Aloha para pembaca yang budiman!

Karena ini adalah chapter akhir, izinkan saya berbicara panjang kali lebar di Author Note kali ini.

Saya kembali dengan chapter akhir dari fiksi absurd ini, tak terasa fiksi yang di mulai sejak bulan April ini berakhir di bulan Oktober.

Terima salam hormat saya untuk Anda semua, para pembaca yang telah mencintai fiksi ini, yang selalu menunggu update terbaru dan selalu memberikan sumbangsih chapter demi chapter. Terima kasih juga bagi Anda yang telah meletakan fiksi ini di jajaran fiksi favorit kalian.

Terhitung 106 favorites dan 77 followers serta 468 reviews sebelum saya publish chapter dua puluh, bagi saya itu adalah prestasi luar biasa bagi author kampret macam saya ini.

Sekali lagi, terima kasih!

And special thank you for Yassir2374.

Saya sadar, fiksi ini jauh dari kata bagus, penuh dengan ke-absurd-an, ka-gaje-an juga menerpa di setiap chapter, bahasanya yang campur aduk, diksi yang tidak tepat penggunaannya, lelucon satir nan garing dan juga berbagai kekurangan-kekurangan lainnya, saya akan terus belajar untuk memberikan karya yang terbaik untuk Anda kedepannya.

Juga, ide fiksi ini muncul dari kolaborasi berbagai film yang selama ini tak pernah saya cantumkan, tapi, untuk di chapter akhir ini akan saya cantumkan semua ide yang mendasari karakter dan alur cerita fiksi ini.

Fiksi ini awalnya akan berdiri di suasana sedih, gelap, dan ambigu. Nuansa gore juga coba saya angkat sehingga kemungkinan besar saat itu saya ingin naikan rate fiksi ini, begitu juga romance Naruto-Sakura yang coba saya perdalam, begitulah awalnya.

Namun pasca chapter tiga rilis, saya entah kesurupan setan entah darimana sehingga unsur komedi dan lelucon sindiran muncul, dan juga romance di fiksi ini gagal total. Sungguh maafkan saya untuk kegagalan saya mengangkat romansa NaruSaku.

Jika Anda ingin mengenal saya lebih pribadi atau sekedar berbincang, silahkan add akun pesbuk saya yang telah saya cantumkan di bio, meskipun saya jarang nongol di sosmed, tapi tenang saja, setiap message atau notifikasi maka ponsel saya akan bunyi, trus saya baca notifikasinya, setelah itu ponsel saya lempar ke jalan biar di gilas truk, trus saya beli ponsel baru, baru saya balas pesan ente pake ponsel baru itu, biar greget dan afdol. Haha...

Akhir kata, terima kasih untuk cinta kalian semua pada karya saya ini, sampai jumpa di karya saya yang lainnya.

Salam hangat untuk Anda semua dari saya,

L samudra putra.


Naruto and all the characters and elements in it belongs to Masahi Kishimoto.

City Hunter, Korean drama (played by Lee Min Ho and Park Min Young based on the manga of the same title written by Tsukasa Hojo) for Naruto and Sakura characters. Sang Jung Kim as Lee Jin Pyo for Orochimaru characters.

Tokyo Ghoul by Sui Ishida for idea Heroes dan Naruto characters.

X-Men : Days of future past (movie, 2014) special for Sasuke dialogs in the twenty chapter- final scene. Magneto/Erik Lehnserr for Sasuke characters.

Reply 1997, Korean drama (played by Jung Eun-Ji and Seo In-guk) special for the third chapter.

Spiderman, Logan, Cyclops and Professor Charles Xavier from Marvel Comics, special Spiderman for Naruto characters.

Optimus Prime, Iron Hide, Bumble Bee from Transformer by Takara (Original version) and Michael Bay (Movies Version).

Satria Garuda Bima-X, Indonesian Tokusatsu, permits and rights reserved Reino Barack and Ishimori Production and MNC Media for Sasuke characters and Sasuke scene batlle in the thirteenth chapter.

Wanted (movie, 2008) producer by Timur Bekmambetov for scene Ino vs Anko in the seventeenth chapter.


HEROES

The Twenty Chapter

"Final Chapter."

Aku menyanyangimu.

Warning " OOC's dan hati-hati dengan pergantian scene yang cepat.


"Raikage-sama... perintah!" pinta Asuma.

"Raikage-sama!" Asuma menoleh ke samping, "Perintah!"

Raikage meneguk ludah menatap ular raksasa tersebut. "Serang dia bersama-sama." Ujarnya pelan. "Walau aku tak yakin kita bisa menghadapi sannin ular."

Darui mengeratkan genggaman pada ganggang pedang. "Ayo..."

Asuma kembali menyulut rokok dan meletakan di sela bibir. "Ya..."

Plap.

Itachi datang satu lompatan di hadapan mereka bertiga lalu berbalik cepat menatap ular raksasa kepala delapan.

"Yamata no tachi... kalian takkan bisa menghadapinya, dia takkan bisa dikalahkan kecuali di segel." Ujar Itachi.

"Segel? Tidak ada dari kita yang bisa melakukan itu?!" jelas Raikage.

"Tidak ada?" cibir Itachi.

Pola tiga tomoe kembali membentuk pola Shuriken. Susano'o berbentuk rusuk kembali melingkupi sekeliling tubuh Itachi. Susano'o terhenti bertransformasi karena Itachi jatuh terduduk.

"Arrrghh... sial!" darah mengalir dari kedua mata Itachi. "Ayolah!"

Susano'o merah kembali melanjutkan transformasi. Itachi memaksakan semua kekuatannya untuk membentuk Susano'o. Kapten divisi tiga itu kini berdiri tegak dalam Susano'o setengah pinggang.

Ular kepala delapan kembali menjerit melengking.

Susano'o merah menghunuskan pedang di lengan ketiganya. Menebas satu persatu kepala ular raksasa tersebut. Setiap satu tebasan, kepala yang tersisa menjerit melengking dan kepala ular yang tertebas jatuh berdebam ke tanah.

Susano'o terus menebas hingga menyisakan dua kepala. Susano'o akhirnya berhenti menebas karena Itachi merasa ada yang aneh dengan ular tersebut.

Satu dari dua kepala itu menganga, dari lidah ular tersebut perlahan muncul sesosok manusia yang mengejutkan semua orang disana.

"O-orochimaru?!" Raikage terbelalak melihat sosok di dalam mulut ular yang menganga itu.

Asuma menggelengkan kepala, "Diamput! Kang Orochi pancen gatel..."

"Tidak bisa di percaya... sannin ular adalah kapten divisi elite kepolisian khusus." Tambah Darui.

Setengah badan Orochimaru muncul dari permukaan lidah ular raksasa tersebut.

Susano'o mendekat hingga berhadap-hadapan dengan monster raksasa. Itachi yang berpijak ke tanah kini seolah melayang ke kepala Susano'o sehingga ia bisa tepat berhadapan dengan Orochimaru.

"Lebih baik kau hentikan ini, kapten Orochimaru." Ujar Itachi.

"Khu.. khu... khu... aku bukan kapten S.A.C lagi dan aku tak berniat menghentikan semua ini, Itachi."

"Sannin ular, keadaan sudah semakin parah, terlalu banyak korban dari pihak S.A.C... tidak kah kau pikirkan bahwa mereka memiliki keluarga? Jika kau teruskan maka akan semakin banyak lagi korban berjatuhan."

"Keluarga? Aku juga punya itu dan aku tak memiliki urusan dengan S.A.C.."

"Dengan Raikage, benarkan?"

Orochimaru menaikan alis tinggi-tinggi, menatap pemuda yang sedang melayang di dalam kepala Susano'o.

"Aku menemukan file SM 160492 di tempat sampah di depan ruanganku... kau membuangnya sesaat setelah mendapatkannya saat itu... aku sudah membaca semuanya... kau memburu lima anggota S.A.C yang pernah terlibat pembunuhan Minato dan Kushina."

"Karena kau sudah tahu, maka menyingkirlah..."

"Aku tetaplah bagian dari S.A.C..." Itachi bersikeras.

"Meskipun kau hero murni? Itachi?" Orochimaru menampilkan mimik mencibir.

