Kilas balik
Hinata bergerak dan berpuar menghadap Naruto, ia menyilangkan cakarnya ke atas dada untuk menahan kostum tersebut.
"Aku bisa melakukannya sendiri,"
"Oh, ya ampun. Kayak kau punya sesuatu yang menarik untuk kulihat saja."
Sudut mulut Hinata terangkat, entah karena senang atau kesal. "Keluar." Ujarnya.
Oh ya… Namanya juga usaha.
.
.
.
- amexki chan PRESENT-
.
.
. Special Thank's:
.
. The Charming Seducer
Chapter 2: Si gay yang sebenarnya adalah…
.
.
.
Disclaimer: Naruto © Masashi Kishimoto dan
Natural Born Charmer © Susan Elizabeth Philips
Warning : OOC,dan masih ada TYPO(s) berhamburan.
Genre : Romance and humor
Pairing: Naruto X Hinata
Rated : M (Mature)
.
.
.
Sebelum Naruto pergi, Hinata menyerahkan kunci dan memintanya tanpa kesopanan sedikit pun untuk mengambil barang-barang miliknya di dalam mobilnya yang rusak. Di dalam bagasi yang penyok, Naruto menemukan dua buah kotak plastik bekas susu yang penuh dengan peralatan seni. Beberapa perkakas yang terkena tumpahan cat dan sebuah tas kanvas besar. Ia baru saja memasukan barang-barang tersebut ke dalam mobilnya ketika pria yang tadi sedang bekerja di dalam gudang keluar dan mengamati mobil Vanquish miliknya itu. Pria itu memiliki rambut berminyak berwarna perak dan tubuh yang kurus sedangkan bibirnya nampak hitam mungkin akibat merokok. Menurut Naruto, pria ini yang di sebut pelaku menyimpang yang menjadi korban kemarahan Si Berang-berang tadi.
"Wah, ini mobil yang sangat bagus. Aku pernah melihat mobil ini di film James Bond!" Kemudian pria itu dapat melihat Naruto dengan cermat, "Astaga! Kau kan Naruto Uzumaki. Apa yang sedang kau lakukan disini?"
"Cuma lewat." Ucap Naruto seadanya.
Pria itu mencerocos. "Sial! Seharusnya membiarkan Kurenai menyetir sendiri ke rumah sakit. Tunggu sampai aku memberi tahunya bahwa si Kyuubi ada disini." Teman-teman setim Naruto memberikan julukan itu karna ia sering menghabiskan waktu di Pantai Malibu dengan bebas dan di juluki "Kyuubi".
"Aku melihat kau di jatuhkan dalam pertandingan melawan tim Steelers. Bagaimana dengan kondisi bahumu?" Dengan mimik wajah yang Nampak khawatir.
"Mulai membaik," Jawab Naruto. Bahunya akan semakin membaik jika ia berhenti menyetir keliling negeri sambil peduli pada dirinya sendiri dan mulai melakukan terapi untuk fisiknya.
Pria itu memperkenalkan dirinya sebagai Sakon, lalu memberikan berita singkat pertandingan yang dijalankan oleh tim Chicago Star. Naruto mengangguk-anggukan kepalanya otomatis. Berharap agar si Berang-berang bergegas keluar. Namun, sepuluh menit kemudian Hinata baru muncul. Naruto menatap dalam-dalam pakaian yang dikenakan wanita itu.
Semuanya salah.
Bo Peep –si gadis penggembala dalam dongeng anak-anak –telah diculik oleh sebuah geng dari Hell Angels. Bukan gaun berenda, tapi topi merah jambu, dan tongkat penggembala. Wanita itu malah menghiasi dirinya dengan kaus ketat berwarna hitam pudar, celana jeans longgar, dan sepasang sepatu bot tua berukuran besar yang sebelumnya di lihat oleh Naruto ada di dalam kamar mandi, tetapi kemudian di lupakannya. Dan semuanya terlihat kacau di mata Naruto.
Tanpa bulu-bulu rapuh itu tinggi wanita mungkin sekitar 160 sentimeter, dan sekurus dugaan dirinya, sampai ke dada, sudah pasti dada wanita yang lumayan mengesankan –setidaknya. Sepertinya Hinata menghabiskan waktunya di kamar mandi untuk membersihkan diri. Ketika wanita itu mendekat, Naruto dapat mencium aroma sabun bukan bulu-bulu apek yang tadi. Rambut indigo gelapnya menempel di kepalanya seperti tinta yang tumpah. Wanita itu tidak memakai riasan apa pun , bukan berarti ia memerlukan riasan wajah untuk kulit sehalus itu. Tetap saja, sedikit lipstick dan sapuan maskara tidak ada salahnya.
Wanita itu hampir-hampir melemparkan kostum berang-berang ke Sakon. "Kepala dan papan tandanya ada di persimpangan jalan sana, aku menyelipkannya di belakang gardu listrik."
"Apa yang harus kulakukan dengan benda ini?" Sahut Sakon ketus.
"Aku yakin kau bisa memikirkan sesuatu dengan kostum konyol itu."
Naruto membukakan pintu mobil sebelum wanita itu memustuskan memukul lagi. Ketika Hinata memasuki mobil, Sakon menyodorkan sebelah tangannya kearah Naruto. "Senang sekali bisa berbicara padamu. Tunggu sampai aku memberi tahu Mr. Asuma bahwa Naruto Uzumaki pernah datang kesini."
"Sampaikan salamku untuk Mr. Asuma." Naruto menyambut uluran tangannya.
.
