Like Father Like Son

Harry Potter © J.K. Rowling

Panas!

Debu!

Sesak!

Keringat!

"Ughh!" erangan kesal pemuda bermata emerald. Dasi berwarna merah marun itu telah ia longgarkan. Kancing kemeja putihnya pun sama, terbuka pada dua deretan paling atas, menampakkan dengan jelas aliran air yang keluar dari pori-pori kulit putihnya.

Di tengah sesaknya kereta jalur bawah tanah pada saat-saat seperti ini, terlebih lagi bulan ini adalah musim yang sangat panas! Oh, bisa dibayangkan bukan? Berdesak-desakan ditengah kereta yang penuh sesak, dalam musim panas? Sungguh sangat ughh~

"Hey! Jangan dorong-dorong dong!" teriak harry—nama pemuda itu. tubuhnya yang dengan tinggi standar itu bergoyang ke sana-kemari, dikarenakan orang-orang dibelakangnya itu sedikit-sedikit mendorong tubuhnya untuk maju. Tak tahu apa ia berdiri saja susah! Pake acara dorong-dorong lagi! Che!

"Sialan! Mana aku harus segera melamar kesana lagi!" umpatnya makin kesal setelah melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul 07.53, dan tepat 7 menit lagi ia harus mengikuti wawancara pekerjaan.

"Sial! Sial!" umpatnya tiada henti.

JESSS

Perlahan kereta itu berhenti, pintu di depannya pun terbuka. Dan begitu pintu terbuka, orang-orang di belakangnya menjadi lebih buas, entah kekuatan apa yang mereka miliki yang pasti bisa membuat diirnya terpental sekian meter ke depan. Sungguh hebat!

"Dasar barbar!" umpatnya sangat kesal. Bagaimana tidak, sudah desak-desakan, panas, terjepit, dan sekarang ia terpental dengan tidak elitnya. Untunglah orang-orang disana tengah sibuk dengan dunianya sendiri sampai tidak menyadari bahwa ada sosok yang terpental hingga terjungkir di atas lantai stasiun kereta. Poor harry!

"Crap! No more time!" ia pun melesat bagai jet coaster setelah melihat waktu yang ia punya kini tinggal 6 menit lebih sedikit. Dengan kecepatannya itu ia berulang kali membentur tubuh beberapa orang yang ia lewati, berbagai umpatan serta sumpah serapahpun ia dapatkan. Namun, itu hanya angin lalu baginya. Yang penting saat ini, ia harus sampai di tempat wawancara apapun caranya. Titik!

"Bagaimana, apa kau menemukan pengasuh yang pas untuk anakku, dobby?" draco malfoy—sosok pebisnis muda dengan wajah tampan surai pirang tubuh proporsional serta seksi itu tengah menatap ke arah kepala pelayan di mansion megahnya.

"Belum sir," ujar si pelayan pelan.

"Segera temukan dobby, aku tak ingin membiarkan dia tanpa pengasuh barang sedetikpun," titah draco yang hanya mendapat anggukan kepala dari dobby.

"Yes, sir,"

Ruang kerja itu kembali sepi, draco mengusap wajahnya lelah. Ia tak bisa terus seperti ini.

"Ungg…ugghh… Hok! Hok! Khhh!" harry nampak terlihat sangat-sangat kacau.

"Err… ada yang bisa saya bantu mm..tuan?" pria dengan hidung yang sedikit lebih panjang itu menatap prihatin ke arah harry.

"Khhh..haaa! haahhh! Aku! Hahhh!" masih sedikit sulit bagi harry untuk berkata-kata. Ia perlu air untuk menetralkan nafasnya.

Seolah mengerti, pria tadi memberi segelas air mineral kepada harry.

"Silahkan tuan," tanpa pikir panjang dan tanpa malu, harry menyambar gelas berisi air itu kemudian meneguk isinya sampai habis tak bersisa.

"Phuuuaaaahhhh!" ujarnya lega dan senang.

Pria yang tadi memberikan air pada hari tersenyum kecil melihat tingkah lucunya.

"Apa benar di sini sedang mencari pengasuh?" tanpa ba bi bu, ia menyergap langsung dengan pertanyaan yang ia sudaah tahu jawabannya.

"Ya, tuan," ujar pria itu kalem.

"Apa ada yang bisa saya bantu?" tawar si pria itu.

