(Lima tahun kemudian)

Sasuke sedang menunggu seseorang di salah satu sudut kafe tempat biasanya dia menghabiskan waktu senggangnya. Dia sangat menyukai tempat ini. Selain menyediakan minuman dan makanan favoritnya, tempat ini juga jarang dikunjungi fans-fansnya. Intinya, ini bukan kafe untuk umum. Tidak semua orang bisa masuk ke sini.

Sasuke sedang meneguk minumannya saat seseorang tiba-tiba muncul dari belakangnya.

"Kau seperti laki-laki kesepian yang menyedihkan," kata seorang laki-laki tiba-tiba.

Sasuke lumayan kaget melihat kehadiran laki-laki ini yang begitu tiba-tiba. Sudah dua tahun Naruto kembali ke London, dan sekarang dia sudah berdiri di depannya sebagai seorang pebisnis muda yang tambah tampan. Rambut pirangnya yang biasanya dibiarkan berantakan sekarang tampak lebih rapi dan pakaiannya juga tampak lebih elegan dibanding terakhir kali mereka bertemu. Parfum merk terkenal menguar dari tubuhnya yang bertambah atletis.

"Bagaimana penampilanku? Ja ja ja," Naruto memamerkan jasnya kepada Sasuke. Sasuke hanya membuang napas pendek seraya mencibir ke arahnya.

"Kau masih sama saja ternyata setelah lama sekali tidak bertemu," katanya.

"Kau tidak akan mengenaliku kalau aku berubah nanti. Kau sudah memesankan untukku 'kan? Kau yang harus mentraktirku karena doramamu sukses," kata Naruto seraya duduk di depan Sasuke.

"Baiklah, baiklah. Tenang saja," sahut Sasuke. Dia memanggil salah seorang pelayan yang berdiri tak jauh dari mereka dan mulai memesan untuk mereka.

"Lalu? Bagaimana? Kau masih jadi laki-laki lajang? Hah~! Kasihan. Kau tahu, aku sudah berpacaran dengan dua perempuan Inggris. Tapi aku memutuskan mereka, karena mereka tidak bisa memasak ramen dengan benar," ujar Naruto sombong.

Sasuke kembali mencibirnya dengan sinis.

"Sama saja artinya kau juga masih laki-laki lajang sekarang," katanya kemudian.

"Lalu Hinata bagaimana? Dan perempuan-perempuan yang dikabarkan dekat denganmu itu? Skandalmu banyak sekali dengan perempuan-perempuan itu. Kau tidak pernah cerita padaku tentang itu," kata Naruto.

"Aku tidak punya hubungan apa-apa dengan mereka. Hinata sudah digosipkan dengan laki-laki lain. Aku juga jarang sekali berhubungan dengannya sekarang," jelas Sasuke.

"Tapi kau masih menyukainya?" tanya Naruto tiba-tiba.

"Eh?" Sasuke menatapnya kaget. Naruto mendengus pelan.

"Jangan kaget begitu. Aku tahu kau sangat menyukainya dari dulu. Sikapmu padanya selalu seperti itu. Malu-malu menjijikkan.. Sekarang?" desak Naruto ingin tahu.

"Hah. Sudahlah," elak Sasuke seraya menyesap minumannya.

"Bagaimana dengan Sakura?"

Pertanyaan Naruto itu otomatis membuat Sasuke kaget dan membuatnya tersedak hebat sampai minumannya mengenai baju dan celananya. Sasuke segera mengambil tisu di atas meja dan membersihkan cipratan minumannya di pakaiannya.

"Reaksimu benar-benar tidak bisa dibantah," ujar Naruto seraya bersandar pada sandaran kursi di belakangnya dan menatap Sasuke tajam.

Sasuke mendongak menatapnya.

"Darimana kau tahu?" tanya Sasuke seraya membuang tisu yang sudah basah itu dengan kesal.

"Sakura yang bilang padaku. Semuanya. Semuaanyaa ... Kau tahu artinya itu 'kan? Semuaaanyaaa. Tanpa kecuali," kata Naruto.

"Kau bohong," Sasuke menatapnya tak percaya.

"Aku tahu apa yang terjadi antara kalian. Selama aku tidak ada di rumah. Di apartemenmu dan juga di rumahku," ujar Naruto santai.

Sasuke menghela napas panjang.

"Tapi itu sudah lama sekali. Semua sudah berakhir," katanya kemudian.

Naruto terdiam beberapa saat. Dia menatap Sasuke lama seraya tersenyum samar.

"Menurutmu begitu?" katanya kemudian.

"Tentu saja. Adik sepupumu sendiri yang memutuskan semuanya," ujar Sasuke agak kesal.

"Dia melakukan itu untukmu, baka. Kalau dia tetap di sini saat itu, kau yang akan kena masalah," kata Naruto. Sasuke menatapnya dengan tatapan bingung.

"Kenapa denganku?" tanyanya.

Naruto menghela napas panjang sebelum akhirnya menjawab pertanyaan Sasuke dengan enggan.

