Iris onxy itu terlihat ngeri, menatap pada kumpulan gadis yang kini berkumpul mengelilinginya. Demi Tuhan! Dosa apa dia, hingga harus hidup seperti ini. Apa salah memiliki wajah ganteng, otak pintar, tubuh oke, dan kaya raya? Sepertinya iya. Shit! Seharusnya ia tidak bertanya tadi.

Jika ditanya, apa hal tersulit dalam hidupnya? Maka ia tidak akan segan-segan untuk menjawab. Keluar dari kerumunan gadis yang mengidolakannya adalah salah satu hal tersulit dari ujian manapun. Enggak, ia tidak meremehkan ujian saat ia sekolah dulu kok. Yah, walaupun ia tetap jadi juara satu sekonoha. Tetap saja, itu susah. Hanya saja ini lebih parah, bahkan bergerak saja sulitnya minta ampun. Para gadis benar-benar mengepungnya. Bahkan deathgler yang biasa bisa membuat gadis-gadis itu ciut, kali ini tidak mumpan.

Salahkan saja Kyuubi yang seenak jidatnya membuat pengumuman asem itu.

DICARI PASANGAN UNTUK ITACHI UCHIHA!

Hei, para jomblowati! Yang cantik, yang manis, atau yang asem!

Pada kenal Uchiha kan! Iya, Itachi Uchiha, memang siapa lagi Uchiha di kampus ini.

Nah, si Uchiha lagi cari pacar. Gak butuh, yang cantik! Yang jelek juga boleh!

Datang yah, nanti kekelas!

Ingat! Aku tunggu loh! Muah

Penuh Cinta

Itachi Uchiha

Gah, dosa apa dia sama si rubah jelek itu. Bisa-bisanya pria itu membuat pengumuman seperti itu. Memang kurang ganteng apa dia, sehingga harus mencari pasangan. Pakai pengumuman segala lagi. Dobel Shit!

"Minggir!" serunya tidak senang, yang tentu saja tidak digubrisi oleh para gadis yang makin brutal mendesaknya.

"Pilih aku saja!

"Tidak, aku saja!"

"Aku!

"Aku!

Dan berbagai teriakan lainnya yang sudah tidak sanggup lagi untuk Itachi dengar.


Naruto © Masashi Kishimoto

Genre Romance.

Rating T

Pair ItaFemNaru

Warning-OOC, AU, Typo(s), dan segala bentuk keabsrudan lainnya yang murni keluar dari pemikiran saya.
Don't Like, Don't read


"Pfff," suara tawa tertahan itu masih terdengar walau sudah beberapa menit berlalu.

Bahkan iris onxy yang menatap tajam, tidak di gubrisi oleh si pelaku. Shit! Apa gadis itu tidak tahu, ini semua karena dia. Dia? Yah, dia. Gadis di depan inilah penyebab kesialannya hari ini. Memang mereka baru bertemu beberapa kali, tapi tetap saja penyebabnya adalah gadis ini. Kalau bukan karena ia mencium gadis ini waktu itu, tentu Kyuubi tidak akan membuat pengumuman gila seperti itu.

Cium? Oh, shit! Yah, ia akui. Memang ialah pelaku utama penyebab ini semua mengapa bisa terjadi. Tapi ini juga kan salah gadis di hadapannya yang selalu menanyakan pertanyaan aneh padanya. Membuat urat syarafnya seketika ingin membungkam mulut gadis itu. Yah, walau cara yang ia lakukan juga salah. Tapi, hanya itu satu-satunya cara yang terlintas diotak pintarnya saat itu.

Lagian siapa suruh, bibir gadis itu terlihat menggoda untuk di kecup.

Oke, ia akui ia bukan hanya mengecupnya saja. Tapi lebih dari itu, dan itu bukan salahnya. Salah bibir itu yang sangat lembut dan begitu.. Ah, pokoknya itu bukan salahnya. Salah bibir gadis itu yang terus saja berucap aneh-aneh. Ingat Uchiha tidak pernah salah! Salah satu ajaran Kakek Madara yang tidak akan pernah ia lupakan.

"Chi..Tachi-Nii." Suara itu terdengar bersamaan dengan wajah yang menunjukan rasa khawatir di dalamnya.

Memperhatikan Itachi yang kini fokus menoleh padanya.

"Kau tidak kesambetkan Itachi-nii?" pertanyaan itu kembali terdengar bersamaan dengan onxy yang akhirnya fokus pada iris sapphirnya.

Dilihatnya tubuh itu sedikit memberi jarak, ingin menyingkir darinya. Membuatnya ingin mendengus kesal akan tingkah gadis itu.