"Kau bilang namamu Menma," Ujar si Berang-berang ketika Naruto mengarahkan mobilnya keluar dari tempat parkir, Dengan mata yang menatap keluar jendela Vanquish itu.
"Menma Nam adalah nama panggungku. Nama asli ku Naruto."
"Bagaimana Sakon bisa mengetahui nama aslimu?"
"Kami bertemu tahun lalu di sebuah bar gay di Reno." Naruto mengenakan sebuah kacamata Prada dengan lensa hjau dan bingkai tembaga yang tampak mahal.
"Sakon itu gay?"
"Jangan pura-pura tidak tahu." Ia memutar bola matanya dengan wajah malas. Masih berusaha berpura-pura sebagai seorang gay.
Tawa parau si Berang-berang terdengar kejam, seperti menikmati lelucon. Kemudian, ketika wanita itu mengarahkan pandangannya keluar jendela, tawanya menghilang dan kecemasan menggelapkan sepasang mata ungu pucat itu. Hal itu membuat Naruto bertanya-tanya apakah si Berang-berang tidak memiliki beberapa rahasia yang di sembunyikan di balik penampilan tangguh itu.
Sedangkan Hinata berkonsentrasi menghitung napasnya, berharap bahwa itu dapat menenangkannya. Tetapi kepanikan dalam dirinya selalu muncul kembali. Ia mencuri pandang kearah pria itu. Apakah pria itu berharap bahwa Hinata percaya bahwa dirinya gay? Memang benar, ada sepatu bot gay dan penampilan yang memukau itu. Tapi tetap saja pria itu telah menghembuskan ribuan watt pancaran heteroseksual yang memesona untuk menyalakan seluruh populasi wanita.
Saat itu Hinata mengira pengkhianatan Sora merupakan bencana terakhir malapetaka yang terjadi dengan cepat dalam kehidupannya, tetapi sekarang ia berada di bawah kelas kasihan Naruto Uzumaki. Hinata tidak akan pernah masuk ke dalam mobil pemain football profesioal jika ia mengenali pria itu. Tubuhnya nyaris telanjang dan sangat menarik, dulu sering terpampang dimana-mana di dalam papan iklan yang mempromosikan End Zone –sebuah merek pakai dalam pria dengan slogan yang patut dikenang "Masukann Bokongmu di Dalam Zona Ini." Baru-baru ini Hinata melihat foto Naruto dalam majalah people edisi "40 orang Terindah."
Pria itu sedang berjalan tanpa alas kaki di sebuah pantai dan mengenakan tuksedo dengan lengan yang digulung berwarna hitam. Ia tahu bahwa Naruto adalah jenis pria yang harus di hindarinya, bukan berarti pria seperti Naruto bisa muncul di dalam kehidupannya. Namun sekarang hanya pria itu yang berada di antara Hinata. Ketiadaan tempat tinggal, mau tak mau ia terjebak dengan pria itu.
Tiga hari yang lalu Hinata baru mengetahui jika rekening depositnya dengan delapan ribu dolar uang simpanannya, serta rekening tabungan telah di kosongkan. Sekarang Sora telah mencuri uangnya juga. Semua yang ia miliki hanya delapan belas dolar, dan ia tak mempunyai kartu kredit –sebuah kesalahan dalam perhitungannya. Dan semua itu semakin membuatnya kacau.
"Kenapa kau arah Rawlins Creek?" Hinata berusaha memulai percakapan dengan santai, menyembunyikan niatannya mengorek informasi untuk membantunya berhadapan dengan pria ini.
"Menuju arah ke Restoran Ramen," Sahut Naruto. "tapi, tampaknya pertemuanku dengan pacarmu sukses membuatku kehilangan selera makan."
"Mantan pacar. SANGAT MANTAN." Ada penekanan dalam dua kalimat terakhir Si berang-berang. Naruto tergelak.
"Aku tak mengerti. Saat aku bertemu dengannya aku langsung tahu bahwa ia pecundang. Memangnya tidak ada yang memberitahukan hal itu padamu di Seattle?"
"Aku sering berpindah tempat, percayalah aku hanya memiliki sedikit teman."
Naruto memandang Hinata. "Kau akan menangis sebentar lagi ya kan?"
Butuh beberapa saat bagi Hinata mencerna kata-kata Naruto.
"Aku mencoba untuk tabah." Sahutnya dengan sedikit sindiran.
"Kau tidak perlu berpura-pura denganku. Silahkan menangis dan keluarkan semuanya. Itu cara tercepat untuk menyembuhkan patah hati."
Sora tidak mematahkan hati Hinata, pria itu membuatnya marah. Namun, tetap saja Sora bukanlah orang yang mengosongkan rekeningnya, dan Hinata tahu bahwa ia bereaksi berlebihan ketika menyerang pria itu. Ia dan Sora baru menjadi sepasang kekasih selama dua minggu ketika menyadari bahwa lebih baik mereka berteman dengan Sora dan menendang pria itu keluar dari kamarnya secara permanen. Mereka memliki minat yang sama. Meski Sora lebih cenderung mementingkan dirinya sendiri, ia menikmatinya. Mereka menghabiskan waktu bersama, pergi ke galeri, pergi ke bioskop, dan saling mendukung pekerjaan masing-masing.
"A-aku tidak jatuh cinta padanya," Kata Hinata. "A-aku tidak jatuh cinta. Ta-tapi kami saling menjaga satu sama lain dan ia terdengar semakin kesal setiap kali meneleponku. A-aku mulai khawatir i-ia akan benar-benar bu-bunuh diri. Te-teman merupakan hal sangat terpenting bagiku. A-aku tidak bisa berpaling darinya." Ucap Hinata tergagap mengungkapkan isi hatinya.
