Keadaan dimana manusia menjadi 'penguasa' bumi terdengar seperti dongeng pengantar tidur untuk anak-anak. Saat di mana manusia berdiri di puncak, di atas makhluk lain dan memiliki derajat tinggi tak ubahnya seperti bunga tidur yang sangat indah. Saat dimana mereka bebas bepergian ke mana pun, melakukan apapun, bahkan mendapatkan apapun yang mereka inginkan hanyalah bualan belaka. Tidak perlu mencemaskan apa-apa selama tidak melanggar hukum. Mereka mematuhi hukum, dan hukum melindungi mereka. Konyol. Sangat konyol. Karena pada kenyataannya mereka—manusia yang hidup pada masa ini—tidak bisa menjalani kehidupan seindah itu. Mereka hidup dalam bayang-bayang kegelapan yang mengerikan hingga kematian menjadi pilihan terbaik.
Tidak ada yang tahu kapan tepatnya abad kejayaan manusia berakhir. Yang mereka tahu, semenjak keluar dari perut sang ibu kehidupan yang mereka lalui selalu pahit. Tida ada kenangan berlarian di lapangan mengejar layangan putus, pergi bertamasya di akhir pekan bersama keluarga ataupun kemah di hutan bersama teman sekolah— yang bisa diceritakan kepada keturunannya. Tidak ada.
Mereka yang sekarang hidup sebagai 'buruan'. Diperlakukan lebih rendah dari pada binatang, dipandang lebih hina dari bangkai namun memiliki nilai jual seharga lima ribu kepala. Pemburuan besar dilakukan untuk menangkap mereka hidup-hidup.
Seiring berjalannya waktu, populasi manusia kian menyusut. Sebagian karena tertangkap dan sebagiannya lagi memilih mengakhiri hidup. Jumlahnya yang sekarang tidak lebih banyak dari kepingan sisik dari satu ekor ikan mas. Sangat langka.
Ah, mungkin kalian belum tahu jika 'penguasa' pada masa ini adalah makhluk immortal penghisap darah. Makhluk yang dulu dianggap mitos belaka atau dikabarkan telah musnah ratusan tahun lalu sebelum abad kejayaan manusia, siapa sangka akan mengambil alih dunia. Dikodratkan sebagai makhluk berumur panjang bahkan abadi membuat mereka mampu melawan dan menyingkirkan manusia. Mereka yang dulu diburu menjadi pemburu.
Vampire. Merekalah penjajah dunia yang tidak bisa hidup tanpa darah. Manusia maupun hewan mereka tangkap, darahnya diperah habis sampai kering guna memuaskan rasa lapar yang berlebih. Namun karena adanya ketidakseimbangan antara jumlah pemangsa dan mangsa—dimana jumlah mangsa berada sangat jauh di bawah pemangsa— persaingan di antara vampire tak dapat terelakan. Bahkan tidak sedikit yang berbalik memangsa kaumnya sendiri. Mereka bisa mati kekeringan jika tidak menghisap darah.
Untuk mengatasi permasalahan ini, para petinggi mengadakan rapat besar-besaran. Seluruh vampire golongan atas diikutsertakan dalam pertemuan. Hingga tercetuslah suatu 'kebijakan' yang sekiranya bisa dilakukan. Salah satu di antaranya adalah membuat pil pemuas rasa lapar yang berasal dari campuran darah manusia dengan bahan kimia.
Ini hanya permulaan, karena kisah yang sesungguhnya baru saja dimulai..
.
.
.
"Servant of Vampire"
Kuroko No Basuke © Tadatoshi Fujimaki
Genre : Romance, Fantasy, Hurt/Comfort.
Rated : M
Akashi Seijuurou x Kuroko Tetsuya
Pair akan bertambah seiring dengan berjalannya cerita. Tapi tentu saja AkaKuro yang utama.
Ada OC x OC juga xD
Warning : Vampire!AU, Mpreg, OOC parah, OC, Typo(s), Tidak sesuai EYD, sex eksplisit, bahasa frontal, mesum, pembunuhan, kekerasan, dan darah-darahan.