"Sakura sebenarnya masih tidak boleh mengatakan ini padamu. Tapi aku tidak tahan lagi, sedangkan anak itu harus tahu semuanya dan dia selalu menanyakan tentang keberadaanmu," katanya.

Sasuke makin tidak mengerti.

"Tentang apa? Apa yang kau bicarakan?"

"Kalau saat itu Sakura tetap di sini dan melahirkan anakmu di sini, kau pasti akan kena skandal besar," kata Naruto kemudian dengan suara pelan.

Sasuke perlu beberapa saat untuk mencerna kata-kata Naruto baru saja.

"Anakku?" tanyanya, antara kaget dan bingung.

"Siapa lagi yang membuatnya hamil selain kau? Aku?" Naruto balas bertanya dengan nada galak.

"Mana mungkin? Aku tidak mungkin membuat kesalahan," Sasuke masih mencoba mengelak.

Naruto hanya menghela napas panjang dan menatap Sasuke tajam.

Seorang pelayan datang ke meja mereka dan meletakkan pesanan mereka.

"Tunggu, Naruto. Jelaskan padaku. Apa yang sebenarnya terjadi?" kata Sasuke setelah pelayan itu pergi dan dia memastikan tidak ada yang mendengar mereka.

"Apa kau tahu ke mana Sakura selama lima tahun terakhir ini?" tanya Naruto.

Sasuke terdiam untuk beberapa saat sebelum akhirnya menggeleng.

"Dan kau tidak berusaha untuk mencari tahu tentang itu? Apa kau benar-benar serius saat menyatakan kalau kalian saling mencintai?" Naruto menatap Sasuke dengan tatapan tak percaya.

"Aku serius. Tapi Sakura selalu meragukanku. Dan dia yang memintaku untuk tidak menghubunginya lagi," kata Sasuke.

"Kau benar-benar tidak peka dengan perasaan wanita. Dia bukannya memintamu untuk tidak menghubunginya sama sekali. Dia hanya tidak ingin mengganggu jadwalmu yang padat. Kau terlalu terburu-buru mengambil kesimpulan," kata Naruto seraya menyesap minumannya.

"Kalau memang begitu, dia seharusnya mengatakan padaku kan?" Sasuke menyahut.

"Bagaimana dia menjelaskannya padamu kalau kau malah semakin dekat dengan Hinata dan beberapa perempuan lain setelah itu? Aku melihatnya sendiri, kau tahu? Terakhir kali kalian bertemu di agensimu itu, kau pikir aku buta? Kau jelas-jelas memeluk Hinata. Kalau kau bukan sahabatku dan aku tidak paham tentang sifatmu, sudah aku tinju mukamu saat itu," kata Naruto dengan nada penuh penekanan.

Sasuke kembali terdiam dengan dahi berkerut. Bohong kalau selama ini dia bilang dia sudah melupakan Sakura dan tentang hubungan mereka. Setelah Sakura mengatakan bahwa sebaiknya mereka tidak berhubungan dulu beberapa tahun yang lalu, Sasuke benar-benar merasa kecewa padanya. Dia pikir Sakura yang tidak sungguh-sungguh dengan perasaannya. Karena seberapa kuat usaha Sasuke untuk meyakinkannya kalau dia tidak main-main dengan perasaannya, Sakura selalu meragukannya. Dan saat Sakura tiba-tiba menghilang dari kehidupannya sejak lima tahun yang lalu, Sasuke berpikir kalau Sakura benar-benar ingin melupakannya.

Jujur saja, dia benar-benar merasa kesepian sejak saat itu. Dia mencari pelampiasan dengan mendekati beberapa gadis lain, untuk mencari pengganti sosok Sakura di hidupnya. Tapi sebanyak apapun dia mendekati para gadis itu, tidak ada satupun yang benar-benar bisa mengganti sosok Sakura. Mereka selalu menganggapnya sebagai Sasuke Uchiha, si idola tampan yang digilai banyak orang.

Sasuke menarik napas panjang dan menghelanya perlahan.

"Lalu ... tentang anak itu ..." katanya dengan suara parau.

Naruto yang sedari tadi diam saja mengamati perubahan wajah Sasuke, kini mengambil gelasnya lagi dan menyesap isinya.

"Untunglah, dia tumbuh jadi anak yang sehat sekarang. Aku baru saja mampir ke sana sebelum menemui di sini. Dia benar-benar mirip denganmu, kau tahu? Wajahnya dan sikapnya, benar-benar kopian darimu. Aku lega karena Sakura tidak jadi menggugurkannya saat itu," katanya.

Sasuke menatapnya dengan tatapan kaget.

"Apa?!"

Naruto angkat bahu.

"Kandungannya sangat lemah saat itu. Kau tahu? Dia mengalami pendarahan berulangkali saat kehamilannya waktu itu. Kesehatannya benar-benar melemah di awal-awal kehamilan sampai dia harus menginap di rumah sakit untuk diinfus. Dokter menyarankan untuk menggugurkannya karena itu akan berbahaya untuknya, dengan kandungan selemah itu. Tapi Sakura bersikeras mempertahankannya. Dia bilang kalau dia tidak ingin kehilangan orang yang dicintainya lagi dengan cara yang menyakitkan ... Dia sangat mencintai anak itu," kata Naruto.