"Teman juga sangat penting bagiku. Tapi, kalau ada salah satu temanku yang memiliki masalah, aku akan naik pesawat untuk mendatanginya, bukan berkemas-kemas dan pindah rumah." Naruto berkata setengah menyinndir Si Berang-berang. Wanita itu menatap Naruto.
Hinata menyentakkan sebuah karet gelang dari sakunya dan mengikat rambutnya ke belakang membentuk ekor kuda yang berantakan. "Aku sudah berencana meninggalkan Seattle. Hanya saja bukan ke Rawlins Creek."
Dalam dirinya Hinata memilah teman-teman terdekatnya. Berusaha menemukan seseorang yang dapat memberikannya pinjaman kepadanya, tetapi mereka memiliki dua kesamaan. Sangat ramah dan sangat miskin. Bayi Rin yang baru lahir mengalami masalah kesehatan yang mengerikan, Mr. Tora hampir tidak bisa hidup dengan uang jaminan sosialnya, Sara belum sepenuhnya pulih dari kebakaran yang menghancurkan studionya, dan Mei sedang berpetualang ke Nepal. Mau tidak mau kondisi tersebut membuat Hinata bergantung dengan orang yang baru dikenalnya, dan Hinata membenci rasa takut yang terlalu sering ia rasakan di dalam dirinya.
"Jadi, 'Berang-berang' ceritakan tentang dirimu."
"Aku Hinata. Namaku Hinata Hyuuga." Wanita itu seolah-olah mengungkap kesedihan dari namanya.
"Terdengar seperti nama palsu, kau tahu seperti nama komik?"
"Ayahku dan ibuku agak depresi saat mengisi akta kelahiranku. Seharusnya, namaku Harmony atau Glory, tapi kerusuhan di Afrika dan Angola sedang kacau…" Hinata mengangkat bahu. " Bukan hari yang bagus untuk menjadi Harmony ataupun Glory."
"Orangtuamu pasti memiliki kepedulian sosial yang tinggi."
Hinata menguarkan tawa sedih. "Kau bisa bilang begitu." Kepedulian orangtuanya membuat rekening miliknya kosong.
Naruto mengarahkan kepalanya ke belakang mobil. Hinata melihat ada lubang kecil ujung daun telinga pria itu. "Perlengkapan seni yang ada di bagasi mobil, hobi atau pekerjaan?"
"Pekerjaan. Aku membuat lukisan potret anak-anak dan hewan peliharaan, juga beberapa mural*."
"Bukannya cukup sulit menarik pelanggan jika kau berpindah-pindah, bukan?"
"Tidak juga. Aku mencari lokasi perumahan kelas atas dan memenuhi kotak surat mereka dengan selembaran yang menunjukkan contoh hasil karyaku. Biasanya, cukup berhasil. Tetapi tidak di kota seperti Rwalins Creek yang tidak memiliki perumahan kelas atas."
"Makanya, ada kostum berang-berang itu." Canda Naruto. "Omong-omong, berapa usiamu?"
"Dua puluh empat tahun. Dan tidak, aku tidak berbohong. Aku tidak bisa mengubah penampilanku."
"Safe Net."
Hinata tersentak ketika suara wanita tanpa wujud memunuhi bagian mobil.
"Hanya memeriksa keadaan. Ada yang bisa kami membantu?" Suara itu mendesah.
Naruto melewati sebuah traktor yang berjalan lambat. "Tayuya?"
"Ini Konan. Tayuya libur hari ini."
Suara itu berasal dari pengeras suara di dalam mobil.
"Hai, Konan. Aku belum berbicara padamu akhir-akhir ini" Naruto berbasa-basi.
"Aku harus pergi mengunjung ibuku. Jadi, bagaimana perjalananmu?"
"Tidak ada keluhan."
"Saat kau ke Chicago, bagaimana jika kau mampir ketempatku? Aku punya steik untukmu."
Naruto menyesuaikan posisi pelimdung sinar matahari. "Kau terlalu baik padaku, sayang."
"Tidak ada yag terlalu baik untuk pelanggan Safe Net favoritku."
Ketika Naruto memutuskan hubungan percakapan, Hinata memutar matanya. "Kau membuat mereka terlalu berharap padamu, tindakan yang sia-sia."
Naruto mengabaikan –mengalihkan pertanyaan wanita itu. "Apa kau tidak pernah memiliki dorongan untuk menetap disatu tempat? Atau, program perlindungan saksi membuatmu terus harus bergerak?"
Hinata menggelengkan kepalanya. "Bagiku, dunia terlalu luas untuk menetap di satu tempat. Mungkin aku akan memikirkannya kalau usiaku sudah pertengahan tiga puluhan. Teman wanitamu menyebut-nyebut Chicago. Aku kira kau menuju ke Tennessee."
"Memang kesana, tapi Chicago adalah rumahku,"
Sekarang Hinata ingat, Naruto bermain untuk tim Chicago Stars. Ia memandang penuh harap panel instrument yang mengesankan dan tongkat perseneling pada mobil sport itu. "Aku dengan senang hati mengambil alih kemudi."
"Akan membingungkan untukmu menyetir mobil yang tidak mengeluarkan asap." Naruto menyalakan radio, terdengar suara musik rock.
