Title : My Brothers

Cast : Cho Kyuhyun, Kim Kibum, Park Jungsoo, Lee Donghae, Shim Changmin

Genre : Brothership, Family, Angst, Hurt, Tragedy

Warning : Typo(s), Bored, Bad plot, OoC. Don't like it, don't read it!

Disclaimer : All cast isn't mine. I own only the plot

1

"Hyung"

Pemuda berwajah stoic itu terus melangkah, meninggalkan seorang pemuda lain yang tampak susah payah sejak tadi mengejarnya. Hingga—

Duk

Pemuda pucat yang sejak tadi mengejar pemuda berwajah stoic itu terjatuh, tersandung tali sepatunya sendiri. Ia mengumpat ketika mengetahui kecerobohannya. Seharusnya ia tak menggunakan sepatu bertali kan? Huh—salahkan Ibunya yang lupa belum membelikan sepatu baru untuknya. Hingga terpaksa ia menggunakan sepatu bertali itu.

"Kyuhyun-ah"

Pemuda pucat itu –Kyuhyun, mendongkrak, mendapati teman sebangkunya menatapnya dengan tatapan antara kasihan dan tak paham. Terlihat bodoh dimata Kyuhyun, maka pemuda itu segera berdiri, menepuk celananya yang kotor. Pandangannya mengeruh ketika sudah tak menemukan punggung seorang pemuda yang sejak tadi diikutinya dari rumah.

"Berhentilah mengikutinya seperti itu. Kau persis penguntit tahu!" temannya, yang memiliki tinggi badan berlebihan itu akhirnya angkat bicara. Ia sudah tak bisa mentolerir sikap Kyuhyun pada pemuda stoic yang sudah 5 tahun ini menjadi kakak baru Kyuhyun. Kakak tiri tepatnya.

"Changmin-ah—" Changmin –pemuda tiang listrik itu, mengangkat alisnya, tak bersuara. Ia siap mendengar penuturan Kyuhyun selanjutnya. "—dia hyung-ku" telak, selalu seperti itu. Hingga Changmin kesal sendiri.

"Tapi dia mengabaikanmu!" Changmin meradang. Tapi ketika melihat Kyuhyun menunjukan wajah datarnya, pemuda itu menghela nafas keras, menundukan kepalanya. "Sudah kubilang biar aku saja yang membelikanmu sepatu baru. Sepatu seperti ini kau buang saja" katanya kemudian berjongkok didepan Kyuhyun, mengikat tali sepatu Kyuhyun dengan telaten.

Kyuhyun tersenyum kecil –meninggalkan sejenak wajah datarnya, membiarkan Changmin mengikatkan tali sepatunya –seperti biasanya. "Ibu akan membelikanku sepatu baru" akunya yang disambut dengusan oleh Changmin. "Sampai saat itu—kau harus melakukan ini untukku" lanjutnya.

"Kau kira aku mau melakukannya lagi?" Changmin menengadah, menatap sengit pada sosok Kyuhyun yang tengah menyeringai padanya.

"Mau bertaruh?" tawarnya.

Changmin mendengus, kembali menundukan kepalanya, menalikan tali sepatu Kyuhyun yang sebelahnya. Itu benar, dirinya tetap akan melakukannya –menalikan tali sepatu Kyuhyun. Bukan karena janjinya pada Kyuhyun atau karena apapun, tapi karena itu sudah menjadi kebiasaannya –entah sejak kapan, yang bahkan jika dia tak melakukannya, seperti ada yang kurang. Ya, inilah hidup Shim Changmin.

