Akashi Seijuurou.
Kuroko Tetsuya.
Diikat oleh benang merah, keduanya kembali bertemu.
Dengan harapan, setelah ini semua bisa berubah seperti sedia kala.
Aku akan mengembalikan Akashi-kun yang dulu, bagaimanapun caranya.
.
First Love
Disclamer: Kuroko No Basket (c) Tadatoshi Fujimaki , First Love (song) originally owned by Utada Hikaru
I don't make any commercial profit from this. The plot of this story was originally mine. Inspired by Utada Hikaru's song, "First Love"
Warning: OOC, Future! AU, Flashback semi canon (?) AkaKuro, OgiKuro, Pergantian POV yang seenak jidat (in this story: Akashi, Kuroko)
Genre: Hurt (gagal), Angst (gagal), Romance, (a little bit) family and fluff. In this chapter, romance dominated.
Warning: 3rd POV and Tetsuya POV: "Akashi" - Akakuro isn't dating. "Seijuurou" - Akakuro dating.
PS: italic: flashback, Kuroko's story ; bold italic: Song lyrics ; Normal font: Present time.
.
Hawa yang dingin diluar stadion tidak menjadi penghalang bagi keduanya.
Setelah setahun berpisah, kedua insan tersebut kembali bertemu sebagai dua sisi yang berlawanan.
Memegang ambisi masing-masing, keduanya memulai pertandingan yang diharapkan menjadi titik resolusi dari kisah keduanya yang sudah hancur. Berharap resolusi ini bisa menyusun kembali fragmen-fragmen kecil nan tajam yang telah berserakan dan menorehkan luka bagi keduanya.
.
"Karena inilah mengapa aku tidak mengajarimu shoot dan hal lain. Kau akan menjadi pusat perhatian. Aku tidak suka kau menjadi pusat perhatian. Sekarang, kau bukanlah Phantom Sixth Man lagi Tetsuya. Posisimu sudah tergantikan. Aku kecewa padamu."
Kuroko terkejut. Seketika, dunia disekitarnya terasa terhenti.
Tubuhnya seolah-olah bertindak persetan dengan pertandingan yang tengah berlangsung.
Pikirannya kacau.
Perkataan yang terlontar dari mulut tajam Akashi Seijuurou benar-benar menohok. Seakan-akan Akashi berkata bahwa eksistensi Tetsuya tidak berarti apa-apa. Kecewa bahwa Tetsuya sudah berubah, dan seakan-akan Tetsuya tidak menghargai dan menghiraukan apa yang telah mereka lalui bersama dahulu, ketika pada saat itu, Akashi lah yang menemukan potensi dalam diri Tetsuya untuk yang pertama kali.
Tetsuya merasa Akashi sudah menganggapnya sampah.
Dan ia merasa semakin hina ketika ia dipaksa untuk kembali ke bench dikarenakan hal ini juga mengejutkan seluruh anggota Seirin.
Tetsuya merasa benar-benar tidak berguna.
Hatinya miris melihat perjuangan gigih teman setimnya untuk menaklukan Rakuzan. Hatinya miris melihat kenyataan bahwa sekarang ia sudah kehilangan kemampuan khususnya. Ditambah, keadaannya sekarang tidak lebih dari seorang pemimpi yang hobi memasang target muluk-muluk.
Tanpa ia sadari, rematan tangannya semakin kuat dan pundaknya bergetar.
Frustasi.
Kuroko Tetsuya berusaha menahan tangis yang rasanya akan pecah kapan saja.
-x-
Aku mendengar Akashi Seijuurou yang tengah menguasai tubuhku ini melanturkan kata-kata pedas keapda Tetsuya mengenai bagaimana ia—ah mungkin bisa dibilang kami, karena aku pribadi juga sedikit kecewa padanya perihal ia mulai kehilangan "keberadaannya yang tipis."
Dan untukku pribadi, aku sedikit kesal karena Tetsuya memiliki tentor lain yang mengajarinya tehnik baru. Cih. Entah itu karena keinginan Tetsuya sendiri atau faktor eksternal lain. Yang jelas aku tidak suka.
Tidak kah Tetsuya tahu aku mengajarinya fokus di passing dan misdirection dengan perhitungan yang berorientasi kedepan? Dengan kemampuan observasi dan logika yang ia miliki, harusnya ia tahu. Nampaknya Tetsuyaku ini mulai memberontak ya.
Namun aku sedikit jengkel, Si Keparat ini berkata seakan-akan Tetsuya adalah sampah yang sudah tidak digunakan karena sudah ada Mayuzumi Chihiro-senpai yang memiliki kemampuan mirip Tetsuya.
Memang, aku kecewa padanya.
Tapi di satu sisi aku tidak ingin melihat wajah Tetsuya yang terguncang itu. Wajah Tetsuya yang sama seperti yang ia tunjukan ketika Si Keparat mengklaim menang adalah segalanya. Bagaimana bisa aku melupakan ekspresi ketakutan Tetsuya saat itu.
Wajah Tetsuya yang menyiratkan ekspresi seperti itu membuatku ingin mendekatinya dan menenangkannya. Biarlah aku dikatai gila apabila melakukan aksi itu sekarang, siapa peduli.
Sayangnya, aku tidak bisa melakukan hal itu karena tubuh ini masih dalam kendali Si Keparat.
Masih bergelut dengan pikiranku, aku terkejut ketika iris heterochrome tubuh ini mengerling ke arah bench Seirin dan menemukan Kagami Taiga tengah memposisikan tangannya di pundak Tetsuya dan terlihat—entahlah, menenangkan?
Apapun itu, aku tidak suka ia terlalu akrab dengan Tetsuya.
