GROWING PAINS

Main Cast: Lee Donghae, Lee Hyukjae

Genre: Romance

WARNING!

BOYS LOVE

SEWAKTU-WAKTU BISA NAIK RATED.

DON'T LIKE? DON'T READ PLEASE!

THE STORY IS MINE

Typo may applied, don't be silent reader please, NOT ALLOWED TO COPY PASTE WITHOUT MY PERMISSION ^^

TIDAK MENERIMA BASH DAN KAWAN-KAWANNYA. KRITIK DAN SARAN SANGAT DIBUTUHKAN.

THANKYOU ^^


.

.

I hope You will not be like Me, remembering too much of the past...

.

.


"Sayang, dasiku dimana? Aku kesiangan!"

Eunhyuk membuka matanya dengan paksa, ia melirik jam dinding dengan mata setengah terpejam.

Pukul tujuh?

Kesiangan?

Siapa?

Oh, Donghae. Benar, Eunhyuk kembali hidup dengan Donghae yang sedang hilang ingatan. Eunhyuk sama sekali belum terbiasa dengan kehadiran Donghae, bahkan perasaan canggung dan kaku masih sering Eunhyuk tunjukan. Semua terlalu tiba-tiba bagi Eunhyuk, kembalinya Donghae setelah lima tahun membuat perasaan Eunhyuk menjadi bimbang dan jangan lupakan fakta bahwa dia sekarang orang yang kehilangan ingatan. Bukannya senang, Eunhyuk malah merasa frustasi dengan keadaannya sekarang. Jujur ia memang mengharapkan Donghae kembali, tapi tidak seperti ini. Eunhyuk ingin sebuah kejelasan, persoalan saat mereka putus lima tahun yang lalu belum terselesaikan dan bahkan luka hati juga trauma di hati Eunhyuk saat Donghae pergi sama sekali belum sembuh dan masih sangat membekas dihatinya.

Saat memutuskan untuk datang menjemput Donghae ke rumah sakit kemarin, Eunhyuk sampai tidak tidur dan selalu gelisah. Semua terasa membingungkan dan aneh. Aneh karena Donghae tiba-tiba kembali dan kehilangan ingatan, lalu tiba-tiba ada seseorang yang mengaku sebagai asistennya Donghae mendatanginya dan memintanya untuk bersandiwara mengikuti alur ingatan Donghae yang sekarang. Jelas ini aneh dan gila! Bagaimana dengan luka hatinya? Eunhyuk harus bersandiwara seolah-olah semua baik-baik saja, padahal luka dihatinya masih menganga sangat lebar.

"Sayang, dimana dasiku?"

Eunhyuk mngalihkan pandangannya pada Donghae, ia beranjak dari tempat tidur dan membawa Donghae ikut duduk bersamanya di tepi tempat tidur.

"Kau sudah lama berhenti jadi guru. Sekarang, kau seorang fotografer dan memiliki galeri sendiri."

"Benarkah?"

Eunhyuk mengangguk, ia kemudian membuka lemari dan menunjukan kamera milik Donghae. Tanpa bermaksud memaksa Donghae mengingat masa lalunya, Eunhyuk hanya ingin Donghae terbiasa dengan kehidupan barunya. Bagaimanapun, ingatan Donghae harus pulih dan Eunhyuk tidak mau terlalu banyak membohongi Donghae. Ketika saatnya nanti ingatan Donghae kembali, Eunhyuk tidak ingin meninggalkan banyak kebohongan. Kalaupun Donghae membencinya karena telah melakukan sandiwara ini, setidaknya Eunhyuk tidak meninggalkan banyak kebohongan yang akan membuat Donghae semakin membencinya.

"Kau bekerja dengan Henry dan sebentar lagi kau akan melakukan pameran di London."

Tidak ada reaksi dari Donghae, ia masih saja memandangi kameranya dan sedetik kemudian ia memegangi kepalanya. Mendengar sesuatu tentang galeri membuat kepala Donghae berdenyut sakit dan tiba-tiba saja sekelebat pertengkarannya dengan Eunhyuk di masa lalu terlintas dengan cepat diingatannya.

"Aku pusing."

"Jangan memaksakan diri, tidak apa-apa kau tidak perlu mengingatnya kalau kau tidak mau mengingatnya."

"Apa kita pernah bertengkar hebat sebelumnya?"

"I—tu—Donghae, kau baik-baik saja?"

"Apa kita pernah bertengkar hebat sebelumnya? Jawab aku!"

Sekali lagi Donghae mengulangi pertanyaannya diiringi dengan nada suara yang tinggi dan terkesan membentak. Donghae masih saja memegangi kepalanya dengan nafas terengah-engah seperti sesak, dan jelas saja hal itu membuat Eunhyuk sangat panik.

"Kita—kita pernah bertengkar karena sesuatu. Kalau kau tidak sanggup mengingatnya, jangan dipaksakan. Aku mohon, jangan menyakiti dirimu seperti ini."

Eunhyuk hampir saja terisak ketika Donghae tiba-tiba memeluknya dengan berurai airmata. Laki-laki yang pernah menjadi sumber kebahagiaannya itu menangis tersedu-sedu di bahu Eunhyuk, tangisan yang entah apa sebabnya itu membuat Eunhyuk ikut terisak pelan. Hatinya ikut merasa sakit dan terbebani dengan keadaan Donghae yang seperti ini.

"Apa aku menyakitimu? Saat bertengkar apa aku membuatmu terluka?"

"Tidak, justru sebaliknya. Akulah yang membuatmu terluka."

Pelukan mereka terlepas, Eunhyuk mengusap jejak airmata di pipi Donghae. Dulu hampir setiap hari mereka tertawa dan hanya tahu bahagia, tapi sekarang mereka selalu menangis dan tertekan.

"Aku membuatmu terluka, maka dari itu kau—"

Tanpa sadar Eunhyuk hampir saja mengatakan yang sebenarnya, ia mengerjapkan matanya dan mengalihkan pandangannya ke arah lain. Kemanapun asal tidak ke arah mata Donghae.

"Setelah itu kita baikan dan bersenang-senang seperti biasanya."

"Tadi tiba-tiba sekelebat bayangan saat kita bertengkar terlintas begitu saja. Kenapa kita bertengkar?"

"Aku terlalu kekanakan, itu sebabnya kita bertengkar. Kau pergi dari rumah dan mengalami kecelakaan."

"Lalu, kenapa aku mengalami kecelakaan yang kedua."

Bola mata Eunhyuk bergerak liar, ia tidak tahu harus menjawab apa lagi. Eunhyuk benar-benar tidak ingin berbohong, tapi ia juga tidak mungkin mengatakan hal yang sebenarnya karena mungkin saja kejujurannya akan membuat Donghae celaka.

"Kau—hm, kau di tabrak saat memotret."

Donghae kembali memejamkan matanya seolah membayangkan apa yang disampaikan Eunhyuk, menelusuri ingatannya dan berusaha mengingat apa yang hilang dari ingatannya.

Kosong.

Semua kosong dan Donghae tidak bisa mengingat apa-apa kecuali suara berdebum yang kencang, ia mendengar suara hantaman dan merasakan pecahan kaca merobek kulit wajahnya.

"Aku tidak bisa mengingat apapun."

"Jangan memaksakan dirimu."

Eunhyuk mendekap Donghae, ia menepuk-nepuk punggung Donghae untuk memberinya kenyamanan.

Kalau saja dulu aku bersikap sedikit lebih dewasa...

.

