.
.
"Ughhh... Le—pas! Menjauh dariku, brengsek!" pemuda beriris zambrud itu meronta. Mengerang tertahan ketika tubuh lain dihadapannya mencoba untuk mencuri bibirnya sekali lagi.
"Jangan munafik, bocah. Kau juga menyukainya. Bahkan penolakanmu seperti ini yang makin membuatku bergairah." lelaki bersurai kelam itu semakin bersemangat menerkam si bocah hijau dihadapannya. Dan usaha kecilnya untuk mendapatkan bibir menggoda itu membuahkan hasil. Mengecup, mengulum, berpagut dan menyedot bibir kemerahan bagai stroberi itu sesukanya.
Eren – si pemuda hijau—hanya bisa meronta, mencoba melepaskan diri dengan tenaganya yang tak lebih kuat dari laki-laki itu.
"Nghhh... mmmhhh... fuuahhh..." benang saliva terhubung antara bibirnya dengan lelaki dihadapannya itu. "Bajingan kau Rivaille!" Eren menatap berang kearah Rivaille sambil menyeka saliva yang menempel di sisi bibirnya. Pemuda 16 tahun itu melotot sangar memberi ancaman lewat mata indahnya.
"Dan kau menikmati ciuman bajingan ini, bocah nakal."
Wajah tampan tanpa ekspresi itu menatap lekat sosok Eren Jaeger lewat mata kelabunya. Kondisi Eren saat ini begitu acak-acakan dengan rambut cokelat yang berantakan, wajah merah padam, 3 buah kancing kemeja yang terlepas sehingga mengekspos dada kanan hingga bahu. Dan tentu saja hal itu semakin membuat libido Rivaille semakin naik. Bocah ini benar-benar menggoda.
"Kulaporkan pada ibu atas sikap cabulmu barusan. Ku pastikan kau tak akan menjadi guru privatku lagi setelah ini!"
Pervert Teacher
Shingeki no Kyojin © Hajime Isayama
-Saya tidak mengambil keuntungan apapun dari Fanfiksi ini-
Pairing : RivaEre, Rivaille x Eren
Rating : T+ (M for Safe)
Genre : Romance, Humor – krupuk – ( garing, renyah, kriuk kriuk~)
Warning : Alternate Universe, Male x Male, OOC-ness, Typos, EYD amburadul, bahasa vulgar, gaje dan beberapa kekurangan lainnya.
.
.
.
"Eeeehhh?" Eren tak percaya dengan pendengarannya sendiri. Apapun yang ia dengar barusan begitu membuatnya syok. Dan lihat wajah bocah itu, mata membola dan mulut menganga selebar yang ia bisa.
"Ya, Rivaille akan tetap mengajar les privat untukmu sampai 3 bulan mendatang. Ibu sudah melunasi semua biayanya dan kau juga harus berusaha agar nilaimu tidak seburuk yang kemarin. Kau terlalu membuat ibu kecewa, Eren." Ujar Carla Jaeger sambil mengelus bulu kucing yang sedang ada dipangkuannya saat ini.
"T—tapi bu, si brengsek bermuka teflon itu sudah melakukan pelecehan terhadapku kemarin, dia menco—"
"Eren! Ibu tahu kau tidak suka belajar. Setidaknya jangan memfitnah Rivaille sepert itu. Walaupun dia bermuka teflon, tapi hatinya tak sedatar dan sejahat yang kau pikir. Ibu sudah mengenalnya sejak lama. Dan jaga mulutmu, siapa yang mengajarimu berkata kasar seperti itu."
"Bu, percayalah. Aku sedang tidak memfitnah seseorang disini! Aku akan belajar dengan siapapun asal bukan dengan si Hentai Rivaille itu!"
Seakan tak mendengar ucapan anak kesayangan, Carla malah bangkit berlalu menuju dapur, "Kucing manis, aku akan memberimu makanan enak. Uhh~ kau begitu lucu dan cantik. Rivaille sangat pandai memilihkan hewan peliharaan yang lucu sepertimu."
"Bu!"
"Bu!"
"Bu!"
Dan berapa kalipun Jaeger junior itu berteriak memanggil ibunya, ia hanya diabaikan. Salahkan kucing genit pemberian Rivaille yang baru-baru ini menyita perhatian ibu darinya. Si bejat Rivaille itu mungkin sengaja menyuap Carla dengan kucing imut itu. Berdoalah Eren, semoga posisimu tak digantikan oleh kucing sialan itu.
.
.