Untuk beberapa saat, Hinata mendengarkan musik yang mengalun dan berusaha menikmati pemandangan yang ada, tetapi ia merasa terlalu cemas. Ia berpikir membuat Naruto kesal, dengan menanyakan apa yang menurutnya paling menariknya seorang pria. Merupakan suatu keuntungan untuk memertahankan cerita bahwa Naruto adalah seorang gay. Sayangnya, tetap saja ia tidak dapat menahan diri untuk menanyakan apakah Naruto lebih suka mendengarkan stasiun radio yang memutarkan lagu-lagu Barbra Steisand.
"Aku tidak bermaksud kasar,"Jawab Naruto penuh wibawa. "Tapi kami yang berada di dalam komunitas gay agak bosan dengan sereotip lama seperti itu."
Hinata berusaha keras agar terlihat menyesal "Aku minta maaf."
"Permintaan di terima."
Lagu U2 terdengar di radio, lalu Nirvana. Naruto ,mengiringi lagu Nickelback dengan suara baritone yang lembut dan cukup mengesankan, lalu bergabung dengan Coldplay dalam lagu "Speed of Sound". Namun, ketika terdengar lagu Minato Namikaze yang berjudul "Why Not Smile?", Naruto mengganti stasiun radionya sigap.
"Kembali ke lagu tadi," Sahut Hinata. "Lagu itu menemaniku melewati tahun terakhirku di SMA. Aku sangat suka Minato Namikaze."
"Aku tidak suka." Tegas Naruto.
"Itu seperti tidak menyukai… Tuhan, seperti kau membencinya." Gumam Hinata.
"Itu adalah pilihan." Pesona ramah pria itu menghilang. Ia tampak jauh lebih menakutkan, bukan lagi bintang football profesional tak kenal susah yang berpura-pura menjadi model gay dengan impian menjadi bintang film besar. Hinata curiga, untuk pertama kalinya. Ia telah melihat secara sekilas sosok pria sebenarnya yang ada di balik tampang gemerlap itu, dan ia tidak menyukainya. Hinata lebih suka melihat pria itu sebagai seorang yang bodoh dan angkuh, tetapi hanya sifat yang terakhir yang benar. Angkuh.
"Aku mulai lapar." Naruto tersadar, ia merubah dirinya kembali menjadi orang yang ingin diperlihatkannya kepada Hinata, menjadi pria yang bodoh dan angkuh. "Kuharap, kau tidak keberatan melewati jendela drive-in." Hinata mengangguk.
Naruto menekankan sebuah tombol di dasar dasbor dan mendapatkan petunjuk arah menuju tempat piknik dari seorang bernama Konan dari pengeras suara mereka terlibat dalam percakapan kecil.
"Wanita itu memanggilmu apa?" Tanya Hinata setelah pecakapan tersebut berakhir.
"Kyuubi. Aku tumbuh di California Selatan dan menghabiskan banyak waktu di pantai. Beberapa temanku mengetahui hal itu."
"Kyuubi" salah satu nama panggilan dari dunia football itu. Itulah alasan mengapa majalah People memotret Naruto sedang berjalan di pantai. Hinata menunjuk kearah pengeras suara di dalam mobil. "Semua wanita kasmaran itu…, apa kau tidak merasa baersalah karena menjerumuskan mereka?"
"Aku berusaha menembusnya dengan menjadi teman yang baik." Pria itu tidak akan membuka rahasianya sedikitpun. Hinata memutar kepalanya dan berpura-pura mengamati pemandangan. Naruto belum berbicara apa-apa tentang mengusir dirimya keluar dari mobilnya, tetapi pria itu pasti akan melakukannya. Kecuali Hinata berhasil membuat dirinya cukup berharga untuk di pertahankan, Batinnya. Dan itu membuatnya cemas.
.
.
Naruto membayar makanan cepat saji dengan dua lembar uang dua puluh dolar dan mengatakan kepada anak yang di jendela pemesanan untuk mengambil kembaliannya. Hinata hampir tidak menahan dirinya untuk meloncat ke depan mobil dan merebut uang itu. Karena ia pernah bekerja dan Hinata setuju dengan mendapatkan uang tip, tetapi tidak sebanyak itu. Mereka menemukan area piknik di tepi jalan sekitar dua kilometer dari jalan raya, beberapa buah meja ditempatkan di bawah pohon maple. Udara sudah mulai dingin, hinata mencari-cari sweater dalam tas ranselnya dan Naruto mengurus makanan mereka. Wanita beriris ungu itu belum makan sejak malam sehingga aroma kentang gorenag membuatnya meneteskan air liur.
"Ayo makan," Kata Naruto ketika Hinata mendekat.
Hinata memesan makanan yang termurah, lalu meletakkan uang dua dolar di hadapan Naruto. "Ini seharusnya cukup membayar bagianku."
Naruto memandang tidak suka kearah tumpukkan uang logam tersebut. "Aku yang teraktir."
"Aku selalu bayar sendiri." Sahut Hinata keras kepala.
"Tidak kali ini." Naruto menyodorkan uang itu kembali ke Hinata. "Kau bisa membuatkan sketsa untukku sebagai gantinya."
"Gambar sketsa ku memiliki nilai jauh lebih mahal daripada dua dolar."
"Jangan lupa bensinnya." Dan Hinata kembali memutar bola matanya bosan.
Mungkin, Hinata bisa membuat situasi ini berjalan baik. Saat mobil-mobil melaju cepat di jalan raya, ia sedang menikmati kentang goreng dan hamburger. Naruto menyingkirkan hamburger-nya yang baru setengah di makan dan mengambil sebuah smartphone hitamnya. Pria itu mengerutkan dahi kearah layar tersebut ketika memeriksa e-mail nya.
"A-apakah mantan pacar menganggumu?" Tanya Hinata.