Sasuke tercenung di tempatnya. Dia tidak bisa mengatakan apa-apa sekarang dan hanya merasakan kalau tenggorokannya tercekat sekarang. Dadanya terasa nyeri sekarang karena sejak tadi berdegup tak karuan. Sejak dia mendengar kalau dia mempunyai anak. Dan mengetahui kenyatannya yang sekarang, membuatnya bertambah miris lagi.

Sakura pergi darinya bukan karena dia tidak mencintainya lagi. Karena dia memang meragukannya. Dan Sasuke membuktikan keraguannya dengan mendekati banyak perempuan lain selama ini.

Sasuke menyumpahi dirinya sendiri dalam hati. Seharusnya saat terakhir kali mereka bertemu, dia mengejar perempuan itu dan minta maaf padanya. Seharusnya dia tidak cepat-cepat mengambil kesimpulan dan menganggap kalau Sakura ingin benar-benar mengakhiri hubungan mereka. Seharusnya dia sadar kalau Sakura melakukan untuknya sendiri ... Karena dia tidak ingin mengganggu jadwal padatnya, maka Sakura meminta mereka untuk tidak bertemu dulu.

Sasuke kini merasa menjadi laki-laki paling egois di seluruh dunia.

Tapi tetap saja dia tidak bisa menerima alasan kenapa Sakura menyembunyikan tentang kehamilannya darinya. Bukankah dia sudah bilang kalau dia akan bertanggungjawab? Kalau alasannya adalah karena dia takut Sasuke akan kena skandal, bukankah mereka bisa mengusahakannya bersama?

"Sekarang, di mana Sakura?" tanya Sasuke.

Naruto mengangkat kedua alisnya.

"Kau mau apa?" tanyanya.

"Menemuinya, dobe! Katakan di mana dia sekarang," Sasuke berkata dengan nada tidak sabar.

"Kau yakin akan menemuinya sekarang?" tanya Naruto.

"Yakin. Dan aku tidak peduli dia berada di mana pun sekarang. Aku tetap akan menemuinya," ujar Sasuke.

"Kau ada jadwal untuk besok kan?" Naruto kembali bertanya.

"Aku tidak peduli tentang itu! Cepat, katakan padaku di mana Sakura sekarang?" Sasuke berkata dengan nada agak keras. Pikirannya benar-benar kalut sekarang.

"Aku tahu kau khawatir sekarang. Tapi jangan gegabah-"

"Demi Tuhan, aku tahu, Naruto! Kau hanya memberiku alamatnya dan semua beres," sela Sasuke tidak sabar.

Naruto menarik napas panjang dan menghelanya.

"Baiklah. Dia ada di Pulau Yonaguni sekarang. Di Okinawa," jawab Naruto kemudian.

Tanpa meminta persetujuannya lagi, Sasuke langsung bangkit dari tempat duduknya dan beranjak dari tempat itu.

"Hei! Kau berjanji akan mentraktirku!" seru Naruto.

"Setelah urusan ini beres, aku akan mentraktirmu sepuasnya," sahut Sasuke tanpa menoleh ke arah Naruto.

"Jangan berbuat macam-macam padanya!" seru Naruto lagi.

Sasuke tidak menggubrisnya dan terus berjalan keluar dari restoran itu. Dia berpapasan dengan Hinata di pintu masuk. Hinata menyapanya tapi Sasuke mengabaikannya dan terus berjalan menuju parkiran mobilnya.

Sasuke membuka ponselnya dan mulai memesan tiket untuk penerbangan ke Okinawa malam ini.

Kepalanya sudah dipenuhi dengan pikiran tentang Sakura dan anaknya sekarang.

.

.

.

(Saat ini)

Sasuke menatap perempuan yang kini berdiri di depannya dengan tatapan lekat. Dadanya bergemuruh tak karuan saat melihat mata hijau emerald yang sudah lama tidak dilihatnya itu balas menatapnya dengan keterkejutan luar biasa. Sakura berusaha melepaskan tangannya yang sedari tadi digenggam Sasuke. Angin laut mempermainkan rambut dan pakaian mereka saat ini.

"Kenapa kau menghindari dariku, Sakura?" tanya Sasuke dengan suara parau.

"Aku tidak menghindarimu," jawab Sakura dengan nada dingin. Dia kembali berusaha melepaskan tangannya dari Sasuke, tapi Sasuke semakin erat memegang tangannya.

"Lalu kenapa kau menghilang tiba-tiba dariku?" tanya Sasuke lagi.

"Aku tidak menghilang dan aku tidak menghindarimu. Sekarang, aku mohon lepaskan aku," kata Sakura.

"Aku tidak akan melepasmu sampai kau mengatakan semuanya padaku. Aku ingin kejelasan darimu," ujar Sasuke.

"Kejelasan apa lagi? Semua sudah jelas kan?" Sakura menyahut dengan nada agak tinggi.