Bukan tipe Rivaille memang, menyibukkan diri mencari hewan peliharaan sebagai sogokan. Tapi entah kekuatan apa yang membuatnya rela merepotkan diri untuk hal sepele seperti itu.
Menjadi guru privat dirumah keluarga Jaeger adalah aktivitas yang ia lakukan setiap jam 7 malam setiap Senin, Rabu dan Sabtu. Laki-laki berumur 34 tahun itu memang dikenal tampan – walaupun urusan tinggi badan tidak terlalu menonjol. Banyak wanita yang mengejarnya. Namun ia tetap acuh. Ia baru menyadari orientasinya belok setelah mengenal Jaeger cilik beberapa bulan belakangan ini.
Entah pesona apa yang Eren tebarkan sehingga membuatnya lupa diri. Bocah hijau itu bagai magnet yang menariknya setiap kali bertemu. Sikap submisifnya menjadi pelengkap bagi Rivaille yang semakin bersemangat untuk mendapatkannya.
"Cih, bokong kenyal itu membuatku sulit berkonsentrasi." Gumamnya sambil menyetir mobil menuju kediaman keluarga Jaeger.
Tak perlu waktu lama, beberapa belas menit kemudian ia sudah menapaki halaman rumah besar disana. Ia berjalan santai sambil membawa beberapa buku ditanganya. Setelah memencet bel, sosok lelaki setengah baya berkacamata membukakan pintu untuknya.
"Hai, Rivaille. Silahkan masuk. Duduk dulu, Carla akan membuatkanmu minuman." ujar Grisha Jaeger berbasa-basi. Mempersilahkan tamunya masuk dan merangkul pria pendek itu.
"Aku langsung ke kamar Eren untuk memulai pelajaran." ucapnya datar, sedatar wajahnya. Orang ini bukan tipe yang senang berbasa-basi.
"Baiklah kalau begitu. Kutitipkan anakku padamu. Buat dia menjadi yang terbaik." Ujar Grisha lagi, kemudian ia melangkah menuju ruang lainnya, sementara Rivaille –masih dengan wajah datarnya—berjalan menuju tangga ke lantai dua.
Entah kenapa ucapan Grisha itu terdengar layaknya seorang mertua pada menantunya~
Pintu pun terbuka dan Rivaille tak menjumpai sosok bocah hijau itu di kamarnya. Ia mengendikkan bahu dan berjalan masuk. Mungkin bocah itu sedang makan, mandi atau bermasturbasi.
Sambil menunggu si Jaeger cilik, Rivaille mendaratkan bokongnya ke kasur berantakan milik Eren. ia mengedarkan pandangan ke ruangan yang bercat biru muda itu. Dan matanya menangkap sebuah buku catatan berwarna cokelat muda yang diselipkan di antara bantal. Iseng membuka, tak berniat mengusili privasi orang lain. Ia hanya melakukan sesuatu untuk mengisi kekosongan menunggu Eren datang.
Ia membolak balik lembar demi lembar kertas buku itu. Tulisan ceker ayam ala Eren membuat alisnya bertaut. Bagaimana bisa bocah berumur 16 tahun memiliki goresan tangan layaknya anak SD kelas 3. Wajar saja Carla menyuruh Eren untuk belajar Privat, kenyataannya seperti ini.
Sebenarnya Eren bukannya bodoh, ia hanya malas untuk belajar. Kemungkinan sebagian besar waktunya dipakai untuk bermain, internet, media sosial, menonton video porno atau bermasturbasi (lagi). Bocah seumuran Eren biasanya ditekan oleh rasa penasaran yang tinggi sehingga ingin mencoba hal-hal baru.
Entah catatan apa yang dipegang oleh Rivaille namun isinya seperti – diary?
Dan Rivaille mulai membaca dengan saksama –
11 Januari
Dear Diary~
Hari ini aku kesal! Nilai ulanganku hancur bersama hatiku. Sudah nilai ulangan dibawah ketuntasan, cintaku pun ditolak oleh dia, iya dia. Kesialan yang menimpa diriku hari ini membuatku syok setengah mati. Aduhhhh... apa yang harus aku lakukan, mama... papa... aku pasti akan dimarahi habis-habisan saat pulang nanti. Bisa-bisa mama tidak akan memberikanku makan selama seminggu karena telah mencoreng nama baik keluarga. "Anak Jaeger adalah seorang yang gagal dan pengecut" aku tidak mau kata-kata itu mereka lontarkan kepadaku. Aku harus apa? Mama... papa...
