EYES.

unicorn08 present.

Byun Baekhyun

Park Chanyeol


"We live in a world full of broken heart, desperaties & judgemental hypocrities"

-A.C

How about you caught in between of who you are and who you want to be?


If you're going to continue this, do not regret if I play with your feelings.

Cause this is what's should done.


No turning back. DO NOT regret.


CHAPTER I [ONE]

TEASER

"Its always the same"

Byun Baekhyun.

"Wow. Kau terlihat baik hari ini"

Pria yang baru saja dipuji oleh seorang penjual kopi di dekat apartemennya ini hanya memutar bola matanya bosan, "Bukankah aku selalu terlihat seperti ini, Jongdae?"

"Tidak, tidak. Ada yang berbeda, warna baju hangatmu yang sedikit cerah ini memberi kesan baik padamu. Sangat cocok, Baekhyun." Byun Baekhyun, dikenal dengan Baekhyun. Pemuda yang cantik—maksudku tampan, namun kesan pertama saat orang orang melihatnya adalah; membosankan. Wajahnya selalu datar, nada bicaranya menyebalkan, tatapan matanya tidak memiliki arti. Seolah Baekhyun adalah mayat hidup yang masih diberkahi karena dia cukup pintar.

Ia hidup sendiri. Karena ia memilih begitu. Dari dulu ia tidak pernah menyukai lingkungan keluarganya. Semua orang terlalu berisik dan sangat menganggu, ibunya yang cerewet, ayahnya yang suka menyanyi tapi berlebihan, belum lagi adik-adiknya yang masih balita. Karena ini adalah tempat baru baginya, yang ia kenali hanya 3 orang; Luhan, resepsionis gedung apartemennya, Kris, tetangganya yang sangat tampan, dan Jongdae, si penjual kopi di kafe Lincoln. Baekhyun merasa seorang teman dari ketiganya karena mereka semua ramah dan sangat mengerti terhadap ke'datar'annya.

Dan satu lagi, Byun Baekhyun adalah homoseksual. Tidak ada yang salah. Menurutnya wanita hanya sebuah makhluk hidup yang merepotkan. Suka berlaku seenaknya, menghabiskan uang, tidak bertanggung jawab. Dan Baekhyun, benci sebuah pengganggu dalam hidupnya.

Baekhyun mengambil gelas berisi Americano-nya dan menggumam, "Seharusnya aku tidak menggunakan ini, orang-orang akan menyadari keberadaanku," Jongdae tertawa kecil dan menyodorkan struk pembelian dan tisu, "Orang-orang selalu menyadari keberadaanmu, kau pemuda yang cantik, ehm, maksudku tampan. Kau yang tidak menyadari mereka," Baekhyun memandang Jongdae datar, lalu berbalik dan pergi, "Sampai bertemu," hanya kalimat itu yang mengisi kepergian Baekhyun. Jongdae hanya menggelengkan kepala.

Menunggu bus, dengan segelas Americano. Baju hangatnya benar-benar merusak mood Baekhyun untuk hari ini. Seperti yang ia duga, orang-orang terutama wanita muda yang genit melihatinya tanpa berkedip. Ia tidak suka disadari, ia lebih baik dijauhi. Dengan wajah yang masih datar, ia memasang earphone dan mulai menyalakan musik-musik yang bisa menaikkan suasana hatinya. Gabrielle Aplin – Mountains. Baekhyun menghela nafas. Perasaan itu mulai menghantuinya.

Kejadian itu berputar dikepalanya. Tidak... tidak disini... batinnya sambil sedikit memeras gelas kopinya dan menggigit bibir. Tidak lucu apabila traumanya kembali di hari pertama ia akan kuliah. Ia mematikan ponselnya lalu menyesap sedikit kopi.

Akankah aku memiliki hari yang setidaknya lebih berwarna? Kenapa semua terllihat begitu kelabu? Apa Tuhan mengutukku? batin Baekhyun sambil menatap langit yang gelap, sebentar lagi hujan. Tingkat kesuraman dalam hidupnya akan bertambah, bagus. Membosankan, itu adalah deskripsi dari apapun yang Baekhyun lakukan. Semua biasa saja, tidak pernah ada yang spesial dalam hidupnya. Semejak kejadian bertahun-tahun lalu itu, hidupnya menjadi hitam. Baekhyun tidak tau bagaimana lagi untuk mengutarakan perasaannya, ia hanya butuh teman. Untuk kesekian kalinya, ia menghela nafas kasar.