Nampaknya, sekali lagi aku setuju dengan diriku yang lain, bahwa aku akan membabat habis Seirin terutama Kagami Taiga dipertandingan ini.
-x-
Diterjunkan ke medan, kemudian di tarik kembali.
Tetsuya merasa sedikit dipermainkan, namun situasi memang memaksanya untuk seperti itu.
Ia tidak bisa menyalahkan Aida Riko untuk hal ini, karena ia pribadi juga kehabisan akal untuk menanggulangi Mayuzumi Chihiro.
Seiring waktu ia berharap untuk mendapat penyelesaian.
Namun yang ia dapatkan hanyalah keputus asaan.
Seiring membengkaknya selisih skor antara Seirin dan Rakuzan, Tetsuya merasa dirinya semakin emosional.
Emosinya semakin memuncak ketika ia teringat akan perkataan Ogiwara. Di hari di mana sahabat kecilnya itu memutuskan untuk berhenti main basket, dan ia berkata bahwa ia percaya pada Tetsuya bahwa Tetsuya bisa meluluhkan hati para Kiseki no Sedai yang sudah membeku.
Tetsuya merasa ia gagal.
Ia gagal melaksanakan harapan dari sahabatnya. Ia belum menaklukan hati beku Akashi Seijuurou, yang paling mengkristal dari keempat remaja lainnya.
Tanpa sadar, ia sudah meneteskan air mata di depan rekan-rekannya dan mengatakan keinginan dan tekad bulatnya untuk menang.
Tetsuya tidak pernah merasa seemosional ini. Ketika kalah dengan Touou terdahulu, ia tidak sampai seperti ini.
Namun,
Nampaknya kasus kali ini, yang berhubungan dengan keinginan implisit Kuroko Tetsuya untuk menang agar menyadarkan Akashi Seijuurou benar-benar mempengaruhi perasaannya.
-x-
Akashi terpukul.
Serangannya berhasil dihalau oleh Tetsuya.
Pengelihatan observatif yang dimiliki Tetsuya serta kolaborasinya dengan Kagami Taiga benar-benar membuat mental Akashi Seijuurou terguncang.
Seluruh pemain baik Seirin maupun Rakuzan terkejut. Komentator dan para penonton tidak kalah terkejut.
Di sisa waktu, performa Akashi Seijuurou semakin menurun dan permainannya kacau.
Tanpa Akashi sadari, salah seorang provokator dari penyebab pernurunan performanya itu memandanginya dengan tatapan yang tidak bisa dijelaskan.
-x-
Time out.
"Apa? Kau pikir aku akan menghiburmu? Jangan harap Akashi."
Nada menusuk dan perkataan pedas terus meluncur dari bibir tipis Mayuzumi Chihiro.
Duo cahaya-bayangan itu berhasil membuatnya terlihat seperti orang sakit mental.
"Aku tidak menyangka mentalmu sangat rapuh sebagai pemain basket."
Mayuzumi Chihiro terus mengoceh tanpa menyadari kalimat demi kalimat yang ia lontarkan berhasil membuat Akashi tertegun.
Mentalku…
Rapuh…
Perlahan, kepingan memori ketika ia masih kecil bersatu, dan berputar bak film di benaknya. Akashi ingat bagaimana ia merasa sangat depresi pasca kematian sang ibu. Tekanan dari ayahnya yang super ketat benar-benar membuatnya nyaris gila.
Tidak ada kebebasan.
Dan di situ Akashi menyadari adanya eksistensi Seijuurou yang lain dalam dirinya.
Tanpa sengaja, remaja itu juga mengingat bagaimana rasanya ketika ia merasa kesadarannya ditarik paksa, tenggelam di samudera yang paling dalam alam bawah sadarnya.
Di situ ia berharap, ada seseorang yang bisa membantunya, menuntunnya untuk kembali dari dunia yang gelap dan suram itu.
Dan sekarang, nampaknya sebuah tangan sudah terulur kepadanya dan menuntunnya untuk kembali.
Tangan berkulit pucat yang ringkih itu…
Sebuah senyum terukir di bibir tipis Akashi.
Terima kasih, Tetsuya.
"Hey, Akashi. Kau dengar tidak?"
Masih dengan nada penuh emosi. Mayuzumi memandang tajam kapten yang berusia dua tahun dibawahnya itu.
Namun tatapan kesal Mayuzumi bertransformasi menjadi tatapan bertanya-tanya ketika ia ekor matanya menangkap gerakan otot pipi yang tersembunyi di balik posisi kepalanya yang menunduk dan helai surai merah Akashi.
"Maafkan aku. Aku ingin meminjam kemampuan kalian. Kita bekerja sama untuk menang di pertandingan ini."
Seketika, para pemain inti Rakuzan berhasil dibuat terkejut oleh kedatangan Akashi Seijuurou yang beriris crimson.
Akashi Seijuurou yang asli.
-x-
Kuroko Tetsuya menatap menerawang. Tatapannnya tidak fokus dan tersirat rasa bersalah yang cukup kentara di sorot iris biru langit miliknya.
Tatapan yang tidak fokus itu mengarah ke arah bench Rakuzan. Dilihatnya sosok Akashi Seijuurou yang tengah menundukkan kepala sementara Mayuzumi Chihiro berdiri di depannya sebari berteriak emosi.
Setidaknya itulah yang Tetsuya tangkap.
Sedikit rasa gembira terpercik di dalam dirinya ketika ia dan Kagami berhasil menaklukan Akashi untuk yang pertama kalinya.
Namun sebagian dari rasa gembira itu berubah menjadi perasaan bersalah di kala ia melihat performa Akashi yang menurun dan tatapannya yang kosong di sisa waktu tadi.