.


ooODEOoo


Sudah hampir larut malam dan Donghae belum juga kembali, berkali-kali Eunhyuk melirik jam dinding dan berkali-kali pula Eunhyuk mencoba menghubungi ponsel Donghae namun hasilnya tetap nihil. Donghae tidak kunjung datang dan ponselnya tidak aktif. Eunhyuk merasa tidak tenang dan khawatir, ia takut ada sesuatu yang buruk menimpa Donghae, terlebih tadi pagi Donghae mengeluh tidak enak badan. Pikiran-pikiran buruk tentang Donghae yang pingsan di tempat kerjanya atau kecelakaan mobil karena tidak fokus ketika berkendara terus menghantui Eunhyuk. Perasaannya semakin tidak enak lagi karena pikiran buruknya mulai merambah kemana-mana.

Eunhyuk kembali ke kamarnya dan mencoba menghubungi ponsel Donghae sekali lagi, berharap kali ini Donghae mengangkat panggilan teleponnya dan mengabari Eunhyuk soal keadaannya. Terdengar nada sambung tapi kemudian terputus, jelas Donghae mengabaikan panggilan telepon darinya. Perasaan yang awalnya cemas, kini berubah menjadi perasaan marah dan emosi. Kalaupun Donghae memang sibuk, seharusnya dia menyempatkan diri untuk mengabari Eunhyuk. Setidaknya Eunhyuk tidak akan merasa secemas sekarang bila Donghae mau sebentar saja meluangkan waktunya untuk meneleponnya.

"Kau belum tidur?"

Suara Donghae terdengar tak lama setelah pintu apartemen mereka tertutup. Masih berani bertanya belum tidur? Bukankah jawabannya sudah jelas? Eunhyuk tidak tidur karena cemas dan menunggu kabar darinya!

"Aku menunggumu! Kemana saja kau? Apa rapat di sekolah menghabiskan waktu sampai larut malam?"

"Aku mampir ke rumah teman."

"Tidak bisakah kau memberiku kabar agar aku tidak selalu mencemaskanmu?"

"Hyuk, aku tidak pernah memintamu untuk mencemaskanku setiap saat! Tidur saja duluan kalau kau sudah mengantuk."

"Lee Donghae!"

"Hentikan, Lee Hyukjae! Kita belum menikah dan tingkahmu mulai menyebalkan seperti ini. Sebenarnya apa maumu?"

Mendengar kalimat menyakitkan meluncur dari mulut Donghae membuat Eunhyuk kehilangan semua kata-katanya dan tidak tahu mau membalas kata-kata Donghae bagaimana. Semua kalimatnya tertahan di tenggorokannya dan itu membuatnya sangat sesak. Bertahun-tahun berhubungan, baru kali ini mereka berargumen seperti ini. Biasanya Donghae akan menjelaskan dengan detail kenapa dia pulang telat, atau kemana dia pergi sehingga Eunhyuk tidak lagi merasa cemas. Tapi sudah dua hari belakangan ini Donghae selalu pulang larut dan tidak mau bicara apa-apa, ketika Eunhyuk bertanya maka Donghae akan menjawabnya dengan ketus dan terkesan marah.

"Aku hanya ingin penjelasanmu."

Setelah berkata demikian Eunhyuk masuk ke kamar tanpa mau melihat Donghae, jika diteruskan pertengkaran mereka akan lebih hebat lagi.

Jengah karena Donghae tidak juga memberi penjelasan, akhirnya Eunhyuk memutuskan untuk mengikuti Donghae keesokan harinya. Donghae bekerja seperti biasa, keluar dari sekolah jam empat sore dan mampir ke coffee shop langganannya sebelum ia pulang. Semua aktifitas Donghae berjalan seperti biasanya, yang aneh adalah Donghae tidak langsung pulang ke arah rumah. Donghae memutar arah dan berhenti di sebuah galeri foto pinggir jalan, dia tersenyum dan terlihat menyapa seorang gadis cantik berambut panjang dan pirang. Eunhyuk berdecih, jadi ini kenapa Donghae selalu pulang larut malam dan lupa mengabarinya? Eunhyuk tidak mau berburuk sangka, tapi cara Donghae berbicara dan menatap gadis itu membuat darah Eunhyuk mendidih. Rasanya ingin sekali turun dari mobil dan langsung memaki Donghae di hadapan gadis pirang itu, sayangnya Eunhyuk masih punya malu dan harga dirinya yang terlampau tinggi itu tidak mengijinkannya melakukan hal-hal memalukan seperti itu. Eunhyuk memutuskan untuk menunggu Donghae di rumah dan menyelesaikan semuanya di rumah.

Pukul sepuluh lewat limabelas menit, pintu apartemen baru terdengar terbuka menandakan seseorang telah masuk. Kekasihnya yang di tunggu-tunggu itu datang juga, kali ini wajahnya terlihat lebih bersemangat. Oh, bahagia setelah menemui jalang itu? Ingatkan Eunhyuk menjambak gadis yang telah menggoda kekasihnya itu nanti.

"Kau tidak rapat di sekolah, bukan? Siapa gadis itu?"

"Kau mengikutiku?"

"Siapa gadis itu?"

Eunhyuk mengulangi pertanyaannya dengan nada datar, ia tidak mau emosi dan tidak mau meledak-ledak. Bagaimanapun perioritas utama Eunhyuk adalah kelangsungan hubungan mereka berdua, bukan emosi sesaatnya.

"Oh, Victoria. Seseorang yang tertarik pada dunia fotografi."

"Dan tertarik padamu?"

"Jangan memancing pertengkaran, Hyuk! Dia seorang teman biasa yang kebetulan sama-sama tertarik pada dunia fotografi."

Sungguh, tidak ada niat sedikitpun memancing pertengkaran atau apapun itu. Tapi kenyataan bahwa Donghae selalu menunda-nunda pernikahan dan di tambah lagi dengan dia yang mulai berbohong membuat Eunhyuk diselimuti oleh pikiran-pikiran buruk.

"Inikah alasanmu selalu menunda pernikahan kita?"

"Kenapa kau menyeret-nyeret urusan pernikahan? Kau benar-benar seperti anak kecil!"

Emosi Eunhyuk mulai memuncak, ia tidak tahan lagi dengan semua ucapan Donghae. Selama ini Eunhyuk bersabar dan menekan emosinya tapi kali ini benar-benar sudah keterlaluan dan di luar batas, dia yang bersalah tapi bertingkah seolah-olah Eunhyuk lah pihak yang bersalah.

"Kalau kau tidak mau menikahiku maka katakan sejak awal! Jadi aku tidak perlu berharap berlebihan padamu! Kau memang brengsek, Lee Donghae! Menghilanglah dari pandanganku!"

Eunhyuk mendorong tubuh Donghae hingga tersungkur. Emosinya memuncak, ketika melihat wajah Donghae dan semua penjelasannya yang menurut Eunhyuk hanya dusta. Eunhyuk mencintai Donghae dengan sepenuh hatinya tapi Donghae malah menyia-nyiakan semua itu dan mulai berbohong. Menikah? Bagaimana mereka mau menikah jika Donghae sudah mulai berani berbohong padanya dan bertemu dengan seseorang dibelakangnya.

"Tidak bisakah kau mendengarkan penjelasanku dulu? Kau kekanak-kanakan!"

"Kekanakan? Jelas-jelas kau berbohong padaku! Kau bilang ada rapat di sekolah sampai malam dan apa? Kau ada di galeri foto milik si jalang itu!"

Tangan Eunhyuk melayang di udara, bersiap menampar Donghae. Tapi sebelum itu terjadi, Donghae menahan gerakan tangan Eunhyuk dengan cara mencengkramnya. Donghae mendorong Eunhyuk hingga terjerembab ke tempat tidur, tidak ada lagi kelembutan yang ada hanya emosi yang meledak-ledak. Keduanya diselimuti emosi hingga tidak ada salah satu dari mereka yang mau mengalah dan mendengarkan. Bahkan Donghae yang biasanya tenang dan selalu menyelesaikan masalah dengan tenang, kini mengamuk dan menyakiti Eunhyuk.

"Dia bukan jalang!"

"Enyah dari hadapanku, bajingan!"