Kendaraan besar berwarna abu-abu dan biru berhenti tepat didepan Baekhyun. Dengan sigap, ia memasuki bus. Tidak ingin tempat favoritnya; tempat duduk paling pojok kanan diambil orang. Halo, Marchville University, kalian akan mendapat mayat hidup sebagai mahasiswa sastra terpintar dalam sejarahmu.


"Fiksi dan realita itu komparatif. Kalian bisa saja tersesat sewaktu waktu. Hanya karena, tidak mengerti kenapa dua hal ini bisa begitu berbeda dan mengusik pikiran kalian. Mengapa fiksi jauh lebih indah? Tentu itu sudah jelas. Karena semua yang ada disitu adalah kemauanmu. Semua yang disitu adalah semua yang kau inginkan."

Bam! Perkataan dosen yang masih tergolong 'pengenalan' ini membuat Baekhyun tercengang. Seluruh tulangnya terasa kaku dan seolah dunianya berhenti. Perasaan ini. Baekhyun selalu merasakannya. "Bodoh. Adalah semua yang kau inginkan? Apa dia benar-benar bodoh? Fiksi bukan seperti itu." gumamnya pelan. Baekhyun memijat pelipisnya, orang-orang sekarang suka berkata seenaknya. Suka mengucap kalimat yang bahkan—menurut Baekhyun—sakral dengan ceroboh. Apa nama lain dari itu semua jika bukan 'bodoh'? Atau 'idiot?

"Kau mengatakan sesuatu?"

"Jadi kau mendengarku. Tidak, aku tidak mengatakan apa-apa" Baekhyun menjawab santai, tanpa melihat ataupun melirik siapa yang bertanya. Inilah salah satu kebiasaan buruknya, tidak pernah peduli dan tidak ingin peduli. Tapi alasan yang Baekhyun buat selalu simpel dan kompleks, Aku tidak pandai dalam berpandang mata. Mungkin itu bukan alasan tetapi, prinsip?

"Kau harus menatap seseorang jika sedang berbicara dengannya." tegur seseorang yang baru Baekhyun sadari adalah seorang pria. Baekhyun hanya mendengus, tidak mengalihkan pandangannya pada lelaki disebelahnya ini. Ia tetap berkutat pada buku-buku didepannya. Dan masih saja menjelekkan buku itu dalam hati. Bagi Baekhyun, semua teori tentang sastra itu bodoh. Sastra tidak pernah menerapkan sesuatu dari teori. Sastra adalah tempat dimana kita hidup dalam perasaan kita sendiri. Tidak ada dunia yang kejam, pacarmu yang manja, orang tua yang terkadang menyebalkan, dan lain lain. Hanya kau, dan perasaanmu. Ingat itu.

"Jika aku sedang berbicara denganmu, setidaknya kau melihatku." tegur orang itu lagi.

Baekhyun merasa kesal, ia menutup bukunya dengan kasar, menyebabkan bunyi benturan yang cukup keras. Ia menolehkan kepalanya dan menatap pria didepannya dengan tatapan datar dan dingin, "Sudah puas? Apa tidak ada yang lebih bagus di dalam hidupmu sehingga kau, orang yang belum kukenal, menceramahiku dan seenaknya menyuruhku menatapmu. Kau pikir kau siapa?" Baekhyun berbicara dengan nada yang teramat tidak bersahabat, juga tatapan matanya yang mengartikan: nothing.

Pria disebrangnya itu justru tertawa, dan membenahi kerahnya. "Aku? Orang yang memiliki kehidupan lebih baik darimu." jawabnya santai sambil menatap Baekhyun dengan tatapan remeh. "Apa aku terlihat ingin tahu?" sanggah Baekhyun. Wajahnya masih sama datarnya. Pria diseberangnya hanya menghela nafas, lalu kembali melihat ke arah depan. Baekhyun tersenyum sinis melihat pria itu tutup mulut.

Tidak ada yang berani mengalahkanku saat berdebat. Baekhyun merasakan kemenangan picik dihatinya.

Baru saja akan membuka buku sialannya lagi,

"Bagaimana kau melakukannya?" pria itu bertanya lagi. Kali ini dengan nada yang berbeda. Seperti.. sendu? Baekhyun menoleh dan mengangkat sebelah alisnya. Penganggu. Satu kata itu sudah tersimpan sebagai nama dari pria ini, tentu saja di pikiran Baekhyun. "Melakukan apa?" Baekhyun menjawab dengan terpaksa, kuulangi, terpaksa.

"Kau.. tidak menunjukkan apapun di matamu, tetapi mengapa mereka terlihat sangat berbeda?"