Tetsuya ingin menyadarkan Akashi, namun tidak ingin membuatnya depresi hingga seperti ini.
Bagaimana jika apa yang ia dan Kagami lakukan tadi tidak berhasil?
Bagaimana jika Akashi semakin menggila. Semakin tidak waras perihal hal ini layaknya apa yang terjadi ketika Akashi nyaris kalah dalam one-on-one dengan Murasakibara?
Perlahan, perasaan gelisah semakin menggerogoti hati Tetsuya.
Pemuda itu menggigit bibir bagian bawahnya sebari menatap lirih ke arah Akashi Seijuurou.
"Kuroko. Jangan mengkhawatirkan Akashi terlalu banyak. Kau ingat kan, di sini… Ia adalah lawan?"
Kiyoshi Teppei adalah orang yang menyadari kekhawatiran Tetsuya melalui mimiknya. Tetsuya menoleh ke arah seniornya dan menghela nafas, "Iya. Aku tidak perlu mengkhawatirkannya."
Ia harus tetap optimis, bahwa aksinya tadi bisa mengembalikan Akashi seperti semula.
-x-
"Sudah lama ya… Tetsuya?"
Pass.
"Eh?"
Crimson beradu dengan blue baby.
Sorot mata yang lembut itu berhasil mengunci pandangan Tetsuya untuk sesaat. Fokusnya untuk mencuri bola seketika teralihkan.
Ekspresi itu…
Hatinya menghangat.
Akashi Seijuurounya kembali.
Namun Tetsuya tidak punya waktu untuk bernostalgia dengan sosok di depannya ini.
Mereka tengah berada di quarter terakhir babak final Winter Cup.
Urusan nostalgia bisa diurus belakang. Prioritas keduanya sekarang adalah bagaimana mereka membawa nama sekolah masing-masing sebagai juara dari kejuaraan tahunan ini.
-x-
"Nampaknya Akashi-kun yang sebenarnya sudah kembali. Sekarang ia akan lebih susah untuk dilawan. Akashi-kun yang asli jauh lebih kuat karena ia juga mementingkan koordinasi dalam tim."
Seirin terperajat.
Mereka kurang mengerti mengenai masalah pribadi yang menyangkut mental Akashi Seijuurou namun nampaknya semangat mereka semakin membara akibat hal yang baru saja diinfokan Tetsuya.
Tanpa disadari siapapun. Tetsuya mengulum senyum kecil mengingat ia sudah berhasil mengembalikan eksistensi Akashi Seijuurou yang ia cintai.
-x-
Suara decitan sepatu yang beradu dengan dinginnya lantai.
Suara memantul bola.
Peluh yang semakin membanjir di setiap individu.
Perihal kembalinya kesadaran asli Akashi Seijuurou, semakin sengit pula pertandingan babak final yang diselenggarakan. Para penonton, baik itu anggota generasi keajaiban maupun tim-tim yang sudah dikalahkan baik oleh Seirin dan Rakuzan semakin tidak bisa memprediksi.
Tokyo atau Kyoto yang akan membawa pulang piala Winter Cup tahun ini.
Sang juara bertahan, atau sang pendatang baru.
-x-
Pemuda berambut kecoklatan itu menatap layar ponsel pintarnya gelisah. Sial. Kondisi kota Tokyo yang masih padat di musim dingin seperti ini benar-benar menghambatnya. Ia harus rela menunggu sejam lebih lama akibat kereta yang sebelumnya benar-benar penuh dan sesak.
Dan sekarang Ogiwara Shigehiro tengah berusaha untuk tenang walau usahanya gagal karena ia malah terlihat seperti orang kesetanan dengan mempercepat langkahnya sebari menggumamkan umpatan.
Sial, sial, sial. Umpat Ogiwara dalam hati seiring telinganya terus menangkap suara komentator dan suara riuh lainnya di stadion tempat final Winter Cup berlangsung.
Pertandingan sudah nyaris berakhir dan ia belum tiba di sana.
Usahanya untuk streaming pertandingan itu secara live dan mendengar siarannya melalui headset yang ia pasang di telinga kiri memang berhasil, namun Ogiwara memiliki tujuan lain untuk ke sana.
Ogiwara mengepalkan tangannya yang diselipkan di dalam kantong jaket sebari melangkah lebih cepat. Ia harus tiba di sana secepatnya karena ia memiliki tujuan—
"Hah? Kau pasti bercanda."
Mendengar Seirin yang sepertinya mulai kelelahan dan semangatnya, Ogiwaraberdialog sendiri dan semakin jengkel akan ketidakmampuannya untuk tiba lebih cepat. Andai saja ia memutuskan untuk membawa kendaraan sendiri, mungkin ia bisa tiba lebih awal. Ogiwara menyesali keputusannya untuk menggunakan kendaraan umum.
Kuharap aku tidak terlambat, Tetsuya!
- karena, tujuan utama Ogiwara untuk tiba di tempat itu adalah, meminta maaf dan memperbaiki hubungannya yang sempat terputus komunikasi dengan Tetsuya.
-x-
Kuroko merasa sedikit pening.
Staminanya sudah benar-benar terkuras.
Iris biru langitnya mengerling ke sekitar, menemukan Kagami yang juga sudah kelelahan dan nampak bisa ambruk kapan saja.
Seirin nampaknya sudah tidak memiliki harapan lagi.
Itulah yang berada di benak para penonton.
Melihat kemampuan Rakuzan yang masih setia dengan stamina mereka, di tambah dengan adanya Akashi Seijuurou, peluang mereka untuk menang di menit-menit terakhir semakin menipis.
Ogiwara tiba di sana dengan napas terengah-tengah dan tidak ada waktu untuk mengatur napasnya lebih lama. Ia terlanjur terkesiap melihat keadaan Tetsuya yang sekarang di lapangan.