"Hero murni atau bukan... itu bukan alasan untuk tidak mewujudkan kedamaian." Ujar Itachi tenang.

"Menyingkirlah dariku, Itachi..." ancam Orochimaru, "Aku tak suka memberikan pilihan."

"Sebaliknya..." ujar Itachi. Susano'o kembali menghunuskan pedang, "Aku memberikanmu pilihan, hentikan perang ini atau kau kusegel!"

"Perang ini bukan aku yang memulai tapi S.A.C... ambisi mereka.. arogansi mereka yang ingin memburu killer hunter dan adikmu lah sebagai sumbu penyulut perang."

"Tapi dari pihak yang jauh lebih tua dan berpengalaman, bukankah kearifanmu sangat di butuhkan saat ini? Kau bisa menghentikan perang ini dengan memberi mereka ultimatum."

Orochimaru menggeleng sambil terkekeh. "Kau kira mereka akan patuh? Kau kira aku akan diam saja? Aku tetap akan menghabisi mereka bahkan jika perang ini dihentikan sekarang."

"Aku akan menghentikanmu, ini demi kebaikan kita bersama. Demi manusia dan hero."

"Bodoh... kau kira bisa menghadapiku?"

"Hyiaaaatt!"

Susano'o kembali menebaskan pedang Totsuka, dua leher ular raksasa itu tertebas bersamaan. Seluruh bagian ular yang tercecer tersedot kedalam gagang pedang yang berbentuk seperti kendi labu.

"Ini sudah berakhir." Gumam Itachi.

"Semudah itu dia mengalahkan sannin ular?" Raikage terkejut.

"Cepat sekali kapten Itachi membereskannya..." lirik Darui ke Asuma.

Asuma menghisap dalam rokoknya, "Lihat baik-baik ke sana, Darui..."

Darui melemparkan pandang jauh di depan mereka, di kubu hero.

"Monster mengerikan itu... kenapa gampang sekali di kalahkan?" tanya Gaara pada Shikamaru.

"Aku juga tidak tahu Rak-" Shikamaru menghentikan kalimatnya. Ia merasakan tekanan energi begitu kuat dari arah belakang. Ino yang di papah Shikamaru juga gemetar, pikirannya yang sensitif merasakan hawa kelam yang membuat kepalanya berdenyut sakit.

Manik hijau Sakura bergetar, "Shikamaru... Ino... dibelakang kalian..."

"Ada ap-"

"Jangan tengok!" Shikamaru mencegah Ino menengok ke belakang.

Orochimaru berjalan dari arah kegelapan di belakang para hero muda. Masih mengenakan kimono yang compang camping dan luka bakar di sekujur tubuh, Orochimaru menyeret satu kakinya yang patah dan menampilkan gestur tenang.

Orochimaru terus berjalan tenang hingga ke tengah medan tempur.

"Berarti tadi bukan sosok asli dari sannin ular..." gumam Itachi, "Tadi adalah monster panggilan dari dunia lain."

"Orochimaru laknat!" kutuk Raikage.

"Darui, perhatikan..." ujar Asuma pelan namun penuh penekanan, "Tubuhnya penuh luka seolah baru saja mengalami pertarungan hebat."

"Apakah ini akan menguntungkan kita? Yang kita hadapi adalah ksatria legenda dari masa lalu..." Darui meneguk ludah. Bagaimanapun, tidak ada setitik kesombongan pun yang bisa di bangga-banggakan jika harus menghadapi seorang sannin legendaris.

"Dia terluka..." gumam Itachi memperhatikan tubuh Orochimaru, "Tapi dengan siapa dia bertarung?"

"Kenapa, Raikage? Kau terkejut?" seringai Orochimaru.

"Grrrh! Orochimaru! Aku tak menyangka kau adalah orang yang berada di balik topeng putih polos delapan belas tahun silam!" bentak Raikage.

"Khu.. khu... ayo selesaikan masalah kita." Kekeh sannin ular.

"Aku tak punya masalah denganmu!"

"Benarkah? Kau tidak merasa bersalah setelah membunuh anak dan menantuku?" kecam Orochimaru.

"Anak dan menantu? Apa yang kau bicarakan?!"

Susano'o Itachi bergerak ke tengah, menutupi sisa barikade S.A.C.

"Huh.. yang kubicarakan adalah kematianmu!" Orochimaru membuka mulut.

Secara cepat muncul ular raksasa berwarna putih dari mulut Orochimaru, meremukan kepala Orochimaru karena menganga terlalu lebar. Tubuh Orochimaru tersebut juga sekakan kempes seperti balon kehilangan angin lalu hilang menjadi butiran debu.

Ular raksasa bersisik putih, jauh lebih besar dari ular kepala delapan yang tadi kini muncul di depan mereka. Wujud kepala ular tersebut adalah kepala Orochimaru dengan taring berlapis dan dagu lancip panjang. Dua tanduk juga mencuat di sela-sela rambut Orochimaru yang tergerai berantakan. Sisik sisik dari ular tersebut adalah juga ular kecil berwarna putih.

"Inikah wujud asli sannin ular? Legenda akan ular putih itu ternyata benar adanya..." gumam Itachi.

Orochimaru menyeringai lalu tertawa terbahak-bahak.

"Bwuahahaha... matilah kalian semua!"

Syyuuuutt!

Ular putih melesat ke depan.

Susano'o merah mengarahkan perisai Yota untuk membentuk pertahanan, namun ular putih jauh lebih kuat menghentak ke depan hingga Susano'o terjungkal ke belakang. Ular putih terus melesat ke posisi Raikage.

Strategos S.A.C tersebut menganga tak tahu harus berbuat apa saat kepala Orochimaru yang menampilkan seringai kejam siap menabraknya.

Blaaaaarrrm!

Ledakan besar terjadi, beruntung sesaat sebelumnya Darui dan Asuma berhasil melompat menjauh.

"Boss!" teriak Darui karena melihat atasannya tak sempat menghindar.

Dalam kepulan asap, ular putih bergelung melingkar dengan kepala Orochimaru berada di bagian atas. Tertawa melengking bak kuntilanak.

Raikage terkapar namun masih bisa bergerak. Tertatih ia berdiri.

"Menantu dan anak... mungkinkah... oeks!" Raikage memuncratkan darah, "Yang dimaksud adalah Kushina dan Minato?"

"Mati... matilah kalian, manusia!" jerit Orchimaru marah. Sisiknya luntur, ribuan ular kecil berwarna putih melata dari tubuhnya dan menjalar ke barikade S.A.C.

Kepanikan tak terhindarkan saat ular-ular tersebut mengeroyok pasukan yang tersisa. Setiap tubuh dari pasukan S.A.C yag masih hidup di lilit oleh ratusan ular-ular putih.

Darui menebaskan pedangnya ke berbagai arah agar tak ada celah bagi ular-ular yang muncul dari sisik Orochimaru tersebut menempel ke tubuhnya. Asuma terus menyemburkan bola api agar tak ada ular yang mendekatinya. Namun naas bagi pasukan yang lain, setelah di lilit oleh ratusan ular, mereka ambruk dengan tubuh membiru karena bisa ular putih tersebut.

Raikage sendiri segera mengaktifkan perisai petir di tubuhnya membuat ular-ular putih tersebut tidak bisa melata ke arahnya.

Melihat kekacauan itu, Itachi kembali memunculkan api hitam neraka.

"Amaterasu."

Serangan ular putih tersebut berhasil sedikit direda oleh Itachi, kini ia mengarahkan pandangan pada Orochimaru yang terkekeh senang melihat banyaknya pasukan S.A.C yang tumbang.

Susano'o merah berlari menerjang Orochimaru, ular putih jelmaan Orochimaru juga melesat ke arahnya. Itachi terlebih dahulu mendapatkan peluang dengan mendaratkan tinju Susano'o ke kepala Orochimaru.

Kuatnya pukulan dari makhluk gaib itu membuat Orochimaru terlempar, tapi ekor ular putih telah melilit tubuh Susano'o.

Dua raksasa itu terlempar ke bangunan kiri Konohagakuen.

Blaaarrrm!