Oke, Rivaille hanya bisa menghela napas membaca coretan tangan 'alay' bocah ini. Dasar anak muda, pikirnya. Ia penasaran dan kembali membuka lembar demi lembar hingga akhirnya ia menemukan sesuatu yang menarik.
23 Februari
Dear diary~
Mungkin hidupku tidak ada yang beres! Sudah berjalan bulan pertama mama menyuruhku les privat dengan om-om cabul yang mengerikan. Aku sudah mencoba memberi tahu mama tentang tabiat jelek si bejat muka teflon itu, tapi mama malah bilang aku tukang fitnah. Dasar otak ular, dia menyogok mama dengan kucing jelek sialan, sebut saja mawar. Hidupku akan hancur jika terus seperti ini. Aku sangat benci om-om penjahat kelamin itu karena mencuri 'my first kiss'. Aku tidak akan memaafkannya. Aku sumpahi dia akan jomblo seumur hidup sampai anunya karatan. Dia benar-benar merusak hidupku. Mama... papa... apa yang harus aku lakukan?
"Ehhh?"
Rivaille menoleh ke asal suara. Eren berdiri terbengong di depan pintu kamar dengn setelan , rumahannya.
"Kau! Kenapa kemari! A-apa yang kau baca! Kemarikan!" bentak Eren sambil menunjuk kearah Rivaille dan merebut paksa diary 'alay' itu. Mukanya memerah menatap sangar pada Rivaille.
Bukannya takut, Rivaille malah menarik si bocah hingga duduk dipangkuannya. Mencengkeram dagu itu dengan lembut untuk menatapnya.
"Siapa yang Om-om cabul penjahat kelamin?"
Eren meronta, "Lepaskan aku, brengsek!"
"Mulut kotormu perlu diajarkan tata krama berbicara, bocah."
"Pikiramu itu yang kotor! Dasar cabul!"
"Hm? Cabul? Jangan sering-sering mengatakan hal kotor atau kau yang akan kucabuli."
Eren mendelik dengan sekuat tenaga melepaskan diri dari Rivaille dan berlari menuju pintu hinga akhirnya langkahnya terhenti ketika Carla dan Grisha baru saja tiba disana. Keduanya terlihat berpakaian rapi. Eren mendapat firasat buruk soal itu.
"Rivaille, tolong jaga jagoan kecil kami ya. Aku dan Carla akan pergi selama beberapa jam ke rumah kerabat. Dan kau Eren, jangan buat Rivaille repot. Belajarlah dengan giat." Ujar Grisha sambil merangkul istrinya.
Wajah Eren memucat. Terkurung bersama guru cabul itu merupakan sebuah petaka. Ia harus cari akal agar bisa lolos dari situasi mengerikan ini.
"Aya—"
Seketika lengan kokoh merangkul pundaknya sok asik, "Aku akan menjaga dan mengajarnya..." ucap Rivaille.
Kedua orang tua itu mengangguk sambil tersenyum ceria, "Baiklah, kami mengandalkanmu, Rivaille!" ujar Grisha kemudian berlalu pergi.
Sepeninggal orang tuanya, Eren mulai merasa tak nyaman dengan keadaan saat ini. Bulu kuduknya mulai meremang, aura setan menguar di samping kanan tubuhnya. Mimpi buruk akan segera datang.
.
.
"Sialan! Peraturan bodoh macam apa itu!" Eren menggerutu kesal. Ia mengusap-usap bibirnya sambil sesekali bercermin sepanjang koridor sekolah.
"Hei Eren, Kenapa kau mengeluh sepanjang hari seperti gadis yang tengah PMS?" celetuk Armin, sahabat baiknya.
Eren menoleh masih dengan tangannya bertengger manis di bibirnya. "Aku mengalami kesialan mengerikan tadi malam, Armin."
"Eh? Kenapa dengan bibirmu? Kau mengelusnya sepanjang hari sambil bercermin. Apa yang salah dengan itu? Dan kesialan? Apa maksudmu, kau bisa membagi cerita denganku."
"Tapi kau jangan bicara pada siapapun soal ini. Karena ini adalah hal memalukan yang pernah terjadi seumur hidupku."
Armin mengangguk, "Ya, apa itu?"
Dengan tatapan horor Eren mulai menceritaka kisah sial dirinya, "Selama beberapa bulan terakhir aku menjalani les privat dirumah karena nilaiku buruk. Dan ibuku menyewa seorang guru privat sebagai pengajarku untuk memperbaiki nilaiku yang memalukan. Dan kau tahu? Guru privat itu sangat amat amat sangat sangat cabul dan mengerikan!"
