"One attractive flaw"
:: Park Chanyeol ::
"Record-mu baik sekali. 3 kasus dalam 9 bulan, selesai tanpa jejak dan tanpa perasaan. Haruskah aku berdiri dan bertepuk tangan, rekanku yang tampan?"
"Hentikan itu, Tuan Oh. Sebelum aku mengencani rusa kecilmu yang manja itu."
"Itu namanya imut! Aku harus sabar menghadapi orang yang tidak pernah berpacaran selama 22 tahun"
"Ngomong-ngomong, Hyung, bisakah kau mengajariku cara menganalisa mata seseorang? Kurasa itu cukup berguna di kehidupanku, aku bisa menganalisa rusa-ku, aku akan dengan cepat mengetahui ia mencintaiku atau tidak." ucap Sehun sambil memandang langit-langit dengan senyum angan-angan yang sangat menjijikkan.
"Itu bakatku. Kau tidak bisa mempelajarinya."
Sehun memajukan bibirnya sebal, "Itu sih dasarnya kau saja yang pelit. Cih"
Chanyeol memutar bola matanya malas, lalu melanjutkan membaca beberapa berkas penting yang diberikan oleh atasannya. Bekerja sebagai psikolog lewat jalan belakang sungguh menyulitkan. Yah walaupun Chanyeol memang cukup professional dalam hal itu. Walaupun cukup berat karena larangan pertama dalam permainannya adalah; jangan pernah libatkan perasaan. Lucu sebenarnya, ia harus mengikuti prosedur, dan tidak boleh menyembuhkan dengan caranya sendiri. Oh betapa inginnya ia menggunakan caranya yang tidak old school seperti ini. Dan dengan permainan diam-diam ini menyebabkan ia terlihat seperti agen CIA atau MI7 yang ditugasi untuk mencuci otak pencuri-pencuri aset negara.
Nyatanya, ia hanya seorang yang menangani orang-orang aneh. Tapi Chanyeol lebih suka menyebutnya, unik.
"Hey, Sehun?"
Sehun memutar kursinya, lalu menatap Chanyeol. "Hm?"
"Apakah ada kemungkinan aku mengajukan prosedur sendiri.. dan diterima?" tanya Chanyeol. Tidak mengalihkan pandangannya dari kertas kertas penuh tulisan itu. Sehun terkejut, "Jangan ikut gila seperti pasienmu, hyung. Kau tahu 'kan itu tidak mungkin? Dan beberapa sunbae kita sudah mencoba, hasilnya selalu negatif."
"Mereka bukan pasienku, mereka temanku."
"Ya, ya temanmu. Apa yang terjadi padamu? Kulihat setelah 3 kasus kemarin kau, tidak terlihat seperti tidak menyukai prosedur resmi" ucap Sehun, terdengar nada kebingungan di dalamnya. Chanyeol tertawa kecil lalu mengusap wajahnya. "Aku akan ditendang dari sini kalau aku menunjukkan rasa tidak suka-ku terhadap prosedur sialan itu."
Sehun mengernyit, "Memang ada yang salah dengan prosedurnya?"
"Ya Tuhan,Oh Sehun! Prosedur itu sangat bersifat mengekang dan aku rasa juga tidak berperi kemanusiaan, lihat bagaimana sedihnya temanku saat aku meninggalkan mereka dengan alasan-alasan palsu dan membuat mereka berjanji agar tidak kembali ke diri mereka yang dulu dan aku tidak boleh berhubungan lagi dengan mereka, tidak lebih baik dari aborsi." Chanyeol memijat keningnya.
"Mungkin kau benar, hyung. Maafkan aku, aku tidak pernah merasakannya. Ya karena kau tahu, aku hanya bagian dalam disini. Aku tidak pernah terjun." jelas Sehun, menarik kursinya ke depan meja Chanyeol. "Aku mengerti, aku hanya lelah." Sehun menepuk-nepuk pundak Chanyeol.
"Kau coba saja"
Chanyeol langsung mengadahkan kepalanya, menatap Sehun. "Kupikir kau tadi mengataiku gila karena ingin mecobanya?"