Pertanyaan itu membuat Baekhyun terkejut, dalam hatinya. Orang yang berada disebelahnya ini baru sebentar menatapnya, dan sudah memahami bahwa ada kekosongan yang begitu menyeruak di kehidupannya. Bertahun-tahun ia merasakan penderitaan ini, tidak ada yang pernah berani atau mungkin, menyadari kekosongan dimatanya. Semua orang menganggap ekspresi Baekhyun adalah ekspresi orang jika sedang bosan. Bukan yang sebenarnya; hampa. Dan entah apa yang terjadi dalam pikiran elit Byun Baekhyun, ia tertarik untuk melanjutkan sebuah percakapan.

Untuk pertama kalinya.

"Aku tidak melakukan apapun." Baekhyun masih setia dengan wajah datarnya. Walaupun pikiran dan hatinya sedang tidak sinkron, semuanya berkutat dengan keinginan atau masalah masing-masing, Semua organ tubuhnya seolah sedang bergosip karena pemiliknya, merasakan adrenalin tertarik dalam syaraf-syarafnya. Dari sekian tahun, baru kali ini. Pria itu menatap Baekhyun lagi, seperti sedang berselancar dalam kelamnya mata Baekhyun. Tiba-tiba, pria itu tersenyum tipis,

Pria itu menghadap depan lagi,

"Kau menyembunyikan sesuatu. Tapi.. kenapa aku tidak bisa membacanya?" ucapnya santai.

Jika kalian bertanya bagaimana keadaan Baekhyun saat ini, tentu saja terkejut bukan main. Ia sempat membulatkan matanya, lalu dengan kecepatan cahaya, ia mengubah ekspresinya menjadi datar kembali. Siapa pria ini? Apa dia benar-benar hebat dalam menganalisa seseorang hanya lewat matanya? Apa pria ini seorang psikolog? Dokter muda? Tapi apa yang dokter lakukan di fakultas sastra tepatnya di kelas karangan fiksi? Dan Baekhyun kembali tersadar.

Dirinya hari ini, adalah bukan dirinya selama 6 tahun belakangan. Dirinya saat ini, seperti yang dikatakan Jongdae; berbeda. Adrenalin tidak pernah berfungsi baik di dalam tubuhnya, bahkan tidak pernah berfungsi sebenarnya. Rasa penasaran, biasanya hanya berlaku jika ia menemukan kopi yang lebih baik dari milik Lincoln. Tetapi pria ini... siapa dia?

Tapi keputusan Baekhyun tetap seperti biasa: memutuskan untuk tidak peduli. Ia mengalihkan pandangannya pada buku-buku itu lagi. Dan mulai membacanya. Baekhyun memang sangat baik dalam menetralisir emosinya, dan melupakan apa saja yang menganggunya. Dan seperti yang dikatakan, pria disebelahnya ini adalah seorang pengganggu. Untuk apa dipedulikan. Jongdae berulang kali menasihatinya tentang kebiasaan buruk ini,

Kalau kau ingin dipedulikan, kau juga harus peduli. Tidak selamanya orang lain yang akan mengais kepedulian padamu. Kau, jangan pernah munafik.

Baekhyun mengusap wajahnya kasar. Ia sedikit menyesal karena mengenal penjual kopi menyebalkan yang selalu menceramahinya tiap pagi. Dan setiap kata dari ceramahnya itu selalu berkaitan dengan simbiosis peduli-dan-tidak peduli. Ya Baekhyun mengerti bahwa Jongdae ingin mengeluarkannya dari sikap yang tidak baik itu, tapi prinsip hidup Baekhyun tidak akan bisa berubah hanya karena teori semata. Ia membutuhkan sesuatu yang nyata. Sesuatu yang dapat ia resapi, sesuatu yang dapat mengalir di pembuluh nadinya. Sesuatu yang berbeda.

Dan apakah itu? Apa ia bisa menemukannya? Setelah semua hal yang ia lalui, setelah semua denyut nadi yang melambat seiring harinya, setelah rasa kekosongannya semakin membuat Baekhyun terdorong untuk keluar dari sumur hitam, sementara fikirnya tetap menolak?

Baekhyun caught in who is he and who he wants to be.


halo. heran aku bawa ff yang terlihat lebih... profesional?

Soalnya, pada dasarnya ini bukan ff chanbaek. Ini cerita yang mau aku bikin novel dan castnya jelas bukan chanbaek.

Dengan terpaksa, aku cuma ngeluarin teaser dulu, dikarenakan harus nyelesein Addictive Yeol.

Tapi, kalo mau cerita ini tetap berlanjut, aku harap kalian bisa review, fav ataupun follow!

Karena itu akan sangat membantu dalam proses pembuatan ff ini.