Title : My Brothers

Cast : Cho Kyuhyun, Kim Kibum, Park Jungsoo, Lee Donghae

Genre : Brothership, Family, Angst, Hurt, Tragedy

Warning : Typo(s), Bored, Bad plot, OoC. Don't like it, don't read it! Don't copy paste!

Disclaimer : All cast isn't mine. I own only the plot

13

Kyuhyun mengerutkan kening ketika tidak mendapati Kibum pagi itu. Kakaknya itu, yang biasanya sok pura-pura membaca koran, tidak dia temui diruang makan. Hanya ada sepiring nasi goreng dan segelas susu cokelat. Melirik ke tempat biasanya Kibum menyimpan kunci mobil, kening Kyuhyun makin mengkerut.

Apa dia baru saja ditinggalkan?

"Tega sekali" sambil mendudukan dirinya, Kyuhyun menggumam kesal.

Namun kemudian kening anak itu kembali mengkerut –tanda bahwa ia sedang berpikir keras. Sikap Kibum memang sedikit berubah saat semalam dia mendapati sang kakak tengah melamun sambil meminum kopi digazebo. Tak seperti beberapa hari sebelumnya dimana Kibum selalu memasang senyum kala Kyuhyun mengagetkannya, semalam Kibum hanya meliriknya sedikit sebelum kembali tenggelam dalam lamunannya. Kyuhyun ingin mencari tahu, tapi dia mengantuk sekali setelah berkutat lama dengan buku-buku. Kyuhyun butuh istirahat. Jadi setelah melihat Kibum kembali melamun, Kyuhyun berpamitan untuk istirahat.

"Seunghyun? Kau diantar sopir tidak?" Kyuhyun sedang malas jalan ke halte. Tidak jauh sih, tapi dia malas saja. Moodnya sedang buruk dan dia tak mau menunjukan wajah tak ramah pada tetangga. Nanti image 'anak baiknya' hilang.

"Kenapa Kyu?" ada suara Sooyoung juga, sedang mengomel entah apa. Kyuhyun tak peduli.

"Jemput aku!"

"Kibum hyung kemana?"

"Kau keberatan menjemputku?"

Suara helaan nafas terdengar, "Bukan begitu. Sudah. 15 menit lagi aku sampai disana" kemudian sambungan diputus.

.

.

Changmin tersenyum lebar ketika kaca mobil dibuka. Sosok Kyuhyun yang muncul disamping supir Seunghyun alasannya. Pemuda itu lekas masuk kedalam mobil, berbasa basi dengan Seunghyun yang pagi itu luar biasa kelihatan bahagia.

"Mau menginap dirumahku?"

Kyuhyun menoleh, "Tidak, terimakasih" katanya, disambut dengusan Seunghyun. Pemuda itu mencondongkan tubuhnya ke kursi Kyuhyun. "Ayolah Kyu. Kau belum pernah main kerumahku kan?" bujuknya.

Kyuhyun melirik lewat ekor matanya. "Tidak tertarik" katanya.

"Ayahku baru kembali dari Jepang" Seunghyun memundurkan tubuhnya, menyandar pada kursi. "Kau tahu game yang akan dilaunching bulan depan?" Kyuhyun menoleh kini, Seunghyun menarik ujung bibirnya, memancing Kyuhyun dengan game adalah ide terbaik. "Ngomong-ngomong, Ayahku sudah mendapatkannya" tidak ada niat pamer, Kyuhyun dan Changmin tahu, pemuda seusia mereka itu hanya sedang berusaha membujuk mereka –Kyuhyun tepatnya, karena Seunghyun tahu, Changmin hanya akan pergi ketika Kyuhyun pergi.

"Mau bantu aku ijin pada Kibum hyung?" Changmin buru-buru menggeleng, Seunghyun juga. Kyuhyun jadi merasa dikhianati.

"Kau tahu kan bagaimana Kibum hyung bersikap padaku?" Changmin mencari alasan. "Huh, terimakasih deh kalau harus membantumu" lanjutnya sambil bergidik. Ia ingat bagaimana mata Kibum menatapnya ketika dia dan Kyuhyun kabur saat itu. Dingin sekali.