"O-okaasan ... Siapa paman ini?" sebuah suara milik anak kecil di dekat mereka terdengar ketakutan. Baik Sakura dan Sasuke sama-sama menatap ke bawah, pada seorang gadis kecil yang sedang menatap mereka dengan pandangan takut.

Sasuke menatap anak itu dengan pandangan yang lebih lembut. dia melepaskan tangannya dari tangan Sakura. Saat matanya menatap langsung mata hitam milik anak itu, tiba-tiba dadanya berdesir cepat. Dan sebuah senyum simpul tersungging di wajahnya.

'Anak itu benar-benar mirip denganmu, kau tahu?' kata-kata Naruto kembali terngiang di kepalanya. Dan memang benar. Gadis kecil itu mirip sekali dengannya.

"Aku ayahmu. Jadi sekarang panggil aku Tou-san. Oke?" kata Sasuke, seraya tersenyum pada Sarada.

Kedua mata gadis kecil itu terbelalak lebar. Ada rona bahagia yang muncul di raut wajahnya.

"Benarkah? Tou-san sudah pulang sekarang? Kaa-san bilang kalau Tou-san sedang bekerja jauh sekali dan mungkin tidak akan pulang. Jadi sekarang, Sarada punya ayah? Yey!" Sarada bertepuk tangan dengan keras. Dia lalu berlari ke arah Sasuke dan memeluk pinggangnya dengan erat. Sasuke tersenyum melihat tingkah polosnya itu dan mengusap rambutnya dengan lembut.

"Jadi, Kaa-san ... Paman Sasori tidak akan jadi ayahku kan? Karena Tou-san sudah pulang sekarang," kata Sarada dengan nada polos seraya menatap Sakura.

Sasuke mengerjapkan matanya dan menatap Sakura dengan tatapan bingung bercampur kaget.

"Apa maksudnya?" tanyanya dengan nada penuh selidik.

Sakura menarik napas panjang dan menghelanya perlahan. Dia menatap Sarada dengan tatapan lembut.

"Sarada-chan .. Pulanglah lebih dahulu. Temani Bibi Karin di rumah. Kaa-san akan segera pulang ke rumah setelah ini," kata Sakura kemudian.

Sarada tampak tidak suka. Tapi dia adalah anak yang tidak pernah membantah perkataan ibunya. Jadi dengan berat hati, dia melepas pelukannya pada pinggang Sasuke dan berjalan menjauhi mereka.

"Kaa-san akan pulang dengan Tou-san kan?" tanyanya kemudian.

Sakura tidak menjawab.

"Tentu saja. Aku akan menemuimu lagi, Sarada," jawab Sasuke seraya melambaikan tangan pada gadis kecil itu.

Sarada membalasnya dengan riang sebelum akhirnya berbalik dan pergi meninggalkan mereka berdua.

Sesekali dia masih menengok ke belakang untuk memastikan kalau Sasuke masih berdiri di sana. Sampai akhirnya dia benar-benar menghilang dari tempat itu.

"Jadi, kau ingin penjelasan seperti apa?" suara Sakura terdengar setelah kebisuan panjang yang menyergap mereka di sela-sela debur ombak yang mengelilingi mereka.

Sasuke menatapnya dengan tatapan lekat.

"Kenapa kau tidak pernah mengatakan semua padaku tentang ini? Kenapa kau menyimpannya sendirian dan menyembunyikannya dariku?" tanya Sasuke dengan nada menuntut.

"Lalu apa yang harus aku katakan padamu? Mengatakan padamu kalau saat itu aku hamil sedangkan kau sedang sibuk mempersiapkan tur Asia-mu yang pertama?" kata Sakura, dengan suara parau.

Sasuke terdiam, membiarkan angin mempermainkan rambutnya.

"Kau menghilang dariku, Sakura. Dan itu membuatku merasa seperti laki-laki yang tidak bertanggung jawab," kata Sasuke kemudian.

Kini giliran Sakura yang terdiam.

"Aku tidak yakin kau akan bilang 'semua akan baik-baik saja' saat itu. Aku sangat panik saat itu sampai aku tidak bisa memikirkan hal lain selain pergi dari kehidupanmu. Apa kau yakin kalau aku mengatakan padamu dengan jujur saat itu, kau akan setenang ini?" Sakura menatap Sasuke dengan tatapan lurus. Helaian rambut merah muda sebatas bahunya ikut berterbangan ke wajahnya dan Sakura harus susah payah merapikannya lagi.

Sasuke menatap Sakura kaget. Dia seperti baru saja tertohok dengan pertanyaan Sakura baru saja. Sakura benar. Dia sendiri tidak yakin kalau Sakura datang padanya saat itu dan mengatakan kalau dia hamil, dia akan bersikap setenang sekarang. Dia pasti sama paniknya dengan Sakura dan bahkan lebih panik lagi darinya.

"Aku hampir ingin menggugurkan anak itu, Sasuke-kun. Aku benar-benar putus asa saat itu. Aku baru menyadari tentang kehamilanku setelah kau memutuskan hubungan kita. Aku benar-benar tidak bisa berpikir jernih saat itu. Baru saat Naruto-nii menyarankan padaku untuk menenangkan diri ke sini, aku mulai berpikiran lain. Aku memutuskan untuk membesarkan anak ini. Sendirian," jelas Sakura panjang lebar.