Sehun terkekeh, "I can't be the good guy terus-menerus. Kau coba saja. Diam-diam tentunya." Chanyeol ikut tertawa, "Jadi kau mengatai jika kau disisku, kau memasuki pihak yang jahat, begitu?"
"I'll cover you." ucap Sehun disela tawanya, sambil mengulurkan tangan—tanda mengajak bekerja sama.
Chanyeol membalas uluran tangannya, lalu mengangguk puas.
"A secret behind a secret. Nice game"
-[Rahasia di balik rahasia. Permainan yang bagus]
"Sastra, huh?"
Langit sudah menunjukkan benar malam. Atau lebih tepatnya tengah malam. Dan Park Chanyeol, masih saja duduk manis di kursi kerjanya dan membolak-balik sebuah map yang berjudul;
#04 Byun Baekhyun.
Kasus ke-empat Chanyeol. Yang mau tidak mau, harus ia selesaikan.
"Disini tertulis ia orang yang sangat rasional, tidak melibatkan perasaan dalam berfikir, kenapa memasuki sastra?" gumam Chanyeol. Ya, ia sedang berbicara sendiri. Oh Sehun sialan itu pasti sudah meninggalkan kantor sejak sore tadi dan sedang berkencan ria dengan rusa kecilnya.
"Byun Baekhyun. Kau terlihat susah dijinakkan." Chanyeol menyeringai. Oh jangan berpikir Chanyeol adalah seorang psikopat yang menyamar menjadi psikolog. Inilah ekspresinya jika ia mulai tertarik terhadap permainannya.
Chanyeol bukan seorang yang mudah terikat ataupun tertarik terhadap hal-hal biasa. Bahkan dari ketiga kasusnya, yang meliputi; seorang pembunuh berantai yang berangan terhadap masa lalu, di kasus itu, the one-nya merupakan gadis yang amat cantik dan memiliki tubuh semampai. Mungkin akan kutarik kata 'amat' karena faktor ia adalah seorang pembunuh berantai. Chanyeol, sama sekali tidak tertarik terhadap kasusnya ataupun orang yang terlibat.
Dan ini? Seorang lelaki sastra yang memiliki jalan pikiran bak enigma, telah menarik seluruh perhatiannya.
"Oh, hai, Baekhyun."
Baekhyun berhenti melakukan kegiatan memasukkan password apartemennya, lalu menoleh kesamping. Ia mendapati tetangganya yang tampan, sedang tersenyum kearahnya.
"Hai." jawab Baekhyun datar.
Kris menggaruk tengkuknya, "Kudengar hari ini hari pertama-mu memasuki perguruan tinggi, huh?"
"Darimana kau tahu itu?"
"Kuharap kau mengenal penjual kopi yang sangat cerewet dan-"
"Aish, pria menjijikkan itu." decak Baekhyun sebal, masih dengan wajah datarnya. Kris terkekeh kecil lalu bersandar pada dinding, "Jadi bagaimana?"
"Bagaimana apa?"
"Hari pertama-mu."
Baekhyun menunduk, menghela nafasnya pelan. Apa yang salah dengan orang-orang ini? Selalu saja menanyakan hari pertama. Kenapa tidak bertanya tentang hari ke-100 atau ke-610 saja?
"Baik-baik saja. Aku harus masuk, senang bertemu denganmu." ucap Baekhyun singkat lalu segera membuka pintu, dan menutupnya secepat kilat.
Kris mengernyit heran, "Jaman sekarang masih ada saja orang macam itu?"
"Kumohon kumohon kumohon. Jangan katakan kau tertidur lagi di kantor?"
Chanyeol tersenyum manis sambil sedikit merapikan rambutnya yang terasa amat kasar. Akibat gel rambut yang tidak dibasuh seharian. "Aku harus membaca berkas." jawabnya singkat.
"Kau tahu 'kan, eomma sangat khawatir jika kakimu belum tampak diatas jam 10. Oh astaga, Park Chanyeol. Kau setidaknya harus menghubungiku." decak Ibu Chanyeol sebal, meletakkan tangannya di pinggang. Memang, anak semata-wayangnya ini sungguh menyebalkan, terkadang merepotkan dan juga mengkhawatirkan. Belum lagi setelah kematian Ayahnya, Chanyeol sempat depresi—walaupun ringan—dan itu sungguh meresahkan.
