Disclaimer : Gintama Sorachi Hideaki

EYD perlu di perhatikan

Genre : mbuhlah, shounen-ai pastinya :v

Dan masih banyak lagi warningnya...


Okita Sougo

Selalu saja begini...

nyebelin, nyusahin,

cuek,

dan kurangnya pengawasan...

setiap saat harus kuawasi...

kalau tidak aku takut dia akan menghilang...

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

"Oogushi-kun~"

Seperti biasa, si rambut ikal itu selalu asal masuk kedalam markas kami tanpa izin. kemudian, dia datang menghampiri Hijikata yang tertidur dibawah pohon rindang di halaman belakang. Sedangkan aku hanya memandanginya dari teras. Membiarkannya menghampiri atasanku yang super ngeselin.

"Danna, akhir-akhir ini kamu sering banget kesini. senangnya punya waktu banyak ya."

Ucapku dengan nada sarkastik.

"Makasih tapi sayang sekali, aku kemari karena dipanggil olehnya."

Ucap Danna yang duduk di samping Hijikata.

"Siapa yang memanggilmu, bodoh.." gumam Hijikata. Dia terbangun dari tidurnya dan mulai bersandar pada pohon rindang yang ada di belakangnya.

Bersama dengan danna.

"Ohh, kau bangun karena tahu gin-san datang kemari ya~?" Dengan iseng, danna berulang kali menyentuh pipi Hijikata dengan jari telunjuknya. Tentu saja keparat itu menepis lengan Danna.

"Suara kerasmu itu yang membangunkanku boge!"

Dengan ogah-ogahan Hijikata mendorong danna sejauh mungkin.

Tetapi Danna tetap memaksakan dirinya untuk dekat dengan Hijikata.

"Oogushi-kun masih aja gak jujur.."

"Brengsek! Pulang sana!"

... Rasanya aku ingin melemparkan sebuah granat pada mereka. .

"Maaf mengganggu Danna, tapi sekarang kau sedang dalam markas kami."

Kutundukkan sedikit kepalaku menghadap tanah agar menyembunyikan wajahku. Aku tak ingin mereka melihat diriku yang aneh ini.

Menjadi kesal hanya dengan Danna yang dekat dengan Hijikata . .

Kulirik mereka sesaat, dan saat itu yang kulihat adalah tatapannya yang memandangku lurus dengan polos dari balik Sang samurai berambut Silver.

Benar-benar orang ini...

Setiap kulihat mata itu, dua bola mata onyx miliknya yang indah itu...

aku merasa hanyut kedalamnya.

Susah sekali untuk melepaskan pandanganku..

"Hijikata, apa kau mulai menyukai Danna?"

Masih menundukkan kepala, sekali lagi aku melirik mereka hanya untuk melihat reaksi Hijikata.

Dan yang kulihat hanya membuatku sakit..

Wajahnya tiba-tiba saja menjadi merah padam. Dia berusaha sekuat-kuatnya untuk menahan rasa malu.

"Ap-app-apa Sougo?" Hijikata berpura-pura dia tidak tahu apa-apa.

"Memanggil Danna secara tiba-tiba, aku rasa kau mulai menyukainya dibanding membencinya."

Wajahnya yang merah muda bagaikan cheri itu lama kelamaan mulai padam, bahkan dia terlihat lega. Karena aku berhenti mendorong topik yang bahkan tidak ingin kubawakan.

"Apa kau kira aku bakal nanya serius?"

Kuukir senyum sadis yang kuusahakan senatural mungkin.

"Aku bukan memanggilnya secara pribadi, tapi ada pekerjaan yang harus kuberikan padanya."

Kali ini, Hijikata memasang ekspresi datar namun pipinya itu masih terlihat kemerah-merahan.

"Apa itu? Apa pekerjaan yang akan menghasilkan banyak uang dalam semalam? Yakin hanya semalam?"

Sambung Danna, dia membuat hal itu nampak alami.

"Yakin hanya semalam 'ndasmu! Ini pekerjaan serius kalau kau tidak serius lebih baik kau pulang dan selamat hidup susah tanpa makan!"

Hijikata terus membentak,

Kemudian dia menyandarkan diri pada pohon rindang yang ada dibelakangnya dan tak lama kemudian dia mulai bercerita.

"Dua hari yang lalu saat kami mengepung gedung tua yang menurut kesaksian markas Jouishishi, mereka menyandera banyak warga oleh karena itu kami tidak bisa sepenuhnya bertindak. Satu kesalahan saja bisa berakibat fatal hanya saja karena Sougo yang memicu kerusuhan kami pun berkelahi. Kau patut dipuji Sougo. "

"Mati kau Hijikata."