Gaara merentangkan tangan, perisai dari tanah padat terbentuk secara cepat melindungi mereka berlima dari pecahan beton yang berhamburan ke arah mereka.

Bunyi gemuruh terdengar dari runtuhnya bangunan kiri konohagakuen yang ambruk di terjang dua raksasa tadi, saat kepulan debu perlahan tersingkir, mereka semua terkejut.

Orochimaru dalam bentuk ular putih raksasa berhasil membelit tubuh Susano'o merah yang jatuh terlentang.

Ular raksasa itu berdesis, "Mengalahkanku, dalam mimpimu, Itachi... aku tak peduli kau hero murni atau manusia, siapaun yang menghalangiku untuk membunuh Raikage akan kuhabisi tanpa ampun."

Ular putih terus membelit Susano'o merah makin kencang dan kuat. Ular putih jauh lebih besar dari Susano'o, menguntungkan posisi Orochimaru saat ini. Kepala ular putih tegak menantang, menatap Susano'o yang perlahan retak dalam lilitannya. Kepala Orochimaru melesat dengan mulut menganga lebar.

Mencaplok kepala Susano'o.

Lalu Susano'o merah milik Itachi pecah menjadi taburan chakra berwarna merah.

Orochimaru tertawa lantang.

"Bwuahahaha... haha-" taw Orochimaru terhenti.

Itachi masih hidup dan berlari menjauh dengan aura merah berbentuk rusuk yang melingkup tubuhnya. "Aku tak percaya ini, Susano'o bisa dihancurkan?! Kesatria legenda seperti sannin ular memnag tak bisa dikalahkan dengan mudah, tinggal satu cara lagi!"

Orochimaru menatap tajam sosok Itachi yang kini berdiri di tengah arena medan tempur.

"Uchiha sialan..." desisnya.

Ular putih raksasa kembali melesat ke arah Itachi.

Kakak kandung Sasuke itu tetap tenang dengan mata terpejam dalam aura merah berbentuk rusuk saat kepala Orochimaru hampir menburuknya. Itachi membuka mata dan saat Orochimaru hampir menabrak, pola Shuriken berputar kencang dalam kelopak matanya.

"Tsukuyomi."

Lalu air mata darah mengalir di kedua mata Uchiha Itachi.

...

Sasuke masih terjebak dalam dunia ilusi milik Itachi, kini ia menyaksikan kenangan demi kenangan yang pernah di lalui Itachi... dan dirinya sendiri.

Itachi duduk di sisi ranjang dengan handuk yang menutupi kepalanya. Tetes tetes air jatuh dari ujung rambutnya ke lantai. Sasuke berdiri di hadapannya, menoleh pada suara yang terdengar tergopoh-gopoh berlari ke lantai atas.

Sasuke menajamkan mata melihat sosok dirinya sendiri saat masih SD. Bocah yang masih berseragam lengkap itu berlarian dengan wajah senang mendekat pada Itachi.

"Niisan lihat aku beli Beyblade!" Sasuke kecil mengacungkan tangan menunjukan gasing modern di tangannya.

Itachi menurunkan handuk yang menutupi kepalanya, "Wah..."

Mata Itachi telah kembali normal, namun Sasuke kecil tertegun, "Kenapa kamar niisan berantakan sekali? Ibu bisa marah loh..." Sasuke kecil menautkan kedua alis dan berpura-pura memasang wajah seram namun malah terlihat lucu.

"Apa kau mau membantuku membereskan kamar?" tanya Itahi mengacak rambut Sasuke kecil. "Nanti aku akan temani kau bermain Beyblade."

"Uhm!" Sasuke mengangguk mantap.

Keadaan sekeliling Sasuke berubah. Masih di dalam kamar Itachi namun kini telah kembali rapi. Sasuke tetap berdiri di posisi yang sama. Itachi keluar dari kamar.

Gestur yang sama.

Mimik yang sama.

Namun Itachi yang berbeda karena ia telah memasuki SMA. Itachi menutupi kepala dengan handuk dan terduduk di sisi ranjang.

Sasuke memperhatikan mata sang kakak yang kini berganti menjadi dua tomoe.

Terlihat oleh gurat kekhawatiran pada sang kakak, cemas dan juga gelisah.

Keadaan kembali berubah sekejap mata.

Sasuke duduk di ruang tamu. Tepat di samping sang kakak dan duduk berhadapan dengan sang ayah. Sasuke melirik ke arah jam dinding, sudah jam dua malam. Ayahnya terlihat baru pulang kerja dan sepertinya Itachi dan ayahnya sedang membicarakan hal yang serius.

"Aku tak mengerti pemikiranmu meski kau adalah anakku." Ujar Fugaku.

"Semua ini demi Sasuke." balas Itachi. "Dari kecil sudah terlihat bagaimana ia berambisi menjadi yang nomor satu."

"Tapi bukan berarti kau harus mengalah dengan masuk militer, bukan?" sanggah Fugaku.

"Ayah..." Itachi menatap sang ayah, "Aku sama sekali tak berniat untuk belajar bisnis, itulah intinya, maafkan aku. Sungguh maafkan aku. Tapi pada pundak Sasuke lah aku yakin jika kerajaan bisnis ini mampu ia lanjutkan."

"Aku sangat mengharapkanmu. Itulah yang kupikirkan selama ini." Fugaku tak bisa menyembunyikan kekecewaannya.

"Aku tetap akan mengharumkan nama keluarga ini dengan cara lain."

"Jika begitu inginmu, maka sebagai seroang ayah aku hanya bisa mendukungmu." Balas Fugaku, "Tapi jika kau bisa meluangkan waktu, saat bertugas di S.A.C cobalah ambil pendidikan militer di bangku universitas, meskipun kau tak ingin melanjutkan kepempipinanku di Uchiha Group bukan berarti kau harus berakhir sebagai prajurit biasa. Jadilah yang terbaik di S.A.C, Itachi."

Itachi berdiri dan membungkuk hormat pada Fugaku.

"Terima kasih, ayah."

Dalam kondisi membungkuk disampingnya, Sasuke sangat yakin mata Itachi berubah menjadi tiga tomoe.

Keadaan kembali berubah. Kini ia berada di kamarnya sendiri.

Dan ia sangat hafal kejadian yang terjadi di depannya.

"Aku merelakan tubuhku untuk menjadi setengah makhluk seperti dia... dengan mengambil darahnya secara rutin, kita bisa melemahkan Sasuke dan menurunkan kemungkinan jika Sasuke berpotensi menjadi makhluk berbahaya."

Fugaku dan Mikoto tertegun mendengar penjelasan Itachi.

"Apalagi, saat ini senjata terbaru S.A.C adalah serum dari ekstrak DNA hero, aku bisa berbohong mendapatkan semua ini dari hero yang kubunuh..." sambung penjelasan Itachi.

"Aku..." tiba-tiba Sasuke berkata pelan, "Bukan dari makhluk yang kau rendahkan itu, Itachi-nii..."

"Kenyataannya berbeda, Adikku manja, kau..." Itachi menampilkan wajah horor pada Sasuke, "Kau tak lebih dari binatang perusak ekosistem manusia sekarang."

Sasuke menepis usapan lembut ibunya, lalu menatap kedua tangannya.

Satu tangan Sasuke tiba-tiba teraliri listrik yang bisa di lihat kasat mata oleh semua yang ada disana.

"Aku..." Sasuke menatap jijik pada Itachi, lalu menerjang sang kakak, "Bukan dari makhluk rendah itu!"

Itachi dengan mudah berkelit dari tinjuan Sasuke yang teraliri listrik. Dengan satu gerakan cepat, ia membanting Sasuke ke lantai.

Terdengar jeritan Mikoto.

Itachi memelintir tangan Sasuke dan menginjak kepala Sasuke dengan satu kakinya.

"Dengarlah perintahku mulai saat ini jika kau ingin tetap hidup sebagai anggota keluarga Uchiha, binatang!"

Sasuke menjerit gila saat pelintiran kakaknya makin kuat.

"Aku akan mengambil darahmu terus menerus agar fisikmu lemah dan aku akan mempelajari menggunakan kekuatan ini terlebih dahulu..."