"Eh?" Armin menautkan alis, bukannya terkejut dan takut ia malah heran dengan cerita sahabatnya itu.
"Kenapa kau tidak terkejut?" Eren merengut melihat ekspresi sahabatnya, "Humm, baiklah. Kau belum mendengar keseluruhan ceritanya. Awal pertemuan kami juga tidak memberi kesan bagus. Lalu akhir-akhir ini dia membuat peraturan bodoh yang membuatku hampir gila."
"Peraturan apa?"
"Dia akan memberikanku hukuman jika aku salah menjawab soalnya!"
"Hukuman?"
"Ya, hukuman gila yang orang sinting pun tidak akan sanggup menerimanya. Jadi, setiap kali aku menjawab soal yang salah, maka dia akan melumat bibirku hingga merah dan monyong atau dia akan menampar bokongku dengan keras. Aku hampir gila dibuatnya, Armin!"
"Haaahh?! Secabul itukan guru privatmu?"
.
.
.
Sepulang sekolah Eren berjalan menyusuri trotoar bersama Armin. Rumah mereka memang searah. Mereka berbincang ringan hingga mata Eren melotot melihat iklan yang tertempel di tiang-tiang listrik sepanjang jalan.
Ahli Menganu
Sedot Bibir
Servis dan pompa Anu
Minat? Hubungi Rivaille – 01234567890
"Hah?!" Eren membelalak kaget.
"Oi, Eren. kenapa?"
"K-kau lihat iklan di tiang listrik itu?" Eren menunjuk yang bersangkutan.
Armin menoleh, "Mana? Hmm... iklan itu?"
"Ya! Kenapa kau tidak terkejut Armin?!" tanya Eren.
"Terkejut kenapa?"
"Kau tidak membaca iklan itu? Kau tidak buta huruf kan?"
Armin sweatdrop, "Ya aku bisa membacanya Eren. 'Ahli Sumur, Sedot WC, Servis pompa air. Hubungi yang bersangkutan nomor sekian sekia sekian' itu kan?"
"Eh? Tadi tulisannya berbeda! Aku yakin!" Eren kalap.
"Kau sepertinya perlu memeriksakan matamu, siapa tahu rabun jauh. Ayo kita pulang."
Eren yang masih kebingungan membaca berulang iklan nista itu. Mungkin hal-hal buruk yang ia alami beberapa hari terakhir membuatnya frustasi dan sedikit berhalusinasi.
.
.
Eren paling membenci hari Senin, Rabu dan Sabtu. Jika Sabtu malam kebanyakan muda-mudi sibuk menghabiskan malam dengan pacar, gebetan atau sahabat, lain lagi yang dialami Eren. Ia harus belajar-bersama-guru-cabul. Entah dosa apa yang dilakukan orang tuanya dimasa lalu hingga kini ia merasakan hidup menderita di awasi si mesum tampan itu. Atau mungkin ia terlalu sering menonton 3gp dan sebagainya, jadi yah~ tanggung sendiri akibat sering berfantasi liar sambil menonton tontonan yang tak senonoh. Dan yang 'liar-liar' pun kini hadir nyata dikehidupanmu, Eren.
Bukan, Eren bukannya bungkam soal tabiat jelek sang guru privat. Berkali-kali pun ia bilang kejujuran kepada kedua orang tuanya, ia malah dituduh tukang fitnah atau paling tidak alasan lain untuk menghindari les. Orangtuanya berpikir Eren itu anak nakal yang malas belajar. Itu saja, jadi apapun yang Eren katakan mereka tidak dengan mudah mempercayainya. Lagipula sosok Rivaille begitu sempurna dimata orang tua Eren, khusunya Carla Jaeger. Bukan modus ya.
Atau kadang Grisha Jaeger berkata "Fitnah itu lebih kejam dari sodomi, nak." – oke lupakan, itu hanya khayalan gila saya saja.
Dan Eren yang terbiasa dimanjakan oleh kedua orang tuanya itu baru-baru ini juga merengek minta dibelikan game konsol Attack on Titan. Dan itu merupakan senjata Carla untuk menyuruhnya belajar dan mendapatt nilai tinggi jika ingin game konsol tersebut. Belum lagi teman sekelasnya yang bernama Jean si muka kuda selalu saja mengejeknya entah itu perihal nilai buruk Eren atau game terbaru yang belum Eren miliki.
Eren selalu berpikir untuk belajar dengan siapapun selain Rivaille, namun ibunya tetap saja menyuruhnya belajar dengan si mesum tampan.