Kyuhyun memberenggut. "Tega sekali" katanya. Intonasinya benar-benar membuat Changmin merasa bersalah. "Iya iya aku bantu" dan pada akhirnya –selamanya, Changmin selalu kalah oleh Kyuhyun.

Meminta ijin pada Kibum nyatanya tak sesulit yang mereka pikirkan; Kibum tidak bicara dingin setelah Changmin bilang dia dan Kyuhyun akan menginap dirumah Seunghyun. Setelah menunggu Kibum terdiam hampir 1 menit, Kibum akhirnya memperbolehkan Kyuhyun menginap ditempat Seunghyun. Baru saja mereka bersorak karena berhasil mendapat ijin dari Kibum, smartphone Seunghyun bergetar. Pemuda itu mengernyit melihat nama yang terlihat dilayar.

"Ada apa Dad?" Seunghyun bisa melihat Kyuhyun dan Changmin sama-sama mencibir mendengar caranya memanggil sang Ayah. "A-a-apa?" wajah Seunghyun memucat. "Aku akan segera pulang"

"Ada apa?" Changmin langsung bertanya begitu Seunghyun menurunkan smartphone-nya. "Ada sesuatu yang terjadi?"

"Uri harabeoji masuk rumah sakit" suara Seunghyun bergetar, wajahnya yang memucat membuat Changmin dan Kyuhyun tahu kalau pemuda itu shock.

"Kau bisa menurunkan kami dihalte depan" kata Kyuhyun. "Kami bisa naik bus"

"Tidak apa-apa, aku antar sampai sekolah. Tolong beritahu ssaem ya" Changmin dan Kyuhyun mengangguk, sedikit merasa tak enak dengan kebaikan Seunghyun.

Kyuhyun dan Changmin diturunkan didepan gerbang SM High School. Keduanya memperhatikan sampai mobil keluarga Choi sudah tak terlihat lagi, sebelum berjalan menuju kelas.

.

.

Kibum pasti sudah gila ketika dia akhirnya mendial nomor telepon Ibu tirinya. Sambil menggigit ujung pulpen didalam kantin yang sepi, pandangan Kibum menerawang. Meskipun enggan, dia tetap harus melakukannya. Demi Kyuhyun. Demi adiknya. Menurutnya.

"Kibum?" panggilan dengan intonasi ramah itu menyapa gendang telinga Kibum.

"Um" Kibum menjawab dengan gumaman. "Bagaimana Osaka?" tanyanya basa-basi. Seumur-umur mengenal Hanna, Kibum tak pernah berbicara basa-basi dengan Ibu tirinya itu. Ah tidak, dia tidak pernah mencoba berbicara dengan Hanna. Untuk apa? Yang dia lakukan ketika Hanna mengajaknya berbicara hanya melengos, atau menatap datar wanita cantik itu.

"Benar-benar indah" tawa Hanna terdengar. Wanita itu sedikit terkejut saat mendapati nomor Kibum menghubunginya. Belum lagi bagaimana Kibum berbasa-basi dengan menanyakan Osaka padanya. "Ada apa, Bum?"

Sambil memperhatikan beberapa mahasiswa yang baru memasuki kantin, Kibum berucap dengan datar. "Jangan bawa Kyuhyun"

"Maksudmu, Bum?" Kibum membayangkan Ibu Kyuhyun itu sedang mengerutkan keningnya. Kebiasaan yang entah mengapa terbayang dikepalanya.

"Anda boleh pergi. Tapi tidak dengan Kyuhyun"

Ada jeda lama. "Aku tidak akan kemana-mana. Kyuhyun juga" Hanna menghela nafas. Mereka terdiam lama lagi. "Apa yang kau khawatirkan?"

"Anak-anakmu?"

Helaan nafas terdengar, "Ayahmu sudah memberitahu ya?" Kibum bergumam sebagai jawaban. "Tidak akan ada yang berubah, Kibum. Aku janji"

"Janji?"

"Tapi mereka harus bertemu"

Jantung Kibum berdetak cepat. Rasa cemas memenuhi kepalanya. Dia belum rela. Tidak. Dia tidak rela. Kyuhyun adiknya.

