A/N:
-Maafin author yang tiba tiba ngilangdari series ini. soalnya author lagi ujian sekolah ehe
-Author seneng deh kalau kamu udah mau baca.tapi author lebih seneng lagi kalo kamu kasih review
selamat membaca! o)~(
.
.
Bagian dua: Fearless
.
.
Terakhir yang Draco lihat adalah tangan ayahnya yang berusaha menggapai tubuhnya dari sisi reruntuhan yang lain.
.
"Draco, son! bertahanlah!" Suara Lucius terdengar samar samar dari dalam kabut mesiu, berusaha merangkak sekuat tenanga menjauhi plavon yang menimpanya. Sementara tangan Draco terjepit diantara reruntuhan. rasanya remuk dan hancur. ia tidak bisa menggapai tangan Lucius yang nyaris dekat dengannya. sayang sekali.
beruntunglah segera ada helikopter yang muncul dari langit malam itu dan membantu mereka keluar.
.
.
Sekarang Draco merasakan dirinya terbaring diatas kasur
Lucius ada disana, duduk dengan lemah disamping kasur tempat Draco terbaring. jari jarinya mengelus lengan bawah Draco yang dibalut kain kasa tebal. masih ada obat merah yang merembes dari dalamnya. Draco meringis kesakitan.
"F-father?" ucap Draco saat matanya terbuka dan menyadari ayahnya ada disampingnya. Lucius hanya tersenyum.
"Akhirnya kamu bangun juga,"
"Apa yang terjadi?"
"Tanganmu terkilir, son. tenang saja. dalam beberapa hari pasti akan sembuh,"
"Bagaimana denganmu, father?"
Lucius berusaha untuk mengatakan sesuatu. Tambalan kasa di kepalanya sudah cukup menjelaskan semuanya. hampir saja semalam kepalanya terbentur asbes. beruntung hanya tergores. tapi bukan goresan kecil. hampir saja goresan itu menyobek seluruh kulit dahinya.
tak lama, ada seseorang yang masuk ke dalam ruangan itu.
"Lucius? kau seharusnya tidak bangun dari kasur." ujar seorang pria tua dari sana. Draco menyadari sesuatu pada pria itu saat melihat jenggot putihnya. Albus Dumbledore. kepala kepolisian London. bos ayahnya.
"Ah, saya sudah sembuh. lagipula, kondisi Draco perlu lebih diperhatikan" Jawab Lucius mengelus lengan Draco yang terluka.
Albus menggelengkan kepalanya "Ngomong ngomong, istrimu menelfon kantor tadi subuh." katanya "sepertinya berita pengeboman kediamanmu sudah menyebar sampai ke Swedia."
Lucius segera meraih remot diatas nightstand dan menyalakan televisi. satu channel nampak sedang membahas tentang pengeboman manor. channel channel lainnya juga demikian.
"Astaga," cetus Lucius meraba dagunya.
"Para tim evakuasi sudah menemukan komputermu. soal layar bersemut itu..mereka akan membongkar hardisknya. mungkin saja bisa memberi informasi tentang keberadaan Tom Riddle."
"Tch. sepertinya Riddle memang tidak pernah puas. mungkin setelah kondisi Draco membaik, saya akan kembali memburu dia. katakan pada tim, semoga beruntung dengan hardisknya."
"Ya. saya tahu. Sebaiknya kau menelfon balik istrimu, Lucius. dia akan sangat khawatir. tapi tenang saja, saya sudah bilang kalau kalian berdua selamat."
Draco menghela nafas lega.
"Para jurnalis akan segera memenuhi Rumah sakit. jadi bersiap siaplah. saya akan memanggilmu lagi nanti." setelah berkata demikian, Albus segera melangkah menuju pintu keluar.
"Sebaiknya kita menelfon mum," Kata Draco setelah Albus pergi.
"Ya, tentu. saya akan mencari pinjaman telfon di CS. sekalian membelikanmu cemilan. kamu jangan berdiri berdiri dulu ya."
"Ok, Father."
Kemudian Lucius meninggalkannya. Draco menyandarkan tubuhnya di bantal dan mulai menonton televisi. saat Draco menyaksikan gambar puing puing rumahnya disana, ia jadi teringat pada Harry..
