.

Disclaimer : Masashi Kishimoto

Genre : Horror/Mystery/Tragedy/Romance

Warning : T rate/Typo(s)/Death chara

Main Pair : NaruHina

Others Pair : SasoKonan/ShikaTema/SaiIno/KibaTen/Slight SakuGaa/Slight SasuSaku

Story by Devilish Grin

Hyuuga Mansion Secret

Chapter 3

...

Sabtu pagi, Konoha Unviversity, 5:00 waktu setempat

Akhirnya hari yang ditunggu tiba juga. Semua mahasiswa baru jurusan bahasa asing sudah berkumpul sejak pukul 5:00 pagi bersama dengan senior-senior mereka. Masing-masing dari mereka sedang berdiri di lapangan olahraga kampus yang terletak di halaman depan gedung sambil menjaga barang bawaan mereka masing-masing. (Kampus mereka ada 3 halaman).

"Demi Tuhan, un! Menyingkir dariku, Tobi!" Deidara menoyor kepala Tobi yang niatnya mau bersandar ke bahu Deidara.

"Tapi, Tobi masih mengantuk..." Tobi merajuk layaknya anak kecil, dan berusaha untuk bersandar kembali pada Deidara.

"Tapi aku bukan bantal atau pun tempat tidurmu, un!" Deidara segera beranjak dari posisi duduknya dan membiarkan kepala Tobi bersandar kepada angin dan terhempas jatuh.

"Ah, Deidara kejam~" teriak pemuda itu, tidak rela kehilangan 'kasur' empuknya.

"Memangnya kedua bus itu datang jam berapa, sih?" Sasori terlihat sudah tidak sabar, "Janjinya tepat jam 5, tapi ini sudah lewat 10 menit," gerutunya sambil melirik ke arah jam tangan merah yang melingkar pada pergelangan tangannya.

"Aku juga tidak tahu." Konan mendengus, ikut merasa kesal karena keterlambatan 2 bus yang sudah disewanya. "Sebentar aku akan telepon Kakuzu dulu," ucapnya sambil meraih ponsel dari dalam tasnya.

"Hoaaammzzz..., aku ngantuk sekali..." Naruto menguap lebar. Dari sudut matanya keluar air mata, menandakan dia sedang mengantuk super akut.

"Kemana sih, busnya? Tahu begitu 'kan aku sarapan dulu!" Kiba ikut merutuk sambil memegangi perutnya yang mulai terasa lapar karena belum diisi oleh makanan. "Bisa-bisanya dia disaat seperti ini malah foto-foto," gumam Kiba yang tatapannya melirik ke arah Sai yang malah asik sendiri foto-foto bersama Ino dan Sakura sambil tersenyum-senyum.

.

.

Gerutuan-gerutuan para mahasiswa mulai berdengung di antara mahasiswa-mahasiswa baru, dan membuat suasana sedikit ricuh. Keadaan ini bisa bertambah semakin buruk kalau tidak segera diatasi.

"Gawat nih, Pein. Bisa-bisa kita didemo," bisik Hidan yang mulai khawatir kalau anak-anak baru itu nanti akan melakukan tindakan anarkis (meskipun pikirannya terlalu jauh ke arah situ).

"Mungkin mereka mulai lapar," celetuk Pein malah bergaya kayak diiklan-iklan.

"Mereka reseh kalau mulai lapar!" timpal Itachi ikut-ikutan.

"Tolong semuanya jangan ribut! Busnya akan datang sebentar lagi, jadi harap bersabar!" Anko turun tangan, mencoba menenangkan situasinya. "Pein, pergi ke kantin beli minuman buah buat mereka, sana." Anko menyerahkan 3 lembar uang 1000 Yen pada Pein dan menyuruhnya untuk cepat pergi ke kantin sebelum anak-anak baru itu mengamuk.

"Siap, laksanakan!" dengan gaya hormat grak, layaknya prajurit perang yang mau ke medan tempur, Pein langsung berlari pergi ke kantin dengan kecepatan kilat.

"Bagaimana?" tanya Sasori ke Konan yang baru saja selesai menghubungi Kakuzu.

"Busnya sedang dalam perjalanan. Ada masalah sedikit tadi," jawab Konan menjelaskan, kemudian tatapannya teralih ke arah barisan para mahasiswa baru yang sudah berkerumun tidak beraturan.

"Kalian semua tenang. Sebelum busnya datang, saya akan mengabsen nama kalian satu-persatu!" teriak Konan dengan lantang dan dia mulai memanggil nama para mahasiswa baru itu satu-persatu.