"Aku akan berusaha menerimamu" Hanna kembali menghela nafas. Kibum tetaplah Kibum yang egois. Tapi Hanna bukan tidak ingin diterima Kibum, dia ingin, tapi Kyuhyun perlu tahu yang sebenarnya. Anak itu perlu bertemu kedua saudaranya untuk memutuskan kesalahpahaman ini.

"Kibum"

"Aku mohon"

"Maaf"

Dan Kibum langsung memutuskan sambungan.

Maaf katanya?

.

.

Kyuhyun baru saja meletakan satu loyang pizza diatas meja sedangkan Changmin sedang mengambil soft drink ketika ada panggilan masuk ke smartphone-nya. Wajahnya sumringah begitu melihat nama 'Ibu' muncul dilayar. Sambil melipat kaki diatas sofa, pemuda itu berseru riang menyapa sang Ibunda.

"Bagaimana Jepang?" suara Nyonya Kim yang menggerutu karena salamnya dipotong sang putra langsung terdengar. Kyuhyun terkekeh, "Kangen Ibu" ucapnya dengan nada manja.

Nyonya Kim diujung sambungan terkekeh, "Sudah pulang?"

"Aku menginap dirumah Changmin" jangan-jangan Kibum mengadu. "Paman Shim baru saja mengirimkan satu set game keluaran terbaru. Aku mendapat kehormatan untuk mencobanya pertama kali" suara Ibunya yang kembali menggerutu kembali terdengar. Aih, Kyuhyun benar-benar rindu.

"Jangan main sampai larut. Mana, Ibu ingin bicara dengan Changmin" tepat saat itu Changmin muncul diruang keluarga sambil membawa dua soft drink ditangannya. Kyuhyun langsung mengangsurkan smartphone-nya pada sang sahabat. Ibu. Dia memberitahu tanpa suara.

"Hallo bibi~" Kyuhyun sudah bilang belum kalau Changmin jago mengambil hati Ibunya? "Uri aboeji baru saja mengirimkan set game terbaru. Aku butuh teman untuk mencobanya" Changmin terkekeh. "Kalau bukan Kyuhyun-ie, siapa lagi memang yang mau kuajak, Bibi?"

"Ya sudah, jangan main sampai larut" Changmin mengiyakan. Bibi Hanna memang sering luluh pada permintaannya, jadi Changmin tak kaget ketika wanita itu dengan mudah mengiyakan permohonannya. Lalu dia menyerahkan Smartphone kembali ke tangan Kyuhyun.

"Ayo bersenang-senang!" keduanya berseru heboh, membuat beberapa maid di rumah Changmin mengulum senyum. Selalu seramai ini kan kalau mereka berdua bersama?

.

.

Nyonya Kim tersenyum sambil meremas lengan Tuan Kim ketika taxi yang mengantar mereka telah sampai didepan sebuah cafe. Wanita cantik itu tahu kalau pria disampingnya entah mengapa begitu tegang. Padahal seharusnya dia-lah yang tegang kan? Ada seorang pemuda yang harus menerima penjelasannya.

"Kita hanya akan bertemu Kibum-ie, sayang"

Tuan Kim menoleh, "Bahkan itu lebih menakutkan dibanding bertemu klien" katanya disambut tawa Nyonya Kim. "Kibum—entah bagaimana bisa tumbuh menjadi pria keras kepala begitu. Salahku, jelas." Katanya begitu melihat Hanna menatapnya dengan pandangan memicing, mengingatkan pria yang dinikahinya ini kalau wataknya pun tak berbeda dengan Kibum. "Aku hanya berharap mood-nya baik hari ini" lanjut Tuan Kim.

"Sepertinya tidak" Nyonya Kim bersuara ketika keduanya sudah keluar dari taxi. "Kyuhyun menghubungiku semalam, katanya dia diijinkan menginap dirumah Changmin" sebenarnya tak ada yang aneh kalau hubungan Kyuhyun dan Kibum masih sama seperti beberapa minggu yang lalu, tapi beberapa hari kemarin mereka mendapat kabar kalau Kibum bahkan sudah memperlakukan Kyuhyun seperti memperlakukan seorang adik; mulai banyak mengomel, memerintah ini-itu. Dan mengingat bagaimana Kibum sampai menghubungi mereka untuk memastikan Nyonya Kim tak akan membawa Kyuhyun, jelas mood Kibum sedang buruk karena bahkan anak itu membiarkan Kyuhyun tak berada dipengelihatannya.