Harry..
apa yang terjadi pada Harry saat kejadian itu berlangung..
.
.
.
Saat rumah itu meledak, Harry jatuh berlutut, jeansnya nyaris terobek aspal.
"Draco..Draco..oh tidak..Draco.."
ia ingin marah, tapi tidak bisa. ingin menangis, juga tidak bisa. wajahnya dipenuhi rasa sesal yang mendalam. ia pikir pasti sudah banyak polisi yang mengelilingi puing puing rumah itu. tidak aman untuk pergi ke sana.
beberapa menit setelah melihat rumah itu berkali kali meletup, Harry kembali pulang ke apartemennya. wajahnya sepucat mayat ketika berada di dalam taksi. kacamata bundarnya melorot lorot seperti orang mabuk. harapannya untuk Draco sirna sudah karena Tom Riddle..Harry makin benci pada paman Riddle.
.
Namun keajaiban terjadi begitu saja saat Harry menonton berita pagi di apartemennya..
'...Para korban, Lucius dan Draco Malfoy, berhasil selamat dan dilarikan ke rumah sakit internasional London. keduanya hanya mengalami cedera ringan.'
tentu saja. tanpa basa basi, Harry langsung mengganti pakaiannya dan berlari kebawah apartemen mencari taksi. wajahnya berseri seri.
.
.
Draco masih termenung memandangi televisi. ia lagi lagi memikirkan Harry . Draco takut kalau Harry akan mengkhawatirkannya yang tidak berangkat sekolah. apa Harry menonton berita pagi? Apa Harry tahu Draco sedang terkulai lemas disini? ya tentu saja ia tahu.
karena tak lama setelah itu, pintu kamar tersebut langsung digebrak dan terbuka. Draco kira itu para jurnalis.
tapi bukan, sebenarnya, itu Harry.
"Draco!" Harry memekik. langsung berlari ke kasur Draco.
"Harry! apa yang..oh..maafkan aku soal semalam. aku tahu aku ini bodoh!.."
"Tidak apa!. tidak apa!. yaampun Dray, apa yang terjadi pada lenganmu?!" Harry mengelus lengan Draco yang terluka.
"aku hanya terkilir, Harry. tidak apa apa. beberapa hari lagi pasti akan sembuh.." Draco berusaha menjelaskan. nafas Harry masih terpingkal pingkal. nampaknya ia habis berlari dari lantai bawah. "kau harusnya ke sekolah Harry..jangan mengkhawatirkanku."
"tentu aku mengkhawatirkanmu! dasar bodoh! aku tidak bisa tidur semalam! aku terus terusan memikirkanmu!"
Draco memalingkan wajahnya. memang salahnya ia tidak mempercayai peringatan Harry. tapi dibalik semua itu, Draco tiba tiba menjadi penasaran; dari mana Harry bisa tahu ini semua akan terjadi?.
"umm, Harry," Draco mulai bicara "bagaimana kau tahu kalau rumahku akan di bom?"
Harry terkejut saat Draco bertanya demikian. bibirnya bergetar getar. ini salah. memang seharusnya ia tidak datang ke sini. tentu pertanyaan itu perlu sebuah jawaban yang jelas. masalahnya, Harry tidak bisa bicara secara langsung tentang keterkaitannya dengan Riddle pada Draco. bagaimana kalau Lucius tahu..
Harry sampai lupa soal Lucius. kenapa dia tidak ada disini bersama Draco?. gawat..Harry harus segera pergi dari sini. atau masalah besar akan menimpanya.
"Bagaimana, Harry?" Draco masih bertanya dengan nada super penasaran.
"Aku..tidak tahu. aku hanya menduga duga.."
"Tidak mungkin bisa seakurat itu.."
"Dray, Dray, tolong. ini serius. aku tidak bisa berlama lama disini.."
"Harry? kau bertingkah aneh lagi,"
"Maafkan aku, Dray. tapi suatu saat nanti pasti akan kujelaskan semuanya padamu.."
Wajah Draco masih diselimuti kebingungan saat Harry berlari ke pintu keluar. ketika Harry ingin memutar knop pintunya, seseorang sudah memutarnya duluan dari luar. saat pintunya terbuka, Harry nyaris lompat ke belakang. itu Lucius.
"Eh? kamu Harry kan? datang berkunjung?"
