Menjadi istri seorang Ketua Anbu yang tampan, ditambah dikaruniai seorang anak laki-laki yang berprestasi―bagaimana tidak, anak semata wayangnya menduduki peringkat pertama di Akademi― dan tak kalah tampan dari sang Ayah, Yamanaka Ino bahagia benar.

Rambut pirang yang diturunkan dari Ino sementara mata onyx dari sang Ayah, Inojin―begitu keduanya sepakat menamakan anak itu—benar perpaduan dari Yamanaka Ino dan Sai. Tapi, kebahagiaannya akan bertambah berlipat kali ganda bila 'Her beloved father' masih ada di sini. Mengingat kembali hal tersebut sama saja dengan memanggil segerombolan air mata untuk keluar. Apalagi ia sudah berjanji pada kedua orang yang menjadi alasan ia hidup untuk tidak terlihat lemah dan membebankan keduanya, maka ia memilih untuk tidak berlama-lama bergumul dalam kubangan pedihnya kisah masa lalu.

"Kaa-san, tadaima!" seru seorang anak laki-laki dengan rompi chunin membalut tubuh bagian atasnya dan tas selempang yang disandangkan lurus. Anak itu lalu sedikit berlari kecil sebelum mengalungkan kedua lengannya dengan tiba-tiba di leher ibu tercintanya yang saat itu sedang merapikan rangkaian buket bunga. Sang ibu yang sedari tadi melamun tentu saja sedikit dikejutkan oleh tingkah anaknya.

"Oh, Inojin-kun sudah pulang rupanya." Sang ibu meninggalkan sejenak pekerjaannya lalu beralih untuk membiarkan anaknya bermanja-manja dengan duduk dipangkuannya.

"Mana ucapan 'okaerinasai'-nya~" demikian aksi merajuk Inojin untuk pertama kalinya dihari itu.

Ino tentu saja tertawa lepas kemudian berucap,"Baiklah, untuk anak ibu yang suka merajuk, 'Okaerinasai, Inojin-kun'," dan ditutup dengan mencubit gemas pipi Inojin. Keduanya tertawa sangat lepas dihari itu. Seperti tak ada hari esok untuk mengekspresikan kesenangan pada satu sama lain, sebelum Inojin mendapati sesuatu yang tak biasa pada sudut mata orang yang telah melahirkannya.

"Kaa-san, kenapa menangis?" Betapa pengertiannya anak itu. Ujung bajunya ia berikan untuk menyeka air mata sang ibu, sambil turut menunjukkan raut teramat peduli. Alisnya yang bertaut menunjukkan kesan marah, namun matanya menampilkan sorot sendu teramat sangat.

"Eh?"

"Apa karena Ayah? Inojin saja tahu kalau Ayah sudah tak sayang lagi pada kita. Kenapa Kaa-san tidak juga mengerti?" Dan kali ini, Inojin benar-benar kesal.

"Kenapa Inojin berkata seperti itu?! Kaa-san tidak pernah mengajarkan Inojin untuk membenci Ayah," ujar Ino ganti mengusap setetes cairan bening yang sempat meluncur turun dari sebelah pipi Inojin. Entah untuk siapa Inojin meneteskan air mata. Untuk dirinya, atau untuk sang Ayah yang tak kunjung pulang setelah 2 tahun terlewati. Namun, Ino lebih memilih yakin pada opsi yang pertama setelah mendengar pernyataan anak itu.

"Ayah bukan tak sayang pada kita. Ayah cuma ada tugas yang membuatnya tidak bisa berkumpul bersama kita di sini. Tapi, jika suatu saat tugas ayah sudah selesai, ayah akan punya waktu untuk kita. Untuk Inojin, juga untuk Ibu," lanjut Ino seraya mengusap punggung tangan anaknya.

"Tapi…"

"Ibu tidak apa-apa. Ibu hanya merindukan ayah," lirih wanita bermarga Yamanaka itu. Dan sebuah pelukan hangat dijadikan Ino cara untuk menjawab kalimat yang dilontarkan Inojin, putra yang dikasihinya.

"Ayah hanya ada tugas. Hanya ada tugas, sayang. Nanti bila waktunya sudah tiba, ayah akan pulang. Ayah pasti pulang. Makan malam bersama kita, main sepanjang hari dengan Inojin, membantu Inojin mengerjakan tugas, mengantar Inojin ke sekolah, menjemput Inojin sepulang sekolah, datang saat pengambilan rapor Inojin bersama Ibu, mencium dahi Inojin dan ibu setiap paginya~" Dan begitulah Ino yang terus menjanjikan Inojin dengan berbagai kemungkinan, meredakan rasa kesal anak itu, tanpa tahu justru sekarang anaknya sendiri yang mulai mengkhawatirkan keadaan dirinya.