Tatapan Ogiwara seketika berubah menjadi miris.
Wajah putus asa yang ditujukan Tetsuya.
Mungkin, inikah raut wajah Tetsuya ketika ia berusaha menghindarinya?
Sial, harusnya ia bisa menghibur dan menghilangkan raut mengenaskan itu dari wajah manis Tetsuya.
Intensi Ogiwara untuk melebur kesalahan yangia terbuat kepada Tetsuya mendominasi. Hanya ini yang bisa ia lakukan untuk saat ini. Tidak mempedulikan harga diri, tidak peduli ia akan di cap sinting oleh penonton lain yang tengah bergelut dengan pikiran mereka masing-masing mengenai pertandingan ini, Ogiwara spontan berteriak.
"Kau bisa Seirin! Jangan menyerah! Kau pasti bisa Tetsuya!"
-x-
Tetsuya merasa hatinya mencelos begitu telinganya menangkap suara yang dahulu hobi bercuap-cuap di speaker ponselnya.
Tetsuya menoleh, dan irisnya menangkap sosok sang sahabat yang tengah tersenyum lebar sebari memegang bola basket.
"Tetsuya!"
Tanpa Tetsuya sadari, matanya mulai berkaca-kaca.
Ternyata Ogiwara Shigehiro, sahabat kecilnya tidak melupakannya. Bahkan sekarang nampaknya Ogiwara sudah mendapatkan kembali intensinya untuk bermain basket.
"Ogiwara-kun…"
Untuk yang kedua kalinya, tangis Tetsuya pecah di lapangan.
.
Akashi menoleh ke arah teriakan yang menyebut nama Tetsuya.
Alisnya terangkat. Samar-samar, ia mengingat sosok berambut kecoklatan itu.
Ah iya,—bagaimana ia bisa lupa.
Itu adalah salah seorang anggota dari Meiko yang ia kalahkan telak dahulu. Dan seingat Akashi, orang itu adalah sahabat Tetsuya yang ingin menjenguknya ketika Tetsuya terluka akibat kembar sialan itu.
Oh. Dia. Pemuda yang berhasil membuat Akashi memiliki firasat bahwa pemuda berambut merah-kecoklatan itu memendam perasaan khusus pada Tetsuya, mungkin sama dengan yang ia rasakan?
Hal itu terlihat jelas dari bagaimana ekspresi Ogiwara Shigehiro ketika dirinya yang lain mengklaim Tetsuya sebagai kekasih. Dari dalam tubuhnya Akashi rasanya ingin tertawa melihat ekspresi itu.
Ho, Bagaimana Akashi bisa lupa dengan hipotesa itu.
"Hm, kedatangannya di saat-saat terakhir. Menarik sekali." senyum misterius terpatri di wajah tampannya.
-x-
Dua detik terakhir.
Selisih poin, satu.
Shoot yang dilancarkan Kiyoshi Teppei berakhir sebagai rebound. Membuat kedua tim berjersey hitam dan putih kembali bergelut dan memperebutkan bola dengan intensi yang lebih mencekam.
Di saat ini, Kuroko Tetsuya akhirnya benar-benar berhadapan dengan Akashi Seijuurou. Keduanya sebagai pion penentu dari kejuaraan ini.
-x-
Akhirnya, setelah berhasil mendapatkan kembali hawa keberadaanku yang tipis, aku adalah pemegang bola yang terakhir.
Satu detik tersisa.
Aku bersiap dengan posisi phantom shoot andalanku. Selangkah lagi, untuk meraih kemenangan bagi Seirin.
"Ini adalah kekalahanmu, Tetsuya!"
Hendak melancarkan shoot, aku batalkan untuk sesaat akibat sosok Akashi-kun yang tiba-tiba menerjang dan berusaha untuk menghalauku.
"Aku adalah orang yang mengajarkanmu misdirection. Sangat memalukan jika aku kalah denganmu!"
Suara teriakan berang Akashi-kun terdengar di telingaku.
Memang benar, kau adalah orang yang mengajarkanku teknik ini Akashi-kun. Kau adalah orang yang membantuku dalam mengarungi dunia perbasketan. Penuntunku. Tanpa kau, aku mungkin tidak akan bisa berdiri di sini dan tidak bisa berhadapan denganmu lagi seperti ini.
Aku sangat gembira, akhirnya kita bisa berhadapan lagi, terlebih sebagai penentu dari pertandingan ini, Akashi-kun.
Tapi…
Ujung bibirku tertarik melawan gravitasi beberapa millimeter, sebari menatap Akashi-kun,belahan bibirku perlahan terbuka.
"Aku adalah bayangan… Yang sudah melampaui cahayanya…"
Shoot.
Aku melihat wajah terkejut Akashi-kun. Entah Akashi-kun terkejut akibat perkataanku atau karena taktik yang aku gunakan berhasil.
Namun, aku tidak pernah berinisiatif untuk mengalihkan perhatianmu dengan perkataanku tadi, Akashi-kun.
Aku hanya berkata yang sebenarnya.
Aku, adalah bayangan yang sudah melampaui cahayanya.
Jika aku tetap sebagai bayangan yang hanya mernaung di bawah cahayanya, aku tidak akan bisa menuntun kesadaran Akashi Seijuurou yang terperangkap di palung terdalam alam bawah sadarmu.
.
106-105
Pertandingan berakhir dengan selisih skor yang tipis.
Berkat kerjasama antara Kuroko Tetsuya dan Kagami Taiga, Seirin berhasil meraih gelar juara untuk Winter Cup sebagai pendatang baru, mengalahkan Sang Emperor.