Itachi melepaskan pelintiran tangan dan injakannya pada Sasuke. Mikoto segera berlari memeluk Sasuke lagi dengan tangis yang menyanyat karena pertikaian anaknya.

"Aku akan semakin kuat saat kau masih menyesali kenapa dirimu berubah..." Ujar Itachi dingin melewati Fugaku dan Sasuke yang asli.

"Lalu jika suatu saat kau berubah berbahaya, maka aku akan membunuhmu dengan kedua tanganku sendiri, Adikku yang manja.. ingat itu."

Sasuke yang asli mengikuti Itachi ke kamar sang kakak. Itachi bersandar di pintu setelah menutupnya dengan debaman keras. "Maafkan aku, Sasuke, ini akan sangat menyiksamu. Hari-hari yang kau lalui akan sangat menyakitkan, adikku."

Itachi berjalan pelan mendekati meja di sudut kamar, menatap figura yang menyimpan foto Uchiha bersaudara mengenakan seragam bola dan tersenyum hangat ke kamera.

"Aku harus menekan kekuatanmu dengan cara mengambil darahmu terus menerus, aku takut kau kehilangan kontrol atas perubahanmu." Itachi bermonolog. "Kekuatan mata terkutuk ini... bahkan bisa mengambil alih jiwamu..."

Itachi duduk di kursi dengan kepala terkulai lemah. "Maafkan aku... adikku."

"Itachi..." Ujar Sasuke meski Itachi takkan mendengarkannya, "Aku paham sekarang kenapa kau melakukan ini semua padaku."

Sasuke tersentak saat ia tiba-tiba berada dalam sebuah lift entah dimana.

""Aku terkejut kau bisa membangkitkan Susano'o."

Sasuke kembali di buat kaget karena disamping kirinya adalah Strategos S.A.C, Raikage.

"Anda sama sekali tak terlihat terkejut, Strategos." Tukas Itachi yang berada disisi kanan Sasuke.

"Hanya hero murni yang bisa membangkitkan kekuatan sharingan secara penuh." Pancing Raikage agar Itachi lebih banyak berbicara mengenai kekuataannya.

"Begitukah?" Itachi menoleh pada atasannya. "Apa kita perlu berbicara sambil di temani secangkir teh?"

Raikage membalas tatapan Itachi dengan delik yang lebih menantang. "Uchiha Itachi, kau adalah..."

"Benar, aku adalah hero murni." Jawab Itachi tanpa ragu.

Sasuke yang berada di tengah-tengah diam, ia yakin jika ini adalah saat dimana Raikage dan kakaknya baru saja selesai bertarung dengan dirinya dan Naruto dulu.

"Kau tahu apa yang terjadi pada Shisui, kan?!"

"Aku akan baik-baik saja selama Anda tidak melaporkan hal ini pada jenderal."

"Lalu," Raikage menggantung pertanyaannya karena puntu lift terbuka.

Itachi menjejakan kakinya terlebih dahulu selangkah.

"Kenapa kau menceritakan hal itu padaku?" tanya Raikage.

"Agar aku bisa leluasa bergerak tanpa pengawasan penuh curiga dari kalian... para petinggi S.A.C." jawab Itachi tanpa membalikan badan.

"Anda jangan berpikir memegang kartu As-ku... karena akulah yang sebenarnya memegang kartu As Anda, Raikage-sama." Sambung Itachi seraya sedikit menolehkan kepalanya ke belakang.

Pintu lift otomatis bergerak untuk menutup.

Raikage menggemeletukan gigi saat membaca gerak bibir Itachi. "Tentang adikmu dan asal muasal kekuatanmu yang sebenarnya."

Dan pintu lift tertutup sempurna dan kembali melaju ke lantai yang di tuju Raikage. Sasuke masih berdiri disamping Raikage.

"Itachi sialan!" Raikage mengepalkan tinju. "Dia mencoba mengintimidasiku."

Raikage menghela nafas panjang setengah melenguh. "Dia dan Shisui sama-sama brengsek, tapi aku tak boleh gegagabah karena dia tahu tentang Bee, darimana si sialan itu tahu tentang Bee?!"

"Bee?" Sasuke mengangkat alis karena tak tahu siapa yang dimaksud.

Lalu Sasuke jatuh bertumpu lutut dan kembali di halaman belakang sekolah. Di dunia nyata.

"Arrrgh!"

Mata kirinya perlahan teraliri darah.

"Itachi..." gumam Sasuke lirih.

Lalu ia seakan tersentak dan menengok ke suatu arah, arah dimana bagian depan konohagakuen berada.

Sasuke berdiri lalu berlari menuju arena tempur.

...

Di sebuah tanah lapang dengan langit berwarna merah serta dunia klise hitam putih, dua sosok saling berhadapan dengan jarak tidak terlalu jauh.

"Inikah sosokmu dalam keadaan tangguh?" Itachi, yang mengenakan seragam S.A.C lengkap dengan rompi anti peluru menatap ke depan.

Seorang pria berbalut kimono putih serta pengikat berbentuk tambang berwarna ungu di pinggang. Sebuah katana terselip di sisi kiri pinggang, tatapan matanya tajam seakan hendak mencabik apapun. Sosok tersebut tak merespon perkataan Itachi.

"Ini duniaku..." Itachi menjulurkan tangan, sebuah pedang muncul dari ketiadaan dan tergenggam erat di tangannya. "Disinilah akhirmu, ksatria agung."

Orochimaru meletakan tangan di bawah gagang pedang. Dengan sedikit dorongan jempol, pedang sedikit keluar dari sarungnya. Kaki kanan maju selangkah dengan tekukan dalam. Satu tangannya tergantung tepat di atas gagang pedang.

"Pose itu... kuda-kuda seorang samurai..." lirih Itachi melihat gerakan Orochimaru. Ia pun menekuk satu kakinya dan mengenggam gagang pedang dengan kedua tangannya.

...

"A-apa yang terjadi?" Sakura tercengang, "Kenapa mereka seperti membeku?"

"Bagi mereka... waktu seakan berhenti." Sambung Gaara.

"Itukah kekuatan sharingan?" cetus Shikamaru.

"Sesuatu yang jauh lebih buruk dari yang sudah-sudah akan terjadi..." lanjut Chouji.

"Dunia ilusi... pikiran mereka tengah berada di dunia ilusi..." Ino meletakan satuan jemarinya di sisi kepala, "Ada blokade yang membuat aku tak bisa menembus masuk ke dalam pikiran mereka..."

Di tengah arena tempur, ular putih yang akan menerjang Itachi terhenti di udara. Itachi sendiri tak menunjukan pergerakan berarti meski seinchi di depannya tanduk Orochimaru hendak menembus dadanya.

Namun yang pasti, ular putih itu tetap berdesis seiring jatuhnya tetes demi tetes air mata darah dari dua kelopak mata Itachi.

...

"Tubuhmu terluka parah sebelum kau memasuki medan tempur, aku bisa lihat bahwa kau berada di ujung garis hidupmu, sannin ular." Gertak Itachi dengan suara pelan menekan. "Kau akan mati jika bersikeras melawanku."

Orochimaru yang masih memasang kuda-kuda seorang samurai memejamkan mata. "Demi anak dan menantuku, aku siap memberikan hatiku pada iblis sekalipun..."

"Kau memang pantas di hormati, sannin ular." puji Itachi pelan.

"Aku telah terjun dalam jurang yang dalam, hatiku terbenam dalam api neraka saat kematian Kushina dan Minato, jiwaku telah terjual pada kesakitan. Selama delapan belas tahun ini, rohku telah tercerabut ke kehampaan, maka dendamlah yang mengisi dan menggerakan tubuhku selama ini." Tukas Orochimaru mantap dengan mata yang masih terpejam.

Itachi tercenung.

"Mata kananku adalah Kushina, mata kiriku adalah Minato, mereka berdua telah di ambil paksa dariku, maka aku telah buta dan berjalan dalam kegelapan selama delapan belas tahun ini. Tapi aku masih punya arah yang kutuju, yaitu membunuh mereka yang dikuasai oleh kedengkian dan kebencian terhadap kaum kami. Kaum kita."