Harry menggeleng,"Aku ingin melamar pekerjaan disini," si pria itu mengernyit bingung.

"Melamar?" pria itu memastikan bahwa ia tak salah dengar.

Harry mengangguk mantap.

"Ya, aku ingin melamar pekerjaan sebagai pengasuh disini!" ujarnya terlampau semangat.

"Mmm… maaf, apa sebelumnya anda pernah menjadi pengasuh?" tanya pria itu balik.

"Aku pernah bekerja menjadi pengasuh di panti jompo, mengasuh orang-orang jompo," terangnya. Si pria mengernyit terkejut, pemuda di hadapannya ini sungguh unik.

"Sebaiknya anda masuk dulu tuan, kita bicarakan di dalam saja," ajak si pria sambil menuntun jalan agar harry mengikutinya.

"Baiklah, err—"

"Dobby, panggil saja saya dobby tuan," kemudian mereka menuju ke sebuah ruangan di dalam mansion tersebut.

"Maaf tuan, bisa anda menunggu sebentar disini? Saya akan memberitahu tentang anda pada tuan rumah ini," jelas dobby sopan, ditanggapi oleh harry dengan anggukan.

"Silahkan menikmati hidangan ini tuan," sambil meletakkan beberapa kue kecil di hadapan harry. Sungguh pelayan yang baik hati.

Dobby kemudian keluar dari ruangan itu dan menghubungi sang majikan.

"Ada apa dobby?" ujar suara di seberang sana datar.

"Ada seorang pelamar yang ingin menjadi pengasuh tuan muda, sir," papar dobby.

"Baguslah, terima saja kalau begitu," putus suara di seberang.

"Tapi yang melamar bukan wanita sir," jelas dobby sedikit mengenai si pelamar yang ia bicarakan.

"Maksudmu?" suara di seberang naik beberapa oktaf.

"Pelamarnya adalah laki-laki sir,"

"…." Suara di seberang tak menjawab. Nampaknya ia sedikit terkejut.

"Sir?" panggil dobby.

"Lupakan saja kalau begitu,"

"Sir, hanya dia saja yang datang sejauh ini tuan,"

"Tak ada seorang pelamar selain dia?"

"Yes sir, hanya dia seorang,"

"Ugh! Sudah kau tanyai apa dia pernah mengurus anak?"

"Sudah sir. Dia hanya pernah mengurus orang jompo di sebuah panti, dan untuk urusan mengurus anak katanya belum pernah sir,"

"What?! Orang jompo? Kau gila dobby! Bagaimana mungkin mengurus anakku disamakan dengan mengurus orang jompo?!" teriak suara di seberang nampak kesal dengan penjelasan si pelayan.

"Maafkan saya sir,"

"Lupakan saja dobby! Cari yang lain!"

"Baiklah tuan, saya mengerti,"

TUTTT

Dan sambungan itupun tertutup dengan tidak elitnya. Dobby hanya bisa menggelengkan kepalanya. Ia meletakkan telepon itu kembali pada tempatnya. Kemudian kembali menuju ruangan dimana si pelamar berada.

"Maaf tuan errr—"

" Harry, Harry potter," harry berdiri dengan tergesa ketika ia mendengar suara si pelayan dibelakangnya.

"Untuk selanjutnya kami akan menghubungi anda apakah diterima atau tidaknya, sir," ujar dobby ramah.

"Oo, begitukah? Baiklah," harry nampak sedikit canggung. Wajar sih, orang mana yang mau menerimanya setelah melihat penampilan yang berantakan serta ketidak sopanannya ketika bertamu pertama kali di tempat ia melamar.

"Jadi silahkan tinggalkan nomor yang bisa kami hubungi sir," ujar dobby nampak mengerti kecanggungan yang di perlihatkan oleh harry padanya.

"Um.. yeah, anda bisa menghubungi saya di sini," harry memberikan kartu nama berisi nomor teleponnya kepada si pelayan.

"Thanks sir," ujar dobby mengambil kartu nama itu.

"You're welcome," harry tersenyum sedikit.

Di tengah hari yang cukup kacau dan melelahkan, ia merasa sedikit terselamatkan. Ia beruntung pelayan keluarga itu tidak langsung menendangnya keluar ketika datang, bahkan memberinya kudapan kecil peneman kesendirian. Setidaknya masih ada orang yang tak sesuai anggapannya—orang baik.