Naruto tampak bingung beberapa saat, lalu menggelengkan kepalanya. "Pengurus rumahku di Tennesse. Ia bisa mengirimkan e-mail secara rutin dan memberikan kabar terbaru, tapi setiap kali aku menghubunginya ia tak mengangkatnya dan berakhir masuk ke kotak suara. Sudah dua bulan, tapi aku belum pernah berbicara dengannya secara langsung. Sepertinya, ada yang tidak beres." Simpul Naruto.
Hinata tidak dapat membayangkan memiliki sebuah rumah, apalagi seorang pengurus rumah.
"Agen perumahanku bersumpah, Mrs. Red sangat bagus , tapi aku mulai lelah melakukan segalanya lewat peralatan elektronik. Untuk sekali saja, aku harap wanita itu mau mengangkat telepon sialan itu." Naruto mulai menelusiri pesan-pesannya dengan menggerutu.
Hinata perlu mengetahui lebih banyak tentang pria itu. "Kalau kau berasal dari Chicago bagaimana kau bisa membeli rumah di Tennese?"
"Musim panas yang lalu aku berada disana dengan beberapa orang teman. Aku sedang mencari-cari rumah di Pantai Barat, tapi kau melihat tanah pertanian itu dan malah membelinya." Naruto meletakkan ponselnya diatas meja. "Tempat itu berada di tengah lembah yang paling indah yang pernah kau lihat. Lembah itu memiliki telaga yang sangat terjaga privasinya. Tempat untuk berkuda, hal yang sejak dulu aku inginkan. Tapi rumahnya butuh banyak perbaikan, jadi agen perumahanku mencarikan seorang kontraktor dan mempekerjakan Mrs. Red ini untuk mengawasi segalanya."
"Kalau aku punya rumah aku akan memperbaikinya sendiri." Ucap Hinata.
"Aku mengirimkan gambar digital padanya sebagai contoh. Wanita itu memiliki selera yang sangat bagus dan muncul dengan ide-idenya sendiri. Cara itu berhasil."
"Tetap saja…, itu tidak sama dengan berada disana." Sahut Hinata.
"Itulah kenapa aku kesana, untuk memberikan kunjungan kejutan." Naruto membuka e-mail lainnya, mengerutkan dahi dan mengangkat ponselnya secara tiba-tiba . Beberapa saat kemudian, ia berhasil menghubungi seseorang. "Gaara, aku sudah menerima e-mail darimu, dan aku tidak gila tentang iklan parfum itu. Setalah End Zone, aku berharap bisa lepas dari hal-hal semacam itu." Naruto bangkit dari bangku dan berjalan beberapa langkah menjauh dari meja. "Aku berpikir, mungkin minuman olahraga atau –" Kalimatnya terputus tiba-tiba dan beberapa detik kemudian mulutnya membentuk sebuah senyuman kecil. "Sebanyak itu? Sial. Wajah tampanku rupanya sebagus mesin kasir yang terbuka."
Apa pun yang dikatakan oleh lawan bicaranya membuat Naruto mengeluarkan tawa yang renyah dan maskulin. Ia menopangkan sepatu botnya diatas tunggul pohon. "Aku harus pergi penata rambutku tidak suka kalau aku terlambat, dan kami sedang memberikan highlight pada rambutku. Sampaikan salamku pada tikus-tikus di karpet. Dan katakan kepada istrimu bahwa ia diundang untuk menginap di rumahku segera setelah aku kembali ke kota. Hanya Matsuri dan aku." Dengan kebohongan dan tawa licik, Naruto menutup teleponnya dan memasukkan kembali ke saku. "Agenku." Katanya.
"Andai aku punya seorang agen," Sahut Hinata. "Hanya supaya aku bisa berbicara dengan seseorang. Tapi sepertinya aku bukan tipe yang akan memiliki agen."
"Aku yakin kau punya kelebihan-kelebihan bagus lainnya."
"Sangat banyak." Sahut Hinata sedih. Dan Naruto memandanganya prihatin.
Naruto langsung kembali ke jalan raya anatarnegara bagian itu mereka kembali berkendara. Hinata menyadari dirinya mengigiti ibu jarinya dan dengan cepat melipat kedua tangannya di pangkuan. Dan berusaha bertingkah seperti gadis normal. Naruto mengemudi dengan cepat, dan menjaga tangannya tetap setabil di atas setir. Persis seperti Hinata mengemudi. "Jadi kau ingin aku mengantarkanmu kemana?" Tanya pria pirang itu.
Pertanyaan yang membuat Hinata cemas selama ini akhirnya keluar. Ia pura-pura memikirkannya. "Sayangnya, tidak ada kota yang cukup besar antara Denver dan Kansas City. Kurasa Kansas City juga boleh."
Naruto memberikan tatapan kau-pikir-kau-berhadapan-dengan-siapa. "Aku pikir kau akan kuturunkan di sepanjang jalur pemberhentian truk yang cukup besar berikutnya."
Hinata menelan ludahnya sendiri dengan gugup, ia mulai tergagap. "Ta-tapi, su-sudah jelas ka-kau adalah orang yang su-suka bergaul, da-dan kau akan bo-bosan tanpa a-ada teman se-seperjalanan. A-aku akan berusaha menyenangkanmu." Hinata mencoba membuat alasan yang masuk akal walaupun tetap saja terdengar konyol.
Naruto melihat dada Hinata dengan cepat, dengan fantasi seksnya. "Bagaimana tepatnya kau akan melakukan itu?"