.
Aku… kalah…
Akashi Seijuurou mematung.
Haha… Jadi begini, rasanya kalah.
Akashi merasa rasa nyeri di dadanya.
Kekalahan pertama, rasanya menyakitkan ya.
Bergerak sesuai insting, tangan kanan pemuda itu meremas jersey yang menutupi dada bagian kirinya, dan tersenyum miris.
Akhirnya, ia merasakan pahitnya kekalahan.
Iris crimson itu mengerling, memandangi sekelompok remaja berjersey hitam yang tengah bersuka cita merayakan kemenangan mereka.
Matanya tertuju kepada sesosok pemuda bertubuh mungil yang berada di tengah kawan-kawannya.
.
Perih sekali.
Mungkin akan sulit bagiku untuk menenangkan diri nantinya.
Sensasi ini benar-benar membuatku merasa sakit yang teramat sangat.
Namun…
Mungkin inilah, salah satu seni dari bermain basket.
Aku bisa merasakan rasanya ditampar oleh kekalahan, yang mengartikan aku belum cukup kuat dan itu membuka wawasanku akan dunia ini, tidak lagi seperti katak dalam tempurung yang congkak.
Selain itu…
Aku berterima kasih,
Karena hal ini…
Tetsuya menyadari pandangan crimsonku ini tertuju padanya. Tubuh mungil Tetsuya berbalik dan berhadapan denganku.
Tanpa sadar, wajahku basah. Bukan basah akibat ekskresi yang dikeluarkan untuk menstabilkan suhu tubuhku.
Namun basah akibat air mata yang bergulir secara otomatis begitu aku melihat Tetsuya tersenyum ke arahku. Emosi bercampur aduk di dalam benakku.
Antara sedih akibat kekalahan ini, dan bahagia karena aku bisa melihat senyum Tetsuya lagi.
"Selamat atas kemenanganmu—tidak. Kemenangan Seirin, Tetsuya."
Raut terkejut seketika terpatri di wajah Tetsuya, namun aku melihat setitik air mata mulai menggenang di ekor matanya dan ia membalas jabatan tanganku sebari tersenyum lebar.
Senyum Tetsuya…
Hangat ya… Laksana sinar matahari.
-x-
"Kau mau kemana, Kuroko?"
"Ah. Aku akan bertemu dengan kawan lama dulu. Beritahu saja kalian akan ke mana nanti kususul."
Riko mengernyit heran, namun tidak berkata apa-apa lagi. Itu urusan Kuroko bukan urusannya.
Sepeninggalan rekan-rekan Seirinnya, Kuroko berjalan menuju lorong yang menghubungkan tempat ia berdiri sekarang dengan ruang loker yang digunakan tim basket Rakuzan saat final tadi.
-x-
"Aku pikir kau tidak mendengar bisikanku di upacara penutupan tadi. Kau lama sekali, Tetsuya." suara yang Tetsuya rindukan menyambutnya ketika ia tiba di depan ruang loker Rakuzan.
Akashi Seijuurou tengah bersender di dinding sebari melipat lengannya dan tersenyum tulus. Seperti biasa, jaket berwarna putih-biru muda miliknya ia sampirkan di bahu.
Seraya menghentikan langkahnya, Tetsuya merespon Akashi. "Maaf Akashi-kun. Tadi semuanya mendadak melankolis dan menangis bahagia selama lima belas menit sebelum dipaksa pelatih untuk makan malam di tempat lain."
Wajah datar Tetsuya tidak sesuai dengan kalimat yang mengandung unsur kelucuan dari cerita yang ia lontarkan membuat Akashi Seijuurou terkekeh.
Tetsuya tersenyum simpul melihat wajah Akashi yang 'lebih hidup.' Sepasang iris crimson mantan ketuanya itu perlahan terbuka setelah menutup secara reflek akibat tertawa. Raut wajah jenaka tergantikan oleh raut wajah serius.
"Tetsuya, aku ingin bicara sesuatu padamu. Tapi tidak di sini."
Secara tiba-tiba, Akashi mengamit tangan kanan Tetsuya dan menariknya untuk masuk ke ruang ganti Rakuzan. Masih terperangah akibat perubahan suasana yang diciptakan oleh Akashi, Tetsuya bungkam. Syaraf di otaknya belum memproses apa yang terjadi.
BLAM. KLIK.
Bunyi pintu yang ditutup dan dikunci adalah suara yang menyadarkan Tetsuya dari keterkejutannya.
"Akashi-kun, mana Mibuchi-san dan yang lain? Kenapa dikunci?"
Tidak menghiraukan pertanyaan Tetsuya, Akashi Seijuurou mendekatinya dan secara sepihak mengambil tas yang tengah dijinjing sang bayangan, kemudian ia letakkan di bangku panjang di tengah ruang tersebut.
"Akashi-kun kena…"
"Maafkan aku."
Manik biru langit pemuda berparas mungil itu terbelak. Kapten Rakuzan ini nampaknya sedang moodswing hari ini. Baru saja tadi cerah, sekarang kelabu.
Melihat Tetsuya yang menampakkan wajah terkejut dan seakan tidak mengerti akan situasi yang ia ciptakan, Akashi menghela napas.
"Duduklah Tetsuya. Mungkin percakapan kita akan panjang."
Tetsuya tertegun mendengar Akashi. Nada yang digunakan oleh mantan kaptennya itu, entah kenapa di telinganya terdengar lirih.
-x-
"Maafkan aku."
Oke. Akashi Seijuurou hari ini memang membuatnya menerima kejutan yang bertubi-tubi. Namun Tetsuya tidak bodoh. Di benaknya sudah terdapat bayangan akan kemana percakapan mereka, yang katanya akan panjang bergulir.