"Bagaimana dobby? Apa sudah ada yang melamar lagi?" draco menatap sedikit tajam ke arah si pelayan yang telah selesai menuangkan teh ke dalam cangkir berukiran naga itu.

"Belum, sir," jawabnya.

"Ck, ini sudah tiga hari, masak belum ada yang melamar?!" draco nampak kesal.

"Bagaimana kalau anda terima saja pemuda yang melamar tiga hari yang lalu sir?" usul si pelayan. Draco hanya mengernyitkan dahinya.

"Kau pikir anakku itu apa dobby?!" draco makin kesal.

"Ini lebih baik sir, dari pada anda membiarkan tuan Scorpius seperti itu," pendapat si pelayan. Draco menimbang-nimbang sedikit.

"Yeah, kurasa kau benar dobby," pria itu menghela nafas. Kali ini ia setuju dengan si pelayan. Yeha, demi sang putra.

"Uruslah secepatnya dobby," dobby mengangguk, draco mengambil cangkir itu dan menyesap isi didalamnya.

"Silahkan datang mulai besok, tuan harry potter, jam kerja anda dari pukul 07.00 sampai pukul 18.00, bayaran 1.000.000 per hari," jelas dobby tepat di hadapan harry yang kini hanya menganga mendengar bayarannya.

"Tuan?" dobby mengusik hayalan harry jika ia bekerja selama sebulan penuh, ia bisa menyewa apartement yang lebih layak untuknya dan membeli beberapa barang yang sudah lama ia idamkan.

"E—eh? Ya?"

"Apa anda sudah paham tuan?" ujar dobby lagi.

Harry mengangguk cepat.

"Yeah, saya sangat mengerti," ujar harry senang.

"Baiklah, selamat bekerja tuan, saya akan dengan senang hati membantu anda," dobby mengulurkan tangannya untuk memberi selamat pada harry.

"Tidak, seharusnya saya yang berterima kasih, saya diberi kesempatan untuk bekerja disini," ungkap harry jujur. Ia menerima uluran tangan itu dengan senang hati.

Senyumnya terus merekah bahkan ketika ia sampai di apartemen lusuhnya. Sedikit bersenandung riang, hingga ia sempat dikira orang tak waras ketika berjalan menuju apartementnya.

Yang pasti, hari ini harry potter sangat-sangat senang!

"Ini kamar tuan muda Scorpius, sir," dobby menunjuk sebuah pintu coklat dihadapan mereka.

"Um, ok.." harry meneliti pintu di hadapannya.

"Kalau begitu saya permisi sir," dobby hendak mengundurkan diri namun suara harry menghentikannya.

"Um, dobby, bisa tidak jangan memanggil saya 'sir' atau 'tuan'? Panggil harry saja sudah cukup,"

"No, sir, saya tidak bisa, saya sudah dididik untuk memanggil 'sir' sedari kecil," jelas dobby.

"Um, tapi statusku kan sama dengan anda dobby," tanya harry masih bingung.

"Tapi, anda belum tahu sir, status anda sebagai pengasuh tuan Scorpius lebih tinggi dari saya ataupun pelayan disini, maka dari itu saya memanggil anda 'sir' dan bukan 'harry'," jelas dobby panjang lebar.

"Um, baiklah.." harry manggut-manggut mengerti.

"Saya permisi sir," pamit dobby setelah tak lagi ada pertanyaan dari harry.

"Umm.. jadi aku harus bagaimana sekarang?" harry nampak bingung mengenai apa yang akan ia lakukan pertama kali dengan anak yang berumur dua setengah tahun lebih.

TOK..TOK..

Harry mengetuk pelan pintu di hadapannya. Tak ada suara dari dalam, ia pun perlahan membuka knop pintu hingga terdengar bunyi 'cklek' nyaring.

"Permisi," harry menjulurkan kepalanya, menengok isi ruangan itu.

"Scorpius?" panggil harry tak melihat tanda-tanda anak yang akan ia asuh.

Bingung, ia pun memasukkan seluruh tubuhnya ke dalam ruangan yang bernuansa hitam itu.

Apa-apaan ini? masa anak kecil di berikan kamar dengan aura suram seperti ini?—pikir harry.