Kabur dari rumah? Siapa yang mau menampung? Yang ada nanti Eren diculik om-om mesum ini pula kemudian ditawan dan dijadikan budak seks seumur hidup. Tidak, tidak... Eren tak mau menghabiskan sisa hidup dengan bokong bocor.
Menolak belajar dengan Rivaille atau mendapat nilai buruk? Siap-siap saja namanya dicoret dari keluarga Jaeger. Dan tinggallah si kucing genit –sebut saja mawar—sebagai garis keturunan Jaeger selanjutnya.
Dan sabtu malam yang indah bertabur bintang ini Eren lagi-lagi harus menghadapi kenyataan hidup yang begitu pahit. Sangat pahit malah. Nongkrong berdua dikamar sambil mengerjakan beberapa soal. Jika salah menjawab bibir dan bokong jadi taruhannya. Ditemani dengan secangkir teh hitam untuk Rivaille dan beberapa cookies mereka melewati malam yang begitu menyenangkan – bagi Rivaille.
Latihan soal bagi Eren, dan sambil menunggu Eren mengerjakannya Rivaille tiduran di kasur bau iler milik Eren sambil membaca majalah porno milik Eren yang disembunyikannya di kolong ranjang. Bukannya Eren tidak melarang Rivaille berbuat seenaknya, hanya saja ia disuruh memilih majalah porno itu atau diary sesat nan alay miliknya yang akan dibaca Rivaille disaat senggang seperti itu. Jika tak mau keduanya dibaca, Rivaille memberi opsi lain, yaitu membiarkan Rivaille itu sendiri meraba-raba tubuh Eren selama prosesi belajar. Dan dengan otak cemerlangnya Eren lebih memilih majalah porno itu untuk dibaca oleh si mesum tampan. Eren yang pintar~
"Berapa uang yang kau habiskan untuk membeli semua majalah sampah ini, Bocah?" suara baritone yang seksi itu mulai berkumandang memecah keheningan yang berarti dalam ruangan itu.
"Apa kau perlu tahu?" jawab Eren ketus.
"Kusarankan habiskan uangmu untuk hal yang lebih berguna dimasa depan seperti Sex toys contohnya, itu lebih baik ketimbang membeli majalah berisi wanita binal yang tidak menggairahkan ini."
"Saranmu malah semakin parah. Kau ini memang homo asli atau impoten? Aku tak melihat reaksi apapun saat kau melihat gambar seksi wanita-wanita disana." Mata Eren tertuju ke selangkangan Rivaille yang dari tadi masih datar-datar saja. Bukannya berpikiran mesum, hanya saja Eren melihat lelaki itu tak bernafsu memandang majalah penuh gambar wanita setengah telanjang atau bahkan telanjang sama sekali disana. Niat ingin mengejek malah menimbulkan petaka baginya.
"Maaf saja, melihat pelacur murahan di majalah busuk ini tidak membuatku bernafsu. Homo atau impoten, kau mau mencobanya denganku? Mau membuktikan mana yang benar? Tapi kutekankan padamu, penisku disini bukan menggantung untuk menjadi hiasan saja, kapan-kapan akan menusuk bokongmu yang padat menggoda itu, bocah." Ujar Rivaille santai, matanya masih memandang kosong majalah dihadapannya.
Eren sedikit berkeringat mendengar ucapan laki-laki 'homo atau impoten' yang tengah berbaring santai dikasurnya itu. "Errr... kau tak bernafsu tapi masih saja membuka majalah yang kau anggap sampah itu."
"Jika kau bersedia untuk kucabuli, tidak masalah aku akan melepaskan pandanganku dari majalah ini."
"Sudah... Sudah, lan—lanjutkan saja kegiatanmu memandang wanita seksi disana. Aku akan menyelesaikan soal ini."
"Hmm."
Waktu berjalan begitu lambat, pikir Eren. jam masih menunjukkan pukul 8 malam, sementara jam belajarnya dengan Rivaille berakhir sekitar jam 9. Dan lagi, soal-soal ini semakin membuatnya pening. Bayangkan saja, ibarat di contoh soal hanya satu ditambah satu sama dengan dua, sementara disoal, jangan tanya. Tiga ribu per seratus empat puluh lima dikali akar sembilan ratus enam puluh delapan dikurang tiga puluh ditambah lima ribu enam ratus sembilan puluh sembilan ribu. Jangan salahkan otak cemerlangnya, salahkan yang orang yang tak kira-kira memberinya soal demikian. Bukannya tambah pintar malah rambutnya sedikit demi sedikit akan berguguran, dan Oh no sekali jika kau mengalami kebotakan dini.
