Baby Grand
Cast : HunHan; PCYBaek; Kim Jongin
Gender-Switch; Rated T/M
((Inginnya FF ini masuk ke Winter Solscise tapi ternyata ceritanya terlalu panjang. So ya, chaptered saja. Let's read!))
Sehun seorang hantu—
—Luhan penghuni baru apartemen
Baby Grand
Chapter 1
"Masuklah. Ini apartemen barumu. Kedap suara, tidak ada balkon, lantai kayu, cat berwarna cream, dan—"
"Aku tahu kau sudah menanganinya, Baekhyun. Masuklah, aku akan membuatkanmu secangkir teh," Luhan mendorong pelan tubuh Baekhyun yang sedikit lebih pendek untuk masuk ke dalam apartemen barunya, "Kau menata semua bahan dengan rapi, bukan?"
"As your want."
Luhan berjalan masuk melewati Baekhyun dan disambut dengan lorong berukuran satu setengah meter yang singkat, kemudian bertemu dengan pintu kayu berpelitur cokelat tua yang elegan yang berhadapan langsung dengan dapur. Ia berhenti sebentar dan mengelus pintunya. "Ini kamarku? Seingatku, aku sudah mendetailkan warna apa yang kumau. Dan kurasa ini terlalu tua, Baek."
Mendengarnya Baekhyun menghela nafas pelan. Inilah Luhan. Selalu bersikap seperti ini. "Mau kuganti?"
Sebulan yang lalu Baekhyun mendapatkan kiriman sebuah file di emailnya. Berisi sebuah desain apartemen. Luas apartemennya tidak jelas, hanya berisi beberapa perbandingan-perbandingan luas yang rumit.
Apartemen tanpa balkon. Tembok kaca anti silau. Hanya butuh lima ruangan: kamar dengan kamar mandinya; dapur yang bergabung dengan ruang santai; ruangan kosong untuk yoga yang menghadap langsung ke jendela kaca; dan sebuah display kayu untuk tanaman kaktus. Cat yang harus berwarna saddle-brown untuk pintu, lantai coconut limber dengan serat berwarna hitam halus, cat tembok berwarna white-smoke, dan dua macam lampu; satu saat ia tidur, satu saat ia ingin berterang-terang. Yang terpenting, apartemen harus kedap suara.
"Tidak perlu. Ini lumayan." Ia berpaling ke kanan dan menemui bagian ruangan yang ia desain dengan detail. "Namun kupikir aku akan sedikit protes kalau ada yang salah di bagian ini." Jari lentiknya menunjuk pada kitchen set yang berada di hadapannya. Konter dapur yang menghadap langsung pada ruang luas— yang terdapat sofa dan satu set home teather, semua sesuai seperti yang ia inginkan. Baekhyun lumayan juga.
"Terima kasih sudah membuat apartemen ini menjadi cantik, Baek. Kau yang terbaik."
"Jadi sekarang katakan padaku, untuk apa kau menginginkan sebuah apartemen?"
Ini yang selama ini ingin diketahui oleh Baekhyun. Luhan seorang model.
Terkenal? Pasti.
Populer? Tak diragukan.
Banyak yang ingin bersamanya? Hah, retoris sekali.
Membiarkannya hidup sendirian di sebuah apartemen tua bukanlah pilihan yang baik. Tanpa penjagaan. Yang benar saja, Luhan adalah aset perusahaan. Membiarkannya tanpa penjagaan— pengawasan— adalah sebuah kekeliruan.
"Apartemen kita sebelumnya lebih besar dari ini," Baekhyun mengedarkan pandang ke sekeliling. "apartemen ini bahkan tidak lebih besar dengan kamar di rumah ibumu, kan?"
Luhan tidak menjawab. Matanya memandang jauh pada layar televisi di hadapannya. Duduk santai di kursi malas dengan secangkir teh hijau di tangan kirinya. Ujung matanya melirik Baekhyun sebentar, kemudian beralih ke layar kaca. Pandangannya melewati pintu kamar yang beberapa saat tadi di sentuhnya. Berhenti pada titik itu dan seper-sekian detik kemudian tersenyum manis. "Aku hanya ingin tinggal di tempat yang harusnya kutinggali."