"Sebenarnya apa tujuanmu kemari, Naru?" satu pertanyaan terlontar bersamaan dengan kedipan Naruto yang sedikit memiringkan kepala.

"Tujuanku, aku hanya ingin menjemput, Kyuu-nii." Jawaban itu terlontar bersamaan wajah yang menunjukan raut kebingungan. "Memang kenapa?"

Dengusan sangsi keluar perlahan, mengidahkan Naruto yang bertaut bingung. Heran akan sikap pria di sampingnya.

"Apa benar begitu?" Entah kenapa Itachi mulai mencurigai keberadaan Naruto yang akhir-akhir ini selalu berkeliaran di sekelilingnya. Firasatnya mengatakan bahwa Naruto memiliki tujuan lain datang kemari.

"Itachi-nii tidak percaya padaku?" mengerjapkan mata melihat respon Itachi yang terlihat sedikit aneh, terdiam sebelum akhirnya senyum yang sempat hilang muncul kembali. "Are, apa Itachi-nii pikir, aku kemari hanya untuk menemui Itachi-nii?" terdengar nada menggoda dari bibir mungil itu, menatap Itachi yang memandangnya datar. "Ckckck, apa Uchiha memang selalu seperti ini?" Ucapnya memicingkan mata, walau senyum nakal terlihat di wajahnya.

"Apa maksudmu?" tanya Itachi heran maksud perkataan Naruto barusan, apa maksudnya dengan Uchiha? Dan sungguh ia tidak suka mendengar kata itu, seakan-akan bahwa ada Uchiha lain yang mendekati gadis ini.

Kekehan kecil keluar dari bibir mungil itu, mengambil handphone yang berada di saku roknya. Memencet dan menggesernya, bermain dengan benda itu tanpa mempedulikan Itachi yang berkedut kesal karena di cuekin.

"Naru—." kalimat protes yang akan keluar dari mulut Itachi terhenti, saat gadis itu menunjukan layar handphonenya tepat ke arah wajahnya.

"Bacalah," perintah gadis itu pelan membiarkan kerutan keheranan makin terlihat di wajah pria di hadapannya.

Diam sebentar, memandang Naruto yang masih memberikan senyum manis sebelum, akhirnya menuruti keinginan gadis itu. Bukan, bukan ia mau diperintah. Ia hanya ingin tahu, kalimat sepenting apa yang membuat gadis itu sampai dari tadi mencuekinnya, itu saja. Membaca satu persatu kata yang ada di dalamnya dilakukan oleh Itachi

Kyuu-Nii

Jemput, cepat! Awas telat, habis kau!

Sebuah isi pesan sms yang membuat Itachi, menatap pada Naruto yang masih tersenyum. Sedikit tidak percaya akan isi sms dari Kyuubi pada adiknya itu. Apa benar mereka adik beradik? Salah, apa benar pria itu kakak dari adik manis seperti ini. Tatapan simpati diberikan Itachi pada Naruto yang masih tersenyum manis.

Seakan mengerti arti dari tatapan yang diberikan Itachi, Naruto hanya bisa terkekeh kecil. Memasukan handphonenya kembali pada tempatnya semula. "Jangan memandang seperti itu, Itachi-nii. Wajahmu jadi terlihat makin aneh, bisa-bisa keriputmu makin bertambah." Kembali terdengar kalimat yang membuat Itachi berkedut kesal.

"Hei!" protes Itachi membuat Naruto kembali terkikik kecil.

"Aku hanya bercanda," senyum Naruto melihat Itachi bersingut kesal.

Dengusan kekesalan terdengar, hal yang tidak pernah Itachi tunjukan pada siapapun. Bahkan pada Kyuubi yang merupakan sahabatnya sendiri. Entah mengapa bersama dengan gadis ini, semua perasaannya yang tertutupi dengan baik. Bisa muncul begitu saja.

"Baiklah, kalau begitu. Aku permisi," senyum Naruto berdiri hal yang tidak di sangka Itachi sebelumnya.

Onxy itu dengan cepat menoleh pada Naruto yang menundukan tubuhnya sebentar. Sebelum akhirnya berbalik, melangkah dan terhenti. Menoleh heran pada Itachi yang juga merasa aneh dengan perbuatannya yang memegang lengan gadis itu. Menghentikan Naruto yang ingin meninggalkannya.

"Itachi-nii?" raut kebingungan jelas di tunjukan Naruto pada Itachi, hal yang baru pertama kali dilihat pria itu.

Otak itu berpikir cepat mencari alasan untuk tingkah anehnya, walau sebelumnya sempat terhenti melihat bagaimana wajah innocent itu tampak imut di matanya.