Mereka berdua kembali terdiam dan sibuk dengan pikiran masing-masing. Rasa bersalah mulai merambat perlahan dalam diri mereka.

"Apakah kau benar-benar meragukan perasaanku, Sakura?" Sasuke akhirnya bersuara setelah mereka terdiam cukup lama. Sakura menatap laki-laki di depannya itu dengan perasaan berkecamuk. Dia sendiri ingin mempercayainya, tapi selalu ada keraguan yang terselip mengingat derajat mereka yang cukup jauh.

"Lihatlah aku sebagai seorang manusia biasa ... Itu sudah cukup. Hal yang membuatku berani untuk menyerah pada perasaanku, gengsiku dan akhirnya jatuh cinta padamu adalah ... karena kau selalu memandangku sebagai seorang manusia biasa, bukan idola yang digilai banyak orang. Tidak ada gadis yang benar-benar jujur sepertimu yang membuatku hampir gila seperti ini. Aku selalu yakin kau tidak akan pergi dariku. Tapi saat kau bilang kalau kau ragu dengan perasaanku saat itu, aku benar-benar terluka saat itu, seandainya kau tahu itu," ujar Sasuke panjang lebar.

"Sasuke-kun ..." Sakura menatapnya dengan tatapan iba. Sasuke tidak menatapnya dan memilih untuk melihat hamparan lautan luas yang tak jauh dari tempat mereka berdiri saat ini. Beberapa penduduk asli yang berjalan-jalan di sekitar mereka sesekali menoleh padanya. Sasuke bahkan ragu kalau mereka mengenalnya sebagai seorang idola terkenal di seantero Asia, dan sekarang merambah pasar internasional.

Sakura mengamati wajah laki-laki yang masih dicintainya itu dengan wajah sedih. Ada ketegasan sekaligus kesedihan dalam tatapan mata hitam milik Sasuke. Meskipun Sakura tahu kalau Sasuke pandai berakting karena dia adalah seorang aktor, tapi ekspresi yang ditunjukkannya saat ini bukanlah akting. Laki-laki itu mengatakannya dengan serius. Seperti beberapa tahun yang lalu saat mereka berdua akhirnya menjadi sepasang kekasih.

"Aku tidak tahu apalagi yang harus aku lakukan untuk meyakinkanmu. Kalau kau beranggapan aku hanya memanfaatkanmu dan mempermainkanmu, aku tidak akan meninggalkan jadwalku dengan sia-sia untuk menemuimu ke sini," kata Sasuke kemudian. Dia menoleh pada Sakura. Kedua mata kelamnya kembali menatap Sakura tajam.

Jantung Sakura terasa berhenti berdetak saat melihat tatapan mata itu. Seolah dipompa lagi, detak jantung Sakura sekarang berdegup lebih cepat dari sebelumnya.

Pandangan mata Sakura mulai mengabur dan dia merasakan kedua matanya memanas sekarang. Bagaimanapun juga, dia tetaplah seorang wanita rapuh yang tidak bisa selamanya bersikap sok kuat di depan orang lain. Air mata Sakura jatuh ke pipinya. Dia mulai menangis dalam diam. Sakura menggigit bibirnya agar tangisnya tidak pecah.

Sasuke yang melihat Sakura menangis tiba-tiba, langsung terkejut. Dia sama sekali tidak menyangka sikap Sakura yang awalnya dingin dan ketus padanya tiba-tiba langsung menangis seperti ini.

"Sa-Sakura ... Apa aku mengatakan sesuatu yang membuatmu tersinggung?" tanya Sasuke dengan panik. Sakura terlihat mengusap airmatanya berkali-kali, tapi airmata itu terus menerus keluar dan dia semakin terisak. Menatap perempuan itu menangis sesunggukan di depannya, Sasuke merasa miris sendiri. Ingin rasanya dia memeluknya dan menenangkannya. Tapi ada yang mengganjalnya.

"Kenapa ... Kenapa kau harus hidup di dunia, Sasuke Uchiha?" tanya Sakura di sela-sela tangisnya.

Sasuke mengangkat kedua alisnya.

"Hah?" tanyanya bingung sekaligus kaget.

Sakura masih menangis sesunggukan dengan kepala menunduk tanpa melihatnya.

"Kenapa kau harus hidup di dunia ini dan membuatku jatuh cinta padamu seperti ini? Kau selalu membuatku menangis seperti ini. Kau membuat hidupku menderita karena terus memikirkanmu. Kenapa aku harus jatuh cinta pada orang jahat sepertimu?" Sakura mengatakan hal itu dengan tangis yang semakin menjadi-jadi.

Sasuke melihat sekelilingnya dengan perasaan bersalah. Kini beberapa orang yang lewat di dekatnya tampak melihatnya dengan tatapan penuh selidik. Bahkan ada yang tak segan-segan menatapnya dengan tatapan marah seolah-olah dia telah berbuat jahat pada perempuan di depannya ini.