Tidak banyak yang bisa dilakukan Baekhyun untuk Luhan. Ia hanya ikut memindahkan dua koper berukuran sedang dari mobil ke apartemen nomor 407 itu. Barang-barang yang lain sudah ia pindahkan sebelumnya. Ini hanya beberapa barang pribadi yang Luhan bawa sendiri.
"Apa kau gila ingin tinggal disini sendirian?"
"Tidak."
"Ini gila, Luhan. Kau gadis. Ah lebih dari itu, kau seorang model dan kau ingin tinggal disini sendirian?" Baekhyun menghela nafas lelah. "Selama eksistensimu, ini adalah yang pertama dan aku tidak akan membiarkannya."
"Tapi—"
"Tidak ada tapi. Aku tidur disini atau kita kembali ke Gangnam."
Malam itu Baekhyun duduk diam di kursi malas disamping tembok kaca ujung ruangan. "Apa menurutmu apartemen ini tidak terlihat menakutkan?" Ia menoleh ke samping, mendapati Luhan sedang menata pot-pot kaktus di display kayu. "Disini terlalu sunyi."
"Sudah kubilang, aku butuh tempat yang sepi." Luhan menegakkan tubuhnya, melihat seberapa rapi pot-pot kaktus kesayangannya.
"Tapi kau tak suka sendiri."
"Aku memang tak sendiri. Fraileana-ku ini akan berbunga. Aku ingin menempatkannya di tempat terbaik. Disini." Ia mengelus lembut kaktus berbentuk kolmnar berwarna hijau. Itu kaktus favoritnya, Mammillaria Fraileana, kaktus yang ia dapat dari Mexico dua tahun yang lalu.
Baekhyun mendesah pelan. Ia dan Luhan sudah berteman semenjak sekolah dasar dan mulai berpisah saat masuk universitas. Itupun tidak bertahan lama, karena tiga bulan setelah mereka berpisah, Luhan menghubunginya untuk menjadikannya manager.
"Byun Baekhyun, apa kau bosan hanya berkuliah? Kau ingin sesuatu yang manis?" Baekhyun sedang ada di kantin kampus, menggigit sebuah apel ranum saat Luhan menghubunginya dengan suara yang riang.
"Hmm..." ia hanya bergumam kecil.
"Kau ingat saat aku bercerita aku akan debut sebentar lagi?"
"Hmm..."
"Tulis namaku di kolom searchingmu sekarang. Kau akan terkejut, dan saat kau menghubungiku untuk memakiku, disaat yang sama kau sudah kunyatakan diterima sebagai managerku."
Luhan menjadi trainer sebuah agensi model dua tahun yang lalu, saat mereka masih berada di tingkat 2 sekolah menengah atas. Itu mudah sekali diduga, Luhan cantik, tentu saja ia menarik pihak agensi. Dua tahun menjadi trainer, sekarang akhirnya, kata 'debut' itu muncul.
Itu adalah awal. Diusia 19 tahun, Baekhyun sudah menjadi manager dari seorang model muda dan mahal bernama Luhan. Kadang ia tak mengerti bagaimana hal itu bisa terjadi. Ia tahu Luhan sangat cantik, selalu tersenyum manis pada tiap orang, tapi ada satu hal yang orang lain tidak tahu. Luhan bukan orang yang pandai dalam hal akademik. Bisa dikatakan bahwa sahabatnya itu mendekati bodoh. Ia tak bisa merangkai puisi dengan benar, tidak bisa mengerjakan matematika yang menurut Baekhyun mudah. Parahnya, ia tidak akan pernah memahami apa yang ada dalam kontraknya, ia tidak tahu apa jadwalnya besok, dan ia juga tidak tahu tentang berapa persen uang yang ia dapat dari sebuah proyek yang ia lakukan. Semua itu urusan Baekhyun, Luhan hanya terima beres. Poin plus Luhan adalah ia bisa menggenggam dunia dengan parasnya. Berbanding terbalik dengan Baekhyun.
