Disclaimer: Fujimaki Tadatoshi dan Masashi Kishimoto

Warning: AU, OOC, drabble yang ngefluff, Plotless.

Summary: Bagi Shintarou, hidung Hinata yang tertempeli perekat penghilang komedo pun terlihat cantik.

.

.

Shintarou mengernyitkan dahi ketika si istri yang baru saja keluar dari kamar mandi pribadi mereka tampak sedikit berbeda. Bukan perbedaan yang akstrim menyangkut berat badan atau sesuatu yang sensitive bagi kaum perempuan. Tapi ada pore pack warna hitam yang tertempel di kulit hidung bangir si istri tercinta.

Midorima Hinata, Shintarou sangat menyukai nama tersebut bersanding dengan nama marganya, omong-omong. Iya, itu nama wanita yang sudah ia nikahi dari satu tahun yang lalu. Sejak siluet wanita berambut indigo memasuki kamarnya, dan kini sedang duduk di depan meja rias, dan tampak membersihkan area leher dengan kapas yang dibasahi entah cairan apa, Shintarou mengabaikan deretan huruf-huruf dalam buku yang ia baca, tadinya.

Merasa pore pack yang ia pakai sudah kaku dan sudah waktunya dilepas, perlahan Hinata melepas perekat untuk kecantikan tersebut dari kedua ujungnya. Membersihkan area wajah dengan kapas yang dibubuhi cairan pembersih terlebih dahulu, lalu mengoleskan krim malam pada kulit wajah seputih susu. Bukannya Hinata tak menyadari atensi sang suami yang terpantul dari cermin meja rias, tapi Hinata tak mengerti kenapa sang dokter berambut hijau tersebut menatapnya sedaritadi.

Bergumam terima kasih ketika Shintarou menyibak salah satu sisi selimut ketika Hinata bermaksud naik ke atas ranjang mereka. Membalas senyum tipis Shintarou yang kini telah menutup buku tebalnya dan menaruhnya di atas meja nakas.

Hinata berbaring terlebih dahulu, sebelum merubah posisinya menghadap sang suami yang ternyata sudah melepas kacamata berbingkai hitam, ketika dirasa tangan kokoh Shintarou sedikit menarik salah satu lengannya.

"Ya?" Senyum manis Hinata memanjakan kedua mata sehijau daun di musim semi.

"Hidungmu tadi, kau apakan?" Muka maskulin yang sangat memikat mendekat ke wajah Hinata.

"Menghilangkan komedo. Aku tidak suka kalau melakukannya di salon. Sakit."

"Kau mau aku kenalkan ke salah satu kolegaku? Dia dokter kecantikan yang punya prestasi yang baik."

"Pfft, Tuan Midorima, aku juga punya langganan dokter kecantikan sendiri." Hinata tertawa kecil, mencubit pipi Shintarou.

Shinatarou tak tersinggung dengan tawa kecil sang istri tercinta. "Aku hanya tak suka kalau kau memakai produk yang secara ilmiah belum tentu aman, Hinata."

"Aku mengerti, Shintarou-sensei. Terima kasih atas perhatiannya, hihihi."

Seandainya Hinata tak sibuk menggoda sang suami, mungkin Hinata akan menyadari Shintarou yang terpana melihat ekspresi Hinata ketika tertawa. Oh, Midorima Shintarou selalu menyukai tawa merdu Hinata, tentu saja.

Shintarou kembali mendekatkan wajah mereka. Hidung saling bergesekan ringan.

"Shin-kun?" Muka Hinata memerah total.

"Hm? Aku hanya memeriksa hidungmu, Hinata. Sehalus apakah hidung istriku ini setelah membuang perekat tadi."

"Eh?"

"Hm…, tak ada perubahan menurutku. Selalu nyaman untuk kusentuh seperti ini. Bahkan, di mataku, kau yang repot dengan perekat tadi, sama cantiknya dengan sekarang."

Ciuman dirasakan Hinata di ujung hidung. Memejamkan mata, menerima semua ciuman di seluruh area wajah dan leher. Oh, tampaknya sang dokter tak akan berhenti di situ saja.

.

.

END

.

.

Freyja Lawliet