"Pe-perrmainan di dalam mobi," Sahut Hinata cepat. "A-aku tahu banyak pe-permainan." Naruto mendengus, dan Hinata memburunya. "A-aku juga orang yang pandai berbicara dan aku bisa memberikan gangguan kepada para penggemarmu. A-aku akan menjaga semua wanita yang menjijikkan itu supaya tidak melemparkan diri ke-kearahmu." Hinata masih mencoba memberikan beberapa alasan lain yang lebih baik.
Mata biru safir Naruto berkedip-kedip menatap Hinata, tetapi Hinata tidak iritasi atau senang. "Aku akan memikirkannya," Ujar Naruto kemudian.
.
.
Tanpa diduga-duga oleh Naruto, Si Berang-berang masih berada di dalam mobilnya pada malam itu ketika Ia keluar dari jalan raya sekitar. Hinata menggerakkan tubuhnya sedikit saat ia memasuki tempat parkir. Selama Hinata tidur, pria ini memiliki banyak waktu untuk mengamati payudara Hinata yang bergerak naik turun dari kaus ketatnya. Kebanyakan wanita yang bersama Naruto membesarkan payudara mereka sampai empat dari ukuran normal. Namun, tidak dengan Si Berang-berang itu, Payudara yang sangat alami. Mereka memilih bermalam sebelum melanjutkan perjalanan.
Hinata terperangah ketika melihat hotel tiga lantai terang benderang itu. Meskipun sudah berulang kali membuat Naruto jengkel, pria itu belum siap untuk memberikan uang beberapa ratus dolar kepada wanita itu dan mengusirnya. Disisi lain Hinata adalah teman seperjalanan yang baik hari ini. Naruto melihat ke arah tempat parkir. "Tempat seperti ini akan membutuhkan biaya yang sangat besar dari kartu kredit". Naruto berkata setengah mengejek berharap merusak suasana hati Hinata yang masih terkagum-kagum dengan bangunan hotel.
Hinata merapatkan bibirnya. "Sayangnya, aku tidak punya kartu kredit."
Bukan hal yang mengejutkan.
"Aku menyalahgunakan –maksudku mengabaikan fasilitas itu bertahun-tahun yang lalu," lanjut Hinata, "dan belum memercayai diriku lagi sejak saat itu." Ia melihat papan tanda hotel itu –Merry Time Inn. "Apa yang kau lakukan dengan mobilmu?"
"Memberikan uang tip kepada petugas keamanan untuk mengawasinya."
"Berapa?"
"Apa urusanmu?" Naruto balik bertanya.
"A-aku seorang seniman. A-aku tertarik dengan prilaku manusia." Jawab Hinata asal.
Naruto memasuki sebuah tempat parkir. "Mungkin, lima puluh dolar sekarang. Lima puluh dolar lagi besok."
"Sempurna," Hinata menyodorkan tangannya. "Kita sepakat."
"Jangan bilang kau akan menjadi pengawas mobilku saat ini." Tebak Naruto dengan mata memicing tajam.
Hinata tercekat dan menelan ludahnya. "Te-tentu saja aku akan melakukannya. Jangan khawatir. Aku tidak mudah tidur. Aku akan bangun ketika ada seseorang yang mendekati mobil ini." Lanjutnya mantap.
"Kau juga tidak akan tidur didalamnya." Naruto berkata lagi, mengusap wajahnya berusaha berpikir.
"Jangan bilang kau adalah salah satu pembeda gender brengsek yang berpikir bahwa wanita tidak bisa bekerja lebih baik dari pria."
"Yang aku pikirkan adalah kau tidak mampu membayar sebuah kamar." Naruto keluar dari mobil ia tidak mengerti apa yang ada di otak Berang-berang itu, dengan apapun yang bersangkutan dengan uang. "Aku akan membantumu membayarnya." Ucapnya sepihak.
Hinata mengangkat wajahnya dan mengikuti Naruto yang keluar lebih dulu. "Aku tidak butuh siapa pun untuk 'membantu' ku,"
"Benarkah?"
"Yang aku butuhkan adalah kau mengizinkanku untuk mengawasi mobilmu." Ucap Hinata keras kepala.
"Itu tidak akan terjadi." Jawab pria itu singkat padat dan jelas. Naruto dapat melihat Hinata masih berusaha untuk mencari alasan, dan itu tidak heran ketika wannita itu menyebutku daftar harga lukisannya.
"Bahkan, tanpa biaya kamar hotel dan makanan," Ujar Hinata selanjutnya, "kau harus mengakui bahwa ini adalah kesepakatan yang paling baik. Aku akan mulai menggambar sketsa dirimu besok pagi setelah sarapan." Hinata masih bersikeras.
Sebenarnya hal terakhir yang Naruto inginkan bukan lukisan dirinya lagi, tapi yang sebenarnya ia butuhkan adalah –sudahlah. "Kau bisa mulai malam ini." Naruto berbicara dan membuka bagasi tanpa menggubris ucapan Hinata.
"Malam ini? Sudah… terlalu larut."
"Belum juga pukul Sembilan." Naruto tak membiarkan Hinata yang memegang kendali, hanya Naruto sendirilah orang yang memerintah tanpa menerima penolakkan.
Hinata menggerutu dan mulai mengaduk-ngaduk isi bagasi dan Naruto mengambil koper dan tas militer milik Hinata. Wanita itu melewati Naruto untuk megambil kotak perkakas yang menampung perlengkapan seninya, dan dengan masih menggerutu mangikuti langkah pria itu kearah pintu masuk. Naruto meminta petugas satu-satunya disana untuk mengawasi mobilnya dan berjalan ke meja resepsionis. Naruto menyadari beberapa orang meilihat kerahnya. Kadang-kadang ia bisa pergi tanpa dikenali. Tapi, tidak untuk malam ini mereka terang-terangan menatapnya. Iklan-iklan End Zone sialan! Naruto meletakan tas-tas diatas meja resepsionis.