Dan Donghae berlalu begitu saja, tanpa menoleh lagi ke arah Eunhyuk yang sudah berlinangan airmata.

.

.


"Enyah dari hadapanku, bajingan!"

Demi menghindari pertengkaran yang lebih hebat lagi, akhirnya Donghae mengalah dan memilih pergi dari apartemen tanpa mau melihat lagi ke belakang. Cukup sudah, hari ini Eunhyuk menguras habis kesabaran dengan menuduhnya dengan hal yang tidak masuk akal.

Donghae tidak mengerti, sebenarnya apa yang ada dipikiran Eunhyuk? Akhir-akhir ini dia sensitif sekali dan mudah marah. Donghae tahu, salah satu alasannya mungkin karena Donghae yang menunda-nunda pernikahan mereka. Sejujurnya Donghae tidak menundanya, ia hanya menunggu Eunhyuk menyelesaikan kuliahnya. Salah? Dimana salahnya? Toh Donghae memberi kejelasan pada Eunhyuk, mereka tinggal satu atap dengan ikatan pertunangan. Apa lagi yang Eunhyuk inginkan?

Persoalan mereka semakin rumit ketika Eunhyuk mulai mencurigai Donghae. Okay, untuk yang satu itu Donghae akui dirinya memang bersalah. Donghae mempunyai hobi fotografi dan akhir-akhir ini ia ingin mendalaminya, kebetulan Yunho punya seorang kenalan yang sudah merintis karir fotografi alam sejak tiga tahun yang lalu. Dia bukan seorang ahli, tapi pengalamannya memotret sudah jauh di atas Donghae.

Victoria gadis yang ramah, dia tidak sungkan membagi pengalamannya dengan Donghae. Seminggu mengenal Victoria, Donghae mulai memikirkan untuk mendalami profesi fotografer. Rencananya setelah menikah dengan Eunhyuk nanti, Donghae ingin membawanya ke London dan tinggal di sana. Sementara masih memikirkan soal rencananya, Donghae tidak sempat atau terlalu ceroboh sehingga melupakan kehadiran Eunhyuk. Seharusnya, apapun yang ia lakukan dibicarakan terlebih dahulu dengan Eunhyuk sehingga tidak akan menimbulkan kecurigaan dan salah paham.

Malam itu entah lelah atau apa Donghae yang biasanya tenang tidak bisa mengontrol emosinya, ia hampir saja melukai Eunhyuk dengan tangannya. Karena emosi keduanya yang terus memuncak, akhirnya Donghae mengalah dan menuruti perintah Eunhyuk untuk pergi. Pergi untuk sementara, ia hanya ingin mendinginkan kepalanya dan kembali berbicara dengan Eunhyuk setelah semuanya kembali stabil dan terkontrol. Sayangnya, malam itu Donghae mengendarai mobilnya dalam keadaan pikiran yang kacau, ia menerobos lampu merah dan akhirnya di hantam oleh truk yang melaju kencang dari arah kanan.

"Sadarlah, tuan!"

"Buka matamu!"

Hanya suara-suara acak yang dapat Donghae dengar, ia tidak dapat merasakan tubuhnya lagi, semua terasa berputar-putar dan akhirnya gelap.

Ketika Donghae membuka mata, ia sudah ada di rumah sakit dengan rasa sakit di seluruh tubuhnya. Tangan dan kepalanya di balut perban, di tambah lagi leher dan kakinya dipasangkan gips. Well, kecelakaan itu ternyata cukup parah hingga membuat seluruh tubuhnya hampir tertutupi kain perban.

"Dasar bodoh! Aku ketakutan setengah mati! Bagaimana bisa kau menerobos lampu merah, huh? Kau bosan hidup?"

"Kau benar-benar sialan, Lee Donghae! Aku hampir mati ketakutan!"

Suara yang pertama Donghae dengar adalah omelan Jaejoong dan cacian Yunho. Bagus sekali, seluruh tubuhnya terasa sakit dan teman-temannya malah mengomelinya habis-habisan. Tentu saja Yunho dan Jaejoong mengomelinya, mereka panik dan ketakutan karena Donghae sempat kritis dan tidak sadarkan diri selama seminggu. Setelah masa kritisnya lewat, Donghae belum juga membuka matanya dan ketika sadar Donghae malah mendengus dan mengeluhkan omelan Yunho. Donghae merasa hanya tidak sadar selama sehari saja dan emosi Yunho tiba-tiba memuncak, kalau saja Donghae bukan pasien mungkin Yunho sudah menendangnya keras-keras.

"Eunhyuk sudah tahu?"

Pertanyaan yang diajukan Donghae pertama kali tentu saja keberadaan Eunhyuk, ia merasa bersalah karena pertengkaran tempo hari dan ingin segera meminta maaf serta meluruskan masalah mereka.

"Dia akan segera datang."

.

.


Mendengar kabar Donghae kecelakaan, Eunhyuk langsung datang ke rumah sakit. Kondisi Donghae kritis karena kehabisan banyak darah, ia langsung di bawa ke ruang ICU begitu selesai operasi. Eunhyuk tidak bisa masuk ataupun melihat keadaannya karena tidak diijinkan oleh dokter, jadi ia hanya bisa berdoa dalam diam dan terus berharap Donghae akan melewati masa kritisnya.

Hanya ada Junsu disampingnya yang selalu menyemangatinya dan mengingatkannya untuk makan. Sehari, dua hari dan tiga hari, akhirnya Eunhyuk membuat keputusan besar. Rasanya, sudah tidak mungkin lagi hubungan mereka dipertahankan. Keputusan Eunhyuk sudah bulat, ketika Donghae sadar nanti ia akan mengakhiri hubungannya dan berhenti menjadi beban untuk Donghae. Mungkin benar dirinya kekanakan dan hanya menjadi beban untuk Donghae, itu sebabnya Donghae terus menunda-nunda pernikahan mereka. Ada keraguan di hati Donghae, dan Eunhyuk tidak mau hubungan ini bertahan dengan adanya keraguan di antara mereka.

Seminggu berlalu, akhirnya Eunhyuk dapat kabar bahwa Donghae telah sadar dan tidak berhenti menanyakannya. Dengan berat hati dan langkah yang tak kalah berat, Eunhyuk datang ke rumah sakit untuk menyelesaikan semuanya. Semua ini sangat berat untuk Eunhyuk, semua terlalu berarti baginya, tapi jika memang tidak bisa dipertahankan dan selalu ragu untuk apa terus dijalani? Eunhyuk tidak mau menjadi beban untuk Donghae, jika Donghae memang tidak menginginkan hubungan ini, maka Eunhyuk akan mengakhirinya dan membiarkan Donghae pergi mencari cinta yang lain yang mungkin bisa membuatnya lebih bahagia.

"Hyuk, maafkan aku."

Kata-kata pertama yang diucapkan Donghae begitu Eunhyuk masuk membuat Eunhyuk merasa semakin berat untuk mengakhiri semua ini, tapi keputusannya sudah bulat dan tidak dapat di rubah lagi.Eunhyuk melangkah mendekati Donghae yang masih berbaring di tempat tidur, wajahnya tampak pucat dan keadaannya sangat menyedihkan. Bekas luka di seluruh wajah, kepala yang di perban serata leher dan kaki yang masih di gips, keadaan Donghae sungguh membuat hati Eunhyuk berdenyut sakit dan sempat ragu dengan keputusannya untuk mengakhiri semua ini.

"Kita sudahi saja semua ini."

Akhirnya kalimat itu terucap juga, hati Eunhyuk sakit dan airmata berdesakan di pelupuk matanya. Nafasnya tertahan di tenggorokan, membuatnya tidak bisa berkata-kata lebih banyak lagi.

"Hyuk?"

"Aku kembalikan ini padamu. Maaf."