ARROW (2)

Naruto belong to Masashi Kishimoto

Pairing : Sai., Yamanaka Ino

Rated : Semi M

Genre : Family., Angst

Fic untuk event 'LOVE4INO' dengan prompt 'Panah'.

Ino POV

Song fic

~Itsumo koko ni ite hoshii kuseniKebiasaan menginginkan untuk selalu bersamamu di sini

Itsumo koko ni ite hoshii kokoro kakushita—Selalu aku sembunyikan dalam hatiku sepanjang waktu~

"Aku menginginkanmu saat ini dan selamanya. Bersama, kita habiskan waktu sebagai

suatu keluarga yang utuh. Aku tak pernah lupa saat-saat hari bahagia kita; kau di sana.

Berdiri di altar dengan penuh kewibawaan berbalutkan stelan jas putih, kau tersenyum padaku.

Aku dapat membacanya. Senyum tulusmu yang secara tak langsung memberi

semangat padaku untuk melawan gugup—dari ratusan pasang mata. Jika ada yang sanggup melukiskan perasaanku kala itu, sungguh aku meragukannya.

Ini mimpi kita; kau menyematkan cincin di jari manisku,

saat kau mengucapkan sumpah sehidup semati, mencium mesra bibirku yang langsung

mengundang ratusan orang bertepuk tangan, turut bergembira bersama.

Salahkah aku mengharapkan sumpah yang kauucapkan itu?

Salahkah aku bila menuntutnya sekarang? Katakan jika aku memang salah."

Bulan-bulan pertama kepergianmu, aku percaya saat itu kau sedang bekerja keras untuk menghidupi aku dan anak kita. Sampai tak terasa, dua tahun kutaklukkan sepi yang menghantui. Berbagai pertanyaan berkecamuk dalam dada. Tentang bagaimana keadaanmu. Kenapa kau belum juga pulang. Pertanyaan yang aku sendiri pun tidak tahu jawabannya.

Hingga tiba saatnya, penantian panjangku terbayar sudah.

Kala itu, senja memayungi kita berdua. Berlatarkan matahari terbenam, pantai yang indah serta angin semilir yang menyejukkan, menjadi suasana tempat pertemuan kita setelah lebih satu tahun kuhabiskan waktu tanpamu. Menemukan dirimu di sana, aku begitu tak sabar ingin segera memelukmu, ingin segera meluapkan rasa rindu ini. Di sana, kau berdiri dengan gagahnya, penuh wibawa, membuatku terharu sekaligus senang tak terkira mengingat penantianku berbuah manis.

~Aenaku nattara samishii noTerasa sepi saat aku tidak bisa bersama denganmu

Kimochi tashikametaiIngin aku pastikan perasaan ini~

Pagi lalu, saat pelanggan pertamaku datang sampai mereka pulang, kau tahu apa yang tengah kupikirkan? Apa kau tahu apa yang kurasakan? Aku iri pada mereka, pada keluarga bahagia itu. Atau pernahkah kau tahu bagaimana perasaanku saat mendapati tak ada dirimu di sampingku begitu aku membuka mata? Kesepian ini, aku tak sanggup membunuhnya sendiri.

Berhasilkah kukatakan itu padamu? Pada pertemuan kita setelah sekian lama?

~Te wo nobaseba fureaukyori nanoniAndai aku bisa menyentuhmu, meskipun jarak kita dekat

Sono ippo ga fumidasenai watashiAku tak bisa mengambil langkah lebih dulu

I call your name againAku panggil namamu lagi

I call your name again—Aku panggil namamu lagi~

Kau ada di sana. Namun, kenapa aku tak bisa menjangkaumu? Menjangkau hatimu? Naif 'kah aku berpikir kau akan kembali untuk mengobati hati yang sempat tersakiti?

Detik dimakan detik, sikapmu, sikap anak kita, waktu yang terasa sangat lama, membunuhku secara perlahan.

Daijoubu, daijoubu desu, Sai-kun. Daijoubu. Aku masih sanggup bertahan sampai kau datang. Asal kau sempatkan waktu untuk menyuruhku bersabar.

Namun, bukannya tangan yang membuka yang kudapati darimu. Kau menjauh. Kau bukan lagi dirimu. Atau aku yang salah menilaimu dari awal? Katakan bila aku salah. Katakan. Jangan diam saja.