"Sebaiknya kita cepat atau kita terpaksa harus memanjat pagar"

Kyuhyun menarik lengan Changmin setelah Changmin berdiri. Kemudian dia berjalan cepat bersamaan dengan siswa-siswi lain yang entah sejak kapan sudah berdatangan. Terdengar keluhan dari mulut Changmin mengatakan kalau Kyuhyun-lah penyebab mereka selalu memanjat pagar agar bisa masuk sekolah. Ya, karena Kyuhyun yang selalu mengikuti kakaknya dan berakhir dengan dirinya yang ditinggal dan mematung menatap punggung kakaknya yang menghilang ditikungan menuju sekolahnya. Dan Changmin juga melakukan hal yang sama untuk alasan yang jelas berbeda.

.

.

Pemuda tampan dengan poni hitam itu masuk kedalam rumahnya dengan enggan –meski itu tak akan terlihat dari wajah datarnya, tapi kita bisa melihatnya dari cara jalannya yang malas –berbeda sekali jika setiap pagi, setiap dirinya harus menghindari adiknya. Hari ini ia lelah sekali, bukan karena mata kuliah yang dilaluinya hari ini adalah yang paling membosankan, tapi karena dirinya selalu saja melihat bocah 'menyebalkan' itu mengikutinya tanpa lelah, memanggil namanya sepanjang jalan, seolah mengejeknya yang terus menerus mengabaikan bocah itu.

Ia lebih baik melihat bocah pucat itu bersikap mengabaikannya saja –seperti teman-temannya yang lain. Dengan begitu ia tak perlu melihat senyum polos bocah itu setiap pagi didepan kamarnya –menunggunya untuk berangkat sekolah bersama. Padahal mereka jelas sekali tidak bersekolah disekolah yang sama. Ia sudah kuliah semester 2 dan bocah 'menyebalkan' itu masih berada dibangku kelas 3 high school. Jadi—mengapa bocah itu selalu menunggunya untuk berangkat bersama?

Namanya Kim Kibum. Putra tunggal keluarga Kim –setidaknya sampai lima tahun terakhir sebelum Ayahnya menikah dengan seorang janda beranak satu. Ia tak pernah menyukai kehadiran dua anggota baru keluarganya. Baginya, tempat Ibunya tidak akan pernah bisa digantikan oleh siapapun, terlebih wanita itu –ibu tirinya.

Seperti kehidupan dalam drama, kehidupan Kibum berubah drastis –setidaknya dimatanya. Ayahnya memang sering dirumah, menghabiskan waktu bersama keluarga barunya, bersama dia, ibu tirinya dan saudara tirinya. Kyuhyun. Huh, menyebut namanya saja membuat Kibum merasa kesal.

Ia membenci Kyuhyun. Entah mengapa. Tapi sikap polos Kyuhyun selalu membuatnya kesal. Ia tahu Kyuhyun mengetahui dirinya tak pernah menyukai kehadiran bocah itu dan terlebih Ibunya, tapi bocah menyebalkan itu selalu saja bersikap baik padanya.

Kibum memang pernah menginginkan mempunyai seorang adik. Adik laki-laki lebih tepatnya. Tapi bukan yang seperti ini, bukan dari rahim orang lain. Ia ingin adik kandung, yang lahir dari rahim yang sama dengannya, yang lahir dari rahim Ibunya. Dan itu bukan Kyuhyun!

"Kau sudah pulang, Kibumie?" suara lembut itu menyambutnya, selalu seperti ini. Dan selanjutnya dia melihat wanita cantik yang berhasil meruntuhkan prinsip kesendirian Ayahnya sedang berjalan kearahnya dengan senyum mengembang –seperti biasanya, selama 5 tahun terakhir ini.

Kibum tak menjawab –seperti biasanya. Pemuda itu mengabaikan wanita itu lagi dengan langsung berjalan menuju kamarnya, meninggalkan Ibu tirinya yang lagi-lagi harus menelan kekecewaan karena diabaikan. Namun wanita itu segera menunjukan senyumnya ketika pintu rumahnya lagi-lagi terbuka, kini menampilkan sosok putranya yang lain.