Tidak diperuntukkan bagi yang alergi terhadap YAOI, Male x Male, dan sejenisnya. Jika masih nekat membaca, jangan salahkan saya jika anda merasa kesal, enek, jijik, dsb. Jadi dimohon dengan sangat agar sesegera mungkin menekan tanda X merah di pojok kanan atas layar dekstop anda. Saya sudah memperingatkan anda.
Don't Like Don't Read
Happy Reading~
.
.
.
Siang itu matahari bersinar amat cerah. Cuaca yang sangat bagus untuk berjalan-ja—ralat, maksudnya cuaca yang sangat bagus untuk beristirahat. Setelah semalaman bekerja keras untuk mendapatkan upah berupa pil lezat berwarna merah pekat. Zaman telah berganti. Lembaran uang, emas, maupun berlian tidak begitu berarti pada masa ini. Nilainya tidak sebanding dengan pil merah dan— manusia.
Tentu saja. Karena mereka adalah vampire. Hal yang benar-benar mereka butuhkan hanyalah darah. Mereka tidak terlalu peduli dengan pasangan hidup dan yang lainnya. Selain karena adanya aturan yang melarang melahirkan keturunan antara vampir dengan vampire, mereka cenderung lebih senang menyewa pelacur manusia sebagai pelampiasan napsu.
Dan satu-satunya tempat pelacuran manusia berada di pusat kota. Sengaja didirikan untuk mengalihkan perhatian vampire terhadap sejenisnya, walaupun tujuan sebenarnya adalah menghasilkan keturunan campuran antara vampire dengan manusia. Setiap manusia yang berada di tempat tersebut diberi obat yang memungkinannya untuk hamil selang beberapa hari setelah disetubuhi, baik perempuan maupun laki-laki. Meski pada kenyataannya setiap manusia yang hamil berakhir keguguran karena lemahnya fisik. Ataupun sengaja digugurkan karena mengancam nyawa si ibu. Ingat, di sini manusia adalah makhluk langka rendahan yang lebih berharga dari apapun. Berharga sebagai pengisi perut.
Ciri fisik antara vampire dengan manusia pun sangatlah mencolok. Manusia memiliki rambut putih dan mata yang berwarna abu-abu pucat. Jika hanya mengandalkan penciuman, mereka akan sulit dikenali karena baunya telah tercampur dengan bau vampire itu sendiri.
Selain itu, sebagian besar wilayah telah dipasang tudung surya, hampir mirip dengan ozon. Hanya saja fungsinya sebaga penetralisir panas dan sinar matahari. Jadi, vampire bebas keluar rumah pada siang hari tanpa perlu khawatir hangus terbakar menjadi debu.
Sungguh, kini vampire lah yang berada di atas memegang kendali.
.
.
Di lain tempat, tepatnya beberapa kilometer dari batas wilayah terlindung, terlihatlah gundukan semak belukar yang tidak terawat. Jika dilihat dari luar memang nampak biasa saja. Namun jika kita menyibaknya maka akan terlihat lorong panjang nan gelap. Jalannya menurun tanpa anak tangga. Dindingnya sengaja tidak ditembok, dibiarkan apa adanya seperti pertama kali digali. Tingginya tidak lebih dari 140 cm dan lebarnya sekitar setengah meter. Sempit memang. Tapi sengaja dibuat seperti itu untuk menyulitkan makhluk bertubuh besar menerobos masuk.
Setelah menelusuri lorong sempit itu, maka akan terlihat galian yang cukup luas berbentuk persegi. Menyerupai sebuah ruangan dengan pencahayaan minim. Tidak ada perabotan mewah yang bisa dipandang mata. Di tempat inilah sebagian manusia yang tersisa tinggal. Hidup dalam bayang-bayang ketakukan namun enggan bunuh diri. Satu keyakinan yang dipegang teguh membuat mereka bisa bertahan hidup. Meneruskan garis keturunan manusia dari ambang kepunahan. Meski pada kenyatannya tidak ada satu orang pun dari tempat itu yang bisa melahirkan keturunan karena kurangnya asupan gizi yang cukup. Selain itu kondisi fisik mereka yang sangat lemah dan penyakit bawaan sedari lahir juga menjadi faktor utama.