"Aku sudah dewasa, Eomma tidak perlu mengkhawatirkanku lagi." ucap Chanyeol lembut sambil menggapai tangan sang Ibunda.
"Jika sudah dewasa, harusnya sudah memiliki istri."
Chanyeol tersenyum kikuk lalu menggaruk tengkuknya. Ibu Chanyeol tersenyum lalu mengusak rambutnya, "Baiklah, baiklah. Kau harus mandi sekarang, sarapan sudah siap. Oke?" Chanyeol mengangguk lalu memulai aktivitas rumahnya.
Keluarga Chanyeol tidak pernah buruk. Semua jangkauan keluarganya sangatlah baik dan welcoming. Dan ajaran tutur kata dan normanya turun menurun dengan baik. Tidak diragukan lagi, Park Chanyeol sangat ahli dalam bidang norma-norma sosial, yang memberikannya begitu banyak peluang pekerjaan dan lingkup sosial yang besar.
Tapi Chanyeol tetaplah Chanyeol. Tidak terlalu menyukai banyak teman, untuk apa terlalu banyak teman, toh nanti teman yang sebenarnya tidak lebih dari 5 orang?
"Halo?"
"Aku kehabisan baju hangat yang bagus. Temani aku berbelanja."
"Ya! Byun Freaking Baekhyun, apa perlu kuulangi beratus-ratus kali, kau ini kalau mengajak jangan mendadak. Kau tahu kan kedai ini yang terbaik di kota, aku tidak bisa-"
"Aku sampai disana 3 menit lagi."
Baekhyun memutuskan sambungan teleponnya. Tidak peduli terhadap omongan si penjual kopi, pada akhirnya pria cerewet itu pasti akan menurutinya. Baekhyun memandang ke luar jendela. Cahaya matahari sore selalu menjadi favoritnya. Tidak terkesan lembut seperti di pagi hari, tapi lebih terkesan sensual dan tajam, namun sangat menyenangkan. Ia tersenyum kecil merasakan kehangatan yang meresap dari pori-pori kulit wajahnya.
Mobil berwarna kuning ini pun berhenti. Dan pintu langsung terbuka.
"Aku bersumpah akan membunuhmu jika kau melakukan ini, lagi."
"Bukankah ini menyenangkan? Kau tidak perlu membuat kopi, dan tinggal menemaniku."
Jongdae melotot, memasuki taksi-nya lalu menutup pintu dengan keras. Mengisyaratkan pengemudi untuk melanjutkan perjalanannya.
"Kau tahu, sudah berulang kali aku hampir kehilangan pekerjaanku demi orang aneh sepertimu!" ucapnya sebal. Baekhyun tertawa kecil, "Ah indahnya sore hari." gumamnya, mengabaikan pria cerewet yang masih saja mengumpat-umpat kesal.
"Kau... menyembunyikan sesuatu"
Dan lamunan Baekhyun yang indah, hilang seketika.
"Tidak ada yang pernah bisa mengerti arti itu sebelumnya... tidak ada! Kau! Apa yang kau lakukan?!"
"Tidak ada."
"DONT FUCKING LIE!"
Chanyeol tertawa,
"Your eyes. Too obvious"
-[Matamu, terlalu mudah ditebak]
Baekhyun merasakan detak jantungnya berdetak sangat-sangat cepat. Pria yang mengakui dirinya sebagai Park Chanyeol ini, masih menyeringai tepat didepan wajahnya. Baekhyun terdiam. Baekhyun gelisah, dan untuk pertama kalinya, Baekhyun tidak tahu harus berkata apa.
"Temui aku, Lincoln Cafe."
"Kembali ke tempat dudukmu, atau aku akan mengeluarkanmu dari kelas, Byun Baekhyun."
Baekhyun menegakkan tubuhnya, nafasnya masih berkejar-kejar dan keringatnya masih menderai. Ia mulai membalikkan tubuhnya, lalu berjalan ke tempat duduk, masih dengan iris tajam menatap Chanyeol.
"Ulu bergetar cepat, bibir terkatup rapat. Sang singa tak gamang ambil jalan, menerka sang merpati. Apa salah jua, merpati tak mundur sekarang." lirih Baekhyun.