Petugas resepsionis menyapa Naruto dengan sopan, tampak tidak mengenalinya. Hinata menyikut Naruto dan mengedikkan kepalanya kearah bar. "Para penggemarmu," Ujar Hinata, sekan-akan Naruto tidak menyadarinya yang berjalan kearah mereka.
"Waktunya aku bekerja." Si Berang-berang berkata dengan angkuh. "Aku akan mengatasi hal ini."
"Tidak, tidak usah. Aku akan–" Ucapan Naruto terpotong dengan suara berat laki-laki.
"Hei ,kau." Pria berkaus Hawaii berkata. "Aku harap kau tidak keberatan di ganggu sebentar, tapi temanku Samui ini bertaruh kau adalah Naruto Uzumaki."Pria itu menyodorkan tangannya.
Sebelum Naruto menanggapinya, Hinata menghalangi lengan pria itu dengan tubuh kecilnya. Tiba-tiba ia menyapa dengan logat asing yang terdengar aneh. "Acht, Naruto Uzzu-mae-ki ini, ia orang yang terkenal di Amerika, ya kan? Kasihan suamiku –" Hinata memutar-mutar jarinya di sekitar lengan Naruto. "Bahasa Iiiingrish nya swangat-swangat buruk, dan ia tak mengerti ini. Dan kemanapun kami pergi Orang-orang –seperti kalian- datang mendekatinya dan berpikir dia adalah pria ini. Tapi aku bilang tidak, suamiku tidak terkenal di Amerika. Tapi sangat terkenal di Negara kami, Dia sangat terkenal sebagai –ba-bagaimana pengucapannya ya? Por-no-gra-fer." Hinata masih memasang senyum nya sambil melingkari lengan pria itu, dengan tampang tanpa dosa.
Naruto tersedak ludahnya sendiri.
Hinata mengernyitkan alisnya bingung. "Ya kan? Apakah aku mengucapkannya dengan tepat? Dia pembuat pe-lem kotor."
Naruto mengganti identitasnya dengan cepat sampai ia sendiri sulit mengingatnya. Tapi tetap saja ia harus mendukung dengan kerja keras Hinata yang membantu –menjatuhkannya. Jadi Naruto memberikan senyuman lebar agar peran mereka tampak meyakinkan, seperti orang yang tidak tampak tak bisa berbahas inggris. Ia tidak habis pikir dengan kebohongan yang diucapkan wanita itu.
Hinata berhasil membuat para pria itu tercengang, dan mereka tidak tahu harus bagaimana menghadapinya. "Kami, uh… well… Maaf ya. Kami kira…"
"Tak apa," Ujar Hinata tegas. "Hal seperti ini biasa terjadi." Dan dengan terburu-buru, kedua pria itu langsung kabur. Hinata memandang Naruto bangga. "Aku terlalu muda untuk memiliki bakat seperti itu. Sekarang, kau senangkan aku memutuskan untuk ikut denganu?" Ia tersenyum.
Naruto memberikan nilai tinggi untuk kreativitas Hinata dalam berbohong. Namun, karena ia menyerahkan kartu visa-nya kepada resepsionis, usaha Hinata untuk merahasiakan identitasnya menjadi sia-sia. Naruto menatap sang resepsionis dengan canggung. "Aku kan mengambil kamar suite yang terbaik," Kata Naruto. "Dan, sebuah kamar berukuran kecil di dekat lift untuk temanku yang gila ini. Jika tidak bisa, tempatkan dia di mesin es tua manapun yang ada." Ucap Naruto setengah bercanda.
"Sayangnya, kami sangat penuh malam ini, Tuan. Dan kamar suite kami juga sudah di tempati." Ucap resepsionis itu sopan.
"Tidak ada kamar suite?" Si Berang-berang berbicara pelan.
Petugas resepsionis itu mempelajari layar computer dihadapannya dengan murung. "Sayangnya, kami hanya memiliki dua buah kamar kosong,. Kamar yang pertama, saya yakin anda akan merasa cukup puas, tapi kamar yang satu lagi sedang di renovasi."
"Oh, tenang, wanita kecil ini tidak akan keberatan menginap di situ. Lagi pula, bintang porno bisa tidur dimana saja. Dan maksudku, benar-benar dimana saja."
Naruto berusaha mengumbar candaanya lagi, tapi petugas itu sangat terlatih ia tak tersenyum sedikit pun. "Tentu saja kami akan menurunkan harganya."
Hinata bersandar di konter. "Gandakan saja biayanya. Kalu tidak, dia akan tersinggung."
Setelah Naruto membalas bualan itu, mereka berjalan menuju lift. Ketika pintu tertutup Hinata menatap Naruto mata bulatnya berwarna ungu pucat yang tampak lugu. "Para pria yang mendatangimu tadi tahu nama aslimu. Aku tidak tahu ada begitu banyak pria gay di dunia."
Naruto memukul tombol lift. "Sejujurnya aku bermain sedikiit dalam football professional dengan menggunakan nama asliku."
Si berang-berang tampak pura-pura terkesan. "Wow! Akau tidak tahu kau bermain football paruh waktu."
"jangan tersinggung, tapi kau tampak tahu tentang olahraga."
"Tetap saja… seorang gay bermain football. Sulit dibayangkan."