Baekhyun sadar dari lamunan dan nostalgianya, kemudian bangkit ke arah Luhan,"Tidurlah. Ada pemotretan iklan besok."
Tidur berdua adalah hal yang biasa bagi Luhan dan Baekhyun. Mereka sudah tujuh tahun tinggal bersama. Tidur saling tumpang tindih pun sering mereka lakukan.
"Aku akan membuatkanmu pot pouri. Wewangian apa yang kau inginkan?" Baekhyun tersenyum manis, matanya menatap jauh ke langit-langit kamar berwarna beige cerah.
Luhan tersenyum. Baekhyun adalah teman yang bisa diandalkan. "Cendana dan teh hijau untuk kamar mandi. Cemara dan lavender untuk kamar."
"aku akan menambahkan sedikit minyak essensial lemon untuk keduanya. Sekarang tidurlah."
"Selamat tidur, Baek. Mimpikan Chanyeol," Luhan terkikik geli membuat Baekhyun sedikit memanyunkan bibirnya.
"Kau membuatku merindukannya."
Luhan sedikit memiringkan badannya,"Kau baik-baik saja?" Ia sedikit merasa bersalah.
"Kurasa iya. Dia akan baik-baik saja di Milan."
Baekhyun memiliki seorang kekasih, seorang model bernama Park Chanyeol. Pria tinggi menjulang, berparas tampan yang lembut, dan yang terpenting— Chanyeol anak dari pemilik agensi dimana Luhan bernaung. Itu— hebat.
"Kau merindukannya?" Luhan mengelus pipi Baekhyun yang tertutup oleh anak rambut. Ia ingin menenangkan sahabatnya, walau sedikit.
"Tentu. Aku merindukannya setiap hari. Dan kau, apa kau tak kesepian? Kau belum pernah memiliki kekasih, sekalipun, huh?"
Luhan menatap lurus ke pintu cokelat tua kamarnya, tersenyum sebentar kemudian ia memandang Baekhyun. "Apa aku terlihat menyedihkan?"
Malam itu dilewati dengan perbincangan ringan oleh mereka. Membicarakan Chanyeol yang sedang bekerja di Milan dan beberapa jadwal yang harus dilakukan oleh Luhan dalam beberapa hari ke depan.
Ini sudah lima hari Luhan tinggal di apartemennya. Ia tinggal sendirian seperti apa yang ia inginkan. Sehari setelah ia pindah, keesokan harinya ia berhasil mengusir Baekhyun untuk pergi dari tempat tinggal barunya.
"Ayolah, Baek, aku sudah 27 tahun. Aku bisa tinggal disini sendirian. Aku benar-benar akan baik-baik saja."
"Apa kau gila? Seorang model cantik sepertimu tinggal disini sendirian? Itu ide konyol. Lu. Kau gila!"
"Kudengar Chanyeol akan kembali ke Korea—"
"Chanyeol? Kembali?" Dapat Luhan lihat mata managernya terbuka semakin lebar. Bahkan ia tidak tahu kalau kekasihnya akan kembali? Bodoh.
"Apa kau tidak ingin tinggal bersama dengannya? Ini tahun ke empat bagi kalian. Kukira sudah waktunya."
"kau!"
"Pikirkanlah kembali."
Seperti hari sebelumnya, fajar pagi adalah hal yang wajib dirasakan oleh Luhan. Ia duduk di sebuah matras tipis berwarna biru tua di ruangan yoga. Wajahnya lurus menghadap pada tembok kaca. Matahari belum sepenuhnya muncul. Hanya bias-bias berwarna jingga di ujung timur laut. Luhan menyatukan kedua tumit kakinya dan mulai menarik kepalanya ke belakang. Ia melakukan gerakan yoga ringan pagi itu. Menjaga tubuh tetap bugar adalah kewajibannya sebagai seorang model.