"Apa kau pergi bermain game dulu, Kyuhyunie?" tegurnya sambil berkacak pinggang, mencoba menutupi raut kecewanya. Diliriknya jam dinding yang sudah menunjukan pukul 4 sore.

"Ibu~" erang Kyuhyun. Pemuda bersurai ikal itu mengembungkan pipinya –pertanda ia kesal. Dengan langkah lebar, pemuda itu berjalan mendekati Ibunya. "Coba liat" tunjuknya pada sepatunya. "Kau berjanji akan membelikanku sepatu baru kan?"

Ibunya, Nyonya Kim, terhenyak melihat sepatu Kyuhyun tak ditalikan. Namun segera menggantinya dengan tawa kecil melihat ekspresi yang ditunjukan putranya. Wanita itu segera mengacak surai ikal putranya.

"Biasanya Changminie yang akan melakukannya untukmu"

"Dia pergi dengan Yunho hyung ! Awas saja besok, dia tidak akan selamat!"

Nyonya Kim menggelengkan kepalanya, menyentil pelan dahi putranya dengan gemas. "Kyuhyun, Ibu sudah bilang—"

"Dia menyebalkan, Bu" elak Kyuhyun. Pemuda itu mempoutkan bibir plumnya setelah mendapat sentilan didahinya. "Dan ini sakit, Bu" keluhnya.

"Tapi kau tidak boleh menyumpahinya, Kyuhyun" Nyonya Kim menggelengkan kepalanya. "Dan—apakah Ibu melakukannya dengan keras?"

Kyuhyun mengangguk lucu. "Ini sakit, Bu"

"Maafkan Ibu. Kau sih, sudah Ibu bilang jangan suka bicara sembarangan didepan Ibu. Kau tahu Ibu suka tidak bisa mengontrol tanganku untuk tidak mencubit pipimu atau menyentil dahimu kalau kau nakal kan?"

"Aku bukan anak kecil, Bu~" rengek Kyuhyun. Pemuda itu semakin melipat wajahnya, semakin menunjukan sikap kekanakannya pada sang Ibu. "Buatkan aku jjajangmyeon sebagai permintaan maaf" lanjutnya yang membuat senyum berkembang diwajah Nyonya Kim.

"Siap captain!"

"Dua ya Bu?"

"Aku tidak tahu nafsu makanmu menjadi sebaik ini jika ngambek, Kyuhyun. Tapi itu bagus"

Kyuhyun memutar bola matanya malas, "Itu untuk Kibum hyung" katanya sebelum berlari menuju kamarnya setelah mencium pipi Nyonya Kim terlebih dahulu. Dan tentunya setelah melempar sepatunya sembarangan.

Namanya Cho Kyuhyun. Tidak. Sekarang dia adalah Kim Kyuhyun. Putra kedua Tuan Kim, putra tirinya. Berbeda dengan Kibum yang dewasa, Kyuhyun cenderung kekanakan dan polos. Itulah yang menjadi daya tariknya dimata Tuan Kim.

Pertemuan pertamanya dengan Kibum menjadi hari yang membahagiakan baginya. Pasalnya ia memang menginginkan seorang kakak, dan Kibum adalah tipe kakak yang diinginkannya. Sayangnya, semua keinginan yang berputar dikepalanya tak pernah terjadi karena Kibum tak pernah menyukainya.

Awalnya Kyuhyun tak mempermasalahkan itu, Mungkin Kibum butuh waktu menyesuaikan diri dengan kehadiran dirinya dan Ibunya. Pasti sulit bagi Kibum untuk berbagi apapun dengannya, apalagi berbagi Ayah dengannya. Tapi Kyuyun selalu bersikap positif menanggapi sikap dingin Kibum. Ya, itulah Kyuhyun.

Nyonya Kim menggelengkan kepalanya. Selalu seperti itu. Kyuhyun akan meminta dua porsi –yang satunya akan diberikan pada Kibum, meski pada akhirnya Kibum bahkan tidak melirik makanan yang dibawakan Kibum karena pemuda stoic itu memilih memesan makanan. Meski begitu, Nyonya Kim tak pernah melihat raut kecewa dari Kyuhyun. Entah bagaimana putranya itu menutupi rasa kecewanya.