"Hello, Scorpius? Kamu dimana?" panggil harry. Merasa tak ada jawaban, ia mendekat lebih kedalam, dan betapa terkejutnya dia ketika sesuatu di bawah ranjang bergerak keluar, harry hampir saja memekik nyaring ketika sesuatu itu telah menampakkan dirinya sebagai sosok yang ia cari dari tadi.

Harry perlahan mendekat ke arah batita mungil itu. Dan si batita hanya memandangnya dengan mata bulat besarnya.

"Um.. Scorpius?" tanya harry memastikan si batita adalah anak yang dicarinya.

Si kecil hanya memandang harry, ia memiringkan kepalanya ke kanan, dan ke kiri. Ugh, benar-benar lucu.

"Hai, Scorpie, aku harry, mulai hari ini aku adalah pengasuh barumu," ujar harry dengan nada lembut. Ia menjulurkan tanganya ke hadapan Scorpius. Awalnya si kecil hanya diam memandang tangan besar yang terjulur ke arahnya. Namun, tak lama, ia merangkak lebih dekat dan meraih tangan besar itu. Ia menyelipkan tangan harry ke dalam mulutnya, dan menjilatnya seperti menyedot susu dari putting ibu.

"Ughh~" harry sedikit kaget ketika si kecil malah mengemut jari-jarinya.

"Kau lapar, Scorpie?" ujar harry memastikan. Mata bulat besar itu masih menatapnya.

Ketika harry menarik jarinya dari kuluman si kecil, si kecil nampak tak terima mainan barunya ditarik, ia mulai berkaca-kaca, dan akhirnya tangisan si kecil pun pecah.

Harry gelagapan, panik melihat si kecil menangis.

"Uwaaa~ uwaaa~ uwaaaa~~~"

"Ugh, Scorpie? What happened?" harry makin panik.

"Uwaa~ mom~ mmomm~ uwaaa~" harry tidak mengerti sama sekali apa yang di ucapkan oleh si kecil. Jadi ia hanya menggunakan instingnya saja kali ini.

Ia meraih tubuh si kecil ke dalam dekapannya. Ia menggendong tubuh si kecil sambil memberi sedikit tepukan lembut di punggung si kecil.

Lama-lama tangisan si kecil telah berganti menjadi isakan. Si kecil nampak tenang ketika diperlakukan seperti itu. Mata bulat besar si kecil yang sembab perlahan mulai menutup, si kecil akhirnya tertidur di pelukan harry sambil mengemut ibu jarinya.

Harry yang merasa si kecil sudah tenang, mulai mendekat ke arah ranjang kecil di ruangan itu. ia merapikan ranjang itu, mengatur guling di sisi kanan dan kiri agar si kecil tak jatuh saat tertidur.

Dengan perlahan, harry meletakkan si kecil di ranjang.

Namun, si kecil yang merasa kehangatan yang sempat ia dapat menghilang mulai terbangun. Ia kembali menangis dengan keras sambil mencengkram kemeja coklat milik harry.

"Cupp.. cup.. cuppp.." hibur harry, ia tak jadi meletakkan Scorpius di ranjang. Ia kembali memeluk tubuh Scorpius dan menepuk-nepuk tubuh si kecil pelan.

"Nggg…." Suara Scorpius mulai tenang. Nampaknya ia tertidur lagi.

"Sepertinya ia tidur lagi," ujar harry pelan tak ingin membangunkan si kecil.

Ia mendudukan tubuhnya di ranjang si kecil. Ia mengubah posisi si kecil yang tadi ia peluk kini ia timang. Ia tak ingin si kecil sakit karena posisi tidur yang tak nyaman.

Ia mengusap kecil helaian pirang di dahi si kecil, menyingkirkannya agar tak mengganggu tidur si kecil.

Nafas yang teratur serta genggaman di kemeja yang tak mau dilepas itu membuat harry harus berusaha menyamankan tubuhnya di atas ranjang si kecil.

Harry meneliti si kecil mulai dari rambut hingga kakinya. Ia sedikit menghela nafas, merasa kasihan pada si kecil. Ia cukup bersyukur pernah merasakan kasih sayang orang tua, pernah merasakan bagaimana usapan seorang ibu hingga ia berusia 13 tahun, yah, setidaknya ia pernah merasakan bagaimana memiliki seorang ibu. Sedangkan si kecil, ia bahkan tak tahu bagaimana sentuhan seorang ibu.