Satu jam berada di atas matras dan bergerak anggun, sekarang Luhan beralih pada dapur. Memotong sebuah alpukat menjadi dua bagian, membuang bijinya, dan kemudian membawanya ke kursi malas sambil menggigit sendok. Ia menyalakan televisi.
Matanya sedikit terkejut saat ia memandang sofa. Dua detik kemudian ia sudah fokus kembali pada acara televisinya, tak lupa suap demi suap buah alpukat.
"Hmm... kukira kau butuh makan," beberapa menit diam, Luhan bergumam lirih. Dia kembali diam, mata rusanya tetap mengamati fashion show-nya di televisi. "Kau mendengarku?" Ia menoleh ke kiri— ke kursi kosong disana. "Kau tidak tuli kan?"
OH SEHUN. Ia tinggal di apartemen ini sudah sangat lama. Tak terhitung sejak kapan. Ia hanya tetap disana, tidak kemana-mana— atau tidak berniat untuk kemanapun. Dasarnya, ia tinggal sendirian. Namun ia harus berbagi ruang dengan orang lain secara teknis. Sering kali berganti-ganti. Paling lama lima belas tahun, paling sebentar lima bulan. Dari semua yang tinggal disana, tidak satupun yang mengganggu Sehun. Atau belum lebih tepatnya.
Ia suka ketenangan, dan beruntungnya semua orang yang tinggal tempatnya juga merupakan orang yang sama.
Sebulan yang lalu ada seorang wanita manis yang datang ke tempatnya— apartemennya. Wanita itu berbicara dengan Bibi Kang, yang officially memiliki apartemennya.
"Selamat pagi, Mrs. Kang. Namaku Byun Baekhyun." Wanita itu tersenyum dengan sangat manis. Rambutnya tergerai panjang dengan dress simple berwarna biru muda. Sehun tersenyum. Jadi siapa dia?
"Kudengar kau akan menjual apartemen ini. Apa itu benar?"
Pertanyaan wanita itu— Baekhyun, membuat Sehun mengerutkan kening. Bibi Kang akan menjual apartemen?
"Kau benar. Aku akan menjual apartemen ini." Bibi Kang memandang sekeliling apartemen yang sudah sebelas tahun ia tinggali. "Anakku ingin mengajakku tinggal bersamanya. Aku sudah tua."
Beberapa hari setelah kedatangan Baekhyun ke apartemennya, Sehun melihat Bibi Kang membereskan semua barangnya. Menyimpan semua barang milik wanita berusia 50 tahun itu ke dalam kardus dan membawanya keluar, keluar bersama sang pemilik.
Setelah Bibi Kang meninggalkan apartemen, Sehun tinggal sendiri. Ia hanya duduk di kamar, atau kadang duduk diam di sudut tembok kaca, memandang keluar.
Beberapa hari setelahnya, beberapa orang datang untuk membersihkan apartemen, hal ini sering terjadi saat ada yang akan ada orang baru datang. Cat diganti, skat-skat ruang di rubah, dan warna lantai juga diganti dengan motif lain. Ini adalah saat pertama ada perubahan yang besar saat ada penghuni baru. Sehun tidak terlalu mempermasalahkannya, semua itu memang hak mereka.
Sehun sedang merebahkan diri di kamar barunya— bukan miliknya, tapi milik sang penghuni baru nanti. Kamar ini begitu feminim. Ranjang, isi lemari, dan puluhan jenis make-up yang rumit. Belum lagi puluhan pasang sepatu hak tinggi yang tersusun rapi.
"Apa wanita ini akan tinggal disini dengan barang semewah ini? Ini hanya apartemen tua."
Sehun bergumam sambil mengedarkan pandang. Nyatanya, bukan Baekhyun yang akan tinggal di apartemen ini, ada seorang wanita lain. Wanita yang memiliki wajah lebih tegas. Sehun melihat wanita itu. Tidak secara langsung, tapi sebuah foto besar terpampang jelas di atas ranjang. Wanita itu terlihat rumit.