Harry membatu. sementara Draco yang melihat Harry dan ayahnya saling berhadapan hanya diam menganga.
"S-saya.."
"kenapa terburu buru? duduklah. saya sudah membeli cemilan-"
"Saya benar benar tidak bisa sekarang, Paman...permisi, saya harus..pergi sekolah.."
Dengan tergesa gesa, Harry melewati Lucius begitu saja. Draco yang terbaring di bantalan kasur masih kebingungan melihat seniornya bertingkah aneh lagi. 'kenapa Harry bertingkah aneh kalau melihat Father..'
"Kenapa dia begitu, Draco?. kamu menakalinya?"
"Tidak, Tidak..dia memang selalu begitu kalau melihatmu, Father."
"Memangnya kenapa? apa saya terlihat menyeramkan?"
"Aku tidak tahu. sepertinya dia hanya grogi,"
"Mungkin dia butuh sedikit pendekatan.." Lucius mengeluarkan sesuatu dari kantung celananya "ini, saya dapat pinjaman ponsel. kamu yang telfon ibumu."
.
Sementara Harry yang habis berlarian dari lantai atas masih terengah engah di Lobby. ponselnya tiba tiba bergetar. ia membukanya. itu dari Tom
/"Kemana saja kau? cepat ke markas. ada yang ingin saya rayakan denganmu,"/
Memangnya ada perlu apa Tom menyuruhnya ke markas?. perayaan apa?. Sepertinya Tom berfikir dia sudah 100 persen melumpuhkan Lucius. nyatanya belum. Lucius baik baik saja. malah Draco yang terluka. apa Tom tidak menonton berita pagi?
'dasar bodoh' batin Harry. kemudian ia menyetop taksi dan bergegas pergi ke sisi gelap kota London. sebuah tempat yang terletak di gang gang sempit dibalik gedung gedung tinggi dan diapit oleh pemukiman orang miskin. disanalah kebanyakan penjahat, preman, perampok, dan para pelacur menetap. hanya Harry dan orang orang itu sajalah yang tahu keberadaan tempat itu. dan tempat itupun sama sekali belum pernah terjamah oleh razia polisi. benar benar aman dan strategis. disanalah juga markas komplotan Tom Riddle berada.
Harry memberhentikan taksinya di depan dua gedung perkantoran. setelah membayar argonya, ia langsung bergegas masuk ke celah diantara dua gedung itu yang mengarahkannya menuju ke London gelap. orang orang jahat memandanginya dengan bingung. seperti pendatang baru saja. lalu ia sampai didepan sebuah losemen yang dijaga oleh beberapa orang. mereka langsung menghadang Harry.
"Apa yang kau lakukan disini, bocah?"
"Whoa- Whoa- tunggu dulu..aku ini-"
"Enyahlah dari sini atau-"
"Atau apa? sebaiknya kalian yang pergi dari sini. kalian yang mengusir tamuku-" Tom Riddle keluar dari pintu losemen itu. orang orang yang menghalangi Harry tadi langsung meminta maaf pada tuan mereka. lalu mereka pergi.
"Ah Harry. selamat datang kembali di rumah." Tom memeluknya. "Sudah berapa bulan kita tidak bertemu? eh?"
"Aku tidak tahu. bisakah kita menuju ke intinya saja?"
"Oh, Benar sekali!. silahkan masuk,"
Tom mengajak Harry masuk kedalam losemennya. hampir tidak ada penerangan disana. tapi di lantai atas ada beberapa komputer dan televisi yang dinyalakan. semuanya menunjukan gambar puing puing malfoy manor dan berita terkini soal pengeboman itu. Harry salah. Sepertinya memang tom sudah tahu semuanya.
"Kau sudah tahu Lucius masih selamat kan?"
"Tentu saja, tapi lihatlah Harry, lihatlah!" Tom menunjuk ke arah televisi televisi yang menyala. "Tidak ada tanda tanda Lucius muncul di televisi! pasti dia sudah tidak ingin ikut campur lagi dengan kita!. ini satu kemajuan, Harry!. dengan begitu, kita akan dengan mudah membunuhnya!"
Harry kembali mengingat ngingat. sepertinya saat ia bertemu dengan Lucius tadi pagi, tidak ada tanda tanda penyesalan di wajah pria itu. bahkan ceria sekali. seperti ingin menerima tantangan baru..
