akan membuat hubungannya jatuh hancur tak terselamatkan. Tapi ia harus mendengar pernyataan langsung dari bibir Sehun. "Kenapa?"

Pertanyaan Luhan menyasat hati Sehun. "Karena ini adalah akhir dari perjuangan kita. Semua sudah usai, Lu. Berhentilah menungguku," tenggorokannya seperti terbakar, begitu pula dengan matanya. Sehun merasa ini sangatlah sulit.

"Tapi kenapa?" seperti tak percaya dengan apa yang telah terjadi, Luhan masih terus bertanya.

Sehun tak menjawab. Ia melangkahkan kaki mendekati kekasihnya. Memeluknya dengan pelukan terlembut yang pernah ia berikan pada siapapun. "Berjanjilah kau akan menjaga dirimu dan hidup dengan baik sampai kau menua." Katanya dalam kehancuran.

"Aku tak akan bisa… teganya kau mengatakan itu padaku," tangan Luhan memukuli dada Sehun dengan brutal. Ia tak peduli dengan sakit yang mungkin dirasakan oleh Sehun namun ia harus. "Kau sudah berjanji padaku bahwa kita akan Bersama selamanya. Lalu apa ini? Kau mengatakan apa?!" tangisnya pecah bertalu-talu mengiris hati Sehun.

"Maafkan aku…"

Namun Luhan tetap menolak untuk mengerti. Ia tak mau berpisah. Ia sangat mencintai Sehun dan hanya itu yang ia butuhkan dalam hidupnya.

"Jangan meminta maaf," Suaranya begitu lirih. "Apa semua akan kembali seperti semula jika aku mati? Jika aku bunuh—"

"Stop, Lu!" Sehun melepaskan pelukannya. Matanya menatap lurus pada pupil Luhan yang kecokelatan. "Aku lakukan ini agar kau hidup dengan bahagia. Jadi jangan pernah berfikir untuk bunu… tidak, jangan berfikir untuk melukai dirimu sendiri."

"Kehilanganmu adalah luka terbesar bagiku, Sehun."

Sehun hanya terdiam. Hatinya sungguh hancur dan ia sudah tak sanggup lagi. "Dengarkan aku, aku harus pergi. Lima belas menit lagi Baekhyun akan datang. Ikutlah dengannya dan mulailah kehidupan barumu. Berkaryalah seperti biasanya dan… lupakan aku." Sehun tidak memberikan kesempatan sedikitpun untuk Luhan menyanggah. Ia memeluk tubuh mungil kekasihnya dengan sangat erat. Ia dapat merasakan jantung Luhan yang berdetak cepat dengan nafas yang terengah karena tangisnya yang luar biasa.

Pelukannya semakin erat dibarengi dengan ucapan maaf yang tak ada hentinya, lalu dengan pelan Sehun memudar… kemudian menghilang. Itu meninggalkan Luhan yang terduduk di lantai. Hatinya hancur, hidupnya sudah begitu gelap, dan hatinya terasa sangat kosong.

Kisah cintanya terlalu cepat berlalu. Kekasih yang berjanji untuk terus Bersama dengan tiba-tiba mengucapkan perpisahan sepihak yang begitu menyakitkan. Ia sudah tak sanggup lagi.

Kakinya bangkit ke kamar, begitu lunglai, ia menuju kamar mandi. Menyalakan air pada bath up dan membasahi tubuhnya. Luhan sering melihat ini di drama-drama, ia berharap air yang menutupi sebagian tubuhnya mampu membantunya mencerna kalimat yang diucapkan oleh Sehun namun ia tetap gagal. Dengan air mata yang bercampur dengan air, ia menurunkan tubuhnya dengan perlahan. Air menenggelamkan dadanya, kemudian leher dan bibirnya, lalu sampai pada mata dan kepalanya.

Ia lelah dan ia ingin berhenti. Dari hidup. Dari kisahnya.

Atau ia ingin mencari Sehun didunia lelaki itu.

--END—

Eh belum.

Maaf chapter ini tidak melalui proses sunting ataupun dibaca ulang, jadi mohon maaf jika ada ketidak koheren cerita/ beberapa typos.

MOHON YANG PUNYA REKOMEN NOVEL ATAU FF (BOLEH EXO/BTS) VAMPIRE AU/ YOUNGADULD/ MYSTERY/ SCIFI YANG BAGUS, PLEASE DM ME.

Hi, EXOL, selamat atas comebacknya EXO. I've listened The Eve n I love it.

Hi ARMY….. kesayangan kita akan comeback katanya? Huhu ga sabar.

Buat all readers, thanks ya. I love you. God bless us.