"Kibum?" Tuan Kim bersuara memanggil Kibum yang nampaknya tengah melamun karena tak segera menyadari kehadiran mereka. Pada panggilan ketiga, akhirnya pemuda itu tersadar. Tak ada pelukan –memang biasanya juga tidak ada, tapi rasanya aneh karena mereka sudah lama tak bertemu, ketika mereka berstatus sebagai keluarga –sebagai Ayah dan anak.

"Aku ada kelas setengah jam lagi" Kibum buka suara, nampak tak akan berbasa-basi menanyakan kabar mereka. "Jadi?" Kibum butuh jawaban berbeda dari yang diterimanya ditelepon tadi malam.

Nyonya Kim mendesah, ternyata sifat Kibum dan Kyuhyun memang jauh berbeda. "Aku tetap pada pendirianku, Kibum" dengusan terdengar, Kibum pelakunya. "Mereka harus bertemu. Ada banyak salah paham yang terjadi, dan aku tak mau Kyuhyun terluka lebih dalam karena kesalahpahaman ini" Nyonya Kim tetap tenang. "Mereka berpisah karena kesalahan kami –aku dan suamiku, jadi aku bertanggungjawab untuk meluruskan kesalahpahaman ini. Kuharap kau paham, Kibum"

"Kau bisa menjelaskan tanpa mempertemukan mereka"

"Apa yang sebenarnya kau takutkan Kibum? Aku sudah berjanji bahwa kami tidak akan kemana-mana. Apa begitu masih kurang?"

"Tidak ada jaminan kau menepati janjimu. Kyuhyun—aku tahu seperti apa anak itu. kau pikir, dia masih akan tetap disampingku kalau tahu masih punya kakak lain?"

"Kibum—"

"Dia akan pergi. Aku tahu itu" potong Kibum dengan nafas memburu, jelas bahwa pemuda itu menahan amarah. "Sejak datang kerumahku, Kyuhyun selalu menanyakan kakak-kakaknya. Kau pikir aku tidak tahu?"

"Kibum!"

"Aku sudah menerimanya, Ayah!" Kibum balik menaikan nada suaranya. Tatapannya begitu gemetar ketika bertatapan dengan mata Tuan Kim. Ada ketakutan yang terbaca oleh sang Ayah. "Apa itu saja tidak cukup? Apa aku saja tidak cukup?"

"Kibum" Nyonya Kim memanggil pelan, berusaha tak menambah atmosfir disekitar mereka semakin memanas. "Selama 5 tahun Kyuhyun hidup dalam kesalahpahaman. Aku hanya ingin meluruskannya. Mengapa kau malah bertanya 'apa kau saja tidak cukup untuknya?' itu salah Kibum. Aku juga bertanggungjawab atas perasaan dua putraku yang lainnya"

Tuan Kim menghela nafas panjang begitu melihat kedua tangan Kibum yang disimpan dibawah meja terkepal. Sifat Kibum yang tak suka berbagi itu benar-benar menyusahkannya sejak dulu. Ya. Itu salahnya. Tuan Kim tidak akan memungkirinya. Dia yang mendidik Kibum dengan sifat arogannya, dia yang membentuk jiwa Kibum menjadi seperti saat ini.

Getaran smartphone Nyonya Kim yang tersimpan diatas meja melenyapkan sunyi yang tercipta beberapa menit itu. Nama yang muncul sebagai penelpon kembali membuat kemarahan Kibum mencuat; anakku Donghae. Maka sebelum tangan Nyonya Kim meraih smartphone-nya, tangan panjang Kibum sudah lebih dahulu mengambilnya. Pemuda itu berdiri dari duduknya, menerima panggilan Donghae dengan nada dingin, tak memperdulikan bagaimana kagetnya wajah sang Ibu sambung. Kaki panjangnya melangkah cepat keluar cafe, diikuti Nyonya Kim dan Tuan Kim dibelakangnya yang masih mendengar kalimat bernada dingin berikutnya dari mulut si tunggal Kim.