Namun sekali lagi. Kuroko Tetsuya sudah merasakan pahitnya hidup dan ia tidak ingin terpaku akan apa yang terbayang di pikirannya. Bisa saja realita akan berbalik seratus delapan puluh derajat dari ekspektasi.
Keheningan menyelimuti keduanya. Akashi Seijuurou tengah sibuk menatap Tetsuya setelah mengutarakan kalimat singkat tadi. Yang ditatap tengah berdebat dengan pikirannya sendiri, berusaha mencari kata-kata yang tepat untuk merespon lawan bicaranya.
"Akashi-kun aku tidak mengerti." Tetsuya memutuskan untuk merespon.
"Jangan bohong Tetsuya. Aku tahu, sebenarnya kau mengerti dan bisa menebak apa yang akan kubicarakan setelah ini," kata Akashi dengan nada tajam.
Kuroko meringis pelan. Terpergok sudah ia berbohong, pura-pura tidak mengerti. Masih diselimuti oleh tatapan Akashi yang tertuju kepadanya secara intens, bola matanya bergerak-gerak gelisah. Berusaha untuk mencari celah untuk keluar dari situasi sekarang.
Akashi mengubah posisi duduknya mendekati tempat duduk membuatnya leluasa untuk memindahkan tas milik Tetsuya ke sisi yang lain sehingga ia bisa lebih dekat dengan pemuda berwajah datar itu. Lima belas senti adalah jarak wajah keduanya sekarang.
Diamitnya tangan kanan yang tergeletak di paha berlapis celana panjang putih Tetsuya, kemudian ia genggam.
"Aku tahu apa yang terjadi selama ini."
Akashi menunduk. Ibu jarinya mengelus punggung tangan Kuroko Tetsuya.
"Aku melihat semuanya dari dalam tubuhku."
Tetsuya terdiam. Ia menatap tangannya yang tengah dielus oleh sang mantan kapten. Menunggu kalimat demi kalimat yang dilontarkan oleh Akashi Seijuurou rumpang menjadi sebuah cerita yang akan ia dengarkan nantinya.
"Kau tahu, masa laluku yang tertekan oleh ayah. Ibu adalah satu-satunya orang yang bisa membuatku terlepas dari beban yang diberikan oleh ayah. Ibu yang mengajarkanku bermain basket. Dan disaat itu, aku sangat bahagia. Basket adalah segalanya bagiku, satu-satunya tempat aku merasa sebagai anak-anak. Namun, setelah ibu meninggal, aku kehilangan kebebasanku. Ayah terus membebaniku dengan hal lain. Di saat itu, aku mulai merasakan keberadaannya. Keberadaan Akashi Seijuurou yang lain."
Tetsuya sedikit terkejut. Ternyata selama ini apa yang ia pikirkan memang benar. Mengenai personality Akashi yang berubah.
"Saat di Teikou, aku merasakan sedikit kebebasan saat bermain basket bersama kalian. Itu adalah satu-satunya media pelarianku. Walau saat itu aku disuguhi teman macam Aomine, Midorima, Murasakibara, serta Nijimura-senpai, intinya semuanya berkepribadian unik, namun itu membuatku merasa seperti ana-anak. Bisa berbuat sesuatu yang konyol tanpa adanya rasa canggung. Satu setengah tahun yang bahagia," Akashi menerawang sambil tersenyum kecil, bernostalgia masa tahun pertamanya di sekolah menengah. Melihat itu, Tetsuya merasa senyuman Akashi menular kepadanya.
"-Namun ketika kemampuan Aomine, dan yang lain mulai berkembang dan tidak terkontrol, di situ aku mulai merasa tertekan lagi."
Senyum keduanya memudar. Tangan Tetsuya yang menganggur berinisiatif untuk menelungkup tangan Akashi yang tengah sibuk berkaitan dengan tangannya yang lagi satu.
" Terlebih ketika Murasakibara menantangku untuk one on one, mungkin disitu adalah titik puncak dari depresi yang aku rasakan selama ini, dan secara tiba-tiba, kesadaranku seakan direngut paksa, dan tergantikan oleh Akashi Seijuurou yang lain."
Penuturan Akashi masih berlanjut, Tetsuya tidak berkata apa-apa dan tetap mendengarkannya.
"Aku menjadi, sangat terobsesi dengan kemenangan. Dan, aku juga menjadi sangat brengsek terhadap orang-orang sekitarku. Tidak jarang aku mencampakkan mereka. Tidak sopan. Aku menganggap tiada hal yang lebih penting dari kemenangan. Akashi Seijuurou harus menjadi nomor satu. Itu adalah prioritas yang dianut Seijuurou yang lain. Aku menyesali kemunculannya di dunia ini. Di dalam diriku. Dan yang membuatku kesal adalah, dia sudah menyakitimu, Tetsuya."
Elusan itu berubah menjadi genggaman erat. Akashi Seijuurou menatap Tetsuya dengan sorot mata yang tidak bisa dijelaskan.
"Aku tahu, sudah berkali-kali ia menyakitimu dengan kata-kata yang tidak terkontrol. Aku mendengarmu menangis saat pembicaraan terakhir kita di gimnastik Teiko. Masih terekam jelas di benakku bagaimana wajahmu yang benar-benar tersakiti saat itu. Dan yang paling membuatku tersiksa adalah, mengenai ketidakmampuanku untuk mengendalikan diriku di saat itu."
Tetsuya meringis mendengar penuturan lawan bicaranya. Kenangan-kenangan pahit kembali terputar seperti film dokumenter di benaknya.