Mereka berdua di jeda diam.

"Kau juga telah melewati batasmu, anak muda. Kau telah menggunakan kekuatan mata terkutuk secara berlebihan." Sambung Orochimaru. "Di dunia inilah... kau juga akan berakhir."

Itachi memejamkan mata dan mengeratkan genggaman pada pedang.

Kedua hero itu menekankan tenaga pada kaki, bersiap untuk melesat.

"Mati..." gumam Itachi.

"Bukanlah hal yang harus ditakutkan." sambung Orochimaru.

Dua hero tersebut melesat ke titik tengah, titik pertemuan kematian.

Traaankk!

Hanya sekali terdengar dentingan pedang lalu keduanya berpindah tempat dan saling membelakangi. Semua terjadi dalam waktu kurang dari satu detik.

Craassssh!

Tubuh dua hero tersebut langsung memuncratkan darah dan ambruk. Lalu dunia ilusi Itachi pecah seperti kaca yang dihantam brutal.

Praaaankk!

.

.

Blaaarrrrm!

Ledakan besar terjadi di tengah arena tempur.

"Apa yang terjadi?!" Sakura menyilangkan tangan memblok debu yang terhalau ke arahnya.

Di tengah medan tempur, dua sosok jatuh tengkurap.

Sosok Orochimaru dan Itachi.

Bukan Orochimaru yang tengah menjadi ular putih.

Dan bukan Itachi yang garang dalam perlindungan Susano'o.

Keduanya tertelungkup tak bergerak.

Ular-ular putih yang menyerang pasukan S.A.C hilang menjadi butiran pasir. Amaterasu yang membakar disana-sini juga mereda lalu menghilang di tiup angin.

"A-apa yang terjadi?" Darui keheranan karena semua ular putih dari sisik Orochimaru menghilang begitu pula dengan api hitam amaterasu.

"Mereka berdua..." Asuma menatap ke tengah medan tempur.

"Apakah mereka berdua mati?" tanya Raikage entah pada siapa.


Puluhan sosok berlari dengan kecepatan di luar nalar manusia di jalanan kosong yang mengarah ke area belakang sekolah elite Konohagakuen. Mereka semua mengenakan rompi tanpa lengan dan pelindung kepala dengan lambang pusaran yang di beri segitiga seperti ujung anak panah pada samping atas pusaran.

Tapi mereka bukan S.A.C atau afiliasi militer lainnya.

Yang terdepan dari mereka, seorang pria berambut putih panjang dan juga seorang wanita berambut pirang dengan tanda di dahi.

Di belakangnya, seorang pemuda menunggangi anjing putih sebesar kuda. Di samping dekat, ikut berlari seseorang yang mengenakan kacamata aneh dan seorang wanita berwajah oriental dengan gulungan besar di punggungnya.

"Shino, kau dengar ledakan barusan?" tanya pemuda di atas anjingnya tanpa menoleh ke pada lawan bicara.

Pemuda yang memakai kacamata mirip cyclop- leader Xmen- itu menjawab dengan sebuah gerakan menunjuk.

Wanita bercepol dua dengan wajah orientalis itu memperjelas, "Kita akan memasuki Konohagakuen."

Puluhan sosok itu memasuki area belakang Konohagakuen. Dengan lincah mereka berlari di dinding dan masuk ke bangunan utama.

Gesit.

Cepat.

Seperti bayangan.

Seperti Ninja.

Jiraiya dan yang lainnya memasuki kelas kosong di lantai atas dan menatap medan tempur dari jendela tanpa kaca karena sudah pecah akibat pertempuran sebelumnya.

"Kita terlambat..." Ujar Tsunade dengan raut wajah cemas.

"Orochimaru..." gumam Jiraiya melihat Orochimaru yang tertelungkup tak berdaya di tanah.

"Jiraiya, ayo kita-"

"Tahan!" potong Jiraiya cepat, "Ada yang datang."

...

Itachi yang tengkurap di tanah sedikit menunjukan pergerakan melalui jemarinya yang gemetar, tapi lain halnya dengan Orochimaru yang juga tergeletak tak jauh dari sisi Itachi.

Sekelabat bayangan melesat melewati Sakura dan yang lainya.

"Apa itu barusan?!"

Sasuke tiba-tiba muncul di tengah medan tempur.

Matanya bergetar melihat kondisi sang kakak.

"Itachi!" Sasuke berlari dan meraih tubuh Itachi. Uchiha bungsu dari keluarga borjuis itu bersimpuh dan meletakan kepala sang kakak dengan hati-hati di pahanya.

"Sasuke..." ujar Itachi lemah dalam pangkuan adiknya.

"Kenapa... kenapa... kenapa kau masih membela manusia?!" bentak Sasuke marah dan tak terima. "Lihat apa yang kau dapatkan sekarang?!"

"Sasuke..." lirih Itachi.

Sasuke menatap iris tiga tomoe sang kakak.

"Dengan kekuatanmu..."

Darah terus mengalir dari kedua mata Itachi.

"Rubahlah dunia ini."

Itachi mengangkat tangannya yang bergetar lalu menempelkan telunjuknya ke kening Sasuke.

Sasuke tercengang, matanya terbelalak lebar.

Mata Itachi perlahan kembali berubah menjadi hitam seiring jatuhnya tangan Itachi yang tadi menempel di kening Sasuke.

"Aku menyanyangimu, Sasuke."

Lalu terpejam selamanya.

"Itachi..." lirih Sasuke. "Itachi..."

Sasuke mengguncangkan tubuh kakaknya, "Itachi... bangun... bangun..."

Tubuh Sasuke menggigil. "Itachi!"

Selirih apapun suara Sasuke, semarah apapun ia, kakak yang ia kagumi itu telah pergi.

Kepala Sasuke terkulai jatuh dan membentur kepala Itachi yang ada di pangkuannya. Lalu tubuhnya bergetar hebat dengan isak tangis yang menyanyat. Rambutnya yang jatuh menutupi carut marut wajah penuh kepedihan.

Merangkul sang kakak. Lirih dalam sesal.

"Itachi-nii..." Sakura menangis menyaksikan kepergian Itachi dalam pelukan Sasuke.

Gaara tiba-tiba mendongak ke langit. "Ada kekuatan besar yang datang."

Triiink!

"Apa itu?" Darui mendongak.

Ada sesuatu yang berkilau di langit dan itu bukanlah bintang.

Darui tiba-tiba tersentak dan memutarkan pedangnya di atas kepala dengan cepat. "Berlindung!"

Duri-duri chakra berwarna orange menghujani barikade S.A.C.

Cepat.

Melubangi apapun yang ia temui.

Asuma dan Raikage melompat ke sana sini menghindari terjangan duri-duri chkara.

Blaaaaarrrm!

Ledakan terjadi tak jauh dari posisi Sasuke maupun Itachi.

Raikage menyilangkan tangan memblok pecahan tanah yang melayang ke arahnya. Ledakan tersebut benar- benar terjadi tepat di depannya.

Craaasssh!

Lalu semuanya hadirin peserta perang di buat tercengang.


"Itukah... putra Minato dan Kushina?" tanya Tsunade pelan. "Itukah Naruto?"

Jiraiya sedikit menggeleng, "Tidak mungkin..."

"Bukankah itu..." keterkejutan terlukis di wajah Kiba.

"Benar... dia adalah orang yang tertidur di pundak Shino saat di halte bus dulu." Tenten mengerti kenapa Kiba kaget.

"Tapi saat itu rambutnya hitam bukan kuning." Ujar Shino.

"Apa kau tidak mengerti, kawan?" Kiba menoleh pada Shino dengan wajah tegas, "Itu karena dia suka spongebob."

"Aku tidak mengerti."

"Cih." Kiba membuang muka, "Mainmu kurang jauh."


"Boss!" teriak Darui.

"Raikage-sama!" Asuma ikut terkejut atas apa yang terjadi dengan atasannya.

Raikage terbelalak tak percaya. Killer hunter muncul di hadapannya. Tapi bukan itu yang membuat mereka semua tercengang, keterkejutan mereka karena empat ekor chakra Naruto dan satu di antaranya menembus tubuh Raikage.