"Kuharap kau tidak lupa," melihat bagaimana gadis itu berkedip sekali. "Bahwa kau hutang penjelasan padaku, Naruto." Tersenyum manis melihat bagaimana wajah itu sedikit kaget. Satu lagi ekspresi yang akhirnya dapat ia temukan pada diri gadis itu.


.

You Know

.


Iris ruby itu menatap pada sosok gadis yang berdiri tidak jauh darinya. Terlihat sedikit menunduk dan menghentakan kakinya kecil. Menghela napas panjang, mendongakan kepala melihat langit yang perlahan mulai tertutupi awan kelabu. Memejamkan mata dan merentangkan tangannya, merasakan hembusan angin yang bertiup pelan.

"Naruto?" panggilan pelan dilakukan Uzumaki sulung, mendekati si bungsu yang menghentikan aksinya. Membuka mata dan menoleh ke arahnya.

Terlihat ada yang berbeda saat sapphire itu menatap padanya walau, senyum senantiasa terlihat di wajah ayunya. "Kau lama, Kyuu-nii." Ucapnya berjalan mendekat, memeluk si sulung yang jelas-jelas kaget akan tingkah tidak biasa si bungsu yang menubruknya begitu saja.

Pelukan erat ia rasakan, saat tubuh mungil itu terlihat nyaman dengan perbuatannya. "Kau baik-baik saja, Naru?" satu pertanyaan keluar, memegang bahu mungil itu, menjauhkan dirinya sedikit, memberikan celah diantara mereka agar bisa melihat bagaimana wajah si bungsu yang kini mendongak menatapnya.

Diam, sapphire itu bertatapan dengan ruby yang jelas menunjukan sorot khawatir. Seulas senyum perlahan ia berikan, tidak ingin terlalu lama melihat sorot itu. "Tentu," mengangguk cepat dan kembali menatap iris ruby di depannya. "Maukah, Kyuu-nii mentraktirku ramen?" pertanyaan singkat diiringi suara lirih, hal yang membuat ruby itu menatapnya sesaat. Memperhatikan si bungsu yang terlihat aneh, hal yang jelas tidak bisa disembunyikan olehnya.

.

~00~

.

Onxy itu menatap heran pada ruang keluarga yang kini kosong, biasanya Anikinya pasti berada di sana. Duduk termenung dan tersenyum-senyum, hal yang belakangan ini ia dapati pada diri Anikinya. Jadi, jangan salahkan dirinya jika ia merasa aneh dan tidak beres saat pulang tidak mendapati sosok Anikinya. Apa Anikinya belum pulang? Rasanya tidak mungkin, mengingat Anikinya itu kini pada tingkat akhir. Pasti ia lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah untuk mengerjakan tugasnya itu, kalaupun keluar tentu tidak akan selama ini. Kecuali..,

Melangkahkan kakinya menuju sebuah ruangan, menaiki tangga dengan perlahan. Fokusnya kini hanya satu, mencari sosok Anikinya yang sesuai dugaan kini berada di ruang baca. Menyandar pada kusen jendela, onxynya terlihat mengamati pemandangan di luar dari pada buku yang kini berada di tangannya.

"Aniki," satu kata ia keluarkan, membiarkan bagaimana tubuh itu sedikit tersentak pelan bahkan, terkesan sangat pelan. Kalau saja pria itu bukan Anikinya pasti ia tidak akan tahu gerakkan yang dilakukan pria yang kini memberikan wajah datar padanya. "Kau sedang apa?" sebuah pertanyaan terlontar bersamaan dengan onxy yang terarah padanya. Sebuah pertanyaan yang ia rasa sudah dapat ia ketahui jawaban yang diberikan.

"Melamun,"

Tuh kan benar, pasti anikinya akan menjawab begitu. Mana mungkin ia mengakui kalau dirinya sedang melamun.., onxy itu sekali lagi berkedip memandang pada si sulung yang berjalan menyimpan buku di rak. Tadi ia tidak salah dengar kan? Apa anikinya baru saja mengakui kalau ia melamun? Itu bohongkan.

"Kau barusan tidak mengakui kalau dirimu sedang, melamun kan?" sedikit hati-hati saat kata terakhir ia ucapkan. Menatap pada si sulung yang sedikit melirik padanya. Menghela napas dan berjalan mendekat, membuat si bungsu refleks mundur. Enggak, ia tidak takut. Hanya ngeri saja melihat bagaimana onxy itu menatapnya. "A-apa?" menyadari si sulung merendahkan tubuhnya, membiarkan onxy mereka bertatapan.