Sungguh malang…

"Tidurlah yang nyenyak, Scorpie," harry mengusap surai pirang si kecil.

"Bagaimana dengan Scorpius dobby?" sambil melepas kancing di lengan kemejanya, ia menghampiri sofa panjang yang terletak di ruang tamu, mansion itu.

"Tuan muda sedang tidur bersama sir harry, sir," ujar dobby meletakkan cangkir berisi kopi di hadapan draco.

"Apa ada yang terjadi selama aku pergi?" ada nada cemas dalam suara itu. Yeah, ia yang pergi sejak kemarin dan meninggalkan putra yang tak sempat ia temui itu bersama si pengasuh barunya yang baru bekerja sejak pagi hari ini.

"No, sir, semuanya baik-baik saja," jelas dobby.

"Baguslah, nanti aku yang akan melihat keadaannya dobby," ia menyesap kopi dalam cangkir itu.

"Dobby aku punya tugas untukmu,"

"Yes, sir," dobby mendekat ke arah draco.

"Kirimkan ini segera dan pastikan dia menerimanya," draco menyerahkan amplop berwarna coklat itu pada dobby.

"Yes, sir," ujar dobby mengambil amplop itu. Dan ia pun berbalik meninggalkan draco.

"Sebaiknya aku mengecek keadaannya," draco pun bangun dari duduknya. Ia menggulung naik lengan kemejanya yang panjang. Kemudian berjalan menuju kamar tempat anaknya berada.

Cukup banyak yang sedang ia pikirkan. Perusahaannya, orang tuanya, anaknya, serta ibu dari anaknya yang entah ada dimana….

Ya, beberapa hari setelah melahirkan Scorpius, wanita jalang itu menghilang. Bahkan bayi mungil itu belum sempat merasakan yang namanya air susu ibu dikarenakan wanita yang melahirkannya menolak memberinya Asi. Dan Tak disangka wanita yang bernama Astoria itu pergi begitu saja meninggalkan bayi mungil itu sendirian. Draco sangat geram saat pulang dari kantornya ketika tak mendapati wanita yang berstatus 'istri'nya itu di dalam rumah. Ia hanya mendapati si kecil berada di atas ranjangnya sambil menangis. Ia membentak semua pelayan mansionnya, menyalahkan mereka karena tak becus menjaga bayi yang baru lahir serta membiarkan wanita brengsek itu pergi. Draco sempat memecat beberapa pelayan mansion itu dan hanya meninggalkan pelayan-pelayan senior saja. Ia tak menginginkan banyak pelayan sedangkan mereka tak becus menjaga seorang bayi.

Karena itu, draco membutuhkan pengasuh untuk selalu dapat menjaga Scorpius. Karena dengan adanya pengasuh, ia lebih bisa konsentrasi penuh pada masalah-masalah yang sedang ia hadapi.

CKLEK!

Pintu berwarna coklat itu terbuka. Ia melangkah perlahan mendekati ranjang Scorpius. Matanya menangkap sosok lain yang berada di ranjang si kecil. Sosok yang nampaknya ikut terlelap sambil menimang Scorpius di pelukannya. Ia semakin mendekat karena tak begitu bisa melihat siapa sosok pengasuh yang sedang menimang putranya.

Ia bisa melihat betapa erat genggaman tangan Scorpius pada kemeja pengasuh barunya itu. Belum pernah ia melihat anaknya dekat dengan orang lain selain dirinya dan ibunya—Narcissa.

Tapi setelah ia melihat dari dekat si pengasuhnya itu, ia nampak terkejut. Rambut berantakan serta kaca mata bundar itu. Tak salah lagi, itu adalah musuhnya saat masih sekolah dulu. Ya, Harry Potter!

"What the hell!" pekiknya.

===Tingkiwinki—Bipsi—Cooo==

Oke, ini fic saya yang kedua di fandom Harpot~

Ceritanya emang pasaran, cuma lagi pengin buat aja…

And, jangan berharap kalau fic ini wordnya bakalan banyak ya, di fic sebelumnya sudah saya singgung kalau saya lgi ga ada mood buat fic yang isinya panjang-panjang.. ehehhee~

That's all.

If you mind to keep review, I'm always give you my best for update or for content of my fic~ ok, see ya~