Selang beberapa menit Konan kembali memasukkan buku yang berisi nama-nama para mahasiswa dengan perasaan lega karena semua mahasiswa itu hadir, ikut dalam acara liburan kali ini. Namun, saat itu ada sebuah tangan yang terangkat dari arah belakang barisan.

"A-anoo..., namaku belum dipanggil," ucap seorang gadis berparas manis dengan sedikit malu-malu bicara pada Konan, dan secara serempak semua perhatian kini tertuju ke arah gadis itu.

"Eh, iya ya? Aku belum pernah melihatmu sebelumnya." Konan mengerutkan dahinya. Pasalnya dia belum pernah melihat gadis itu pada masa ospek dan baru mengetahuinya hari ini. "Apa kalian mengenalnya?" Gadis itu melirik ke arah teman-temannya yang lain.

"Tidak," jawab Anko menggelengkan kepalanya. Dia juga merasa baru melihat gadis itu. Reaksi yang sama juga diberikan oleh senior lainnya.

"Nama kamu, siapa?" tanya Konan pada gadis itu dan bersiap untuk menulis nama gadis tersebut pada buku absen.

"Namaku, Hinata Hyuuga, senpai," jawabnya dengan menyebutkan namanya. Konan mengernyit.

"Manis juga," gumam Naruto tanpa sadar dan sukses membuat gadis bernama Hinata itu tertunduk malu dengan wajah memerah.

"Hah! Aku pikir kau hanya bisa mengetahui ramen yang berkualitas saja. Ternyata seleramu mengenai perempuan tidak buruk juga," sambar Kiba tidak menyangka melihat Naruto bergumam seperti itu. Hei, tidak setiap hari kau melihat pemuda pirang itu memuji seorang gadis karena kepalanya selalu dipenuhi oleh ramen dan ramen.

"Hinata, bisa maju ke depan sebentar?" Hinata mengangguk pelan dan segera berjalan ke arah seniornya yang tampak gusar.

.

.

Gadis itu berjalan menuju Konan dengan wajah tertunduk. Ia merasa tak nyaman dengan keadaan, di mana semua perhatian tiba-tiba saja teralih padanya. Pandangan asing bercampur gurat penasaran terukir jelas pada wajah mahasiwa-mahasiwa baru di sekitarnya.

Konan memiringkan sedikit kepalanya saat gadis bersurai indigo yang bernama lengkap Hyuuga Hinata sudah berdiri di hadapannya. Iris coklat madunya mengamati Hinata dari ujung kepala sampai ujung kaki dan kembali lagi ke ujung kepala hingga kedua manik itu bertemu pandang sepasang lavender yang memberikannya tatapan kosong. Konan sempat bergumam gadis itu aneh, karena dari pancaran matanya tidak terdapat tanda-tanda kehidupan. Hinata, seperti mayat hidup, dan seketika bulu kuduknya merinding.

"Oi, Konan. Kenapa bengong!" Sasori menyodok lengan atas gadis itu, "Aku tahu dia cantik, tapi kau masih normal 'kan?" Ujarnya sedikit ngawur.

"Bicara sembarangan!" Konan menggulung buku absen yang sedang dia pegang dan menggunakannya untuk memukul pelan kepala Sasori. Sementara pemuda itu hanya meringis pura-pura kesakitan dan menggaruk-garuk kepalanya.

"Hmph!" Konan kembali mengalihkan perhatian pada Hinata yang sedang berdiri bingung, "Kamu baru datang hari ini, ya? Apa kamu sebelumnya sudah tahu mengenai acara liburan ini? Lalu, kemarin-kemarin kemana saja kamu?" Tanya Konan dengan tegas dan malah membuat gadis itu kembali tertunduk gugup.

"Ma-maaf, fisik saya lemah da-dan saya tidak ikut ospek kemarin," jawab gadis itu tak berani menatap wajah sang senior, "U-untuk liburan ini saya sudah melapor ke se-senior Kakuzu dan uangnya sudah sa-saya transfer ke di-dia." Konan melotot begitu mendengar penjelasan Hinata membuat gadis itu semakin meringkuk ketakutan.

"Kakuzu keterlaluan! Kenapa dia tidak bicara masalah ini kepadaku?" Wanita cantik yang berubah menyeramkan kalau sedang marah ini segera meremas-remas buku absen yang dipegangnya. "Hidan, apa laki-laki maniak uang itu tidak bicara apa pun kepadamu?" Pandangannya beralih ke arah pemuda berambut putih yang malah sedang asik ngobrol dengan Anko.