"Yah, aku melamun." Sebuah pernyataan terlontar, menatap onxy yang sama persis dengan dirinya.

"O-oke," memberikan anggukan paham walau sekelebat pertanyaan memenuhi kepala. Sejak kapan anikinya itu bisa melamun? Ah bukan, yang benar adalah sejak kapan anikinya bisa sejujur ini mengatakan bahwa dirinya melamun. Orang ini benar-benar anikinya kan? Atau jangan-jangan anikinya kesambet sesuatu.

Perlahan tubuh yang lebih besar dari Sasuke kembali tegakan, satu helaan napas pelan dapat dilihat pemuda itu pada diri si sulung. Berniat berjalan dan kembali ke kamar meninggalkan si bungsu yang menoleh –tersadar dari pemikiran nistanya, memperhatikan tiap langkah yang ia buat.

"Apa Naru, mengatakan sesuatu pada dirimu Aniki?" kembali pertanyaan itu terlontar menghentikan langkah si sulung. Satu-satunya alasan yang ia ketahui, jika anikinya bersikap diluar kebiasaan.

Menoleh pada si bungsu yang menatapnya tidak berkedip, terlihat serius. "Yah, dia mengatakan sesuatu padaku." Akunya setelah diam untuk beberapa saat.

Onxy itu terlihat membulat, tubuh itu bergerak maju tanpa disadari. "Apa?" tidak menyadari bagaimana si sulung kini sedikit berkerut heran melihat tingkah si bungsu yang tidak biasanya.

Tersenyum, dan menjentik dahi si bungsu yang langsung kesakitan. "Rahasia," sebuah jawaban singkat disertai senyuman yang terlihat sedikit menyedihkan di mata si bungsu yang masih mengaduh memegang kening.

"Ah, kau menyebalkan." Satu keluhan panjang melihat bagaimana si sulung beranjak pergi. Terdiam sesaat, "ini bukan karena aku ikut campurkan." Sebuah gumaman terdengar mengingat apa yang ia lakukan pada si bungsu Uzumaki. Menggelengkan kepala cepat, mengakui bahwa bukan kesalahannya. Ini pasti semua karena Anikinya memang sedang stres saja. Yah, pasti. Kembali mengupat pelan, mengelus keningnya yang nyut-nyutan.

.

~00~

.

Bebeda dengan Sasuke yang galau, Itachi hanya memberikan senyum kecil saja, meninggalkan si bungsu yang ia tahu terus saja memberikan umpatan kekesalan untuk dirinya. Berjalan cepat menuju kamarnya, membuka dan menutup pintu masih disertai senyuman yang perlahan memudar.

"Apa Naru mengatakan sesuatu pada dirimu Aniki?"

Kembali pertanyaan dari si bungsu melintas di kepalanya. Berjalan perlahan dengan sorot kosong ke arah tempat tidur. Merebahkan dirinya di atas ranjang, onxy miliknya kini menatap lurus pada langit-langit kamar. Memejamkan mata hanya untuk mengingat sosok seorang gadis dengan helaian pirangnya yang kini tersenyum menatapnya. Iris sapphire yang hanya tertuju pada dirinya.

"Apa?"

Kembali pertanyaan ingin tahu dari si bungsu terngiang di kepalanya. Bersamaan dengan bayangan gadis itu yang perlahan berubah. Wajah itu masih sama, senyum itu tidak berubah, hanya iris sapphire milik gadis itu saja yang perlahan berubah. Sorot kebahagian yang biasa terlihat di iris sapphire itu perlahan menghilang.

"Maaf, terima kasih dan selamat tinggal, Itachi-nii."

Kata-kata yang membuatnya membuka mata, teringat kembali akan kalimat yang diucapkan si bungsu Uzumaki tadi siang.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Nun jauh di sana, Kediaman Uzumaki

Kyuubi hanya bisa melongo tidak percaya, menatap sang adik yang kini tersenyum manis. Menatap dirinya sebentar, dan kembali menyesap orange jus miliknya. Mungkin membiarkan dirinya untuk mencerna perkataan yang baru saja terlontar dari mulut si bungsu yang perlahan meletakan gelas kosong yang isinya baru ia minum. Menghela napas pelan dan menggeser kursinya, bergerak berdiri terlihat ingin berjalan.

"Tu-tunggu dulu, Naru. Kau benar-benar.." terlihat wajah itu masih tidak percaya dengan apa yang baru saja ia ucapkan.