Nyonya Kim tahu Kibum tak menyukainya dan Kyuhyun. Pasti sulit bagi pemuda itu untuk menerima kehadiran Ibu dan saudara tiri setelah kehilangan Ibunya. Padahal Nyonya Kim berusaha mendekatkan dirinya pada Kibum. Segala cara Nyonya Kim lakukan. Bahkan Kyuhyun juga seperti dirinya –tetap berusaha mendekatkan diri dengan Kibum. Mereka sayang Kibum dan Kibum harus tahu itu.

"Ibu"

Nyonya Kim menghela nafas begitu suara Kyuhyun terdengar. Wanita itu menghentikan aksi mengiris sayuran, menoleh kearah suara dan menemukan Kyuhyun yang mengerucutkan bibirnya lucu.

"Ada apa sayang?"

"Dimana bajuku yang sama seperti milik Kibum hyung?"

"Ada didalam lemari bajumu, Kyuhyun"

"Tidak ada, Bu. Aku bahkan membongkar semuanya. Ups" Kyuhyun menutup mulutnya. Pemuda itu meringis ketika tatapan Ibunya berubah menjadi tatapan kesal. Tentu Ibunya kesal kan?

"Ibu baru saja membereskan baju-bajumu, Kyuhyun. Dan kau baru saja membongkarnya lagi?" Ibunya berkacak pinggang. "Bereskan baju-bajumu lagi, Kyuhyun. Dan tidak ada bantahan" lanjutnya ketika melihat Kyuhyun sudah berniat membuka mulutnya hendak membantah.

Kyuhyun berdecak, tapi tak mengatakan apapun. Pemuda itu berbalik, meninggalkan Ibunya yang hanya bisa menggelengkan kepala sekaligus tertawa kecil. Kyuhyun tetaplah Kyuhyun. Dan Nyonya Kim merasa senang karenanya.

Kyuhyun menghentakan kakinya sepanjang menaiki tangga menuju kamarnya. Dia menghentikan langkahnya didepan pintu kamar Kibum. Ia tak pernah masuk kedalam kamar Kibum. Kibum tak memperbolehkannya meskipun dia merengek sepanjang hari. Pemuda itu nampak berpikir, sebelum akhirnya melangkah lebih dekat pada pintu kamar Kibum yang selalu tertutup rapat.

Tok

Tok

Tok

"Kibum hyung"

Tak ada jawaban.

"Kibum hyung—boleh aku masuk?"

Tok

Tok

Tok

"Kibum hyu—"

"Jangan menggangguku"

Kyuhyun mempout-kan bibirnya kesal. "Bantu aku hyung" Kyuhyun menahan pintu kamar yang sudah hendak ditutup Kibum. "Bajuku yang sama seperti milikmu hilang" adunya dengan wajah sedih yang menggemaskan.

"Oh"

"E?"

"Aku membakarnya"

"Apa?"

"Selain menyebalkan, kau juga tuli ya?" Kibum menatap datar sosok pucat didepannya yang masih menatapnya bingung.

"Mengapa kau melakukan ini hyung?" tanyanya setelah mencerna kalimat Kibum.

"Aku benci kau—juga Ibumu"

Brak

Kyuhyun mengerjapkan matanya. Pintu kamar Kibum sudah tertutup sempurna, meninggalkan dirinya yang masih mencerna kalimat Kibum. Kibum membencinya dan Ibunya. Itu dia tahu. Tapi mengapa harus dengan membakar pakaiannya? Padahal ia susah payah mendapatkan pakaian yang sama seperti Kibum. Bahkan Kyuhyun sengaja memakainnya ketika Kibum tidak memakainya. Ia masih tahu diri, Kibum pasti malu jika dia memakai pakaian yang sama seperti Kibum. Dan Kyuhyun tak mau Kibum malu karenanya.