~Zutto koko de futarikiri no mama…Bersamamu di sini selamanya

Zutto koko de futari wa omoi wo kakusu no?Haruskah aku menyembunyikan kenangan kita berdua di sini?~

Kulangkahkan kaki mendekatimu. Pasir yang menggelitik tidak lagi sanggup mengambil alih perhatianku. Mataku kini tertuju padamu. Berusaha kuselami dirimu, sikapmu, terutama sepasang bola mata yang dulu berhasil menjeratku. Sebuah tangisan kecil terdengar, membuatku sempat tidak menoleh padamu. Sejenak aku menenangkan dia. Ini anak kita. Lihatlah! Dia saja menangis melihat Ayahnya seperti ini.

Bagaimana caraku menjelaskan semua padanya saat dewasa nanti?

Ayo, sambut uluran tangannya, Sai-kun.

~Wakarieru to omottetaAku pikir kita saling memahami

Kimochi surechigau yonamun perasaan itu salah~

'Ada apa denganmu, Sai-kun?' Kau menggeleng setelah menghela nafas.

Ada apa denganmu, jeritku.

'Kita tak bisa lagi bersama, Ino-san.' Itu kalimat pertama yang kau ucapkan setelah cukup lama aku menunggu?! Bahkan, kemana panggilan 'hime'-mu padaku?! Kau masih Sai-ku, bukan?

~Mado no soto ni samishii tsubu ga furuButiran kesedihan berjatuhan di luar jendela

Kogoe sou yo dakishimete yo gyuutoSeperti membeku, aku memeluknya erat

Iitai noni todokanai watashi no koeAku ingin mengatakannya tapi suaraku tidak mencapaimu

I miss your heart tonightAku rindu hatimu malam ini

I miss your heart tonightAku rindu hatimu malam ini~

Matahari tenggelam sempurna di garis batas khatulistiwa. Gelap membungkus hari. Dan pedih membungkus hatiku. Aku tak percaya dengan apa yang baru saja kusaksikan. Tak lama setelah kalimat pertamamu padaku, seorang datang dari arah belakang, ikut berkumpul dalam pembicaraan kita. Kemudian kau menggandeng tangannya.

'Sai-kun, apa maksud dari semua ini?!' teriakku tertahan. Bagaimana bisa kau membalas semua penantianku selama ini dengan sebuah pengkhianatan? Kami-sama, bangunkan aku dari mimpi buruk ini!

Kau semakin mendekap 'orang itu' erat lalu menusukku dengan sebuah penjelasan. Jika kau ingin tahu, aku tidak bisa merasakan kakiku sendiri! Bodohnya aku, berpikir kau akan datang membantuku berdiri, menghapus air mataku dengan membawa sebuah senyum di saat kenyataan pahit itu menamparku kini.

'Tou-channnn~' Kau dengar? Kau mendengarnya, Sai-kun? Itu kalimat pertama anak kita! Kumohon… bila memang ini pertemuan terakhir kita, aku mau kau menggendongnya. Biarkan Inojin merasakan kasih sayang darimu walau sejenak.

Mungkin, atau malah memang, aku terkena karma. Aku meledek Sakura dengan mengatakannya wanita lemah yang gampang putus asa menunggu suaminya pulang dari tugas. Namun, sekarang apa?! Aku merasakan apa yang dirasakan oleh sahabatku sendiri. Bagaimana bisa?!

Suamiku punya kelainan seksual.

Kau dengan Sasuke?! Kami-sama

Tingkah kalian berhasil mengunci mulutku, membuat nafasku tercekat, memporak-porandakan hidupku, meluluhlantakkan segala pengharapanku padamu beserta mimpi yang kurajut selama ini. Mimpi aku seorang 'kah pada akhirnya?

Kau mempertegasnya kembali dengan mengatakan 'Aku mencintainya' berulang kali, lalu mengecup pipi Sasuke―suami sahabatku sendiri―tanpa memedulikan bagaimana hancurnya perasaanku saat itu. Dengan segenap kekuatan yang kupunya, aku bertanya padamu.

'Kapan?! Sejak kapan?!' Ini tak pernah terpikirkan olehku. Sebuah keluarga yang bahagia dengan aku yang membangunkan kalian setiap pagi, memasakkan sarapan untuk kalian berdua, kita yang bersama mengantar Inojin di hari pertama ia sekolah, semua itu terangkai dalam benak, terdengar manis.

Kau berhenti menatapku sejenak. Kau katakan perasaan tertarik itu ada oleh karena diriku sendiri. Jangan bercanda, Sai-kun. Bagaimana bisa aku yang waktu itu bercanda dengan memaksa Sasuke mau mengenakan pakaian maid —karena Sasuke yang kalah dari permainan konyol kita berempat; Sai, aku, Sasuke, dan Sakura―menjadi dalang dari permasalahan ini?!