"Siapa itu?!" Shikamaru terkejut dengan sosok yang membelakangi mereka.

"Naruto? Apakah itu Naruto?" Sakura mencoba memastikan, "Apa yang terjadi dengan rambutnya? Kenapa dia berbeda? Kemana rantai-rantainya?"

"Itu memang si mulut kotor Naruto..." ucap Gaara. "Dia berevolusi."

"Evolusi?" Ino menatap sosok pirang yang berdiri di tengah medan tempur.

"Kami semua kesepian... kami semua hidup dalam kesedihan..." Ujar Gaara, empat pasang mata menatap pemuda rambut merah itu dengan tatapan tak mengerti.

"Karena kami memiliki sesuatu..." ujar Gaara pelan dan seperti menahan sakit, "Disini." Tunjuknya ke perutnya sendiri.

"Apa maksudnya?" tanya Ino.

"Saat kami mencapai titik kesedihan terdalam, sedikit demi sedikit... jiwa kami akan di ambil oleh 'dia'... Lalu kami bisa berevolusi menjadi lebih kuat dengan terjualnya jiwa kami pada kesedihan... pada kegelapan." sambung Gaara makin membuat Sakura, Ino, dan Chouji bingung.

Kecuali Shikamaru.

"Sembilan meteor itu... sembilan meteor yang jatuh ke bumi ratusan tahun silam..." tutur Shikamaru dengan tatapan tajam ke Gaara, "Adalah makhluk hidup, bukan?"

"Bukan makhluk hidup..." Gaara menunjuk dengan dagu ke posisi Naruto dan Raikage, yang lainnya mengikuti arah padangnya, "Tapi iblis."

.

.

"Killer hunter..." Geram Raikage sambil menatap sosok anak muda di depannya.

"Huh." Cibir Naruto.

"Hueeks!" Raikage muntah darah.

"Bos!" Darui berlari ke arah pimpinanya dengan pedang terhunus.

Craaasssh!

Craaasssh!

Dua ekor chakra Naruto yang menembus tubuh Darui, menghentikan langkah si pemilik petir hitam.

"Arrrghh... arrggh..." Darui mengerang kesakitan.

Dua ekor chakra Naruto yang menancap di tubuh Darui bergerak berlainan arah, ke kiri dan kekanan. Membelah tubuh pengawal kebangaan strategos S.A.C tersebut.

"Ti-tidak mungkin... semudah itu dia membunuh Darui?" Asuma tak percaya atas apa yang ia saksikan.

Raikage melirik dengan ekor matanya ke posisi dimana tubuh Darui tercerai berai. Namun ia sendiri masih tertahan oleh ekor Naruto yang menancap di tubuhnya.

Naruto mencabut ekornya dari tubuh Raikage, strategos pemimpin misi besar itu ambruk dengan lubang besar menganga di perutnya.

Jatuh bersujud di kaki Naruto.

Raikage dengan kasar mencengkram betis Naruto, mencoba merangkak berdiri.

"Kau kira... huekks!" Raikage kemabli memuntahkan darah segar, "Bisa mengirimku ke neraka dengan mudah?"

Naruto menunduk menatap sosok sekarat itu. "Neraka... bahkan tempat seperti itu..." Naruto merentangkan kedua tangan, dua rasengan segera terbentuk dan berdesing di kedua tangannya.

Raikage berdiri terbungkuk dengan kepala sejajar dada Naruto.

"APAKAH PANTAS UNTUKMU?!"

Dan Naruto menyatukan dua rasengan di kepala Raikage.

Tubuh kekar strategos S.A.C itu akhirnya ambruk tanpa perlawanan.

Darah memenuhi wajah Naruto, juga dengan isi kepala Raikage.

"Naruto!" panggil Sakura. Gadis merah muda itu berlari menuju posisi Naruto.

"Sakura, jangan!" cegah Ino.

Sakura terus berlari dan berhenti tepat di belakang Naruto.

Naruto berbalik dan empat ekor chakra-nya menghilang.

"Naruto..." lirih Sakura menatap sosok yang terasa 'asing' baginya. Jemari Sakura mendarat di pipi Naruto, mengusap pelan darah dan bagian otak Raikage yang melumuri wajah itu.

"Ini sudah berakhir..." isak Sakura. Sekuat mungkin ia menahan buncah tangis. "Ayo pulang, Naruto."

Pupil merah buas berubah menjadi menjadi safir biru saat sentuhan demi sentuhan Sakura membelai wajahnya.

Naruto menggengam tangan Sakura yang masih setia menari di pipinya, meraih mesra dan mencium tangan itu.

Pemuda itu maju selangkah, bediri tepat di samping Sakura. "Aku bahkan belum memulai apapun..."

Deg!

Petir seolah menggelegar dan mencabik punggung Sakura.

Kata-kata itu... kata-kata yang hampir sama yang ia gunakan untuk menusuk hati Naruto dulu. Dan kini pemuda itu menggunakannya di kondisi yang berbeda.

Sakura menggigit bibirnya sendiri.

Naruto mengacuhkan airmata Sakura, ia tetap bejalan pelan menuju tubuh Orochimaru yang masih tertelungkup tak bergerak.

Lalu lututnya keras menghujam tanah, membalikan tubuh Orochimaru dan memeluknya dengan erat.

"Kau datang... Naruto..." ujar Orochimaru lemah dengan mata setengah terpejam.

Naruto bersimpuh di belakang Sasuke, punggungnya membentur punggung Sasuke yang masih menangis memeluk Itachi dan tak mempedulikan sekitarnya. Dua hero itu saling membelakangi, sama-sama memeluk orang terkasih.

"Aku datang... ayah..." Naruto meletakan kepala Orochimaru di atas pahanya.

"Dan aku akan pergi, Naruto..." ucap Orochimaru dengan suara yang makin memelan.

"Tak bisakah kau menunda sejenak, aku masih butuh tangan yang tegar untuk menuntunku, aku masih butuh kaki yang kokoh untuk berdiri di dunia ini." Pinta Naruto menghiba.

Orochimaru tersenyum, "Sayangnya, aku tak bisa menahan kerinduanku untuk bertemu dengan ibu dan ayahmu."

Tes.

Tes.

Tes.

Naruto menangis tanpa suara.

Wajahnya merah padam dengan semua gurat kesedihan.

"Jangan menangis, anak nakal..." Orochimaru berusaha melanjutkan kata-katanya di sela nafas yang mulai terputus-putus. "Maafkan aku, karena aku tak bisa memberikan kebahagiaan untukmu selama ini."

Naruto menggeleng pelan. "Tidak, kau salah, ayah, selama delapan belas tahun ini aku adalah makhluk paling beruntung di dunia ini karena memiliki ayah sepertimu. Aku bahagia menjadi anakmu."

Orochimaru tersenyum tipis, ditatapnya perubahan rambut dan wajah sang anak. "Anakku... dibalik kekuatan yang besar, ada tanggung jawab yang besar pula mengiringi kekuatan itu, kau telah memilih Naruto, maka keraskan hatimu pada pilihanmu."

Orochimaru memejamkan mata, "Aku menyanyangimu, Naruto."

Dan ksatria legenda menghembuskan nafas terakhirnya.


"Orochimaru..." Tsunade tak bisa menyembunyikan kesedihan melihat kematian Orochimaru.

"Hime... sebaiknya kita pergi dari sini..." ujar Jiraiya dengan wajah bersedih. "Tak ada gunanya kita meamsuki pertempuran yang telah usai..."

"Bagaimanapun jahatnya Orochimaru, dia adalah sahabat kita, kita telah bersama sejak lahir, bagaimana bisa kita meninggalkan Oroc-"

"Tapi tidak saat ini, Tsuna." Potong Jiraiya tegas, "Kita tak bisa mendekati mereka sekarang..."

Tsunade membuang muka. Menatap sesosok anak muda berambut pirang yang menggendong Orochimaru dengan gaya bridal.

"Semuanya, kita mundur!" perintah Jiraiya.

Semua hero yang mengenakan hitai-ate tersebut menghilang dalam lesatan bayang hitam.


"Gencatan senjata!" Shikamaru tiba-tiba berteriak, "Tak ada gunanya pertempuran di lanjutkan, kita sudah sama-sama luka dan kehilangan!"