"Kau..sebaiknya jangan terlalu bersemangat, sir"
Tom berbalik pada Harry dan menyipitkan matanya "Apa maksudmu?"
"Maksudku..dia bisa saja kembali. saya sarankan untuk jangan terlalu meremehkan target-"
"Apa apaan kau Harry?!" Tom menggebrak meja kerjanya. "enam belas tahun aku mengajarimu dan kau berani beraninya berkata seperti itu kepadaku? hah?"
"Maafkan saya, sir. saya hanya mengingatkan,"
kemudian Harry menyisakan waktu waktunya bersama Tom di ruangan itu dengan hanya diam. Harry tahu Lucius bukan tipe orang yang penakut. ia bisa saja memberi Tom serangan balik. tapi bagaimanapun juga, Harry harus tetap menghargai pendapat Tom.
Dan yang jelas, sekarang nyawa Draco akan kembali terancam.
.
.
.
Sementara itu di ruangan rumah sakit, Draco dan Lucius tengah bertelfon dengan Narcissa.
"Halo, mum?"
"Draco! Draco! apa kau baik baik saja? mana ayahmu?"
"Aku tidak apa, mum. lenganku hanya terkilir. father juga tidak apa apa.."
"Oh..maafkan mum karena tidak ada disana sweetie. mum tidak bisa pulang. kamu benar benar tidak apa kan? semoga cepat sembuh, sayang. sekarang berikan ponselnya pada ayahmu."
Draco memberikan ponselnya pada Lucius.
"Halo?"
"Kau seharusnya menjaga Draco, Lucius. katakan padaku apa yang sebenarnya terjadi!"
"Dengar, Cissy. ini soal..Tom Riddle. kasus lama itu. saya sendiri tidak tahu mengapa ini bisa terjadi mendadak. saya benar benar minta maaf."
"Minta maaf? kau hampir saja mengorbankan nyawa anakmu sendiri demi kasus bodoh itu!. pokoknya aku mau kau berhenti."
"Tunggu sebentar, sayang. saya tahu, inilah salah satu resiko menjadi seorang agen polisi. lagipula kasus ini sudah dalam penanganan berbagai pihak!. mereka juga ikut bertanggung jawab soal rumah kita. ini bukan soal keluarga kita saja, Cissy. semua orang sedang mempermasalahkan ini. seluruh London sedang dalam bahaya,"
Narcissa hanya diam. nafasnya terdengar menderu deru disebrang telfon.
"Baiklah. tapi berjanjilah kejadian ini tidak akan terulang lagi."
"Saya janji. Setelah keadaan Draco membaik, saya akan mencarikannya tempat yang layak. jangan khawatir,"
"Hmm..oke," Narcissa mulai tenang. "Aku harus pergi. seseorang memangilku." kemudian dia mengakhiri panggilannya.
tepat saat Lucius menjauhkan ponsel itu dari telinganya, seseorang membuka pintu. lagi lagi itu Albus. kali ini dia membawa beberapa setelan kemeja.
"Lucius. para jurnalis sudah datang. ini, gantilah bajumu. biar saya yang membantu Draco." katanya
.
.
Saluran televisi di markas Tom Riddle yang tadinya sedang memutar acara drama lokal kini berubah menjadi berita live. Harry langsung memberitahu Tom yang sedang asik mengetik sesuatu di komputernya..
"Sir, mereka menayangkan sesuatu,"
"Apa?"
"Itu!" Harry menunjuk ke televisi.
Tertulis di pojok kanan atas layar televisi itu 'disiarkan langsung dari rumah sakit internasional London' dan judul dibawahnya adalah 'Pengeboman kediaman Malfoy'
Pupil mata Tom langsung melebar. senyumnya merekah dan gigi gigi tajamnya terlihat jelas. Harry bergridik ngeri "Ohoho, Ini dia. ayo kita saksikan detik detik penyerhan dirimu, Lucius."