Pemuda yang sedang ditatap itu langsung merinding ngeri, dengan cepat ia menggelengkan kepalanya beberapa kali, membuat Konan kembali gusar karena sikap Kakuzu yang seenaknya.

"Kamu sudah bayar perjalanan ini penuh?" Tanyanya pada Hinata untuk mengkonfirmasi.

"I-iya, su-sudah saya bayar penuh." Gadis itu mengangguk, dan Konan langsung memijit keningnya. Dia berani bersumpah akan mencincang pria itu hidup-hidup kalau sampai berani memakai uang yang telah dibayarkan Hinata.

"Ya, sudah, kembali ke barisan." Konan menghela napas, menyuruh Hinata kembali. Kemudian, tangannya bergerak menuliskan nama Hinata pada buku absen.

.

.

Tak berapa lama kedua bus berwarna kuning cerah yang terlalu mencolok dengan gambar awan-awan merah pada badan bus masuk ke halaman kampus. Konan mengernyit sesaat menatap kedua bus dengan wujud ajaib yang baru muncul. Firasatnya mencoba menepis kebenaran kalau kedua bus itu adalah bus yang mereka sewa.

"Apa aku tidak salah lihat? Itu bus yang akan membawa kita ke Tokyo? Kenapa penampakanya mirip bus anak TK?" Sindir Gaara kepada Konan. Tak disangka gadis biru itu memiliki seleran konyol yang kekanak-kanakan begini.

"Bukan. Aku tidak meminta bus norak itu untuk datang! Arggh, ini pasti ulah Kakuzu!" Semakin geramlah perasaan Konan kepada Kakuzu.

Tepat di belakang kedua bus itu, sebuah mobil sport hitam membuntuti dengan Kakuzu yang berada di dalamnya. Laki-laki itu sempat melambai dan melemparkan cengiran tanpa dosa ke arah Konan yang emosinya sudah naik ke ubun-ubun.

Tanpa ba bi bu lagi, Konan melangkah cepat menghampiri pria tersebut sambil memasang wajah seram, layaknya seorang mak lampir yang ingin menelan manusia.

"Kakuzu, kenapa kau menyewa bus norak seperti ini untuk perjalan kita ke Tokyo?" Semburnya penuh napsu sambil menunjuk-nunjuk ke arah dua bus tersebut.

"Hei, jangan salah! Ini bus yang terbaik!" Kakuzu tidak terima kalau pilihannya dibilang jelek.

"Kita ini sekumpulan mahasiswa, bukan sekumpulan playgroup!" Sewotnya. Sungguh tak terbayangkan bagaimana reaksi orang-orang yang melihat mereka menaiki kedua bus ini.

"Sepertinya mirip...," gumam Kakuzu saat melihat Deidara dan Tobi yang sedang sibuk kejar-kejaran rebutan botol minuman.

"Aku sedang bicara serius, Kakuzu!" Sentak Konan menggeplak kepala pria itu dengan gemas.

"Jadi, maunya bagaimana? Menyuruh kedua bus itu untuk kembali? Aku sih, tidak keberatan, tapi uang tak bisa dikembalikan," balas Kakuzu egois.

"Sudahlah Konan, bersabarlah." Anko datang menghampiri, mencoba menengahi agar tak terjadi keributan, apalagi sampai terlihat oleh mahasiswa baru. Itu bisa menjatuhkan wibawa mereka sebagai senior yang seharusnya bisa kompak.

"Kita juga tidak bisa membatalkan acara ini atau mengganti bus, karena sudah tidak ada waktu 'kan," timpal Sasori ikut memberi masukan supaya Konan dapat berpikir jernih.

"Hmph!" Gadis itu mendengus sesaat, kemudian berbalik, berjalan kembali ke arah para mahasiswa baru yang berkumpul.

Konan sadar betul apa yang dikatakan Sasori dan Anko memang benar. Makanya dia memutuskan untuk tidak berdebat dengan Kakuzu agar emosinya tidak memuncak dan malah membuatnya salah mengambil keputusan.

Anko dan Sasori saling berpandangan sesaat, dan akhirnya ikut menyusul Konan di belakang. Pun, Kakuzu yang turun dari mobil dan bergabung bersama dengan yang lainnya.

"Semuanya, tolong cek barang bawaan masing-masing. Jangan sampai ada yang tertinggal!" Konan menyuruh para mahasiswa baru untuk memeriksa bawaan mereka sebelum naik ke bus. Jangan sampai nanti di tengah jalan ada yang minta kembali lagi.