"Saat perkelahian berakhir dengan kemenangan Shinsengumi. Tiba-tiba saja salah satu dari sandera datang kepadaku dan berlutut memohon meski dengan luka yang cukup parah.

Dia memintaku untuk menyampaikan surat ini padamu. Nampaknya dia tukang pos yang tertangkap para Joui saat sedang bekerja."

Hijikata, mengambil sebuah surat yang disimpan dalam saku yukatanya, kemudian ia memberikannya pada Danna.

Danna tampak serius sekali saat dia menerima surat itu. Mata ikannya terus menerus menatapi surat yang sedang di pegangnya.

"Jadi, apa kau tahu sesuatu?" Hijikata bertanya pada Danna, sedangkan Danna hanya memandanginya dan sesaat kemudian berdiri membelakangi Hijikata dengan senyumannya..

yang tampak terpaksa...

"Siapa tahu surat cinta dari putri si tukang pos, aku ini cukup populer." Danna berkata demikian dengan tawa kecil.

"Kau tidak terlibat dengan hal yang tidak-tidak bukan?" Tanya Hijikata.

Danna, masih berdiri dengan postur yang tegap mengabaikan pertanyaan Hijikata.

"Hanya pekerjaan yang bisa dilakukan oleh orang sepertiku. Aku kan sang Yorozuya."

Setelah berkata demikian, Danna melambaikan tangan kirinya sembari dia pergi keluar dari markas kami.

Kini sosok sang samurai silver itu telah menghilang dari pandangan kami. Namun, Hijikata masih saja tetap melamun semenjak mendengar ucapan Danna.

Aku yakin, dia pasti berpikir mengenai Danna. Dua bola mata onyx yang sebelumnya itu terlihat indah. Kini terlihat redup, seolah-olah cahaya dalam mata itu hilang.

"Hijikata... dia itu- "

"Aku tahu."

Hijikata memotong pembicaraanku.

"Aku tahu, entah bagaimana. . dia mempunyai koneksi dengan Joui, dia mengenal Katsura. Lalu pernah ada sebuah laporan mengatakan pada pertempuran melawan Kiheitai yang dibantu oleh Harusame . Ada seorang samurai berambut Silver yang terlibat pada pertempuran itu bersamaan dengan dua bocah..."

Terang Hijikata, dia menundukan kepalanya menghadap ke tanah.

Untuk kesekian kalinya, aku melihat wajahnya yang sedih sedemikian. Ingin sekali, kusentuh dirinya yang rapuh. Dan menghiburnya dalam genggamanku.

Walaupun aku menghiburnya, dia pasti tetap bersedih.

Walaupun aku menghiburnya yang keras kepala sesusah apapun ..

Dengan mudah dia membuat Hijikata sedih.

Hijikata, apa yang kau lihat padanya?

"Entah dia itu musuh atau bukan, untuk sementara ini dia hanyalah seorang pria yang menampung bocah china." ucapku. .

.

.

.

.

Esok harinya, kami para Shinsengumi bekerja 24 jam sehari. Untuk menjaga perdamaian dan keamanan kota Kabukicho.

Saat ini aku sedang berpatroli disekitar toko andromeda yang sebelumnya merupakan toko makanan termanis yang pernah ada sejagad raya.

Awalnya keadaan sekitar nampak biasa saja, tidak ada satupun gerak-gerik yang mencurigakan. Aku terus menelusuri jalan yang ada dihadapanku sambil mendengar sebuah lagu dari pedang mp3 ku.

Sampai aku melihat sebuah toko tua yang menjual dango menarik perhatianku, di dalamnya terdapat seorang pria tua yang sedang menjaga toko itu. Bersamaan dengan gadis dengan kimono orange yang berbadan besar. Dia membantu pria tua itu membersihkan tokonya.

Melihat pria tua dan gadis itu, mengingatkanku akan suatu hal.

Seiring berjalannya waktu kita pasti akan tumbuh dewasa. Sewaktu kecil, kita hanyalah seorang bocah ingusan yang belum mengenal dunia. Kita haus akan jawaban yang dapat memuaskan semua pertanyaan kita. Secara alami, seorang anak-anak pasti dekat dengan orang tua mereka. Mereka diajari berbicara, tata krama, dan pengetahuan.

Tapi, aku ini berbeda.

Tak ada satupun ingatan mengenai kedua orang tua ku. Meskipun berkali-kali kutanya pada kakak, dia hanya tinggal diam dan menangis terisak-isak. Karena itu, aku mulai mengabaikan pertanyaan terbesarku. Aku tak ingin melihat kakak menangis lagi.