Tanpa menunggu Donghae mengucapkan lebih banyak lagi kalimat, Eunhyuk melepaskan kalungnya dan memberikannya pada Donghae, ia tidak bisa menunggu kalimat Donghae karena mungkin saja hatinya akan goyah. Akhirnya Eunhyuk hanya menyerahkan kalungnya dan setelah itu pergi dengan menggumamkan kata maaf yang lirih.

"Maafkan aku."

.

.


ooODEOoo


"Sayang, bagaimana cara menggunakannya?"

Hari sudah hampir gelap dan Donghae masih saja sibuk dengan kameranya, ia tidak berhenti menganggu Eunhyuk yang sedang menyiapkan makan malam dengan terus-menerus bertanya soal bagaimana menggunakan kamera profesional yang sekarang ada di tangannya. Hampir seluruh ruangan Donghae potret dan hampir setiap saat ia bertanya soal hasilnya pada Eunhyuk. Tidak ada yang bisa Eunhyuk lakukan selain mendesah dan menjawab pertanyaan Donghae dengan hati yang sedikit kesal, yang benar saja! Masakan tidak selesai-selesai karena Donghae tidak berhenti menganggunya.

"Hyuk, belnya bunyi."

"Lihat siapa yang datang! Aku masih sibuk."

"Oh, Henry."

Eunhyuk diam sejenak, ia mematikan kompor sebelum datang ke ruang tamu. Entah kenapa Eunhyuk selalu merasa sedikit cemburu pada Henry, setiap kali melihatnya Eunhyuk selalu merasa tidak tenang. Ada rasa takut dia akan membuat ingatan Donghae cepat kembali dan akhirnya Donghae meninggalkannya karena lebih memilih Henry.

"Kenapa malah diam memandangi intercom? Buka pintunya."

"Hai!"

Seperti biasanya, Henry menyapa dengan riang dan gembira. Kapan pun dimana pun dia akan membawa suasana menjadi ceria, Eunhyuk tersenyum lalu mempersilahkan Henry masuk.

"Sudah makan? Aku baru selesai masak."

"Wow, aku sangat lapar!"

"Hyung."

"Hm?"

Entah sejak kapan Henry mulai memanggilnya dengan sebutan Hyung, dia memang lebih muda beberapa tahun dari Eunhyuk tapi rasanya canggung sekali mendengarnya memanggilnya dengan sebutan Hyung.

"Setelah makan, boleh aku mengajak Donghae keluar?"

Lagi-lagi Eunhyuk terdiam, ia melirik Donghae yang sedang fokus pada makanannya. Hatinya tidak menginjinkan dan tidak menginginkan Donghae pergi, tapi sesungguhnya ia tidak punya hak untuk melarang Donghae pergi karena perannya sebagai istri Donghae hanyalah sebuah sandiwara.

"Bawa dia pulang sebelum jam sepuluh malam dan jangan lupa baju hangatnya."

Henry tersenyum memandangi Eunhyuk, tak heran Donghae begitu mencintainya. Selain memang manis, dia laki-laki yang sangat mendetail dan memperhatikan Donghae bahkan dari hal yang terkecil.

"Aku mengerti."

Makan malam berakhir begitu saja, tidak ada pembicaraan berarti di antara mereka bertiga. Henry pergi ke dapur membantu Eunhyuk membereskan dapur dan mencuci piring sebelum akhirnya ia pamit membawa Donghae pergi. Sampai di pintu depan Eunhyuk melamun, ia memandangi punggung Donghae sampai akhirnya masuk ke dalam elevator dan hilang dari jarak pandangnya. Kenapa rasanya berat sekali melepas Donghae pergi dengan orang lain? Padahal sudah jelas hubungan mereka telah berakhir sejak lima tahun yang lalu. Kalau saja Eunhyuk boleh egois, ia tidak mau Donghae pergi di luar jarak pandangnya. Eunhyuk ingin Donghae selalu ada di sekitarnya, agar ia tidak lagi merasa ketakutan akan kehilangan Donghae untuk yang kedua kalinya.

"Hei, bagaimana keadaan Donghae Saem?"

Baru saja akan menutup pintu, Eunhyuk melihat Junsu yang langsung masuk ke dalam apartemennya tanpa permisi dan duduk di meja makan dengan wajah yang kusut.

"Aku khawatir sekali padamu."

Eunhyuk mengikuti Junsu, duduk di meja makan dan meneguk segelas air untuk menyegarkan tenggorokannya yang tiba-tiba terasa sangat kering.

"Dia pergi dengan Henry."

"Dan kau mengijinkannya?"

Nada bicara Junsu meninggi, lagi-lagi dia emosi. Sama seperti ketika Eunhyuk memberitahu Junsu soal Donghae yang hilang ingatan dan Henry memintanya bersandiwara mengikuti alur ingatan Donghae yang sekarang. Eunhyuk tahu dan sangat mengerti mengapa Junsu sangat mencemaskannya, tapi Eunhyuk tidak bisa menolak permintaan Henry dan membuat Donghae kebingungan karena ingatannya yang hilang sebagian itu.

"Mau bagaimana lagi? Bagaimana pun aku ini hanya kekasih bohongan."

"Kau benar-benar sudah gila!"

"Aku hanya menebus kesalahan."

"Kesalahan apa? Perpisahan di masa lalu? Aku benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiranmu! Kau berpisah dengannya karena kau bilang perasaanmu tersiksa, lalu setelah berpisah kau juga mengeluh karena ternyata kau semakin tersiksa setelah berpisah dengannya, dan sekarang apa yang kau lakukan? Kau kembali padanya dengan bersandiwara. Sebenarnya apa yang ada dipikiranmu, Lee Hyukjae?"

Eunhyuk menghembuskan nafasnya, nada bicara Junsu semakin meninggi menandakan dia sedang benar-benar marah. Semua yang dikatakan Junsu benar adanya, Eunhyuk memang plin-plan dan tidak ada seorang pun yang dapat mengerti jalan pikirannya karena Eunhyuk sendiri pun tidak mengerti dirinya.

"Aku tidak tahu, aku hanya merasa bahagia melihatnya kembali. Aku bahagia bisa mendengar suaranya lagi, merasakan sentuhannya, dan menikmati rasa hangat ketika dia memelukku seperti dulu."

"Pikirkan sekali lagi. Pada akhirnya, aku yang akan terluka karena kebodohanmu sendiri."

Junsu kembali memakai mantelnya dan pergi meninggalkan Eunhyuk yang termenung di meja makan. Junsu benar, dia memang selalu benar. Hanya saja Eunhyuk terlalu keras kepala untuk mengakui semua yang dikatakan Junsu memang benar. Egois? Memang benar Eunhyuk egois. Eunhyuk hanya memikirkan bagaimana cara meredakan rasa sakitnya sendiri tanpa memikirkan bagaimana sakit yang di alami Donghae.

Berjam-jam Eunhyuk duduk termenung di meja makan, memikirkan semua kata-kata Junsu barusan. Jika suatu saat ingatan Donghae kembali, apa yang akan terjadi padanya? Akankah perpisahan itu terulang lagi? Eunhyuk terus memikirkan apa yang akan terjadi sampai tidak sadar jam sudah menunjukan pukul sembilan malam dan Donghae belum juga datang. Eunhyuk beranjak dari tempatnya, ia mengambil ponselnya dan menghubungi Donghae.

"Kau dimana?"

"Di depan pintu."

Eunhyuk menutup sambungan teleponnya dan berjalan cepat menuju pintu.

"Maaf agak terlambat."

Pemandangan pertama yang Eunhyuk lihat begitu membuka pintu adalah senyum Donghae yang seperti anak kecil yang akan dimarahi ibunya. Eunhyuk berdecak tidak suka, berapa usianya sekarang? Kenapa setiap kali dia tersenyum justru terlihat seperti anak kecil?

"Masuklah, sudah malam. Ganti bajumu dan segera minum obat."