Menghela nafas panjang, Kyuhyun membalikan badan, melangkah menuju kamarnya sendiri. Pemuda itu menghela nafas begitu melihat pakaiannya berantakan diatas ranjangnya. Pantas saja Ibunya marah, Ibunya pasti sudah lelah membereskan isi lemarinya. Dan dia dengan bodohnya malah membongkarnya lagi untuk mencari pakaian kesayangannya yang sayangnya sudak dibakar Kibum.

Kyuhyun menghentikan aksi beres-beresnya. Pandangannya beralih pada pigura diatas nakas. Itu foto Kibum. Dia mengambilnya diam-diam dari album foto yang ditemukannya diruang keluarga saat pertama datang kerumah ini kemudian menyimpannya diatas nakas, berbicara pada si foto jika ingin curhat –seolah dia berbicara dengan kakaknya sendiri, dengan Kibum sendiri.

Kyuhyun berpikir; kenapa begitu sulit baginya menggapai hati Kibum? Tidak bisakah Kibum menerima kehadirannya dan Ibunya? Kenapa sulit? Ia bahkan bisa dengan mudah menerima kehadiran Ayah Kibum dalam kehidupannya. Ia senang punya Ayah baru. Apalagi Ayah Kibum sangat baik padanya –tak membedakan dirinya dan Kibum. Dan Ibunya—Kyuhyun bisa melihat Ibunya juga berusaha mendekatkan dirinya dengan Kibum. Memperlakukan Kibum seperti memperlakukan dirinya. Tapi Kibum terlalu cuek, tak menganggap Ibunya. Kasihan Ibunya.

"Nah ini yang terakhir" Kyuhyun meletakan pakaian terakhirnya. Pemuda itu mengamati hasil kerja kerasnya hari ini. Dan itu cukup baik –meski tak lebih baik dari kerjaan Ibunya.

Secepat kilat Kyuhyun mengambil mantelnya. Ada yang harus dia kerjakan. Pemuda pucat itu mendekati Ibunya yang sudah siap dengan jjajangmyeon. Tanpa disuruh, pemuda itu lekas memakan jjajangmyeon miliknya dengan cepat, membuat Nyonya Kim yang sedang mencuci bahan makanan untuk makan malam mengernyitkan dahi. Terlalu laparkah anaknya?

"Makan dengan tenang, Kyuhyunie"

Kyuhyun meringis, "Aku sedang buru-buru, Bu. Mengejar waktu" jawabnya disela meminum susu cokelatnya. "Aku pergi Bu. Dan—jangan lupa berikan ini pada Kibum hyung" pamitnya lalu mencium pipi Ibunya dan berlalu.

Brak

Kyuhyun mengenakan mantelnya dengan gerakan cepat. Pemuda itu bergidik ngeri. Salju semakin turun dengan deras saja. Setelah mengumpat pendek, pemuda itu berlari menerobos salju yang turun dengan deras. Tak sadar seseorang dilantai atas memperhatikannya sejak tadi.

.

.

"Bodoh" umpatnya pelan.

Sepasang mata hitamnya masih memperhatikan sosok yang baru saja berlari menembus hujan salju dengan bodohnya. Bagaimana dia tidak berpikir bahwa sosok itu tidak bodoh? Bukankah sosok itu bisa menggunakan payung? Atau menggunakan mobil? Oh—sepertinya ia lupa kalau sosok itu tak bisa menyetir.

Untuk beberapa saat sosok itu sudah tak bisa terlihat lagi oleh sepasang obsidian hitamnya. Ia menutup matanya beberapa saat, kemudian membukanya lagi. Ditatapnya suasana kamarnya yang amat tenang. Sama seperti tahun-tahun yang lalu. Tak ada yang berubah. Bahkan semakin dingin saja –padahal ia menggunakan pemanas didalam kamarnya. Jadi—sebenarnya apa yang membuatnya merasa seperti ini?