"Nenek! Nenek! Jika sudah besar nanti aku ingin pergi melihat bintang!" Seru seorang anak berusia belasan. Kedua tangannya saling bertaut di bawah dagu. Manik abu pucatnya memandang semangat sosok wanita tua yang tersenyum lembut. "Y-ya.. Neo-kun. Kau harus tumbuh besar agar bisa pergi ke atas melihat bintang."
"Aku juga! Aku ingin memetik apel! Ibu bilang buahnya berwarna merah dan rasanya sangat manis!" Anak lain berkata tak kalah semangat.
"Nenek! Aku ingin menikah dengan pangeran tampan seperti putri salju!"
"Pangeran tampan itu tidak ada. Nami-chan terlalu sering mendengarkan dongeng." Seorang anak laki-laki mengolok keinginan teman perempuannya. Bibir pucatnya mencibir.
"Tidak, tidak. Pangeran tampan itu ada! Mora-kun iri karena tidak bisa jadi pangeran!" Nami membela diri. Kedua pipinya digembungkan.
"Aku lebih tampan dari pangeran! Lihat saja. Tida ada yang lebih tampan dariku. Iya, kan, nek?" Mora menepuk dada bangga. Dagunya diangkat dengan angkuh.
Nenek tua itu hanya tersenyum geli. Manik abunya menatap satu-persatu wajah tirus anak-anak yang duduk berjejer di depannya. Inilah satu-satunya hal menyenangkan yang bisa dirasakannya. Menceritakan dongeng lama pada anak-anak dan mendengarkan cerita atau keinginan mereka.
"Pangeran itu bertubuh tinggi tegap. Tidak seperti Mora-kun yang pendek." Kini giliran Ana yang berkomentar. Jemarinya memainkan rambut putih Nami yang kebetulan duduk tepat di sampingnya. "Iya! Harusnya kau dengarkan itu baik-baik, Mora-kun." Nami memeletkan lidah mengejek.
Mora membuang muka. "Setidaknya aku lebih tinggi darimu." Dan dibalas dengan tepukan ringan dipunggung oleh Neo. Anak yang lain tertawa kecil melihatnya.
Ana merengut, "Itu karena aku perempuan.."
Mora bersiap melemparkan kalimat balasan. Namun suara lain mendahului. "A-anou.."
Semua pasang mata sontak menoleh ke arah datangnya suara. Lalu senyum cerah terukar dari masing-masing bibir. "Tetsuya-kuuunn!" Seru mereka bersamaan. Neo yang duduk paling belakang bahkan menarik anak yang dipanggil Tetsuya agar duduk di sebelahnya. Teman-temannya yang lain menatap Neo kesal karena merasa didahului. "Neo-kun curang! Aku juga mau duduk di sebelah Tetsuya-kun." Kemudian suasana menjadi sedikit ricuh karena anak yang lain berebut duduk di dekat Tetsuya yang hanya memasang wajah datar.
"Sudah, sudah. Duduk di manapun sama saja," Wanita tua menengahi. Matanya menatap lembut anak istimewa yang menjadi bahan rebutan. "Lagi pula Tetsuya-kun tidak akan pergi kemana-mana, kan?"
Tetsuya tidak merespon.
Istimewa. Terdengar sangat spesial, karena memang begitu kenyatannya. Di saat manusia lain memliki warna rambut dan mata yang sama satu sama lainnya, namun Tetsuya diberkati sepasang manik aquamarine dan surai biru muda yang terlihat begitu lembut. Sangat mencolok di antara putih dan abu-abu pucat. Keberadan yang tak ubahnya seperti keajaiban.
"Wahh.. Ramai seperti biasanya.." Pria berumur menghentikan sejenak langkahnya. Mendekati kerumunan kecil di tengah ruangan.