"Hm. Oh, Henry ternyata orang yang menyenangkan. Dia banyak bicara dan semua yang keluar dari mulutnya selalu membuatku tertawa, kadang dia juga terlihat sangat menggemaskan seperti anak kecil. Dia mengajarkanku bagaimana cara menggunakan kamera, semua yang dia lakukan terasa sangat familiar. Kau tahu kenapa?"

Eunhyuk menggeleng pelan sambil menyodorkan segelas air pada Donghae. Hatinya memanas mendengar serentetan kalimat pujian yang ditujukan pada Henry, apa dia sehebat itu? Semenyenangkan itu? Dulu senyum itu hanya ditunjukan kepadanya, tapi sekarang ia memberikan senyum itu untuk orang lain.

"Kau merasa senang dengannya?"

"Hm, dia jauh lebih muda dariku tapi dia bisa mengimbangi pembicaraanku. Dia tidak berbicara formal padaku, dia juga tidak memanggilku dengan sebutan Hyung. Dia sama sepertimu."

Sama sepertimu...

Apakah itu artinya Donghae sudah mendapatkan penggantinya? Eunhyuk merasa posisinya sudah tergantikan oleh Henry. Donghae selalu membicarakannya dengan senyum yang tidak pernah meninggalkan wajah tampannya.

"Benarkah?"

"Hm."

Benarkah kau sebahagia itu?

.

.


Setelah dua minggu keluar dari rumah sakit, Donghae diharuskan kembali ke rumah sakit untuk melakukan check up. Eunhyuk menemaninya seperti biasanya dan Henry pun ikut hadir menemani Donghae. Bila di tanya apakah Eunhyuk tidak keberatan? Jawabannya sudah pasti keberatan, tapi Eunhyuk tidak punya alasan untuk merasa keberatan. Kenapa? Henry laki-laki yang ceria dan baik, dia membuat Donghae merasa nyaman dan kesehatannya cepat pulih karena Henry selalu membuat Donghae tertawa. Sudah dua minggu Donghae tidak mengeluh sakit kepala berkat Henry yang sering berkunjung ke apartemen mereka dan mengajak Donghae bicara soal banyak hal, sesekali mereka juga pergi keluar berdua hingga larut malam. Ingin melarangnya, tapi Eunhyuk tidak punya alasan yang cukup kuat. Jadi Eunhyuk hanya bisa melepaskan Donghae pergi bersama Henry meski sebenarnya ia sangat keberatan.

"Cepat turun, dokter sudah menunggu."

Eunhyuk mengingatkan Henry dan Donghae yang masih saja mengobrol. Meskipun Donghae duduk di depan, Eunhyuk merasa dirinya hanya supir karena sejak tadi Donghae tidak banyak bicara padanya dan terus berbicara dengan Henry.

"Hai, Donghae-ssi. Bagaimana keadaanmu?"

"Sangat baik."

"Sakit kepalamu bagaimana?"

"Sudah tidak pernah terasa lagi."

"Obatmu habis?"

"Ya."

Dokter tersenyum sambil menuliskan sesuatu di selembar kertas, mungkin resep obat yang baru atau entah apa Eunhyuk tidak begitu memperhatikannya. Perhatiannya tertuju pada wajah Donghae yang begitu berseri-seri dan tampak sangat bahagia, apa semua itu karena dirinya? Atau Henry?

"Kondisimu sudah baik-baik saja, kau tidak memerlukan obat lagi. Hasil pemeriksaan MRI dan CT-SCAN juga bagus, ingatanmu mungkin akan segera kembali. Tapi ingat, jangan terlalu memaksakan diri untuk mengingat. Jika memang sudah saatnya, ingatanmu akan kembali dengan sendirinya."

"Kau dengar itu? Ingatanku akan kembali dan aku tidak akan pernah melupakan setiap detik yang telah aku lalui bersamamu. Tidak akan pernah."

Benarkah?

Eunhyuk mengangguk dan tersenyum, tapi raut wajahnya sama sekali tidak menunjukan ia merasa senang atau setuju dengan ucapan Donghae.

"Hyuk?"

Bibir Donghae yang tadi melengkung ke atas kini kembali datar, ia menyadari ada yang salah dengan ekspresi kekasihnya. Eunhyuk tersenyum tapi mata dan raut wajahnya seperti tidak menunjukan bahwa dia merasa senang, dia terlihat bingung dan cemas.

"Kau mencemaskan sesuatu?"

"Tidak ada."

"Kalau begitu kita pulang saja, kau terlihat tidak enak badan."

"Henry?"

"Aku akan mencarikan taksi untuknya, kau tunggu saja di mobil. Aku akan segera kembali."

Eunhyuk kemudian terdiam, ia tidak melarang Donghae untuk mencarikan taksi untuk Henry. Biar saja, karena hanya dengan begitu Eunhyuk jadi punya waktu berdua dengan Donghae. Eunhyuk sudah tidak peduli lagi dengan predikat egois yang melekat padanya, ia hanya ingin punya waktu lebih dengan Donghae sebelum ingatan Donghae pulih dan semua mimpi indah ini berakhir.

Tak lama Donghae kembali dengan setengah berlari, mungkin dia tidak ingin membuat Eunhyuk menunggu lebih lama lagi. Sejak dulu inilah yang Eunhyuk sukai dari Donghae, dia tidak pernah membuat Eunhyuk menunggu lama. Donghae selalu berusaha membuat Eunhyuk nyaman dan tidak pernah membuatnya cemas, setidaknya dia selalu begitu sampai perpisahan itu terjadi.

"Donghae."

"Hm?"

Eunhyuk meraih tengkuk Donghae dan melumatnya tergesa-gesa begitu Donghae berbalik untuk menatapnya, entah apa yang mendorongnya berbuat demikian. Mungkin benar Eunhyuk munafik, ia selalu menahan diri untuk tidak berbuat lebih dari sekedar berbincang dan berpegangan tangan karena ia sadar semua ini hanya sandiwara, tapi apa daya? Jauh di dalam lubuk hatinya ia sangat merindukan semua yang ada pada Donghae.

"Kau selalu menolak ketika aku berusaha menyentuhmu, tapi hari ini? Ada apa denganmu."

"Maafkan aku."

Suara Eunhyuk bergetar dan lirih, ia menundukan kepalanya berusaha menghindari tatapan mata Donghae. Sekuat apapun untuk menahan airmatanya, pada akhirnya ia akan tetap menangis ketika melihat mata bening Donghae. Setiap kali melihatnya, Eunhyuk selalu teringat pada masa lalu dan melihat dirinya begitu kejam pada Donghae.

"Kenapa minta maaf? Aku mengerti, kau pasti masih canggung padaku karena aku tiba-tiba kecelakaan dan hilang ingatan. Aku tidak akan memaksamu, karena aku—"

"Aku berbohong padamu."

"Hm?"

"Aku membohongimu, aku berbohong tentang semuanya, aku—aku—"

Eunhyuk menarik nafasnya dalam-dalam sebelum menghembuskannya dengan berat, ia tidak tahan bersandiwara dan terus berbohong pada Donghae. Tiap kali mata mereka bertemu, Eunhyuk semakin merasa bersalah pada Donghae. Eunhyuk memang tidak sanggup berpisah lagi dengan Donghae, tapi Eunhyuk juga tidak mau mendapatkan Donghae kembali dengan cara licik seperti ini. Bagaimana kalau suatu saat ingatan Donghae kembali? Mungkin saja Donghae akan semakin membencinya karena telah berani menipunya dan bersandiwara dihadapannya.

"Sudahlah."

Sudahlah?

Eunhyuk mematung untuk sesaat, bahkan ketika Donghae menarik tubuhnya dan mendekapnya dengan erat, Eunhyuk tetap mematung. Dalam hati ia bertanya-tanya, ada apa dengan reaksi Donghae? Bukankah di saat seperti ini seharusnya Donghae marah? Atau minimalnya dia merasa kebingungan. Tapi, sudahlah? Apa maksudnya dengan sudahlah?