Ditatapnya foto berpigura yang terpasang besar didalam kamarnya. Itu foto dirinya bersama Ayah dan Ibunya. Foto terakhirnya bersama kedua orangtuanya. Karena setelah itu, Ibunya dipanggil Tuhan dalam sebuah kecelakaan, meninggalkan dirinya dan Ayahnya dalam kesedihan mendalam. Ia ingat, Ayahnya bahkan mengurung diri didalam kamar selama seminggu. Dan diminggu kedua, Ayahnya mulai mau menatapnya, berbicara padanya dan berjanji akan menjadi orangtua tunggal untuknya. Hingga—hari itu tiba, hari dimana Ayahnya bertemu teman lamanya –cinta lamanya lebih tepatnya, dan kemudian bunga-bunga cinta bersemi kembali. Ayahnya telah menemukan cintanya lagi. Dan dirinya tak menyukainya.

Tok

Tok

Tok

"Kibumie"

Dirinya menghela nafas. Setelah tadi si pucat, sekarang Ibunya. Apa tidak bisa mereka membiarkan dirinya tenang sebentar saja? Kibum berjalan malas untuk membukakan pintu. Ia tahu, Ibu tirinya itu sama persis wataknya dengan Kyuhyun. Jadi mereka tidak akan berhenti mengetuk pintu kamarnya sebelum dia membukakan pintu.

Sosok wanita cantik itu tersenyum lebar –sama seperti senyum si pucat, bagi Kibum. Ditangannya ada semangkuk jjajangmyeon panas. "Ini untukmu. Tadinya Kyuhyun mau memberikannya langsung padamu, tapi dia pergi tadi"

"Aku tidak lapar"

"Meski begitu, setidaknya kau harus makan. Nanti maagmu kambuh" disodorkannya jjajangmyeon itu pada Kibum. "Ambilah"

"Kau pikir—dengan selalu bersikap seperti ini padaku, aku akan menerimamu dan anakmu?"

Nyonya Kim tersentak. Ini pertama kalinya Kibum berbicara panjang padanya, sayangnya ucapan Kibum begitu menyakitinya. Wanita itu tetap memasang senyumnya. Bukankah ini adalah konsekuensi yang diucapkan suaminya dulu saat melamarnya? Bahwa akan sulit baginya mendapatkan hati Kibum? Jadi dia tak akan menyerah begitu saja.

"Aku tahu, sulit bagimu menerima kehadiranku dan Kyuhyun. Tapi pelan-pelan kau pasti akan menerima kami. Kyuhyun selalu bicara seperti itu padaku. Dan aku percaya. Kau hanya butuh waktu"

"Tempat Ibu—"

"Aku tak akan mengambilnya. Bahkan didalam hati Ayahmu pun, aku tak akan mengambilnya" potong Nyonya Kim. "Kalau kau merasa risih dengan kehadiranku dan Kyuhyun, kau boleh tetap mengabaikan kami, Kibum. Aku tak keberatan"

"Ibumu mempunyai tempat yang sangat spesial dihati Ayahmu. Tak akan ada yang menggantikannya, Kibum" Nyonya Kim berdehem. "Makanlah. Ini sudah lewat makan siang" dipaksanya tangan Kibum menerima semangkuk jjajangmyeon, kemudian wanita itu berbalik, berjalan cepat menuruni tangga. Untuk sesaat, dia ingin menenangkan dirinya sendiri.

Kibum menatap punggung wanita yang masih enggan ia terima sebagai Ibunya. Punggung Itu seperti punggung Ibunya. Diam-diam dia merasa bersalah telah berbicara seperti itu pada Nyonya Kim. Kibum melirik jjajangmyeon ditangannya, sedikit tersenyum sinis kemudian membawanya masuk kedalam kamarnya.