"Sakura ... Hentikan tangisanmu. Orang-orang melihat ke arah kita," kata Sasuke seraya berusaha menenangkan Sakura.

"Aku tidak peduli! Kau yang membuatku menangis seperti ini!" Sakura menangis semakin keras.

Airmatanya terus menerus jatuh walaupun dia berkali-kali berusaha menghapusnya. Entah kenapa perasaannya jadi sakit sekali saat tahu kalau Sasuke benar-benar mencintainya dan tidak seperti yang selama ini dia takutkan. Rasa bersalah dan rasa bahagia mengetahui kalau Sasuke masih mencintainya bercampur jadi satu dan tanpa bisa dia tahan, airmatanya mulai keluar terus menerus dari matanya.

"Kau boleh menangis nanti. Tapi tidak di sini. Orang-orang melihat kita, kau tahu?" kata Sasuke lagi. Dia tersenyum kikuk pada seorang wanita paruh baya yang berjalan di dekatnya dan menatapnya dengan tatapan bingung.

Tapi tangisan Sakura tidak reda juga. Sasuke mendecih kesal. Dia tidak peduli lagi dengan tatapan orang-orang di sekitarnya. Tidak peduli lagi dengan apa yang terjadi nanti. Tapi dia tidak tahu lagi bagaimana cara menghentikan tangisan Sakura dan membuatnya tampak seperti laki-laki konyol seperti ini.

"Sakura, diamlah!" kata Sasuke. Dia menarik tubuh Sakura untuk mendekat padanya dan dengan sekali gerakan, dia mengunci wajah Sakura dengan kedua tangannya sebelum akhirnya merapatkan bibirnya pada bibir Sakura. Seperti dugaannya, tangis Sakura langsung berhenti begitu dia mencium bibirnya dengan erat. Sakura berhenti menangis saking kagetnya dan dia hampir tersedak oleh airmatanya sendiri saat Sasuke tiba-tiba menciumnya seperti ini.

Sakura berusaha melepaskan dirinya dari Sasuke tapi Sasuke semakin mempererat ciumannya. Salah satu tangannya turun dan meraih pinggang Sakura dan merapatkan tubuh perempuan itu untuk mendekat padanya. Sakura memukul-mukul dada Sasuke dengan tangannya dan berusaha menjauhkan tubuh atletis laki-laki itu darinya, tapi Sasuke semakin mempererat pelukannya. Salah satu tangannya kini beralih memegang tengkuk belakangnya dan mulai melumat bibir Sakura.

Sakura tidak bergeming. Dia tahu dia tidak bisa melepaskan dirinya dari Sasuke sekarang, tapi dia tidak bisa membiarkan Sasuke menciumnya seperti ini di tempat umum begini. Sasuka akhirnya melepaskan ciumannya dan menatap Sakura dengan napas menderu. Sebuah seringaian samar tampak di wajahnya.

"Nah, memang hanya inilah satu-satunya cara untuk bisa menghentikan tangisanmu," kata Sasuke kemudian. Wajah mereka saling berdekatan satu sama lain.

Sakura hanya menatapnya dengan wajah tidak terima. Wajahnya sekarang memerah karena menahan malu.

"Jadi, Sakura ... Bisakah kita memulainya semua dari awal lagi?" tanya Sasuke dengan suara pelan. Kali ini suaranya benar-benar terdengar seperti memohon padanya.

Sakura tidak segera menjawabnya. Kedua tangannya masih berada di dada Sasuke sekarang. Pekerjaannya sebagai dokter membuatnya menjadi peka terhadap detak jantung seseorang hanya dengan merabanya saja. Dan kini dia merasakan kalau detak jantung Sasuke sama cepatnya dengannya.

"Kalau kau bilang meragukanku lagi, aku benar-benar akan membawamu pergi dari sini. Tidak peduli kau suka atau tidak. Tidak peduli kau akan protes sekeras apapun. Aku tetap akan mem –"

GREP!

Sasuke tidak meneruskan kata-katanya dan langsung terdiam saat Sakura meraih wajahnya dan mencium bibirnya dengan lembut.

Hanya beberapa detik saja dan dia langsung melepaskannya lagi.

"Itu jawabanku. Dan sekarang lepaskan aku," kata Sakura.

Sasuke tidak segera menjawab. Jantungnya semakin berdetak tak karuan sekarang. Dia mengingatkan dirinya sendiri untuk segera memeriksakan jantungnya setelah ini.

Tanpa dia sadari, Sasuke segera melepaskan pelukannya dan Sakura segera melepaskan diri dari Sasuke.

"Kau benar-benar dengan – "

"Nah, sekarang kau yang meragukanku," kata Sakura setengah kesal.

"Tidak, bukan begitu. Aku hanya ..." Sasuke tidak meneruskan kata-katanya. Tiba-tiba dia teringat dengan kata-kata Sarada beberapa saat yang lalu. Dahinya berkerut menatap Sakura. "Oh, ya ... Siapa pria bernama Sasori yang katanya akan menjadi ayahnya itu?" tanya Sasuke dengan nada yang jelas-jelas tidak suka.