"Aku sudah tahu semuanya."

Mata Eunhyuk membola, ia melepaskan dekapan Donghae dan menatapnya dengan pandangan bertanya-tanya. Sudah tahu semuanya? Eunhyuk masih belum bisa memahami situasi ini, ia terus menatap Donghae menanti jawabannya.

"Mungkin aku juga harus meminta maaf padamu. Aku ingin sekali jujur, tapi situasi kita sekarang membuatku nyaman dan aku tidak mau kehilangan orang yang aku cintai untuk kedua kalinya. Kupikir, dengan tetap diam dan berpura-pura seperti ini akan membuat hubungan kita lebih baik. Aku tidak peduli jika itu hanya sandiwara atau apa yang aku inginkan hanya cinta tulusmu kembali. Aku ingin kau kembali padaku dan menghentikan rasa sakit ini."

Penjelasan Donghae selesai tapi Eunhyuk masih menatapnya tanpa berkedip dan tanpa sepatah katapun, ia masih bingung dan tidak mengerti ada apa sebenarnya? Bola mata Eunhyuk bergerak liar, ia memijat pelan pelipisnya. Situasi ini benar-benar membuatnya bingung.

"Ingatanku sudah kembali."

"Sejak kapan?"

"Sejak Henry mengajakku keluar terakhir kali sebelum kita kesini. Kau boleh marah padaku, menamparku, memukulku, memakiku, lakukan apapun yang membuatmu lega, tapi jangan tinggalkan aku."

"Bagaimana bisa?"

"Dia menunjukan koleksi foto hasil jepretanku satu persatu dan tiba-tiba potongan-potongan ingatanku kembali sedikit demi sedikit. Akhirnya aku bisa mengingat semuanya, bagaimana kita berpisah, kenapa aku kecelakaan dan bagaimana aku berakhir di sini denganmu. Aku seperti menemukan jalan keluar ketika semua ingatanku pulih, tapi aku merasa cemas ketika memikirkanmu, memikirkan hubungan kita. Jika aku jujur soal ingatanku, akankah kau tetap di sampingku seperti sekarang? Tersenyum dan menyentuhku dengan lembut."

"Diam."

Satu tamparan mendarat di pipi kanan Donghae, ia menatap Eunhyuk dalam-dalam. Donghae memang pantas menerima tamparan itu, ia melakukan kesalahan dan ia pantas di tampar oleh Eunhyuk.

"Tamparan itu bukan karena aku marah, bukan karena kau berbohong, bukan karena kau berpura-pura."

"Lalu?"

"Tamparan itu karena berani-beraninya kau pergi dan tidak memberikan kesempatan padaku untuk menyesal atau meminta maaf padamu. Kau pergi tepat setelah hubungan kita berakhir, aku menyesal tapi kau tidak memberiku kesempatan!"

Donghae mengalihkan pandangannya ke depan, lalu mendengus. Eunhyuk benar-benar tidak bisa di ajak bicara baik-baik, selalu saja seperti ini. Pertengkaran mereka yang terakhir juga diawali oleh keributan seperti sekarang ini.

"Kau egois, sangat egois. Haruskah aku menamparmu juga?"

"Apa?"

"Kau pikir bagaimana perasaanku saat kau tinggalkan dulu? Kita bertengkar, aku kecelakaan dan ketika aku membuka mata, aku justru menerima kata-kata putus darimu. Padahal waktu itu aku hanya keluar untuk mendinginkan kepalaku, bukankah sendiri tahu? Aku tidak pernah mau bicara padamu ketika aku marah, kenapa? Karena aku tidak mau menyakitimu."

Donghae kembali menatap Eunhyuk, ia semakin menegaskan setiap kalimat yang keluar dari mulutnya untuk membuat Eunhyuk mengerti dan dapat memahami perasaannya.

"Kau pikir aku baik-baik saja? Aku terus merasa sakit kepala ketika meningatmu, aku terus menangis karena kehilanganmu, itu sebabnya aku pergi! Aku tidak mau merasakan sakit lagi, tapi apa? Kemanapun aku pergi, aku tetap memikirkanmu dan tidak bisa lepas darimu!"

Nada suara Donghae meninggi tanpa disadarinya, emosinya terpancing karena Eunhyuk yang tiba-tiba membahas masa lalu dan membuat Donghae seolah pihak yang meninggalkannya.

"Kau bilang aku pergi begitu saja dan tidak memberimu kesempatan untuk menyesal? Aku sedang memberimu kesempatan sekarang! Jadi, menyesal lah sekarang."

"Lee Donghae!"

"Apa? Dulu kau tidak pernah memberiku kesempatan untuk menjelaskan dan mengakhiri hubungan kita begitu saja tanpa kau pikirkan bagaimana sakitnya aku!"

"Itu sebabnya aku ingin menyesal dan meminta maaf!"

Eunhyuk membuka pintu mobil dengan kasar, meninggalkan kursi kemudi karena tidak sanggup lagi berdepat dengan Donghae. Jantungnya bergemuruh menahan kesal dan kepalanya berdenyut-denyut seperti akan meledak kapan saja.

"Kalau pun harus ada yang pergi, itu aku!"

Eunhyuk berbalik memandangi Donghae yang mengikutinya keluar dari mobil, pandangannya mulai kabur karena airmata yang berdesakan keluar. Ingin berkata-kata, tapi lidahnya terlalu kelu bahkan untuk sekedar mengeluarkan satu kata.

"Kau sudah gila? Aku tidak punya lisensi berkendara di Seoul dan kau mau pulang naik apa? Tas dan dompetmu ada di mobil, bodoh!"

Donghae berdecih, melihat Eunhyuk masih saja mematung memandanginya. Pipi dan hidungnya bahkan sudah merah karena Eunhyuk menahan tangisnya, jika sudah begini Donghae harus mengaku kalah karena ia tidak bisa melihat Eunhyuk seperti itu.

"Kenapa masih berdiri di situ? Masuklah, kita selesaikan ini di rumah."

"Kau brengsek! Kita sedang bertengkar dan kau masih menyuruhku menjadi supir untukmu?"

"Mau pulang tidak? Atau kau mau menginap semalaman di sini dan di culik hantu?"

Hantu? Sialan! Donghae memang sialan! Eunhyuk masuk tergesa-gesa ke dalam mobilnya dan langsung tancap gas meninggalkan basement yang gelap itu.

Kenapa tiba-tiba membahas hantu?

.

.


"Jadi, Henry orang yang pertama kali tahu?"

Eunhyuk masuk ke dalam apartemennya dengan tergesa-gesa, ia bahkan bertanya pada Donghae tanpa memandangnya. Eunhyuk terus melangkah lurus ke dapur dan mengambil segelas air untuk ia teguk dalam sekali tarikan nafas. Kesal, hatinya kesal sekali!

Okay, Eunhyuk memang hanya mantan kekasih Donghae yang bersandiwara menjadi istrinya, tapi perasaannya bukan sandiwara! Eunhyuk masih memiliki perasaan untuk Donghae dan hatinya panas karena orang yang membuat ingatan Donghae pulih adalah Henry, bukan dirinya!

"Tentu saja, dia ada bersamaku saat itu. Kenapa cemburu?"

"Tutup mulutmu, sialan!"

"Sejak kapan mulutmu terus bicara kasar seperti itu?"

"Sejak kau pergi meninggalkan aku!"

"Kau yang meninggalkan aku!"

"Tapi kau yang—"

Donghae menarik lengan Eunhyuk dan membekap bibirnya dengan melumatnya sedikit kasar. Ternyata Eunhyuk cerewet sekali. Cerewet dan sangat sensitif.

"Kenapa kau selalu memulai keributan?"