"Jangan menghubungi nomor ini lagi"

.

.

"Ibu harusnya sudah sampai kan hyung?" Jungsoo yang baru saja masuk kedalam apartemen mereka tersenyum mendapati Donghae bergerak antusias mengekornya menuju ruang makan. "Kalau sesuai perhitunganku, seharusnya sudah sampai" kata Donghae sambil mengambil duduk disalah satu kursi diruang makan.

"Aku boleh menelpon kan?" kadang Jungsoo suka tak habis pikir dengan pertanyaan kekanakan yang diajukan Donghae. Apa harus bertanya dulu pada Jungsoo sementara adiknya itu sudah mempunyai nomor Ibunya?

"Hm. Satu kali saja. Takut Ibu masih capek" kalau dalam satu kali panggilan itu tidak diangkat, artinya Donghae harus menelpon setelah makan malam.

Donghae mengangguk antusias. Pemuda itu lekas mengeluarkan smartphone-nya, mendial nomor cepat yang baru disetting semalam. Bunyi tut tut tut yang menandakan ponsel Ibunya dalam keadaan aktif membuat senyum Donghae makin sumringah. Dan pada tut ke-lima, panggilannya diterima.

"Eomma" nada manja untuk panggilan yang sejak lima tahun tak pernah dia lakukan itu disambut dengusan dingin diujung sambungan. Donghae merengut, mengernyit ketika bunyi sepatu yang bergesek dengan lantai terdengar.

"Eomma?" Jungsoo jadi ikut memperhatikan Donghae begitu mendengar nada suara Donghae menjadi nada khawatir bukan lagi nada manja.

"Jangan menghubungi nomor ini lagi" suara laki-laki. Bukan suara pria tua, yang artinya itu bukan suara Ayah sambung mereka. Lalu itu suara siapa?

"Kau siapa?"

"Apa penting bagimu?" nada suara pria diujung sambungan begitu dingin, namun Donghae bisa mendengar suara nafas yang ditarik kasar. Pria itu mungkin tengah berlari atau berjalan cepat.

"Ini ponsel Ibuku. Kembalikan pada Ibuku. Aku mau bicara!"

"Sayangnya dia tidak mau bicara padamu"

"Tidak mungkin! Hei, jangan bercanda. Kembalikan ponselnya pada Ibuku!" Donghae menahan diri untuk tidak mengumpat, untuk tetap tenang, meski sekarang pikirannya mulai terkontaminasi adegan penculikan dan Ibunya sebagai korban.

"Tidak akan!"

"Kibum!" suara seorang pria terdengar. Donghae memejamkan pendengarannya, dia bahkan mengabaikan tatapan penasaran yang dilontarkan Jungsoo yang berdiri didepannya. "Jangan kekanakan Kibum. kembalikan ponsel Ibumu"

Ibumu? Donghae membatin. 'Ibumu' siapa?

"Dia bukan ibuku! Wanita itu hanya ibu sambung. Kenapa Ayah selalu menyuruhku memanggilnya Ibu? Aku tidak sudi! Aku—" ucapan pemuda yang Donghae tahu bernama Kibum itu –yang dia tebak adalah saudara tirinya, menggantung. Dan kemudian suara gesekan ban mobil pada aspal serta jeritan Ayah tirinya yang memanggil nama Ibunya kemudian terdengar. Donghae tidak tahu apa yang terjadi diujung sambungan tapi itu pasti hal yang buruk, karena setelahnya panggilan terputus dan dalam beberapa jam setelahnya dia mendapat kabar buruk. Sebelum sempat bertemu Ibunya, mereka –dia dan Jungsoo harus mendengar kabar bahwa keduanya sudah kehilangan Sang Ibunda. Kini mereka yatim piatu.

*TBC*

Alohaaaa aku balik lagi setelah menghilang setengah tahun (?) –kalo nggak salah. Ada yang kangen?

Gimana sama chapter ini? Kibum nyebelin? Gimana sama Kyuhyun kalo tau Ibunya meninggal?

Pokoknya tunggu chapter selanjutnya ya, karena ku udah mulai kembaliin mood nulis.

Sampai jumpa di chapter selanjutnya atau cerita lainnya

*bow* annyeong