Sakura mengangkat salah satu alisnya.

"Oh. Dia dokter yang baru-baru ini bekerja di klinik milik Karin nee-chan ..." jawab Sakura.

"Dan kenapa dia bilang ingin menjadi ayah Sarada?" tanya Sasuke dengan nada penuh selidik.

Sakura tidak segera menjawab pertanyaannya dan hanya angkat bahu.

"Aku juga baru mendengar hal itu dari Sarada tadi. Mungkin dia hanya bercanda. Sasori-san sangat menyukai Sarada," jawab Sakura kemudian.

Sasuke berdecak pelan.

"Cepat kemasi barangmu. Aku akan memesan tiket untuk pergi ke Yokohama sekarang," kata Sasuke seraya mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Sakura mengerjapkan mata menatapnya dengan pandangan kaget.

"Ap-apa? Mau apa?" tanyanya.

Sasuke menatapnya dengan tidak sabar.

"Tentu saja menemui orangtuamu. Apa lagi? Kau belum mengatakan apapun pada mereka tentang ini kan? Jangan bilang kalau kau tidak mengatakan apapun pada mereka tentang Sarada. Atau kau bilang kalau dia adalah anak adopsi," kata Sasuke.

Sakura tampak kaget dengan ucapannya. Lalu rasa bersalah kembali terpancar di wajahnya.

"Aku ... memang mengatakan pada mereka kalau dia ... anak kenalanku," katanya takut-takut.

Sasuke membulatkan matanya tak percaya menatap Sakura. Dia benar-benar tidak menyangka kalau Sakura akan berkata seperti itu pada anaknya, anak mereka berdua lebih tepatnya.

"Sakura ... " Sasuke memanggil namanya dari bibirnya yang hampir sepenuhnya menutup. Kelihatan sekali kalau dia sedang menahan kekesalan sekaligus kekagetannya. "Jangan buang waktu lagi. Kemasi barangmu dan kita berangkat ke Yokohama. Kita segera menemui orangtuamu. Sekarang!" kata Sasuke dengan nada penuh tekanan dalam suaranya.

Dia meraih tangan Sakura dan menariknya dengan keras.

"Di mana tempat tinggalmu sekarang? Yang benar saja! Aku benar-benar tidak habis pikir kau akan mengatakan hal seperti itu pada orangtuamu," kata Sasuke.

"Maafkan aku," suara Sakura terdengar memelan di belakangnya.

Sasuke ingin menjawab perkataan Sakura lagi, tapi dia tidak punya apa-apa untuk dikatakan. Dia terlalu kaget mendengar kalau Sakura berbohong pada orangtuanya dan tidak mengakui kalau itu adalah anaknya sendiri.

"Tou-san! Di sini!" sebuah seruan keras terdengar dari salah satu ujung jalan yang dilewati Sasuke.

Dia melihat gadis kecilnya sedang melambaikan tangan ke arahnya dengan riang. Sarada berlari keluar dari perkarangan sebuah klinik kecil tak jauh dari tempat mereka berdiri. Seorang laki-laki berambut merah dengan memakai stelan putih khas seorang dokter, menatap mereka dari pintu klinik dengan wajah datar. Sasuke tidak peduli kalau laki-laki itu akan mengenalinya sebagai Sasuke Uchiha, si idola terkenal itu. Sasuke sudah siap dengan kehebohan yang akan terjadi di Tokyo saat dia pulang nanti. Dia sudah siap akan dimarahi agensinya saat pulang nanti. Atau kemungkinan lain yang paling buruk, dikeluarkan dari agensinya dengan tidak terhormat.

"Tou-san! Kau akan tidak akan pergi lagi kan?" Sarada sudah berdiri di depan Sasuke sekarang. Dia menatap Sasuke dengan tatapan khawatir.

Sasuke tersenyum padanya. Dia lalu melepaskan pegangan tangannya pada tangan Sakura dan berjongkok untuk menyamai posisi berdiri Sarada saat ini. Dengan lembut dia mengusap kepala Sarada.

"Kau mau ikut dengan Tou-san?" tanya Sasuke.

Kedua mata Sarada terbelalak kaget. Dia mengangguk cepat sekali.

"Tentu saja mau! Eh, tapi Kaa-san bagaimana?" Sarada menoleh pada Sakura.

"Tentu saja Kaa-san ikut dengan kita," kata Sasuke.

"Kalau begitu, aku mau, Tou-san!" sahut Sarada antusias.

Sasuke tersenyum.

"Kalau begitu, setelah ini lekas kemasi barang-barangmu. Lalu kita pergi ke Yokohama dulu, menjenguk kakek dan nenekmu. Kau mau kan?" tanya Sasuke.

Sarada mengerutkan dahinya, kelihatan berpikir.

"Kakek dan nenek itu ... Apa ayah dan ibumu, Tou-san?" tanyanya kemudian.

Sasuke menggeleng.

"Tidak. Bukan. Orangtua Tou-san sudah tidak ada lagi. Jadi ... itu adalah orangtua Kaa-san," jelas Sasuke. Mulut Sarada membentuk lingkaran kecil. Dia mengangguk-angguk mengerti.