"Dan kau tahu. Aku sangat bersyukur bahwa ia tidak lagi menyakiti hatimu ketika pertemuan kita sebelum Winter Cup dimulai. Aku juga bersyukur dia mengikutsertakan dirimu dalam reuni kecil itu."
Iris Tetsuya yang semula tidak fokus, menetapkan tatapannya untuk beradu dengan iris crimson Akashi Seijuurou.
"Karena, aku merindukanmu, Kuroko Tetsuya."
Genggaman berubah menjadi tarikan mendominan. Tubuh Tetsuya limbung di dada bidang Akashi Seijuurou.
"Aku, merasa sangat-sangat bersalah melihat bibir ini melontarkan kata-kata pedas yang nampaknya menorehkan luka di hatimu. Aku juga, sudah lama, ingin kembali menjadi Akashi Seijuurou yang dulu. Namun aku memiliki logika, untuk menyingkirkan Seijuurou brengsek itu, harus ada seseorang yang mengalahkanku. Dan aku menaruh harapan yang besar kepada kalian semua, rekan-rekan Teikou."
Kedua lengan Akashi terlingkar di pinggang Tetsuya.
"Namun seiring berjalannya waktu, semuanya gagal. Midorima pun gagal. Berakhir dengan kekalahan mengenaskan yang membuatnya serta Takao Kazunari menangis. Aku mulai takut saat itu Tetsuya. Aku takut, tidak ada yang bisa mengembalikan kesadaranku lagi—"
"Tapi, ketika melihat bahwa Seirin akan bertanding melawan Rakuzan di final, kekhawatiranku sedikit memudar. Aku menaruh kepercayaan kepadamu untuk mengalahkanku. Aku menaruh kepercayaan bahwa kau akan mengembalikanku seperti semula—"
Akashi menghela nafas sebari mengelus surai biru langit Tetsuya. Tidak dipungkiri, Tetsuya sendiri tidak menolak dan merasa sangat nyaman dengan perlakuan mantan kaptennya.
"Aku menaruh kepercayaan terbesar kepadamu. Karena aku masih mencintaimu, sampai sekarang, Kuroko Tetsuya."
Tangan Tetsuya yang semula tergeletak begitu saja, mulai bergerak dan meremas kaus yang digunakan Akashi.
"Jangan bermain-main dengan kata cinta lagi, Akashi-kun." Suaranya serak.
"Aku serius dengan perkataanku Tetsuya. Ketika melihatmu terpukul dan menangis karena Mayuzumi-senpai tadi, rasanya ingin sekali menarikmu ke sisiku dan menenangkanmu. Dan aku juga sedikit kesal, melihat kau membela Kagami Taiga ketika Seijuurou yang lain berusaha untuk melukainya dengan acuan gunting tempo hari."
"Kau memperhatikannya, Akashi-kun?" suara Tetsuya bergetar. Hatinya mulai tergerak mendengar pengakuan panjang lebar Akashi.
"Tentu. Selama beberapa hari ini, kau tidak pernah lepas dari pengawasanku. Sedikit berterima kasih akan keinginan Seijuurou yang lain untuk menonton pertandingmu dan teman-teman yang lain sehingga aku bisa mencuri kesempatan melihatmu." Terkekeh, Seijuurou menepuk pundak Tetsuya dan mengisyaratkannya untuk bangun. Tatapan keduanya menjadi sejajar.
"Sekali lagi, aku minta maaf. Mungkin aku memang tidak bisa menghapus perbuatan buruk yang telah aku lakukan selama ini, mengenai aku melanggar janjiku kepadamu. Tapi maukah kau, Kuroko Tetsuya memanggilku dengan nama kecilku lagi?"
Pernyataan cinta secara tidak langsung.
Akashi Seijuurounya, cinta pertamanya kembali.
Tetsuya hanya tersenyum, kemudian dia melingkarkan lengannya ke pundak Akashi dan mendekatkan tubuhnya.
"Tentu saja, Seijuurou-kun. Aku merindukanmu. Selamat datang kembali."
Berusaha menyembunyikan air mata kebahagiaan yang nakal membasuhi pipinya, Tetsuya memendam wajahnya di ceruk leher Akashi.
"Aku pulang, Tetsuya."
Akashi Seijuurou mengelus punggung yang tengah bergetar itu.
Tidak ada respon, samar-samar Akashi mulai merasa ceruk lehernya dibasahi beberapa tetes air mata.
"Hey, sampai sebegitunya kah kau merindukanku?"
Wajah Tetsuya yang agak sembab menjauhkan dirinya dari ceruk leher Akashi. Memberikan pemandangan imut bagi Akashi, di mana Tetsuya berusaha mempertahankan wajah datarnya sebari mengusap air mata dengan punggung tangan.
Tersenyum, Akashi mengamit dagu Tetsuya dan mendekatkan bibirnya ke indera pendengaran Tetsuya.
"Kau tidak perlu bersedih lagi. Aku sudah kembali dari perjalananku, Tetsuya. Terima kasih sudah menuntunku kembali."
Lagi-lagi menatap intens kekasihnya. Perlahan, jarak antara keduanya terhapus.
Kedua belah bibir bertemu, menyalurkan rasa rindu dan kasih sayang yang dipendam keduanya selama setahun belakangan. Tangan kanan Akashi bergerak membingkai sebelah pipi Tetsuya dan lengan kirinya memeluk tubuh mungil itu dengan sayang.
Hari ini, Kuroko Tetsuya merasa hidupnya mengalami berbagai fragmen kehidupan yang mencampur aduk semua emosinya.
Namun yang terpeting,
Ambisi Tetsuya, untuk mengembalikan Akashi Seijuurounya sudah tercapai.
Tetsuya bahagia.
Akashi bahagia.
Keduanya dapat bersatu kembali.