"Aku—"

Lagi-lagi Donghae melumat bibir Eunhyuk, ia tidak membiarkan Eunhyuk menyelesaikan kalimatnya karena sudah pasti hanya omelan-omelan tidak penting yang akan keluar dari bibir plum yang menjadi candunya itu.

"Kenapa kau tidak memberitahuku kalau ingatanmu sudah kembali?"

Eunhyuk kembali mencecar Donghae dengan pertanyaan begitu pagutan mereka terlepas untuk sejenak.

"Aku ingin kau memastikan perasaanku padamu. Aku ingin tahu, apakah perasaanku ini memang perasaan cinta atau hanya sekedar rasa bersalah."

"Jadi bagaimana perasaanmu?"

Bukannya menjawab, Donghae malah tersenyum dan kembali memagut bibir Eunhyuk. Ciuman Donghae semakin dalam, ia menahan leher Eunhyuk agar tidak memutuskan pagutan mereka. Tidak peduli dengan Eunhyuk yang terus menjambak rambutnya dan memukul lengannya, Donghae terus memagut bibir Eunhyuk. Rontaan Eunhyuk justru membuat sesuatu bangun dan tegak, haruskah Donghae melakukannya malam ini?

"Hya! Dasar bodoh! Sialan! Jawab pertanyaanku!"

Kata-kata makian langsung menghujani Donghae begitu pagutan mereka terlepas, Eunhyuk mengusap bibirnya yang sedikit basah dengan punggung tangannya.

"Hm, bagaimana ya?"

"Sialan! Aku berharap kau hilang ingatan selamanya! Aku benci sekali padamu, Lee Donghae!"

"Jaga ucapanmu, Lee Hyukjae. Kalau aku hilang ingatan lagi, maka aku tidak akan mengingatmu."

"Siapa yang peduli?"

"Oh, kau tidak peduli?

Donghae melangkah mendekati Eunhyuk, menghimpitnya sampai punggung Eunhyuk menempel pada pintu kulkas. Jemari Donghae meraba wajah Eunhyuk, mengelusnya dengan seduktif hingga membuat Eunhyuk memejamkan matanya. Baru di sentuh seperti ini Eunhyuk terbuai, bagaimana kalau lebih?

"Mundur!"

"Tidak mau."

"Aku akan memukulmu!"

"Pukul saja."

"Kau menantang?"

"Ya, mari kita saling memukul—"

Donghae mendekatkan bibirnya pada telinga Eunhyuk, kemudian berbisik dengan seduktif.

"Di ranjang."

Dan akhirnya, mereka benar-benar melakukannya. Donghae tidak peduli dengan rontaan dan makian Eunhyuk. Donghae terus saja mengerjai tubuh Eunhyuk sampai Eunhyuk tidak mampu lagi memaki dan akhirnya hanya mendesah pasrah di bawah kungkungan Donghae.

.

.


ooODEOoo


Henry tersenyum getir sambil melihat satu persatu hasil jepretannya selama berpergian bersama Donghae. Dari sekian banyak foto sudut-sudut Kota yang ia ambil, ada beberapa foto siluet punggung seseorang yang terus dipandanginya. Ya benar, itu memang foto siluet punggung Donghae. Selama ini Henry selalu memotretnya diam-diam, baginya hanya itu hiburan satu-satunya setelah di tolak Donghae terus-menerus.

Saat mengajak Donghae keluar tempo hari, niatnya ingin membuat ingatan Donghae kembali agar Donghae bisa lepas dari Eunhyuk. Jahat? Iya, Henry jahat karena ia berniat memisahkan Donghae dan Eunhyuk. Bukan tanpa alasan, ia hanya merasa perlu memperjuangkan rasa cintanya pada Donghae atau ia akan menyesal selamanya. Tapi apa yang terjadi? Bahkan setelah ingatan Donghae kembali, ia tetap di tolak. Donghae tetap memandangnya hanya sebagai seorang adik, teman dan asisten, tidak lebih.

"Boleh aku duduk di sini?"

Lamunan Henry buyar, pandangannya teralih pada seseorang yang berdiri dihadapannya. Laki-laki berwajah oriental yang mengganggu lamunan Henry itu tersenyum cerah sekali.

"Tidak ada kursi kosong dan aku sangat lapar. Jadi, bolehkah aku duduk di sini? Kau 'kan hanya sendirian."

Laki-laki itu menjelaskan bahkan ketika Henry tidak memintanya sama sekali.

"Boleh aku duduk di sini?"

Dia kembali mengulangi pertanyaannya karena tak kunjung mendapat jawaban dari Henry. Henry mengedarkan pandangannya dan memang benar, restoran ini sedang penuh. Apa boleh buat? Henry mengangguk dan membiarkan laki-laki itu duduk dihadapannya. Biarkan saja, toh sebentar lagi juga Henry akan pergi.

"Duduk saja."

"Kau fotografer?"

"Ya."

"Wah, hasil jepretanmu bagus sekali. Tapi, kenapa ada banyak foto siluet punggung seseorang?"

"Dia orang yang aku cintai."

Henry menjawab tanpa malu-malu, ia menyebutkan dengan jelas bahwa siluet itu adalah orang yang dicintainya. Kenapa? Karena Henry tahu orang dihadapannya ini sedang basa-basi dan sebentar lagi pasti mengajak kenalan. Henry tidak mau berkenalan dengan sembarang orang, merepotkan saja.

"Oh. Hm, seharusnya kau memotretnya dari depan agar bisa melihat wajahnya."

"Aku memang mencintainya, tapi dia tidak pernah mencintaiku. Dia tidak pernah mau melihat ke belakang dan menyadari kehadiranku, itu sebabnya aku hanya bisa memotret siluet punggungnya."

"Wah, sedih sekali."

Henry berdecih melihat reaksi laki-laki yang ada dihadapannya, menyebalkan. Henry bahkan tidak butuh belas kasihan karena kisah cintanya, tapi laki-laki yang tidak di kenalnya ini memasang wajah kecewa seolah dapat merasakan yang Henry rasakan.

"Aku tidak perlu dikasihani karena aku tidak semenyedihkan itu."

"Aku tidak kasihan padamu."

Apa-apaan ini?

Rupanya laki-laki dihadapannya ini benar-benar menyebalkan.

"Lalu?"

"Aku kasihan pada laki-laki itu karena tidak menyadari kehadiran laki-laki manis dan menggemaskan sepertimu."

"Apa?"

"Namaku Zhoumi, senang berkenalan denganmu."

"Dasar gila!"

Henry beranjak dari kursinya, ia melangkah terburu-buru meninggalkan laki-laki tinggi gila itu. Apa-apaan tadi itu? Baru sekali bertemu sudah berani merayu. Dasar maniak!

"Siapa namamu?"

Jantung Henry hampir saja melompat, laki-laki itu sudah berada di belakangnya dan terus mengikutinya. Henry melangkah semakin cepat, tapi laki-laki itu masih bisa mengimbangi langkahnya.

"Sudahlah, kakimu terlalu pendek untuk melangkah cepat-cepat. Katakan siapa namamu?"

"Brengsek!"

"Namamu brengsek?"

Henry menghentikan langkahnya, ia berbalik dan langsung menghadiahi laki-laki itu dengan sebuah tamparan yang cukup kuat.

"Henry, Henry Lau! Sekarang pergi! Jangan ikuti aku!"

"Kau benar-benar tipeku, Henry."

"Dasar gila! Maniak! Pergi sana!"

"Aku tidak akan pergi sampai aku mendapatkan nomor teleponmu."

"Apa?"

"Tidak mau? Kalau begitu aku akan mengikutimu kemanapun kau pergi."

"Hei!"

"Zhoumi, panggil aku Zhoumi."

Henry mendengus, untuk apa memperkenalkan diri lagi? Sampai kapanpun Henry tidak mau menyebut nama seorang maniak! Mau namanya Zhoumi atau siapapun itu, Henry bahkan tidak peduli. Suasana hatinya sedang buruk dan tiba-tiba ada seorang maniak mengejar-ngejar. Kenapa nasibnya harus sesial ini? Sudah di tolak Donghae dan sekarang ia bertemu seorang maniak.