Ia hanya sebentar bergumam kecil saat melihat-lihat sekeliling. Ia berdiri disamping konter dapur saat pintu apartemen terbuka pelan.
"Masuklah. Ini apartemen barumu. Kedap suara, tidak ada balkon, lantai kayu, cat berwarna cream, dan—"
Itu suara Baekhyun, Sehun mengenalnya. Ia berbicara dengan seseorang. Mungkin orang yang ada di foto di kamar tadi. Sehun selalu menyambut siapapun penghuni baru apartemennya. Tak terkecuali hari ini.
Saat wanita itu muncul dari lorong depan pintu, Sehun menundukkan badannya, sekedar mengucapkan selamat datang pada penghuni baru. "Perkenalkan namaku Sehun. Oh Sehun." Ia tahu itu percuma, wanita dengan dress merah ini tidak akan bisa melihatnya. Namun Sehun ingin bersopan santun.
"Tidak perlu. Ini lumayan. Namun kupikir aku akan sedikit protes kalau ada yang salah di bagian ini," wanita itu menjawab pertanyaan Baekhyun sambil menunjuk Sehun. Tentu saja bukan, dia menunjuk kitchen set disekeliling Sehun.
Wanita itu bernama Luhan, berusia 27 tahun, dan merupakan seorang model. Selain itu, Sehun melihat orang ini begitu bersemangat, ambisius, dan sangat detail. Ia meminta gelas-gelas di dapurnya diganti hanya karena ia tidak suka dengan warnanya. Bahkan sofa berwarna merah terang itu harus diganti karena Luhan menginginkan warna yang lebih pekat. Bagi Sehun itu terlalu berlebihan.
Sehari tinggal bersama Luhan dan Baekhyun, Sehun merasa semua baik-baik saja. Walaupun Luhan sangat detail, tapi ia tipe wanita yang tenang. Ia tidak banyak bicara, tidak banyak bergerak. Itu bagus.
Ia memperhatikan apa yang Baekhyun dan Luhan lakukan. Mulai dari Baekhyun yang membantu Luhan membongkar dua koper berisi barang-barang kecil yang tidak ia pahami, kemudian Luhan yang menata puluhan pot kecil kaktus berbeda jenis di sebuah display kayu, dan saat mereka berbicara di atas ranjang Luhan. Sehun mengikuti mereka, melihat bagaimana mereka berinteraksi.
Baekhyun pergi dari apartemen itu keesokkan harinya, meninggalkan ia dan Luhan. Hanya tinggal berdua dengan seorang wanita muda membuat Sehun merasa tidak nyaman. Ia hantu— hmm, atau bisa disebut dengan orang mati yang masih hidup, atau makhluk hidup yang tak terlihat, atau— entahlah.
Ada yang aneh pada diri Luhan, menurut Sehun. Wanita itu bangun saat fajar, sarapan sebuah alpukat, dan mandi dengan air teh. Apa itu wajar? Maksud Sehun adalah apa wanita di dekade ini lumrah melakukan hal itu? Bagian— mandi dengan air teh.
Selain itu, ada hal aneh lain yang ada pada diri Sehun. Ia merasa ada sesuatu yang besar ada pada diri Luhan. Sesuatu itu mempengaruhi dirinya. Seperti membuat Sehun merasa tidak nyaman, walaupun Luhan tidak melakukan apa-apa.
Dan kadang ia merasa Luhan memperhatikannya.
Ia hantu— kasarnya begitu. Ia tak membutuhkan makanan, ia tidak tidur, atau apapun yang manusia biasa lakukan. Bahkan ia juga tidak perlu bernafas, jantungnya tak bekerja. Ia hanya sebongkah asap berbentuk manusia. Tapi ia merasa aneh. Beberapa hari tinggal di tempat yang sama dengan Luhan, ia merasa lapar.