"Oi bocah, jika kau salah lagi aku akan membuat bengkak bibirmu," ujar Rivaille bersedekap.
Eren merengut, "Ini, sudah kuselesaikan!" Eren mendorong kasar buku latihannya ke arah Rivaille kemudian membuang muka.
Rivaille mengambil buku itu dan mulai mengecek satu persatu jawaban, dan ia hanya bisa menggelengkan kepala. "Dari 10 soal matematika ini, jawabanmu yang benar hanya 6. Dasar otak udang." Rivaille meletakkan buku dan menarik dagu Eren menghadapnya. "Kau dengar apa yang kubicarakan bocah? Aku sudah mengajarimu bagaimana cara mengerjakan soal ini. Atau kau sengaja menjawab salah agar kau dapat merasakan bibirmu di lumat lagi?"
"Sinting kau!" Eren melotot.
"Jadi kau memang mau merasakan ini?" Rivaille memagut kasar bibir bocah itu dan belum ada sedetik Eren mendorong kasar pria itu.
"Dasar cabul! Aku akan menyelesaikan soal itu dengan benar! Kau hanya mengambil kesempatan dari semua ini, brengsek!" Eren menarik kembali bukunya.
"Bagus, lakukan yang terbaik jika kau tak mau bibir dan bokongmu membengkak."
.
Hari berikutnya
.
"Minggu depan kau akan Tes Mid Semester, jika nilaimu babak belur lagi aku tidak akan segan-segan menyodok bokongmu." Ujar Rivaille bersedekap sambil bersender di meja belajar sang bocah.
"Ancamanmu tidak membuatku takut, guru cabul!"
"Kau senang mengataiku cabul. Apa kau ingin sekali kucabuli, bocah?"
"Entah otakmu ada di kepala atau di kelamin."
"Seharusnya kau mulai membiasakan diri menyaring kata kotormu. Orang tuamu pikir aku yang mengajarkanmu."
"Memang kau yang memulainya."
.
.
.
Eren mondar-mandir memikirkan bagaimana caranya agar dia bisa mendapat nilai bagus. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana nasibnya di masa depan jika nilai mid semesternya buruk. Itu akan sangat membuat setan mesum itu kegirangan. Tidak! Itu tidak akan pernah terjadi! Pikirnya.
"Siapa yang bisa membantuku disaat genting seperti ini?" Eren masih mondar-mandir tak jelas dan, "Aha! Arlert si jamur kuning. Kau akan menjadi malaikat bersayap setelah ini!" dan si Jaeger cilik pun mengambil langkah meninggalkan rumahnya untuk pergi ke rumah Armin—sahabat karib yang jenius itu. Entah kenapa selama ini ia melupakan bahwa Armin bisa berguna disaat seperti ini.
Berjalan kaki sekitar 10 menit dan Eren sampai di kediaman Armin. Bocah berambut kuning itu tinggal bersama kakeknya dikota ini. Dan Armin terlihat sedang menyiram tanaman didepan rumahnya sore hari itu, bunga matahari.
"Armin!" sapa Eren tergesa-gesa.
Armin menoleh dan mematikan air selang lalu menghampiri Eren. "Ada apa sore-sore kemari, Eren?"
"Kau dewa penyelamatku, Armin!" Eren masih terengah-engah mengatur napas.
Armin yang heran dengan tingkah polah sahabatnya itu mulai mengangkat tangan memeriksa kening Eren, "Lumayan panas, kau sakit?"
"Tidak. Bukan itu! Kau harus membantuku lepas dari jeratan nafsu berahi guru privat itu."
"Hah?"
"Mulai besok Selasa, Kamis, Jumat dan Minggu kau harus mengajariku tentang materi yang di ujikan di Mid semester. Aku tak mau mendengar penolakan darimu." Eren menyilangkan tangan.
"Ehh? Kau kan punya guru privat."
"Itu dia masalahnya, guru privat itu sumber masalah dalam hidupku. Kau harus membantuku belajar agar nilai tes Mid semesterku bagus. Kalau tidak, masa depanku akan hancur."
"Tapi—"
"Oke, aku pulang. Besok aku akan kemari sekitar jam 5. Jadwal les privatku hanya 3 hari dalam seminggu. Kumohon bantuanmu, kawan!" Eren berlari pulang.
"Oi, Eren!"
.