"Kalau begitu aku akan bilang pada Bibi Karin dulu untuk membantuku," kata Sarada. Dia menarik tangan Sasuke untuk mengikutinya. Sasuke menurutinya tanpa protes.

Tanpa dia sadari, Sakura yang sejak tadi tidak mengatakan apa-apa dan hanya mengamati interaksi mereka berdua kembali, meneteskan airmatanya. Dia buru-buru menghapus airmatanya lagi dan mengikuti mereka berdua berjalan ke rumahnya.

Dia tidak tahu apa yang akan terjadi pada mereka pada akhirnya nanti. Tapi kali ini, dia ingin mempercayai laki-laki yang dicintainya itu. Sasuke sudah membuktikan padanya kalau dia tidak main-main dengan perasaannya. Sakura tidak akan menyia-nyiakan hal itu lagi. Dia sadar kalau keegoisan mereka masing-masinglah yang pada akhirnya membuat mereka salah paham dan berpisah beberapa tahun yang lalu. Dan sekarang dia tidak mau mengulanginya lagi. Dia tidak akan melewatkan kebahagiaan yang ada di depan matanya ini.

.

.

.

.

.

.

From : Sasuke Teme

Aku sudah menemui Sakura dan semua berjalan baik-baik saja. Tenang saja, aku tidak akan melupakan janjiku untuk mentraktirku. Aku akan ke Yokohama setelah ini. Menemui kedua orangtuanya. Aku harap ayahnya tidak akan memukulku dan membuat wajahku babak belur. Aku ada pemotretan besok. Sial.

Kau benar. Sarada-ku benar-benar mirip denganku, ya?

Naruto menatap layar monitor ponsel yang di tangannya itu dengan tersenyum lega. Kalau Sasuke sudah mengiriminya pesan dengan kata-kata seperti ini, itu artinya masalahnya dengan Sakura sudah selesai. Walaupun dia tidak mau tahu bagaimana mereka berdua menyelesaikannya. Naruto sangat paham kalau dua orang itu sama-sama keras kepala. Jadi hanya mereka berdua yang bisa mencairkan dinding es yang mereka buat selama ini untuk saling menghindar satu sama lain. Dia akan bertanya pada Sasuke setelah mereka sampai di Tokyo besok.

Naruto meletakkan ponselnya di atas nakas di samping ranjangnya. Dia merebahkan tubuh setengah telanjangnya di atas ranjangnya dengan helaan napas panjang. Satu masalah terselesaikan ... batinnya.

Pintu kamar mandi kamarnya terbuka dan seorang gadis muncul dari dalam.

"Naruto-kun ... Apa pemanasnya rusak? Airnya tidak terlalu panas," suara lembut milik gadis itu menggelitik gendang telinga Naruto.

Naruto mengerlingkan pandangannya pada sosok yang kini berdiri di samping ranjangnya dan hanya berbalut handuk yang mengelilingi tubuh sintalnya. Belahan dadanya tampak jelas sekali di balik balutan handuk yang melilit tubuhnya. Rambut panjangnya sengaja diikat ke atas dan memperlihatkan leher jenjangnya yang putih.

"Ya, ampun, Hinata. Kau benar-benar seksi, kau tahu?" kata Naruto. Dia kembali bangkit dari rebahannya. Libidonya naik dengan cepat sekali hanya dengan melihat pemandangan di depannya itu.

"Jangan merayuku. Kau sudah sering melihatnya kan?" kata Hinata seraya duduk di tepi ranjang.

Naruto terkekeh geli.

Dengan perlahan dia mendekati Hinata dan memeluk tubuh Hinata yang masih sedikit basah dari belakang.

"Tapi kau tahu kalau aku tidak pernah bersabar untuk yang satu ini kan?" bisiknya di telinga Hinata dengan nada seduktif.

Hinata hanya membalasnya dengan menggigit bibir bawahnya dengan gaya menggoda.

Tidak diperlukan waktu lama bagi Naruto untuk menarik tubuh Hinata ke ranjangnya dan menyerang perempuan itu tanpa meminta persetujuannya lagi.

Menit berikutnya, kamar itu sudah dipenuhi dengan suara romantisme panas yang terjadi di antara mereka berdua.

.

.

.

.

.

.

.

THE END

.

.

.

.

.

A/N : Enggg... -_-"

Tadaaaa! Sudah selesai.

Pasti bakal pada komen "Hah! Gini doang?! Gantung banget!"

Ya, ya, ya ... Saya emang suka akhir yang gantung dan menentukan nasib cerita selanjutanya pada para readers. Hahaha.

Tapi saya bikin chap terakhir ini setelah bertapa sehari semalam biar kesannya gak aneh dan gaje. Ya... walaupun akhirnya gaje.

Okelah. Silakan review'nya. Tumpahkan segala pujian dan kekesalan Anda pada saya. Saya akan menerimanya dengan sukacita. Hahahahaha!

Makasih buat yang udah ngikutin fic ini, review, follow dan fav.