"Sekalian saya akan membagi kalian jadi dua. Untuk nama-nama yang saya sebutkan masuk ke bus nomor 1," ucapnya sambil menunjuk ke arah bus nomor satu yang sedang parkir di lapangan.

Gadis itu mulai menyebutkan satu persatu nama-nama dari mereka untuk masuk ke dalam bus nomor satu. Setelah bus pertama sudah penuh terisi, kini dia mengatur sisanya yang akan menaiki bus nomor dua.

.

.

"Kayaknya, udah pada naik semua, ya?" Anko melihat kedua bus itu dan melihat di sekitar mereka sudah tidak ada mahasiswa lain yang tertinggal selain mereka. Konan mengangguk sumringah, karena ternyata tidak sulit untuk mengatur anak-anak itu.

"Lalu, minuman ini bagaimana?" Tanya Pein muncul secara dadakan sambil memamerkan dua kantong plastik yang sedang ia jinjing.

"Pein! Kau membuatku takut! Jangan muncul tiba-tiba begitu dong, wajahmu itu 'kan seram!" Anko spontan menjerit dan melompat mundur karena kaget.

"Apa, sih? Wajah orang ganteng begini masa dibilang seram?" Pein tidak sadar diri malah narsis sambil tersenyum aneh.

"Sudah, ah, jangan bercanda. Kita sudah tidak ada waktu lagi." Konan geleng-geleng malas melihat Pein yang mulai tebar pesona dan Anko sok galak. "Minumannya nanti dibagi dua saja, bagikan di dalam bus." Gadis itu mengambil satu kantong plastik berisi minuman dari tangan kanan Pein.

"Jangan lupa cek barang masing-masing! Gak lucu juga kalau sampai barang bawaan kita yang terlupa!" Celetuk Itachi yang sedang memeriksa isi tasnya sendiri.

"Nanti kita bagi jadi dua, lima orang di bus pertama, sisanya di bus kedua," tandas gadis biru itu sambil memakai tas ransel warna hitam ke belakang punggungnya dan kembali menyambar kantong plastik yang tadi ia letakkan.

"Siapa saja yang naik bus pertama?" Tanya Temari yang sudah bersiap dengan barang bawaannya.

"Aku, Hidan, Itachi, Sasori, dan Deidara," jawab Konan sambil menunjuk satu-persatu teman-temannya.

"Terima kasih, un! Akhirnya, akhirnya aku dapat lepas dari Tobi, un!" Deidara mendadak teriak girang, wajahnya terlihat bahagia bukan main.

Dengan langkah riang, pemuda itu berlari ke arah bus nomor satu. Senyum lebar menghiasai wajah pemuda yang sekilas mirip perempuan itu. Begitu di depan pintu bus, ia sempat berbalik, melambaikan tangannya dan berteriak, "DADAH TOBI, AKHIRNYA AKU BISA LEPAS DARI PENDERITAAN, UN!"

Deidara kembali melangkah, tapi karena terlalu girang, ia sampai tidak menyadari anak tangga pada pintu bus, membuat kedua kakinya terantuk, dan...

BRUKH!

Pemuda itu terjatuh dengan wajah yang mendarat duluan ke bawah dengan mulus.

"Sepertinya tanpa ada Tobi pun dia akan tetap menderita," gumam Konan sweatdrop, yang diiringi oleh anggukan setuju dari teman-teman yang lain.

"Konan, kau tidak melupakanku 'kan?" Sambar Gaara sambil memasang wajah masam.

'Ah, aku lupa ada lagi satu biang masalah.' Konan menepuk dahinya begitu menyadari maksud perkataan Gaara barusan. "Yah, kau juga bergabung di bus satu bersama Sasori," jawab gadis itu dengan pasrah.

"Ayo, Sas!" kali ini, giliran Gaara yang sumringah dan langsung menarik Sasori menuju ke bus pertama.

"Gaara kalau bersama Sasori seperti anak kecil, ya?" Itachi melirik ke arah Temari yang geleng-geleng.

"Begitulah, jangan dibahas." Temari menghembuskan napasnya, tidak mau berkomentar banyak mengenai kelakuan Gaara yang sedikit memiliki brocon syndrome.

Satu-persatu dari mereka menyusul Sasori dan Gaara dan menaiki bus mereka masing-masing. Mereka pergi dengan perasaan bahagia, tanpa ada satu pun pikiran buruk terbesit dalam benak masing-masing, karena perjalanan ini bertujuan untuk mencari hiburan semata, tanpa tahu kalau awan gelap sedang menaungi kepergiaan mereka sebagai tanda akan adanya peristiwa buruk.

TBC

T

H

A

N

K

S

For Reading!