Sejak hari itu Eren mulai belajar giat dengan Armin. Entah kenapa ia lebih bisa menerima dengan mudah pelajaran yang disampaikan oleh sahabatnya ketimbang guru privat mesum itu. Mungkin tidak adanya tekanan dan belajar dengan rileks membuat Eren lebih mudah mengerti.
Dan saat belajar bersama Rivaille, Eren mengerjakan soal latihan dengan sungguh-sungguh. Dan intensitas ciuman yang diberikan Rivaille berangsur-angsur berkurang karena Eren bisa mengerjakan lebih banyak soal dengan benar ketimbang sebelumnya.
"Kau belajar dengan giat, bocah." Rivaille mengacak lembut pucuk kepala Eren dan hal itu membuat Eren sedikit terkejut. Tidak biasanya laki-laki mesum itu bersikap gentle seperti tadi. Ia pikir Rivaille hanya manusia dengan pikiran kotor yang hanya bisa mencium atau menabok bokongnya.
"T-tentu saja..."
"Sepertinya mimpiku untuk menikmati bokong kenyal itu tidak akan terwujud." Goda Rivaille.
"Mimpi saja kau."
.
Tes Mid Semester tiba.
.
Eren nampak gugup. Pikirannya serta merta melayang pada soal-soal sulit yang akan dikerjakannya nanti. Apa usahanya belajar dengan Armin akan membuahkan hasil?
Kertas soal mulai dibagikan dan telah sampai ke tangan Eren. Bocah itu mulai mengisi identitas di lembar jawaban dan bersiap mengerjakan soal. Ia nampak tersenyum ketika membaca soal dan mulai mengerjakan. Namun entah kenapa yang ada dipikirannya sekarang adalah Rivaille, Rivaille dan Rivaille. Dan ia mulai tidak fokus. Sampai ia membelalakkan mata saat membaca soal nomor delapan.
8. Segitiga siku-siku ABC, diketahui panjang sisi BC = a dan Ð ABC = b. Maka panjang Anu Rivalle adalah...
a. Panjang saja
b. Panjang sekali
c. Pendek saja
d. Sedang-sedang saja
e. Yang mana saja boleh
"Eh? Soal kampret macam apa ini!" Eren bergumam gelisah. Niat hati ingin memanggil sensei dan protes karena memberi soal tak seronok seperti ini. Namun matanya kembali membola ketika melihat soal nomor selanjutnya.
9. Diketahui luas ΔPQR adalah 243 cm² jika panjang q = 27 cm dan r = 35 cm, maka besar anu Rivaille adalah...
a. Besar sekali
b. Lumayan lah
c. Tidak terlalu besar
d. Sedang-sedang saja
e. Yang mana saja enak
"Kampret kan!" teriak Jaeger dengan wajah memerah. Lupa kalau saat ini ujian tengah berlangsung. Seluruh mata dikelas kini tertuju padanya.
"Jaeger!" sensei menghampirinya, "Ada masalah?"
Eren menunjukkan kertas soal ke wajah sensei, "Soal ini tidak benar, sensei. Lihat!"
Sensei membaca soal dan keningnya berkerut,"Yang mana maksudmu tidak jelas?" kertas soal dikembalikan kepadanya.
"Soal nomor 9 dan 10." Wajahnya masih memerah.
"Tidak ada yang salah, mungkin kau yang kurang teliti. Cepat kerjakan. Waktumu tidak banyak, dan jangan membuat keributan yang mengganggu konsentrasi lainnya." Sensei kembali ke tempatnya.
"Eh... tapi—"
"Cepat kerjakan, Jaeger."
Eren mengambil kertas soal dan membaca kembali soal itu.
8. Segitiga siku-siku ABC, diketahui panjang sisi BC = a dan Ð ABC = b. Maka panjang garis tinggi AD adalah...
a. a cos b
b. a tan b
c. a sin b
d. a cos b sin b
e. a sin b sin b
Normal saja, pikirnya. "Apa benar kata Armin kalau aku harus memeriksakan mataku?"
.
Ketika Mid semester sudah berlalu, Eren masih gelisah membayangkan hasil nilainya nanti. Dan saat ini ia sedang duduk dikelas bersama Armin sambil mengunyah beberapa snack saat jam istirahat.
"Aku takut melihat nilaiku nanti..."
"Tenang saja, kau harus yakin, Eren."
"Ha? Aku tidak yakin dia bisa mendapat nilai bagus nanti." Terdengar suara lain turut campur dalam pembicaraan dua sahabat ini.