"Jadi kau menunggu kekasihmu sekarang?"
"Dia bukan kekasihku, Kim Jongdae."
"Oh ya? Setahuku, seorang Byun Baekhyun tidak mungkin rela menunggu dan menghabiskan sedetik-pun dari waktu hidupnya yang berharga, untuk seorang yang tidak berharga baginya. Jujur sajalah."
"Kau gila."
"Kalau aku gila, kau apa, hah? Sangat tidak waras?"
Baekhyun mengacuhkan olokan Jongdae dan beralih menyesap kopinya. Yang ter-acuh-kan, hanya memutar bola matanya malas.
"Permisi?"
Baekhyun dan Jongdae mengangkat kepalanya.
"Oh? Apakah ini keka-"
"Kim Jongdae, kurasa ini sudah waktumu mengurusi kopi-kopi itu. Atau aku akan melaporkanmu."
Jongdae melotot, lalu membungkuk sopan ke si-pendatang baru. Lalu berlari kecil ke arah bar.
Baekhyun mengamati pria yang berada didepannya, sedang mengambil tempat duduk. Ia melepas mantel hitamnya, memperlihatkan baju hangat berwarna coklat muda. Baekhyun mengernyit, lalu menunduk melihat baju hangatnya.
The exact same color.
[warna yang sama persis]
"Jangan bilang karena kau pandai menganalisa mata, kau menebak apa yang akan ku pakai, lalu kau dengan sengaja menirunya?"
"What?" kini giliran Chanyeol yang mengernyit. Seakan sadar arah omongan Baekhyun, Chanyeol tertawa kecil. "Tidak mungkin aku repot-repot menganalisa hanya untuk menyamai baju hangatmu, Byun Baekhyun." jelasnya di sela tawanya.
"Itu mungkin saja, jika kau ingin mendekatiku atau mencari perhatianku." ucap Baekhyun santai, menyesap kopinya.
"Bukankah, kau yang mencari perhatianku? Yang ingin mengerti diriku lebih jauh?"
"Kau tahu, rasa percaya diri yang berlebih, menyebabkan seorang insan dapat mengubah pribadinya yang semula pasif, menjadi arogan dan melenceng dari norma, bukan norma sosial, bisa saja merujuk ke ekonomi dan politik." decak Baekhyun sebal.
"Ternyata memang benar, kau orang yang sangat rasional, dan juga teoritis."
Baekhyun memberikan pandangan tidak mengerti.
"Apa yang kau pikirkan tentangku?" tanya Chanyeol. Matanya masih menyelam.
"Orang yang aneh. Penjahat kelas tinggi."
"Aku seorang psikolog."
Baekhyun melebarkan matanya, tertegun. "Kau—what?"
"Aku akan menyembuhkanmu." tegas Chanyeol. Masih menatap pria yang lebih kecil. Baekhyun menajamkan pandangannya. "I'm not insane." tukas Baekhyun tajam. Chanyeol tersenyum lembut.
"Jangan tersenyum kepadaku, dan beritahu siapa dirimu yang sebenarnya."
"Sudah kubilang, aku psikolog."
"I told you, I am. Not. Insane." tekan Baekhyun.
"You're sane. Your physics sane, your mind is sane.
But, your mental is not. You'll need me, Byun Baekhyun. I can fucking 100% guarantee."
-[Kau waras. Tidak ada yang salah dengan fisik dan pikiranmu. Tapi mental-mu, tidak. Kau akan membutuhkanku]
TBC
hello!
[please read]
Aku kasih hint untuk kalian ya,
kalian juga harus amati kesehariannya chan-baek. Dibalik semua kesederhanaan itu, atau kebiasaan itu. Ada sesuatu yang related sama mereka berdua, yang bisa menyebabkan mereka dibilang soulmate.
Jadi cerita ini emang berat, dan kalian bacanya emang harus serius /hehe
Untuk yang setting waktunya sekarang, itu emang sengaja cepet, karena masih banyak flashbacks, nanti kalo ceritanya udah stabil kedua pihak, alurnya jelas akan dilambatin.
Thank you so much for reading and please,
Review, fav, or follow!