Asuma menatap sekelilingnya.

Strategosnya tewas.

Rekan-rekannya mati.

Jasad manusia dengan seragam S.A.C terhambur disana-sini seolah tak ada arti.

Seolah tak ada makna dari kehidupan.

Ia memutar kepala kebelakang, hanya tersisa tak sampai tiga puluh orang dari pasukannya itupun dalam keadaan terluka. Ratusan lainnya telah meregang nyawa.

Asuma kembali menatap ke depan dengan kepalan tangan teracung ke tinggi, pertanda setuju pertempuran di hentikan. Ia meraih bungkus rokok dari sakunya.

"Tinggal sebatang..." ujarnya lemah.

Rokok itu tersulut di sela bibir pada wajahnya yang begitu letih. "Beginilah akhirnya... perang tak kan membawa arti apapun di dunia ini..."

.

Naruto menekuk lehernya begitu dalam, menyembunyikan muka berlukis nestapa. Di belakangnya, Sasuke tak kunjung angkat kepala, erat Itachi dalam rangkulnya.

Naruto melangkah pergi, jasad sang ayah tercinta terkulai lemah di kedua lengannya. Perlahan dalam langkah yang pasti. Ia melewati Sakura.

Dan gadis merah muda itu bersikukuh.

Menggenggam belakang baju Naruto dan menyandarkan kepalanya pada punggung pemuda itu.

"Aku mohon... jangan pergi." Ujar Sakura dalam sedu sedannya.

Namun Naruto kembali melanjutkan langkah demi langkah. Sakura bersikeras ingin mengejar namun sebentuk tangan menahannya. Gelombang pasir muncul di dekatnya dan membentuk sosok Gaara.

"Lepaskan!" bentak Sakura dalam derai airmatanya. "Kumohon..."

"Dia..." ujar Gaara lemah, "Biarkan dia bersama orang yang ia sayangi untuk terakhir kalinya."

"Tapi..." Sakura kehilangan kata. "Naruto..." lirih gadis merah muda disela sedu sedannya.

Ino, Shikamaru dan Chouji mendekat ke tengah medan tempur.

Naruto terus menapak langkah demi langkah. Pijak demi setapak.

Sisa-sisa pasukan S.A.C terpana tak mampu apa-apa saat Naruto masuk ke area mereka.

Terus melangkah tanpa menghiraukan apapun.

Asuma menunduk dan membiarkan asap rokoknya yang menyapa saat Naruto melewatinya.

Naruto tanpa surut langkah terus menapak lurus. Ia naikan sedikit lengan kanan dimana leher belakang sang ayah tertopang disana, ditatapnya dengan lara wajah damai sosok yang telah membesarkannya selama ini.

Yang telah menyanyanginya sepenuh hati.

Kini sosok itu lunglai. Raganya tak lagi di isi dendam membara atau nyalang amarah.

Kosong.

Naruto menolehkan kepala ke arah pasukan S.A.C yang beberapa dari mereka masih selamat meski dengan luka di sekujur tubuh. Bahagian dari mereka bersandar ke mobil dan menatap Naruto dengan tatapan bergetar.

Naruto kembali mengarahkan pandang ke depan.

Perang, siapa yang kalah dan siapa yang menang?

Naruto tak mau memikirkan itu.

Kalut dalam sesak duka sudah cukup baginya. Namun langkahnya tertahan.

Wajah bergores di kedua pipi itu sedikit menengok ke belakang.

Sasuke berdiri tenang di hadapan sisa-sisa pasukan S.A.C.

Pemuda raven berjalan pelan namun dengan aura penuh cekaman intimidasi.

Asuma berdecih dengan kening berkerut, bukankah gencatan senjata sudah di proklamirkan?

Sasuke mencengkram kerah seorah petugas S.A.C yang menggigil ketakutan. Sharingan tiga tomoe kini menghipnotis petugas tersebut, membuat matanya sama seperti mata Sasuke. Petugas itu lalu berjalan ke tumpukan mayat petugas S.A.C yang terhambur disana-sini, mencari sesuatu yang membuat semua menerka-nerka, termasuk Naruto yang menunggu apa yang akan di lakukan Sasuke.

Petugas itu akhirnya mendapatkan apa yang diperitahkan Sasuke dalam pikirannya.

Kamera.

Tergeletak di samping jasad kameramen dan jurnalis yang tewas akibat peluru pasir Gaara.

Petugas itu menekan sebuah tombol lalu meletakan kamera di bahunya, menyorot Sasuke.

Hanya Sasuke seorang.

Sasuke memejamkan mata, lalu kelopak yang sembab itu terbuka dengan pola bintang segi enam. Aura ungu berbentuk rusuk muncul dengan cepat lalu bertransformasi menjadi Susano'o.

"Kalian selalu menyerang kami, memburu kami... kenapa?" ujar Sasuke dengan suara yang menggetarkan hati para lawan.

"Karena kalian takut akan kemampuan kami." Sasuke merentangkan tangan, ia yang menapak tanah perlahan melayang di dalam Susano'o dan berhenti di awang-awang tepat di antara dua bola mata Susano'o yang berpijar. "Karena kami berbeda."

Susano'o ungu milik Sasuke yang memang berwajah sangar kini menyeringai, "Umat manusia selalu ketakutan akan sesuatu yang berbeda."


Seorang wanita muda berkacamata menatap televisi di kamarnya. Rambutnya merah berantakan, ia duduk melipat lutut duduk di sisi ranjang dengan selimut tipis menutup tubuh dan terus memperhatikan sosok yang melayang di udara di dalam kepala makhluk gaib berwarna ungu tersebut.

"Aku berada disini sekarang ini... untuk mengatakan pada kalian..."

Wanita berambut merah itu terus mendengarkan seksama dan fokus pada layar kaca.

"Mengatakan pada dunia!"


Seorang pemuda berambut biru duduk diam di sudut bar di sebuah lorong bawah tanah, di dekatnya pedang kurikibochou tersandar ke dinding. Ia menatap pantulan dirinya sendiri pada kopi di cangkir antik di depannya. Keadaan sunyi karena semua pengunjung yang rata-rata bertampang krimimal sedang terdiam menyaksikan televisi disudut ruangan. seroang pengunjung yang berdiri dekat televisi meraih remote dan menaikan volume semakin nyaring.

"Kalian benar untuk takut akan keberadaan kami!"


"Kamilah masa depan!" Sasuke menepiskan tangan membelah udara, "Kamilah yang akan mewarisi dunia ini!"

Sisa-sisa pasukan S.A.C mendongak menatap Sasuke yang melayang di dalam kepala Susano'o. Tak terkecuali rekan-rekan Sasuke sendiri.

Gaara diam namun ekspresinya jelas mengatakan bahwa ia meresapi tiap kata yang di ucapkan oleh Sasuke. Sakura yang berdiri di samping Gaara tertegun.

Ino mendongak melihat Sasuke yang mampu terbang.

Chouji memperhatikan Shikamaru yang diam-diam mengepalkan tangannya begitu erat dengan raut wajah menegang.

"Inilah rencana Sasuke dari awal... bukan begitu, Shikamaru..." ujar Chouji serius dan tanpa bermaksud bertanya.

"Siapapun yang menghalangi jalan kami akan bernasib sama seperti orang-orang ini." Tunjuk Sasuke yang mana secara otomatis Susano'o melakukan hal yang sama, menunjuk pada mayat-mayat S.A.C yang bergelimpangan.


"Hari ini seharusnya menjadi hari untuk menunjukan kekuatan kalian... kepongahan kalian... homo sapiens..."

Seorang pemuda bertubuh besar duduk di sebuah restoran yang berantakan seolah ada yang mengamuk dan mengacaukan restoran tersebut. Televisi yang terjatuh di lantai tak jauh darinya masih menyala meski dalam keadaan miring.

Pemuda itu menggeram, lalu menarik nafas panjang seolah tengah berusaha menenangkan dirinya sendiri.

"Tapi yang terjadi sebaliknya..."