.

.

"Apa yang terjadi?"

Changmin menyerahkan segelas hot chocolate pada Kyuhyun yang masih berkutat dengan game didepannya. Tangannya dengan cekatan memencet stick PS, menyuruh pasukan-pasukan virtualnya membunuh sang bos mafia. Mem-pause, Kyuhyun menerima sodoran segelas hot chocolate dari Changmin.

"Aku ingin bertanding game" jawab Kyuhyun. Pemuda itu kemudian sibuk meniupi hot chocolate ditangannya. "Ibu tak bisa menemaniku bermain game—Kibum hyung tidak mau bermain denganku"

Changmin menghela nafas. "Kau yakin tak mau cerita denganku?" katanya sambil mendudukan dirinya disamping Kyuhyun –bersandar pada ranjangnya. "Kau bilang aku temanmu"

"Ya. Kau temanku, Shim" jawab Kyuhyun. "Dan tak ada yang perlu kuceritakan padamu"

"Benarkah?"

Kyuhyun mendengus. "Shim, aku sedang tidak mood untuk bertengkar denganmu" katanya. "Orangtuamu—tidak pulang lagi?"

Changmin menghela nafas. "Ya. Kau selalu tahu itu" ada nada kekecewaan yang didengar Kyuhyun. "Mereka sibuk. Katanya bisnis yang di Eropa sedang berkembang, jadi tak punya waktu untuk pulang. Bahkan mungkin saat kita lulus pun, mereka tak akan datang menerima laporan prestasiku"

"Aku akan bilang pada Ibuku untuk mengambilkan laporan punyamu juga"

"Selalu seperti itu, Kyuhyun. Sejak dulu, sejak aku masih kanak-kanak" dengus Changmin. Pemuda itu tertawa hambar kemudian. "Aku iri padamu"

"Sudah kubilang, Orangtuaku adalah orangtuamu, Shim" Kyuhyun menepuk pundak Changmin. "Kibum hyung—membakar bajuku yang sama seperti miliknya" aku Kyuhyun akhirnya. Pemuda itu menutup matanya, merasakan matanya memanas. "Sepertinya dia tidak menyukai pakaiannya yang kutiru"

"Kau sih ada-ada saja. Baju seperti itu apa bagusnya coba?"

"Aku suka baju Kibum hyung. Sweater-nya hangat" Kyuhyun mengerucutkan bibirnya. "Aku kesal, ingin marah. Tapi aku tak punya hak marah pada Kibum hyung"

"Ya ya, jadi kau menjadikan rumahku sebagai pelarian huh?"

"Dan kau selalu tahu" Kyuhyun menggerutu tak suka. "Lain kali, sebaiknya kau tak bertanya ini-itu padaku. Pura-pura saja tidak tahu"

"Tsk—mana ada yang seperti itu, Cho! Kau sahabatku. Kalau kau selalu tahu apa masalahku tanpa aku harus menceritakannya, bagaimana aku tahu masalahmu tanpa bertanya padamu? Kau tahu aku tak pandai membaca situasi sepertimu, Cho" dengus Changmin. "Jadi—berbicaralah jika kau punya masalah, dengan begitu aku akan tahu apa yang harus aku lakukan"

"Shim, terimakasih" ucap Kyuhyun setelah lama mereka terdiam.

"Untuk?"

"Menjadi sahabatku"

"Kau tak pernah mengatakan ini, Kyuhyun. Dan—itu menjijikan"

"YA! Shim! Akan kubuat kau menyesal mengatakan hal itu" pekik Kyuhyun. Pemuda itu segera berlari mengejar Changmin yang berlari keluar kamar. Keduanya tak memperhatikan jika mereka sudah menjadi pusat perhatian para maid dirumah Changmin. Hei, bukankah mereka memang sudah sering menjadi pucat perhatian? Karena hanya dengan Cho Kyuhyun-lah, Shim Changmin menjadi sangat menyenangkan. Karena hanya dengan Cho Kyuhyun-lah, rumah Shim Changmin menjadi ramai. Ya, karena Shim Changmin dan Cho Kyuhyun adalah sahabat baik.