"Berikan nomor ponselmu dan aku akan pergi."

"Tidak mau! Kenapa aku harus memberikan nomor ponselku pada orang asing?"

"Karena aku menyukaimu."

"Kau benar-benar maniak gila!"

"Terima kasih, kau juga sangat manis."

Henry menyerah, ia merebut ponsel Zhoumi dan mengetikan nomor ponselnya di sana.

"Terima kasih."

"Berhenti mengikutiku dan jangan menghubungiku!"

Zhoumi tersenyum semakin cerah melihat Henry lari tunggang-langgang menghindarinya.

I got you...

.

.


ooODEOoo


Nafas Eunhyuk tersengal-sengal, rambut cokelat madunya berantakan dan penampilannya seperti baru di rampok. Leher yang penuh dengan bercak merah, bibir yang bengkak dan rambut yang seperti baru tertiup badai. Donghae benar-benar menggarap Eunhyuk dan tidak mempedulikan rontaan Eunhyuk, ia terus memberi Eunhyuk kenikmatan sampai akhirnya Eunhyuk menyerah dan hanya bisa mendesahkan nama Donghae.

"Ini pemerkosaan, bodoh!"

"Mana ada korban pemerkosaan yang begitu pasrah? Kau juga menikmatinya, bukan?"

"Sialan! Kenapa kau jadi berubah setelah ingatanmu pulih?"

"Aku belajar darimu dan belajar dari pengalaman. Aku pikir, jika hanya kau seorang yang agresif hubungan kita akan seperti dulu. Hambar dan akhirnya kita berpisah karena pertengkaran yang sebenarnya sepele."

Eunhyuk diam sejenak, ia memandang Donghae dengan ekor matanya. Sebenarnya ada banyak pertanyaan yang ingin Eunhyuk ajukan, tapi ia takut pertanyaannya nanti akan membuat kacau suasana manis ini.

"Kenapa? Ada yang yang ingin kau tanyakan?"

Oh, ya ampun. Ternyata Donghae bisa membaca isi pikirannya. Eunhyuk berdeham, ia menatap Donghae serius.

"Jadi, gadis yang bernama Victoria itu teman yang mengenalkan dunia fotografi padamu?"

"Ya, dia yang mengenalkanku pada seni fotografi, dia juga yang membuat aku bisa sesukses sekarang. Dia sudah menikah dan menjadi asistenku di galeri karena ia sudah tidak bisa berpergian ke luar negeri untuk memotret. Dulu aku ingin menjelaskan semuanya padamu, tapi kau malah mengamuk dan menyuruhku pergi."

"Oh."

"Hanya oh saja? Kau menyesal sekarang? Lain kali dengarkan dulu penjelasan orang, baru boleh mengamuk. Dan ingat! Jangan pernah memutuskanku lagi saat aku sedang sekarat! Kau tahu? Rasanya aku ingin mati saja pada waktu itu!"

"Berisik! Ambilkan aku minum!"

Donghae mengacak rambut Eunhyuk dengan gemas sebelum turun dari ranjang dan memakai celana pendeknya asal untuk mengambilkan minum untuk Eunhyuk.

"Maaf, membuatmu kacau seperti ini. Kalau kau tidak banyak meronta, keadaanmu pasti tidak akan seperti ini."

"Berisik!"

Eunhyuk menerima gelas yang di sodorkan Donghae, tapi sebelum ia benar-benar meneguk air putih itu Donghae memasukan sesuatu ke dalam gelasnya. Kening Eunhyuk bekerut, ia melihat Donghae memasukan cincin berwarna perak ke dalam gelasnya. Apa maksudnya?

"Menikahlah denganku."

"Apa?"

"Menikahlah denganku. Kalau mau maka pakai cincinnya, kalau tidak telan cincinnya."

Mulut Eunhyuk menganga, bukan karena terharu atau semacamnya. Tapi, apa katanya? Menelannya? Donghae menyuruh Eunhyuk menelan logam? Apa Donghae berencana membunuhnya jika ia menolak lamarannya?

"Kau mau membunuhku?"

"Makanya terima lamaranku dan kau akan tetap hidup."

Eunhyuk mengambil cincin dalam gelas itu, hanya di ambil tidak ia pakai. Senyumnya tiba-tiba tampak mengerikan, tapi Donghae tidak menyadari perubahan raut wajah Eunhyuk.

"Dasar, sialan! Pakaikan bodoh!"

Eunhyuk berteriak memaki lalu menyiram Donghae dengan air yang ada di gelas. Melihat Donghae basah kuyup, ia terkikik geli. Ini namanya balas dendam karena telah membuat seluruh tubuhnya sakit.

"Aku mencintaimu, sialan!

"Setelah sekian lama, akhirnya aku mendengar kata cinta darimu dan menerima lamaranmu. Ungkapan cinta macam apa itu tadi? Kau mantan seorang guru tapi kau memaki kekasihmu seperti itu."

"Aku sangat mencintaimu."

Donghae menarik Eunhyuk ke dalam dekapannya lalu menghujaninya dengan kecupan di seluruh wajah dan akhirnya mereka kembali mendesah karena Eunhyuk yang kembali menggoda Donghae.

Cinta sejati itu seperti merpati jinak, kemanapun ia pergi pada akhirnya ia akan kembali ke sarang tuannya.

Cintaku padamu tidak berkurang sedikitpun meskipun jarak ribuan kilometer memisahkan kita.

.

.

END


Halo~ End... ^^

Maaf kalau banyak typo~ gak sempat ngedit ^^

Maaf kalau kurang memuaskan...kemarin2 saya sibuk dan waktu luang untuk menulis sedikit sekali...saya susah dapet quality time untuk menulis, maaf ya :)

Gak bisa chit chat atau balesin pertanyaan, tapi semoga chapter ini menjawab semua pertanyaan kalian yah ^^ sekali lagi terima kasih kritik dan sarannya, semua kritik dan saran kalian membuat saya ingin lebih baik dan lebih baik lagi ^^

Okay, sekian aja~~ see ya in next fanfic ^^

Thank you so much...i love you guys ^^

.

.

Big Thanks To:

Lee Haerieun, , pamungkas endah, indahmonkeyfish, pumpkinsparkyumin, yhajewell, DinaMaulida2617, babyhyukee, FishyHaeHyuk, nyukkunyuk, one, Tina KwonLee, AnchoFishyMochi, mankhey, haeveunka, iciici137, chowlee794, ahahyuk, reiasia95, RieHaeHyuk, megajewels2312, tiwiepratiwierafdie, Wonhaesung Love, kartikawaii, aquila03, nurulpputri, Eunri D, akuu, HAEHYUK IS REAL, dewinyonyakang, Polarise437, isroie106, Keysha22, ChoYenie94, mizukhy yank eny, ren, OhLu BalBal, dekdes, RianaTrieEdge, ryesung, HaeNann, eunhyukuke, HaehyukYunjae, kakimulusheenim, sitisisun, Haehyuk546, agnes, FishyHaeHyuk, yeay, Cichi Rahayu317, Minnippel, babyhyukee, elfishy09, PurpleLittleCho, guest, faridaanggra, fuckintanswag, Kireina Azalea513, lee ikan. 143 is 137, Eunri, FN, zelototomato330, DesDes, HHSHelviJjang, miss leeanna, EunHae17, hyukkitty, LS-snowie, guixianstan, lvoeparsdise, NicKyun, aiyu kir, Arum Junnie, ranigaem1, rianalupamelulu, hanseomingchan, nanaxzz, Miss Chocoffee, jihyuk44, Cique.

dan semua yang mengapresiasi karya ini ^^

.

.

With Love,

Milkyta Lee