Aku yang mengusulkan permainan itu, memang.

Dan memang aku yang memilihkan hukuman untuk Sasuke. Lantas… Sai-kun berhenti mempermainkanku! Bulan April masih beberapa hari lagi. Aku tak pernah suka dengan April Mop, dan kau tahu pasti tentang itu.

Omoide ja nakute kimi to ima wo arukitai—Itu bukanlah kenangan, aku ingin berjalan bersamamu sekarang

Kotoba ga modokashii tsutaetakute—Kata-kata yang membuatku bimbang

Tsutawarenai—Ingin aku ucapkan tapi tak bisa aku sampaikan

'Apa lagi yang sekarang dia inginkan, hm?' kau elus perutku yang membesar dengan penuh kasih sayang. Tak lupa juga, kau dekatkan telingamu di perutku lalu dimulailah percakapan random antara kau dan anak kita. Membuatku mau tak mau tersenyum selayaknya orang paling bahagia sedunia. Ah, kalian adalah dua orang yang kusayangi. Kini dan selamanya. Tak pernah ada kata 'waktu itu' ketika aku menceritakannya, bukan? Rumah ini ataupun aku, tetap terbuka menerimamu. Tapi aku takut, suatu saat aku pasti gusar dengan kalimat yang barusan kuucapkan, begitu kata Sakura. Berbicara perihal Sakura, tak kusangka ternyata dia sudah mengetahui fakta menjijikkan ini—Sakura menyebutnya demikian—sebelum aku. Tepatnya, saat pertama kali aku meledeknya, dihari ulang tahunnya, 28 Maret. Mereka yang berjanji, mereka juga yang mengingkari.

Aku paham bagaimana sakitnya.

I call your name again—Aku panggil namamu lagi

I call your name again—Aku panggil namamu lagi

"Kemana janji yang pernah kau ucapkan dua tahun yang lalu?

Janji yang membuatku bertahan hingga saat ini?"

Setiap malam, bibirku tak pernah berhenti mengucap satu nama. Sai-kun… Sai-kun… Sai-kun… begitusetiap harinya.

Kau tak pernah tahu, bagaimana aku yang meluapkan kesedihanku pada bantal guling seakan ganti dirimu. Atau pernahkah kau tahu, bagaimana sakitnya aku? Atau berapa panjang untaian doa yang kutujukan pada Kami-sama? Pernahkah kau peduli, berapa kali aku meneteskan airmata? Atau aku yang harus di setiap saat siap sedia berubah menjadi sosok ibu yang baik untuk anak kita, tak peduli malam-malam yang kulewati selalu berakhir dengan tangis? Aku selalu merindukanmu disetiap malamku.

Sai-kun, akan selalu kupanggil namamu. Tak peduli jika aku kehilangan suaraku, lidahku terasa kelu—bukankah masih bisa menjerit dalam hati?—atau airmataku telah habis, bila itu membunuhku, menelanku, meski aku akan berakhir dengan kebodohanku sendiri, hanya demi kau membalas panggilanku.

Aku berusaha semampuku untuk tetap bertahan. Berusaha untuk menjadi orang pertama yang terjaga dan membukakan pintu bilamana kau kembali.

Rasa sukamu pada Sasuke-kun laksana panah yang melesat tanpa kuasa-ku menghentikannya. Hatimu mungkin telah tertancap dalam di sana. Tapi, bukan mustahil anak panah itu suatu saat akan merindukan tali busurnya, 'kan?

'Kami akan selalu menunggumu. Ya 'kan, sayang? Bersama. Kita tunggu Ayah pulang.'

OWARI

A/N:

Mohon, jangan rajam saya. Ini benar-benar jauh dari waktu publish yang ditentukan. Dan, kalau mau jujur sih, kalau memang mau tahu apa yang ada di pikiran nista saya ini. Ya, silahkan lanjut baca. Bukan omake kok.

Cuma pemikiran aneh yang sempat melintas, efek samping ditanggung sendiri:

1. Bagaimana kalau Sakura dan Ino malah balas melakukan hal yang sama seperti Sai dan Sasuke. Balas berselingkuh maksudnya.

2. Inojin dan Ino, ngertilah maksudnya apaan yak #plak

3. Diantara Naruto, Gaara dan Shikamaru menggantikan peran Ayah dalam keluarga Yamanaka.

Yah, itulah sekilas(?) dari pemikiran absurd saya. Akhir kata, silahkan tulis kritik dan saran untuk saya karena akan sangat membantu masa depan fic saya dikemudian hari(?)