Tersenyum maklum melihat reaksi sang kakak, "aku sungguh-sungguh Kyuu-nii. Jadi tolong hentikan mengerjainya seperti itu," pinta si bungsu sambil terkekeh kecil. "Percayalah, kau tidak akan tega melihat bagaimana wajah paniknya tadi."

Mengerjap sesaat, "apa kau mengatakan ini agar aku –."

"Tidak," sebuah jawaban cepat diiringi sorot sedih. "Ini bukan demi dirinya, Kyuu-nii. Tapi demi diriku." Memberikan senyum kecil, "yah, ini demi diriku." Terdengar sangat pelan, menghela napas panjang dan kembali tersenyum. "Baiklah, selamat malam Kyuu-nii." Berjalan pergi meninggalkan Kyuubi yang kembali mengerjapkan mata.

Pria itu hanya bisa diam sebentar, ruby miliknya mengikuti arah kepergian si bungsu sebelum akhirnya beralih melihat pada langit di luar jendela. "Apa yang terjadi? Apa adikku sudah tidak bisa membedakan waktu?" sebuah pertanyaan terlintas, menatap pada langit yang masih berwarna jingga.

.

.

.

Hembusan napas untuk kesekian kalinya ia lakukan menatap pada langit-langit kamarnya. Merasakan bagaimana empuknya ranjang yang ia miliki. Menggigit bibirnya pelan, "ini yang terbaik. Aku benarkan Teme." Memejamkan matanya perlahan terbayang wajah seorang pria.

"Kau tidak seriuskan dobe," onxy itu terlihat serius menatap dirinya yang sedang memakan stick. "Kau tidak sungguh-sungguhkan dobe."

Kikikan kecil keluar dari bibirnya, mengingat bagaimana wajah pria itu saat berbicara dengan dirinya berdua saat istirahat. Tidak pernah ia melihat bagaimana raut itu ditunjukan selama ini, ternyata bisa juga si bungsu Uchiha itu memberikan wajah khawatir dan gelisah seperti itu. Ini benar-benar sesuatu yang menarik. Terhenti dan kembali menghela napas panjang, "sayangnya aku benar-benar serius, Sasuke." Wajah itu terlihat tersenyum sedih, "karena itu selamat tinggal, Itachi-nii." Memejamkan matanya perlahan dan membiarkan liquid bening perlahan mengalir dari ujung matanya. "Maaf dan terima kasih," lanjutnya.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

"Maaf, terimakasih dan selamat tinggal"

Sebuah kata yang diulang oleh si sulung Uchiha, mendengus pelan begitu kata-kata itu terucap di bibirnya. Kata-kata yang membuatnya sempat menaikan alis bingung sebelum akhirnya menyadari maksud dari perkataan gadis yang jauh lebih muda darinya itu. Saat bibir mungil itu menjelaskan, arti dari perkataannya tadi. Mengepalkan tangannya erat dan menghentakannya kuat ke tempat tidur. Sorot tajam terlihat memancar di onxy miliknya, saat kembali mengingat makna dari kalimat itu.


"Maaf, karena menjadikanmu taruhan Itachi-Nii. Terima kasih untuk kebaikanmu hingga membuatku menyukaimu dan selamat tinggal aku tidak akan mengganggumu lagi."


.

.

.

END


A/n: Hola-hola, akhirnya selesai juga nih fict. Dengan keterlambatan update yang diluar rencana. Sebenarnya nih fict udah lama selesai dengan typo yang luar bianasa banyaknya. Jadi kalau masih ada ketinggalan typo, harap dimaklumi. Dan bila ada yang masih bingung penyebab tingkah laku Naru, gie udah buat prequelnya kok. 'Oh, No! Semoga itu bisa mengurangi rasa bingung dan penasaran readers *kedip ganjen* #PLAK. n thanks untuk review, fav, follow and Pmnya. Aduh cinta deh! *kecup*Plak#.

Balas review

Gak Paham/ Janggal? Gie dah buatain prequelnya kok *kedip ganjen* Kenapa gak dibuatin multichap? Ini dah dibuat, tapi yang terakhir *nyengir* Plak# Lanjut/Sekuel? Oke, nih dah lanjut.

.

Thanks for

Shin23, sivanya anggarada, Mimo Rain, luviz. hayate, Guest, AprilianyArdeta, langit. cerah.184, Mego, apikachudoodoll, IchiOchaMocha, Vivinetaria, Cinnamons tea, Yang pada Fav and follow

Oke, sampai bertemu lagi di fict gie selanjuntnya yang mungkin saja sekuel dari fict ini... mungkin tapi loh yah *kedip2*Plak#

.

.

Sigh,

ImyGie_Chan

Pontianak, 120615