"Paman Rell~."
Nenek itu beranjak berdiri ketika melihat keranjang berisi buah pepaya dan beberapa ekor ikan. "Rell-kun. Biar aku yang membawanya ke dapur.."
Rell menggeleng. "Tidak usah. Ini lumayan berat." Kemudian ia pamit sebentar untuk menyimpan bahan pangan diikuti oleh si nenek.
Rell kembali beberapa menit setelahnya. Tangannya membawa sepiring pepaya yang sudah dikupas dan dipotong rata. Anak-anak bersorak gembira. Masing-masing dari mereka mengambil satu dan langsung memakannya lahap.
"Tetsuya-kun kenapa tidak ikut makan?" Suara bernada lembut keibuan terdengar. Tangan kurus mengelus surai biru muda. Tetsuya diam.
"Kau tidak lapar? Aku akan memberikan bagianku kalau kau mau." Neo mengulurkan buah berwarna oranye itu pada Tetsuya.
"Kau juga boleh mengambil bagianku."
"Punyaku juga."
"Itu milikku, bodoh!"
Rell menggeleng pelan. Anak-anak itu terlihat begitu menyayangi Tetsuya. Mungkin keistimewannya yang menjadi alasan. Dan bukan hanya anak-anak, orang dewasa pun menyayanginya.
"Kalau tidak mau makan, rambut indahmu bisa jadi putih seperti kami.." Mora bergumam lirih. Yang lain menunduk.
"J-jika itu terjadi, kami tidak bisa lagi melihat birunya langit.." Nami mulai berkaca-kaca. "D-dan juga luasnya lautan.." Ana menambahkan. Kedua gadis itu lalu menangis bersamaan.
"Kalian berdua sangat cengeng!" Mora mendengus. Matanya lalu bergulir pada Tetsuya diam tak berekspresi. "Ne, Tetsuya-kun.." Tangannya mendekatkan sepotong pepaya pada mulut Tetsuya. "Makanlah. Keinginanmu tidak akan tercapai jika tidak mau makan." Ucapnya lirih.
Kedua orang dewasa saling bertatapan. Tatapan yang menyiratkan luka yang sama. Perasaan benci dan takut bercampur menjadi satu. Meski tidak ada ikatan darah yang terjalin, mereka tetaplah keluarga.
"Dan.. Bukankah kau ingin memelihara anak anjing, Tetsuya-kun?"
Manik aquamarine mengerjap beberapa kali sebelum menatap lekat objek di dekat bibirnya. Lalu bibir pucat membuka sedikit. Memakan buah manis dalam satu gigitan kecil.
"A... anak.. an.. jing.."
.
.
Lain tempat, lain pula situasinya. Setting berpindah menuju apartemen di pusat kota. Tepat di sebelah gedung pemerintahan. Apartemen khusus keluarga bangsawan yang memiliki kedudukan penting dalam pemerintahan.
Di sebuah kamar yang terletak di lantai 4, desahan keras mengalun. Andaikata peredam suara dimatikan maka desahan itu akan terdengar sampai luar kamar.
"Nnghh.. Kouga-san.." Jiiru meremas seprai putih kusut. Sesekali menariknya kencang saat benda di dalam tubuhnya menusuk dalam.
Kouga menyeringai. Menampilkan sepasang gigi taring di sela kedua bibir. Telapak tangan pucat mengusap surai biru muda yang basah keringat. Jiiru memejamkan mata.
Kedua paha dilebarkan. Membuka akses lebih untuk hentakan kuat. Penis yang semula hanya terbenam sebagian akhirnya bisa masuk sepenuhnya. Menembus kerapatan berkedut hingga merenggang paksa. Pekik kesakitan dibungkam oleh ciuman panas.
Pinggul menghentak semakin cepat. Tubuh kecil Jiiru sampai terlonjak. Kedua kaki melingkar di pinggang Kouga. Telapak tangan mencengkram punggung telanjang. Cairan bening mengalir membasahi pipi. Tak kuasa menahan nikmat berlebih yang menyiksa.