Hampir setiap malam aku mendengar suara tangisan kakak dari balik pintu kamarnya, namun aku yang masih kecil tidak tahu harus bagaimana untuk menghentikan tangisannya.

Aku memutuskan untuk menjadi kuat, dengan begitu kakak tidak perlu lagi khawatir akan semuanya. Karena aku akan selalu melindunginya.

Lalu aku bertemu dengan Kondou-san. Dia seorang sosok yang paling kukagumi. Meskipun aku hanya seorang bocah ingusan yang belagu, dia mau menerimaku. Bahkan mengajakku memasuki Dojo.

Awalnya aku sangat gugup, tapi entah bagaimana aku bisa menghadapi latihan yang keras setiap hari. Meskipun tak ada satupun murid yang ingin berteman denganku yang berkepribadian egois dan manja, Kondo-san selalu menghampiriku duluan dan menemaniku bermain saat jam istirahat.

Tak lama kemudian, setelah latihan keras berbulan-bulan bersama dengan Kondo-san. Aku mendapat gelar murid terbaik dalam usia dini. Dalam hatiku, aku merasa senang. Dengan begini, aku dapat membuat kakak tersenyum lagi. Takkan ada tangisa kakak yang terdengar malam hari. Pikirku demikian.

Hanya saja, pemikiranku salah. Kakak tidak berubah, dia masih saja terlihat sedih walaupun memasang senyuman di wajahnya. Aku terheran, apa gelar murid terbaik belum cukup? Dengan begitu, aku terus menjalani latihan yang cukup keras kembali.

Suatu hari, Kondo-san mengenalkan pada kami murid baru di dojo. Dia lah Hijikata Toshiro. Seorang lelaki muda yang seringkali berkelahi sendiri melawan berandalan.

Awalnya, aku menganggap dia hanya seseorang yang mencari masalah. Sekali lagi, pemikiranku salah.

Suatu ketika sosoknya datang ke dojo dengan penuh luka babak belur bersama dengan kondo-san. Aku mendengar kabar, bahwa Hijikata pergi melawan berandalan yang ingin menghancurkan dojo kami.

Sekejap, seluruh murid pun terkagum-kagum pada dirinya. Dia mulai beradaptasi pada lingkungan Dojo. Bahkan kini, dia dekat dengan kakakku.

Akhir-akhir ini, aku tidak lagi mendengar tangisan kakak. Dan yang kutahu, kakak selalu mengunjungi dojo kami di waktu luang dan bermain bersamaku. Tak lupa diikuti Kondo-san, yang membawa Hijikata. Kakak nampak sangat menantikan saat-saat ini, dia terlihat seperti gadis yang paling bahagia di dunia.

Sebenarnya aku merasa lega, karena aku tidak akan lagi mendengar tangisan kakak. Hanya saja, aku juga merasakan kesal. Pada Hijikata yang selalu saja merebut sesuatu yang berharga.

Saat aku tahu dia menolak kakak ku yang ingin ikut perjalanan kami ke kota dengan dinginnya, rasa kesal ku menjadi-jadi. Tapi karena dia lah pria yang dicintai oleh kakak, aku tidak bisa berbuat apa-apa.

Terlebih karena aku yang lemah ini buka tandingannya . .

.

.

.

"Jangan melamun di tengah jalan dasar pencuri pajak."

Di tengah-tengah lamunanku, seorang pria datang memasuki toko dango tersebut. Dia duduk di bangku depan toko, dan memesan sepiring dango bersamaan dengan segelas teh.

Pria itu adalah Danna, dia mengambil setusuk dango yang telah dihidangkan dan memakannya dengan lahap.

"Kalau kau punya waktu untuk merencanakan cara merampok kami lagi lebih baik kau cari kerjaan lain untuk mencuci otak busukmu itu."

Setelah Danna menghabiskan setusuk dango, dia meletakkan tusukannya pada piring Lalu meminum segelas teh yang ada disampingnya.

Dia masih bisa makan dengan lahapnya, setelah membuat Hijikata khawatir sekali padanya. Bahkan hari ini , Hijikata pergi berpatroli lebih dulu daripada anggota lainnya. Padahal hari ini bukan jadwalnya berpatroli.

"Kuso Jiji ! minta dangonya 1 lagi!"

Danna memanggil-manggil pemilik toko dango dengan suaranya yang keras. Meski si pemilik toko ada di sampingnya persis.

Kemudian si pemilik toko dengan segera menyuguhkan kembali teh beserta dengan dango pada Danna.

"Oi bocah! Berhenti lesu begitu. Kau merusak nafsu makanku saja." ucap Danna, dia meletakkan dangonya kembali ke atas piring yang sebelumnya hendak dimakan olehnya.