Tentu saja, tom berfikir bahwa Lucius akan mengatakan dirinya menyerah pada komplotan Tom Riddle, seperti layaknya orang lemah. Tom pikir pengeboman itu sudah cukup membuatnya trauma. yah, kita lihat saja nanti.
terlihat banyak jurnalis yang berkumpul di dalam televisi itu, jepretan kamera seakan akan tidak pernah berhenti bersinar. tak lama kemudian, Lucius dan Albus datang dari belakang layar, Draco juga keluar dari sana mengikuti mereka. tapi kali ini, Draco menaiki kursi roda yang didorong oleh seorang dokter. perban di lengan bawahnya digantungkan langsung pada lehernya. Seperti yang Harry lihat pagi tadi. 'Oh Draco..' pikirnya penuh sesal.
"Lihatlah orang orang lemah itu, Harry." Ujar Tom. Harry hanya diam.
Beberapa saat setelah mereka duduk di kursi yang disediakan, berbagai pertanyaan langsung dilontarkan oleh para jurnalis jurnalis itu.
"Apa yang terjadi setelahnya pada malam itu, Mister Malfoy?"
"Bagaimana reaksi kerabat anda ketika mendengar kejadian ini?"
Lucius mengambil mikrofonnya untuk menjawab pertanyaan tersebut, "Ya, Tentu. kejadian ini cukup membuat saya dan keluarga shock. bahkan kejadian ini sudah menyebabkan anak saya nyaris kehilangan lengannya. tapi dibalik semua itu, saya percaya, keadaan ini pasti akan berangsur membaik.
pertanyaan kembali dilontarkan dari seorang jurnalis. "Bagaimana soal keselamatan penduduk kota London? setelah kejadian ini, banyak masyarakat yang meresahkan soal pengeboman masal. apa menurut anda ini perlu penanganan serius?"
Kali ini albus yang menjawab "Kalian semua tidak perlu khawatir soal keselamatan kota. kami, para polisi, akan segera melakukan tindakan setelah mendapat laporan. apa yang harus masyarakat lakukan adalah tetap selalu waspada terhadap ancaman yang membahayakan. dan jangan takut untuk melaporkannya pada pihak yang berwenang,"
Pertanyaan kembali terlontar "Apa benar, Kasus penangkapan mafia Tom Riddle menjadi latar belakang kejadian ini? dan menurut informasi, apakah benar orang yang anda lihat di layar komputer anda sebelum pengeboman itu terjadi adalah Tom Riddle, Mister Malfoy?"
Sempat tidak terdengar balasan dari mereka, tapi akhirnya Lucius menjawabnya. "Saya tidak terlalu yakin dengan dugaan itu..Tapi tenang saja. Para peneliti sedang berusaha menganalisa hardisk milik saya untuk mengetahui kebenarannya,"
Draco hanya diam sedari tadi. ia tahu Lucius berbohong. walaupun ia belum pernah melihat wajah buronan ayahnya secara langsung, tapi ayahnya betul betul menyebut nama Tom Riddle kemarin malam. apa Lucius berbohong untuk melindungi diri? Tentu saja tidak. Draco tahu ayahnya bukan orang pengecut seperti itu.
Kemudian para jurnalis kembali melempar berbagai pertanyaan mengenai keterkaitan kasus ini dengan Tom Riddle. semua pertanyaan itu selalu mendapat jawaban tanggung dari ayahnya. Draco mendengus benci. padahal tangannya sudah terluka gara gara Tom Riddle.
.
Sementara Harry yang menonton acara itu dibalik televisi juga hanya terdiam. apalagi disaat Tom Riddle memulai ceramah besarnya.
"Lihat? Lihat? mereka sudah tidak mau ikut campur lagi dengan kita, Harry! hahahaha!" kemudian Tom tertawa dengan puas. sementara jemarinya sibuk mengetik pesan singkat pada pengikut pengikutnya untuk menonton acara tersebut.
Tidak, Tidak. Harry tahu Lucius tidak lemah seperti itu. tidak mungkin. ia bisa melihat raut kebohongan dari wajahnya.
.
Draco bosan dengan pembahasan soal Tom Riddle ini. kenapa pihak kepolisian semakin merendah rendahkan diri mereka?. Draco tahu ini masalah serius. Draco tahu banyak sekali kasus mengenai Tom Riddle yang ia baca dari koran pagi. tapi kenapa? kenapa pihak polisi terlihat begitu lemah?
maka puncaknya adalah saat seorang jurnalis menanyakan sesuatu yang membuat Draco sebal sampai ke ubun ubun
"Apa yang terjadi ketika Tom Riddle kembali mengebomi bagian kota london? apakah pihak kepolisian akan turun tangan?"