Di hari kedua Luhan tinggal disana, Sehun tiba-tiba tersadar di sofa di depan televisi. Hal terakhir yang ia ingat adalah ia sedang duduk menonton acara yang di putar oleh Luhan, saat ia sadar kembali, hari sudah pagi. Apa ia tertidur? Ini belum pernah terjadi selama eksistensinya sebagai seorang hantu.
Sore harinya, ada keanehan lagi. Luhan baru saja pulang dari bekerja, ia membawa sekantong penuh bahan makanan dan menyalakan kompor. Sehun hanya diam di pinggiran konter dapur memperhatikan Luhan memasak. Ia mencium aroma lembut daging yang dipanggang oleh Luhan. Perut Sehun berbunyi pelan— pelan namun Sehun menyadarinya. Apa ia lapar?
Ia mulai menghindari Luhan. Setiap Luhan berada di apartemen, Sehun akan menyingkir menjauh. Jika Luhan berada di kamar, maka Sehun akan di ruang yoga. Saat Luhan berada di luar kamar— entah itu di ruang santai, dapur, atau ruang yoga— maka Sehun akan duduk diam di kamar. Sehun dalam keadaan kurang baik.
Klek~
Pintu apartemen terbuka. Itu tanda bahwa Luhan sudah pulang. Dengan mantel berwarna bulu kera, Luhan memasuki dapur. "Aaaa... bagaimana bisa udara sedingin ini!" ia menggerutu.
Sehun memandang ke tembok kaca. Kabut pekat. Sehun diam, tangan kanannya menyentuh tengkuknya. Hangat. Tangannya hangat.
Sehun bingung. Ada apa? Ia bermonolog. Bagaimana bisa tangannya terasa hangat. Selama tiga puluh tahun berlalu, ia tak pernah merasakan ada rasa di tubuhnya. Dingin, panas, hangat, ataupun beku, ia tak pernah merasakannya. Namun kali ini, tangannya hangat. Bagaimana bisa?
Hari ini puncaknya. Sehun merasa pusing. Hell, ia hantu. Bagaimana Sehun bisa pusing. Ia berjalan mondar-mandir di depan televisi. Malam ini ia tertidur kembali. Dan ia terbangun saat mendengar suara sendok di sampingnya. Ia duduk dengan cepat, Luhan sudah duduk disampingnya menonton acara fashion show yang ia sendiri sebagai bintang tamunya.
"Hmm... kukira kau butuh makan," beberapa menit diam, Luhan bergumam lirih. Dia kembali diam, mata rusanya tetap mengamati fashion show-nya di televisi. "Kau mendengarku?" Ia menoleh ke kiri— ke arah Sehun. "Kau tidak tuli kan?"
Ddaaarrrr!
Sehun terkejut. Sekali lagi Sehun tegaskan, ini sudah tiga puluh tahun semenjak ia meninggal, baru kali ini ada manusia yang berbicara dengannya.
"Kau..."
"Hmm?"
"Kau bicara padaku?" Sehun berkata lirih. "Atau kau sedang latihan drama?" Ia menambahkan. Ia ragu tentu saja.
"Hai Oh Sehun, namaku Luhan. Senang berkenalan denganmu," Luhan tersenyum. Matanya membentuk bulan sabit yang cantik. Rambut ikal panjangnya membingkainya menjadi semakin bernilai lebih. "Sekarang makanlah, kau terlihat kurus."
"Aku? Makan?aku hantu, Luhan? Bagaimana bisa?" Sehun masih ternganga. Rambutnya terlihat berantakan karena baru saja bangun tidur. "Aku—"
"Aku tahu. Sarapanlah, kemudian kita berbicara."
TBC/END?
Notes:
Ini FF chaptered. Vi pikir mah pantas-pantas saja masuk sebagai oneshoot di Winter Solstice tapi FF ini terlalu panjang untuk ukuran oneshoot.— update setiap minggu, ya. So, give me your reviews, guys, gimana? Gimana? Kkkk—