"Oh, ada banyak kaum kami yang seperti itu. Mungkin sepertiga pemain di NFL." Naruto menunggu sampai Hinata membongkar kebohongannya bahwa ia sudah tahu siapa sebanarnya Naruto, tetapi wanita itu tak ingin cepat-cepat mengakhiri permainan.
"Dan orang-orang mengira para atlet tidak sensitive," Ucap Hinata.
"Hanya untuk pembuktian."
"A-ku melihat telingamu ditindik."
"Saat itu aku masih muda, masa memberontak." Naruto menjawab dengan kalem.
"Dan, kau ingin pamer uang. Benar kan?"
"Dua karat setiap telinga."
"Jangan bilang kau masih memakainya."
"Hanya kalau aku sedang sibuk." Pintu lift terbuka. Mereka berjalan di lorong menuju kamar mereka. Hinata memiliki langkah yang panjang untuk wanita semungil dia. Kedua kamar itu terletak bersebelahan. Naruto membuka pintu kamar, bersih namun sedikit pengap. Sudah pasti murahan batinnya.
Hinata menyenggol Naruto. "Biasanya, aku akan menyarankan kita mengundi dengan koin, tapi karena kau yang membayar biayanya sepertinya tidak adil."
"Yah, kalau kau memaksa."
Hinata mengambil tas ranselnya dan lagi mencoba menahan Naruto, dengan masih mecari alasan mengenai membuat sketsa Naruto. "Aku bisa bekerja dengan sangat baik dalam pencahayaan alami. Kita akan menunggu sampai besok pagi."
"Kalau aku tidak mengenalmu, aku akan mengira kau takut berduaan saja denganku." Ucap pria itu sarkastik.
"Baiklah, kau menang. Tapi bagaimana jika aku terlalu sulit melukismu jika pencahayaannya kurang hingga aku tak bisa membedakan kau dan cermin?"
Naruto menyeringai sambil menatap Hinata terus mengoceh mencari alasan. Naruto masuk dan menutup pintu tanpa menerima penolakkan apapun dari Hinata. "Sampai ketemu setengah jam lagi."
Blam.
Dan pintu itu pun tertutup, dengan Hinata yang masih tercengang di depan pintu kamar Naruto.
.
.
.
TBC
Oke amex langsung aja jawab review dari kalian ya ^w^
Aizen L sousuke: Hahaha iya semoga mengerti maksud dari fic ini ya, silahkan baca chapter 2 nya Juga :)
bebek kuning: Ya, disitu Sora adalah pacar si Hinata tapi selingkuh dengan Fu jadinya mereka kelahi. Dengan berakhirnya si Hinata yang hajar si Sora. Bagaimana pun si Fu adalah pacar Sora sekarang jadi dia ngebela Sora apapun yang terjadi ehe semoga nangkep maksudnya sekarang ^^.
hqhqhq, blackschool, rubi, adityasriwijaya: Terima kasih *peluk*. Iya nih amex juga ngerasa kalo agak berubah fufufu, kalo mau baca versi aslinya silahkan amex cantumin di desclaimer tu ^w^
zuzuzzzu: Iya nih pastinya :D
ungu kuning: Wah baca juga? *tos* semoga suka juga yang ini.
Fleur Choi: oke nih udah lanjut, semoga suka sama chapter ini :D
Kkk, Kimi Henna NHL, Durarawr: Kayaknya sampai chapter 20++ dan emang dasar nasibnya Naruto disangka gay dengan Hinata-chan, thank yo udah fav nya Kimi ;D. semoga suka sama chapter ini.
Sena Ayuki: Wah reviewnya amex suka nih hihihi iya ini dari novel kok tapi amex ubah, di chapter ini Hinata juga baru ngeh siapa sebenarnya Naruto yah walaupun telat banget nyadarnya. Ditunggu lagi review dari dirimu :3
Kurukuru: udah update nih, review lagi? ^o^
NaruGankster: iya emang lumayan berat apa lagi kalo udah masuk konflik keluarga Nauto *spoiler* semoga suka chapter ini~
dylanNHL:Narunya emang super modus disini loh *upss* Iya kalo mau baca versi aslinya udah amex cantumin ya :D
Sarah Hyuzumaki: hahaha ini udah update ya sarah :3
: *mojok* semoga gak pusing lagi bacanya di chapter ini semuttt :D
Hanachan L: iya thank you *peluk* kasian kan Naru nya fufufu *Ketawa nista*
NaruHinaKarin Forever: iya modus banget Naruto nya ke Hinata
Misti Chan: Pertanyaan dari dirimu ada disini siapa sebenarnya Naruto ya :D
nanase: Wah susah nih tapi semoga bisa dimengerti di chapter ini :3
*Mural = Lukisan Dinding
Maaf atas keterlambatan updatenya, karna jujur saja belakangan ini sibuk dengan UTS senin besok semoga lancar. Amin. Oke terima kasih atas review, saran, dan masukannya karna itu penting untuk amex. Ini adalah chapter ke-duanya ya semoga gak terlalu bingung dengan bahasa karna memang amex agak mengikuti dengan yang ada di novelnya. Semoga gak dibuat bingung untuk chapter ini,amex berusaha mempermudah bahasanya semoga gak bingung lagi ehehe *Ketawa gak yakin* NHFD udah mulai ya sekarang? Amex ada rencana mau buat semoga sempet publish nya fufufu pokoknya disitu Hinatanya jadi sensitive dan salah paham sama Naruto sampai pisah rumah dan ranjang #Spoiler *plak*
REVIEW
P
L
E
A
S
E
Amexki chan