Tadinya Albus yang ingin menjawab pertanyaan konyol itu, namun semua orang langsung beralih pada Draco yang tiba tiba berdiri dari kursi rodanya dan merebut paksa mikrofon Albus dengan tangan sebelahnya.
"Kalian bodoh? apa kalian berfikir kami akan menyerah pada penjahat tengik itu?"
Harry yang melihat kejadian tersebut dari balik televisinya hanya melongo. jantungnya berdegup degup pada aksi anak itu. sementara Tom terkejut bukan main sampai sampai menjatuhkan ponselnya. selama ini belum ada seorang anak kecil yang begitu nakal sampai memanggilnya dengan sebutan itu.
Draco melanjutkan kalimatnya. "Dia juga seorang manusia, sama seperti kita. bagaimana bisa kalian semua takut pada Tom Riddle?. apa kalian tidak punya otak?!"
Semua orang diam. tapi Lucius memelototinya. dia masih tidak bisa berbuat apa apa.
"Dimanapun kau, Tom Riddle, " Draco menunjuk ke arah kamera. "-Aku tidak takut padamu! Kau-"
tepat sekali. Lucius langsung beranjak dari kursinya, meminta maaf pada audiens, lalu membawa Draco ke belakang layar.
namun dengan tidak diduga, para jurnalis dan orang orang yang menonton langsung bersorak bahagia dan bertepuk tangan padanya.
.
.
.
Maka pada harian sore, wajah Draco yang sedang menunjuk ke arah kamera terpampang di headline dengan judul 'DRACO MALFOY, PUTRA LUCIUS MALFOY, MENANTANG TOM RIDDLE. SEBUAH KEBERANIAN ATAU KEBODOHAN?'
Dan Lucius tak henti hentinya menceramahi Draco akibat perbuatannya itu.
"Kenapa kau melakukan itu, Draco!?"
"Father, aku muak dengan perkataan kalian pada publik. seperti merendahkan diri kalian sendiri! "
"Son, Dengar," Lucius menepuk pundak Draco yang sekarang sedang terbaring lagi di atas ranjang. berusaha untuk tidak emosi. "Kami semua punya taktik untuk menaklukan Riddle. ini hanyalah langkah pertama. ketika dia sudah lengah karena berfikir pihak kami sudah menyerah, disaat itulah kami menyerangnya. dan kau sudah mengacaukannya. mengacaukannya! apa kau menger-"
"Berhenti memarahinya, Lucius!" Teriak Albus yang datang dari balik pintu. "Dia punya semangat yang besar. apa kau tidak sadar?"
"Tapi, pak. dia sudah membahayakan dirinya sendiri. bagaimana jika Riddle tahu-"
"Tidak akan." tepisnya. "Riddle tidak akan tertarik untuk memburu seorang anak kecil. sudah banyak kasus orang yang menghardik Riddle. mereka semua baik baik saja."
Lucius masih terengah engah. wajahnya penuh ketakutan.
"Oh, dan para peneliti sudah menemukan IP address yang tersambung ke komputermu saat malam pengeboman itu. kita akan segera melakukan ekspedisi."
.
.
Tentu saja tidak. nyawa Draco sangat terancam saat ini. Tom Riddle benar benar murka saat melihat apa yang dilakukannya di televisi.
Harry tambah frustasi saat ia membaca headline harian sore diatas meja satpam apartemennya. ia segera menghubungi Draco.
/"Kau bodoh."/
/"Harry, maafkan aku. aku hanya sedang emosi tadi."/
/"kau sudah membahayakan dirimu sendiri."/
Tidak ada balasan untuk pesan terakhir itu. setelah menerima pesan dari Harry, Draco agak sedikit menyesali perbuatannya. Apalah yang akan dilakukan Tom Riddle pada Draco dan juga Lucius nanti? apa mereka akan mati? Satu satunya harapan mereka untuk bertahan adalah hardisk itu.
Dan Harry bersumpah akan melindungi Draco sepenuh hatinya. apapun yang akan terjadi nanti.
.
.
.
Bersambung ke bagian tiga...