Dengan jengkel, Danna melipatkan kedua tangannya di dada sambil terus menggerutu.

Niatku sebenarnya ingin langsung pergi meninggalkan danna disini. Biasanya, aku akan mengada-ngadai sebuah alasan untuk menghindari kejadian tak diinginkan seperti ini.

Tapi, sepertinya danna ingin bicara sesuatu denganku.

Aku menghampiri danna dan duduk disampingnya. Kulepas headset yang kupakai kemudian kuambil sebuah dango yang danna pesan lalu memakannya.

"Oi itu punyaku bocah!"

keluhan danna tidak kuacuhkan aku tetap memakan sepiring dango yang danna pesan sebelumnya. Ah, enak juga dango ini.

"Danna, dangonya enak juga ya -nyem.. -nyem.."

"Itukah sikapmu seenaknya saja berkomentar setelah mencuri hidangan orang lain?"

Danna mengambil setusuk dango terakhir yang ada di atas piring. Setelah itu, kami berdua sibuk mengunyah dango yang lezat ini sampai habis.

Tak lama kami beradu mengunyah dango, kuletakkan tusukan dango yang baru saja kuhabisi di atas piring lagi.

lalu, aku kembali hanyut dalam lamunan. Mengingat Hijikata yang terus berwajah masam. Kuhadapkan wajahku ke atas langit, melihat awan yang sedang berlomba-lomba menuju utara.

"Danna.. apa kau berniat pergi?" Ucapku sambil menghela nafas yang cukup panjang.

Tetapi, ada sedikit jarak waktu sebelum danna menjawab pertanyaanku.

"Oi- oi, aku masih terlalu muda untuk mati." Persis seperti kemarin, danna hanya tersenyum kecil yang terlihat dipaksa. Tapi mengapa?

Berarti, ada hubungannya dengan informasi yang Yamazaki beri..?

"Hijikata belum bilang ya..

Sebenarnya masih ada kelanjutannya dari cerita si tukang pos itu..." Lanjutku.

.. Hijikata memintaku untuk merahasiakan informasi ini..

Tapi, mengingat raut wajahnya yang seringkali terlihat muram membuatku tak tahan lagi.

Aku ingin melihat reaksinya setelah mendengar informasi ini dengan kedua mataku sendiri. Untuk membuktikan apakah dia pantas untuk Hijikata atau tidak.

"Setelah pria tua itu memberi Hijikata surat yang dimaksut, tiba-tiba saja dia tampak tersiksa dan meronta-ronta sambil memegangi lehernya sendiri. "

Selagi danna mendengarkan, dia melempar tusuk dango yang dia habisi kemudian menatapku dengan seriusnya. Senyum kecil yang sebelumnya terpaut diwajahnya kini menghilang.

"Mukanya membiru, bola matanya memutih, dan mulutnya mulai berbusa.. pria tua itu mati ditempat seperti itu.

Setelah diperiksa penyebab kematiannya yang cukup aneh, ternnyaya pria tua itu mati tercekik. Ada bekas luka ikatan dilehernya.

Yamazaki bilang, dia pernah melihat senar itu.. tidak-

Dia mengingatnya dengan jelas.. sebuah senar pada gitar yang hampir membunuhnya pada saat pemberontakan Shinsengumi.

Kau tahu kan danna?"

Kau tahu betul orang ini.. kau pernah berhadapan dengannya satu sama lain. Dia salah seorang kiheitai..." Dengan sengaja , aku memberi ciri-ciri yang jelas tentang orang itu.

"Kau tahu betul orang itu danna... Danna!"

Untuk memancing danna, kalau dia akan menjawab. Maka dia tahu semuanya dari awal.

Dia hanya akan meninggalkan Hijikata sendirian dengan dinginnya dan menghilang entah kemana.

Dengan begitu ...

Dengan begitu !

" ... Kawakami Bansai. "

.

.

.

.

.

.

-Until Next Chap-


Minna!

Nia minta maaf banget dengan update yang ngaret luar biasa ini..

maaf banget!

di update sebelumnya sih Nia bilangnya bakal update setelah UTS semester 1 kan? nah nyatanya setelah itu Nia sama sekali ga dapet ide, alhasil nia frustasi dan cari kegiatan baru untuk sementara.

tentunya untuk sekalian dapet ide juga.

tapi kenyataannya... baru bisa update sekarang...

maaf minna...

Untuk FF threesome ini, harusnya sih one-shot, tapi kayaknya ada yang udah gak sabaran pengin baca threesome trio garong eh ganteng ini.

Yosh, sekarang Nia lagi buat chap 2 nya. Ditunggu minna!

Nia akan berusaha untuk update cepet.

Jaa matta !