Tuan Kim berjalan masuk kedalam rumahnya dengan senyum mengembang. Tangan kanannya menjinjing tas kantornya, sedangkan tangan kirinya menjinjing beberapa paper bag berisi oleh-oleh untuk istri dan anak-anaknya. Ia tak bisa membayangkan bagaimana reaksi yang didapatnya dari Kyuhyun –karena Kibum tak bisa bereaksi sebaik Kyuhyun. Huh, membayangkannya saja membuat Tuan Kim merasa sangat senang.

.

.

Tok

Tok

Tok

Ada seperangkat PS yang sengaja ia belikan untuk kedua putranya. Meski tak semaniak Kyuhyun, tapi Kibum juga menyukai bermain game. Dulu, putranya itu sering sekali merengek minta ditemani bermain PS kemudian mengeluh jika dirinya ingin memiliki seorang adik yang juga suka bermain game.

Tuan Kim menghela nafas kasar. Kibum tak menyukai Kyuhyun. Bahkan Kibum tak segan-segan menunjukan ketidaksukaannya pada adiknya itu. Dan buruknya, dirinya tak pernah bisa berbuat apa-apa, bahkan sekedar menegur Kibum pun tak dia lakukan. Tuan Kim hanya takut Kibum terluka oleh ucapannya.

Suara deheman membuat Tuan Kim tersadar dari lamunannya. Pria itu tersenyum ketika melihat istrinya melipat kedua tangannya didepan dada. Nampaknya dia baru saja kepergok melamun.

"Masuklah. Udara semakin dingin saja"

Tuan Kim mengangguk, menurut. Pria itu membiarkan wanita itu mengambil alih tas kerjanya. Dia duduk dengan pandangan mengelilingi rumah mereka. Kemana kedua putranya? Kalau Kibum ia bisa menebak kalau putranya itu pasti sedang mengurung diri dikamar. Seperti biasanya –setidaknya sejak kehadiran Kim Hana dan Cho Kyuhyun. Tapi—dimana Kyuhyun? Bukankah biasanya bocah pucat itu sedang bermain PSP ditemani Ibunya yang akan menggerutu menyuruhnya berhenti bermain?

"Kemana Kyuhyun?" tanyanya begitu Nyonya Kim masuk dengan membawa segelas kopi panas.

"Seharusnya kau menanyakan Kibum" Nyonya Kim menyodorkan segelas kopi yang baru saja dibuat olehnya.

"Aku mengenal Kibum, dia pasti berada dikamarnya kan?" Tuan Kim menerima sodoran kopi dari istrinya. "Jadi kemana Kyuhyun?"

"Dia ijin pergi tadi. Mungkin menemui Changmin" ditatapnya Tuan Kim yang sedang menyesap kopinya. "Karena kau mengenalnya—Kibum maksudku, jadi kau tahu apa yang dia sukai dan tidak kan?"

"Jangan memulai lagi Hana-ya" Tuan Kim menatap sepasang mata cokelat Kim Hana. "Aku lelah"

"Aku juga lelah. Tapi Kibum mungkin lebih lelah" Kim Hana berucap pelan. "Kita akhiri saja disini, Kim Heejun"

Tuan Kim menatap tak percaya sosok didepannya.

*TBC*

Ini fanfic kedua yang juga bakal aku post di ffn

gimana? mind RnR?

oya, review di fanfic 'Missin' U' udah aku baca, seneng deh kalo karyaku diterima

dan ternyata ada reader-ku juga yang dari wp ya? makasih udah ngeriview juga disini, soal wp, aku belum bisa update disana soalnya wp ngga bisa dibuka dilaptopku -_- tapi aku usahain minggu depan udah update ya