"Hei, Jean. Malah aku yang tidak yakin dengan nilaimu." Balas Eren.
Jean mendekat memberikan tatapan meremehkan pada Eren, "Oh ya? Kita lihat saja nanti. Sejauh ini aku tak pernah melihatmu mendapat nilai tinggi, Jaeger."
"Muka kuda busuk, kau jangan meremehkanku!" Eren bangkit ingin melayangkan tinju pada Jean, namun dengan sigap Armin menahan.
"Sudahlah, Eren. Jangan hiraukan dia. Lebih baik kita pergi." Armin menarik tangan Eren keluar.
"Ya, kalian seperti pasangan homo kemana-mana selalu berdua." Teriak Jean sambil tergelak.
Eren panas, rasanya ia ingin sekali meninju muka kuda sialan itu. Namun Armin selaku sahabat baik menahannya dan membawa Eren menjauh dari kelas.
"Entah kenapa dia begitu menyebalkan." Gerutu Eren sambil menggosok hidungnya.
Armin tersenyum, "Biasanya yang selalu mengganggu itu yang tertarik padamu, Eren. Semacam dia tidak mempunyai cara lain mendekatimu dan mencari perhatianmu kalau tidak dengan mengganggumu." Ujar Armin sambil menepuk-nepuk pundak Eren.
"Atau memang dia sangat terganggu dengan ketampananku dikelas mungkin," Jawab Eren.
"Hmm... Eren, sepertinya pulang sekolah nanti aku tidak bisa pulang bersamamu."
"Kenapa?"
"Ada sedikit urusan. Kepala sekolah memanggilku pulang sekolah nanti."
"Hah? Kau melakukan kesalahan apa memangnya sehingga kepala sekolah perjaka tua itu memanggilmu."
Armin mengendikkan bahu," Entahlah, dalam waktu dekat aku ditunjuk untuk mengikuti olimpiade sains. Sepertinya kepala sekolah akan memberikan pengarahan."
"Yah, hati-hati saja kau. Jangan-jangan kepala sekolah itu modus mau mendekatimu. Kau lihat? Sudah umur kepala tiga belum mempunyai pasangan padahal tampangnya lumayan, kaya pula. Jangan-jangan dia homo dan naksir kau, Armin." Goda Eren.
"Sepertinya sir Erwin tidak seperti itu. Dia orang yang berwibawa dan bersahaja, Eren. Dan lagi mungkin dia mempunyai kriteria tertentu untuk mencari pendamping hidup dan ia belum menemukannya."
"Aku yakin kau tipenya, hahaha..."
"Eren!"
.
.
.
"Ibu, aku berangkat." Eren bergegas menuju rak sepatu.
"Tunggu... tunggu," Carla menyusul membawa kotak makanan ditangannya.
"Apa itu bu?"
"Ibu baru saja membuat makanan enak—"
"Ibu membuatkanku bekal? Terimakasih, aku sayang ibu!" dengan mata berkaca-kaca Eren bersiap memeluk ibunya dengan gerakan slow motion.
"Bukan!"
"Eh?"
"Ini untuk Rivaille."
"Ri-Rivaille? Tapi aku mau berangkat kesekolah bu. Dan aku tidak tahu dimana teflon mesum itu tinggal." Eren bersedekap membuang muka.
Tiba-tiba Carla mengelus rambut Eren dengan sayang dan dengan senyum yang sangat tulus ia berkata,"Ibu barusan mendapat kabar kalau Rivaille akan mengajar di sekolahmu, nak."
Bagai petir di pagi hari, Eren terbelalak kaget. Ia merosot perlahan ke lantai, kakinya tak lagi mampu menahan bobot tubuhnya yang aduhai. Masa depan yang suram akan menanti dirinya.
.
.
.
TBC?
.
A/N :
Aihhh... Fiksi pertama yang gaje sekaligus ngebosenin yah. Saya letakkan di Rate M buat jaga-jaga karena terlalu banyak kata vulgar dan adegan cium-tabok yang samar (?). Maafkan saya yang sangat bodoh dalam memilah kata yang bagus. Maafkan jika terlalu banyak kesalahan dan ketidakjelasan di fiksi ini. Mohon koreksinya, dan apa fik ini terlalu meloncat-loncat? Rencana mau saya jadikan oneshot, tapi yah~ saya berubah pikiran dan saya potong dibagian itu (?). Etto... apakah ini layak dilanjutkan?
Kritik dan saran, oke! Saya tunggu review dari kalian ^^
Mohon bimbingannya, saya new comer disini.