Pemuda berambut orange dengan pakaian khas rumah sakit itu bangkit dari kursi, berjalan menginjak pecahan piring yang berserakan dan berjongkok di depan televisi yang tergeletak di lantai.

"Aku memberikan gambaran atas kehancuran yang mampu di ciptakan kaumku kepada kalian."


"Biarkan ini menjadi peringatan bagi dunia." Kecam Sasuike.

Naruto hening dalam geming.

"Dan untuk saudara dan saudariku para hero di luar sana..."


"Kukatakan ini..."

Wanita bermabut merah itu turun dari ranjang, selimut terjatuh menampakan tubuhnya yang hanya mengenakan celana dalam dan bra.

"Tak perlu bersembunyi lagi."

Wajahnya tegang dengan nafas memburu.

"Tak ada penderitaan lagi."


Pria berambut biru yang duduk di sudut bar itu menikmati kopinya dalam satu sesapan singkat, lalu bangkit berdiri dan menoleh pada layar televisi di sudut bar.

"Kalian hidup dalam bayangan dan rasa malu serta rasa takut terlalu lama."

Pemuda itu membuka mulut menampakan gigi runcing bak hiu, entah menguap, entah tertawa, entah apa.

"Keluarlah."

Ia meraih pedang kurikibochou yang tak berbalut perban kumal seperti yang di lakukan oleh pemilik sebelumnya. Lalu ia berlalu pergi dari bar tersebut.


"Bergabunglah bersamaku."

Pemuda berambut orange jabrik itu bangkit berdiri menuju pintu keluar restoran yang sudah hancur. Dalam setiap langkahnya yang menjauh ia masih mendengar dengan jelas nada-nada membakar dari seseorang yang memiliki mata mengerikan itu.

"Bertempurlah bersama dalam persaudaraan kaum kita."


Naruto sejenak tercenung, kembali menatap sang ayah yang pulas dalam tidur abadinya. Naruto akhirnya kembali melanjutkan langkah yang tadi di jeda.

"Hari esok nan baru... masa depan kaum kita..." Sasuke perlahan melayang turun dan menapak tanah, Susano'o menarik busur panah dengan api hitam di ujungnya. "Dimulai hari ini!"

Busur panah melesat ke posisi petugas S.A.C yang mematung dengan kamera masih di bahunya.

Blaaarrrm!

Petugas itu tewas terbakar bersama kamera yang hangus di lalap api hitam amaterasu.

Sasuke meraih tubuh Itachi yang tergelatak di tanah dengan tangan Susano'o, lalu berjalan menuju arah yang berbeda dari Naruto meski tujuannya sama-sama keluar dari medan tempur yang kini sunyi.

Tak ada lagi bunyi ledakan.

Tak ada jerit kematian.

Tak ada komando serangan.

Sakura menatap kepergian Sasuke yang masih berlindung dalam Susano'o. Ino mendekat dan merangkul pada pundak Sakura.

"Mereka telah memutuskan jalan mereka masing-masing, Sakura." Ujar Ino menatap sahabatnya.

Sakura menunduk lemah. "Naruto... Sasuke..."

Shikamaru terjatuh karena pendarahan di perutnya, beruntung Chouji segera menangkap tubuhnya.

"Ayo kita pergi dari sini." Ujar Gaara.

.

Naruto berjalan makin mendekati gerbang konohagakuen yang masih kokoh meski pagarnya telah terlempar entah kemana diterjang konvoi S.A.C sebelumnya.

Lagi, langkahnya terhenti.

Kali ini bukan oleh Sasuke, meski sosok yang berdiri tepat di tengah gerbang itu memiliki satu mata yang sama dengan Sasuke maupun Itachi.

Naruto menatap sosok bermasker di hadapannya tanpa makna pandangan apapun.

Tak ada kilat amarah.

Tak ada tatapan menerkam.

Ia tak bernafsu untuk itu sekarang.

Karena itulah ia kembali melanjutkan langkah meski keterkejutan sedikit membuat matanya menyipit karena sosok di depannya mengeluarkan rasengan di tangan kiri dan chidori- atau serupa dengan itu- di tangan kanannya.

Naruto terus melangkah melewati orang yang memakai seragam tempur S.A.C dengan emblem bintang di dada tersebut.

Lalu menjauh.

-pergi.

.

Sepasang mata mengawasi kepergian Naruto, sosok yang bersembunyi di balik pepohonan di sekitar jalan dekat gerbang itu menjilati bibirnya sendiri. Sosok itu meraba pundaknya sendiri, menyentuh tanda tiga tomoe yang muncul disana.

Mitarashi Anko,

menyeringai lalu menghilang dalam kegelapan.

The End.

Gadis musim semi...

Haruno Sakura.

Duduk di sebuah komedi putar yang tengah terhenti dan ia tepat berada di puncak.

Netranya memandang hamparan kota yang tengah di rundung mendung di siang ini.

Elok mahkota merah muda yang panjang kini di potong pendek sebahu. Gadis itu mengenakan pakaian serba hitam khas acara pemakaman sembari memeluk foto berbingkai besar.

Foto sang ayah, Kizashi Haruno.

Sakura memeluk erat foto tersebut dan kini mengalihkan pandangannya pada bangku depan yang di duduki oleh boneka beruang besar berwarna pink, pemberian seseorang yang telah memenangkan taruhan dart.

Atau mungkin memenangkan hatinya.

Kelopak sayu yang sembab itu kembali basah saat menatap lekat-lekat boneka beruang itu.

"Kau bohong... kau pembohong, Naruto."

Komedi putar itu kembali bergerak perlahan di taman yang sepi tanpa pengunjung. Sakura turun dengan lunglai sambil memeluk boneka dan bingkai foto sang ayah.

Ia berjalan lemah sambil menunduk namun tiba-tiba terhenti karena merasakan kehadiran orang lain. gadis merah muda mengangkat kepala. Tak jauh darinya, seorang wanita berambut pirang dengan tanda di dahi tengah menatapnya tajam.

Gelombang angin memainkan ujung kimono dari wanita tersebut.

Sakura membalas tajam dari seorang legenda.

Pertemuan Sakura dengan Tsunade.

.

Empat orang berdiri di ujung tebing nan curam. Batu-batu kecil berjatuhan ke bawah saat seseorang dari mereka maju selangkah dengan tangan membuka paksa perban yang melilit matanya.

Seorang pemuda bertubuh besar dan berambut orange mendongak saat burung elang terbang di atas mereka dengan suara yang seolah mengoyak langit.

Kilau pedang di tempa matahari dari tangan seorang pemuda berambut biru.

Satu-satunya wanita disana, membetulkan kacamatanya yang melorot dan menyingkirkan helaian rambut merah yang menggelitik di sekitar mata.

Ia yang memakai perban kini perlahan membuka mata dan-

Sebuah pola baru muncul.

Eternal Mangenkyo Sharingan.

.

Sebuah jembatan layang runtuh dengan bunyi gemuruh dan pecahan material yang jatuh ke jalan di bawahnya. Kota sepi seolah tanpa penghuni itu terbakar disana-sini.

Terlihat makhluk raksasa berbentuk kerbau namun dengan delapan ekor seperti tentakel gurita. Makhluk itu mendongak dengan mulut terbuka.

Butir demi butir bola hitam yang terbentuk di atas mulutnya menyatu dan membentuk sebuah bola besar. Semakin lama semakin besar dan padat lalu makhluk itu menelan bola tersebut. Ditatapnya sosok yang jauh dari pandangannya.

"I'll kill you, motherfucker asshole!"

Sosok yang di tatapnya mengacungkan jari tengah.

"Grrrh..." makhluk itu menggeram murka, "Die... son of bitch!" Bijuudama melesat dari mulutnya.

Bola besar berdaya ledak tinggi itu melesat beberapa centi di atas aspal yang langsung tercerabut paksa. Melesat cepat dan siap menghancurkan apapun yang menjadi targetnya.

Sosok berambut pirang dengan tiga goresan tipis di kedua pipi itu tetap tenang bahkan saat bijuudama hanya tingal seangin dari pucuk hidungnya.

Lalu si pirang dengan aura gahar itu menyeringai.

Persembahan dari Lsamudraputra :

HEROES

Sampai jumpa.