Kouga memutus tautan lidah mereka. Memberikan kesempatan pada manusia di bawahnya untuk mengambil napas. Hidungnya mengendus leher Jiiru. Menghirup aroma manis bercampur maskulin hasil kegiatan bercinta. Memberikan klaim penuh atas pemuda di bawahnya.
"Ahh. Ahh.. pelan-pelan.." Jiiru merintih sakit. Anusnya terasa penih dan panas. Mungkin lecet akibat permainan kasar Kouga.
Pemuda bersurai pirang gradiasi merah meremas penis tegang Jiiru dalam tempo lambat. "Tidak bisa, Jiiru. Kita harus menyelesaikannya dengan cepat sebelum Akashi datang." Kouga mendesah pelan.
Jiiru menyembunyikan wajah di dada bidang Kouga. Bibirnya tidak berhenti mengalunkan desahan ataupun rintih tertahan. Hangat napasnya menyapa salah satu puting Kouga. Membuat pemuda itu semakin bergairah.
.
Beberapa menit kemudian cairan putih kental membasahi telapak tangan Kouga dan tanpa sungkan dijilatnya sampai bersih. Kaki Jiiru gemetar merasakan orgasme. Kaitannya sampai terlepas dan berakhir terkulai mengangkang lebar di kedua sisi.
Milik Kouga semakin membengkak di dalam. Pertanda klimaks yang semakin dekat. sebelah tangannya merengkuh punggung Jiiru sedang yang satunya dijadikan penopang tubuh. Beberapa detik kemudian Kouga mengeluarkan kejantanannya dan langsung menyemburkan cairannya membasahi paha dalam Jiiru.
"Hahh.. Hahh.." Kouga mengatur napas. Ia mengecup kelopak mata Jiiru yang tertutup kelelahan. Dengan hati-hati dibaringkannya tubuh Jiiru lalu menarik selimut hingga dagu. Ia sendiri lebih memilih duduk di pinggir kasur, merenggangkan ototnya yang kaku.
"Aku sudah selesai. Kau bisa bisa masuk, Akashi."
Pintu kamar mendadak terbuka. Menampilkan sosok bersurai merah darah yang memegang gelas kaca berisi cairan pekat. "20 menit. Lumayan cepat.." Manik heterokrom memandang sekilas pemuda bersurai biru muda.
"Jika aku terlalu lama, kau akan menendangku keluar." Kouga berujar ketus. Jari-jarinya menyisir rambut yang berantakan. Taringnya sudah kembali ke bentuk normal.
Akashi megangkat bahu acuh. "Pekerjaan tetaplah pekerjaan."
"Hei, padahal kau bisa menyerahkan pekerjaan ini pada bawahanmu."
Manik heterokrom memicing tajam. "Dan membiarkan mereka mengganas hingga membunuh makhluk rendahan itu? Tidak."
Kouga mengibaskan tangan. Tak ada niat untuk menutupi tubuhnya yang telanjang. "Baiklah, baiklah.. Kapan perburuannya dimulai?"
Sudut bibir ditarik membentuk seringai. Manik heterokrom berkilat tajam. "Besok siang. Jika kau tidak membantah."
"Memangnya kapan aku bisa membantahmu, tuan Yang Agung?"
.
.
Bersambung
.
.
A/N :
Haloooo... Kana datang bawa fict multi chap baru. Pengen nyoba bikin cerita yang rada serius dengan setting AU!. Di sini manusia hampir punah dan vampire berjaya loh. Saya belum menjelaskan keseluruhan keadaan dunia di fic ini. Anggap saja ini sebagai prolog. Saya masih kesulitan dalam deskripsi dan diksi yang makin awut-awutan. Mohon maaf.. #sungkem
Sekedar pemberitahuan, Kouga dan Jiiru itu OC saya, hahaha..
Yosh! Sampai jumpa di chapter selanjutnya..
Review jika berkenan..
Terima kasih sudah membaca~ ^^
Salam
Kana Ken