Pangutan tangan tidak terlepas ketika keduanya berjalan pulang.
"Ngomong-ngomong, kau tahu Tetsuya? Aku tetap setia pada janjiku mengenai kau adalah yang pertama dan terakhir bagiku."
"Aku baru saja tahu. Terima kasih Seijuurou-kun. Aku menyayangimu."
You are always gonna be the one
Ima wa mada kanashii love song
Atarashii uta utaeru made
Tanpa keduanya sadari, sejak tadi ada yang menguping pembicaraan keduanya dari balik bercat abu tersebut.
Surai kecoklatannya terurai menutupi pengelihatannya. Pemuda itu bersender di dinding sebelah pintu sebari meringis pelan.
Harusnya ia tidak mencari Tetsuya dan menuruti perkataan Kagami yang menghimbaunya untuk menyusun jadwal pertemuan jika ingin temu-kangen dengan Tetsuya.
Namun ia bersikukuh untuk bertemu dengan sahabat kecilnya itu karena masih tercetak jelas di benaknya wajah depresi Kuroko Tetsuya ketika melawan Akashi Seijuurou tadi.
Ogiwara sebenarnya tidak paham akan apa yang terjadi tadi, karena selama setahun ini ia menghindar dari Tetsuya, semua pesan yang dikirim Tetsuya tidak pernah ia balas. Berusaha masa bodoh dengan fakta Tetsuya memelas-melas di pesannya. Memelas-melas agar Ogiwara bercerita apa yang terjadi, dan memelas-melas agar Ogiwara membalas pesannya dikarenakan ia tengah dirundung masa kelam.
Dan ia menyesali hal itu.
Ia sama sekali tidak ada di sisi Tetsuya ketika sang empu sedang melewati masa terberatnya.
Ia ingin meminta maaf dan mengutarakan segalanya pada Tetsuya. Ia ingin mengutarakan permintaan maaf, rasa bangganya pada Tetsuya karena Tetsuya berhasil mencairkan kembali kebekuan hati para generasi keajaiban. Dan ia bertekad untuk menyatakan perasaaannya sekali lagi. Tidak peduli akan ditolak atau tidak. Ogiwara tidak ingin menjadi pengecut.
Namun,melalui aksi mencuri dengar tadi, entah kenapa nyali Ogiwara sedikit menciut.
Ia merasa sangat brengsek sudah meninggalkan Tetsuya di masa terberatnya.
Rasanya…
Posisinya sekarang tidak pas, untuk menyatakan perasaan, terlebih lagi akibat perilakunya terhadap Tetsuya dulu.
Dan ia juga merasa sedikit takut, bahwa pernyataannya akan merusak hubungan persahabatan keduanya. Perihal Tetsuya yang sangat mencintai Seijuurou Akashi sedikit membuat hatinya terasa sakit dan nyeri.
Mungkin ini lah karma yang cocok untuknya.
Patah hati.
Kata yang cocok untuknya.
Melihat Kuroko Tetsuya bahagia dengan Akashi Seijuurou adalah ganjaran yang cocok untuk perlakuannya setahun ini.
"Lagi-lagi, aku terlambat ya, Tetsuya?"
Namun Ogiwara tidak bisa menyalahkan baik Akashi Seijuurou maupun Kuroko Tetsuya.
Keduanya hanya mengikuti naluri dan hormone yang tertanam di diri masing-masing, tanpa adanya keinginan untuk melukai orang lain akibat perasaan mereka.
Dirinya sendiri lah yang patut disalahkan.
Salah, karena ia bersikap buruk pada Tetsuya di masa terberatnya.
Salah, karena ia menambah beban batin Tetsuya akibat aksinya yang memutuskan untuk bermain basket.
Salah, karena ia membiarkan perasaan keji ini terus berkembang menggerogoti psikisnya, tanpa ada keinginan untuk menghentikan.
Melangkah gontai, Ogiwara Shigehiro berjalan meninggalkan stadion tersebut.
Kuharap, seruan yang tadi aku tujukan padamu bisa menyalurkan permintaan maafku untuk setahun belakangan ini.
Pada akhirnya, Ogiwara hanya memberanikan dirinya untuk mengirim pesan untuk mengucapkan selamat dan meminta maaf. Tidak lebih.
-x-
"Selamat ulang tahun, Tetsu-kun/Kurokocchi!"
Tetsuya tersenyum simpul mendengar paduan suara berfrekuensi tinggi Momoi Satsuki dan Kise Ryouta. Keduanya tiba-tiba muncul setelah menghilang seenak jidat di tengah permainan streetball yang diprovokasi oleh Akashi. Nampaknya pemuda bersurai crimson itu masih merasa bersalah dan ingin membangun kembali pertemanan mereka yang sempat pecah.
"Ayo! Sebutkan permintaanmu di ulang tahun yang keenam belas* ini, Kurokocchi!" dengan hiperaktif dan gaya serampangan yang khas, Kise Ryouta menepuk kedua pundak Tetsuya keras-keras. Bahkan tidak sengaja menyenggol Momoi Satsuki yang membawa kue tart vanilla, membuat gadis bersurai sewarna bunga sakura itu oleng dan nyaris menjatuhkan menerima delikan tajam karena ia sukses nyaris membakar baju gadis tersebut karena adanya lilin yang sudah dibakar porosnya.
Empat orang sisanya sontak berhenti bermain dengan benda bulat oranye itu dan bergabung dengan Kise dan Momoi.
"Hoi kenapa kalian berdua tidak membicarakan ini dengan kami juga? Menyebalkan sekali. Aku kan juga ingin berpartisipasi," sungut Aomine sebari mendekati keduanya dan memukul kepala mereka secara bergantian.
"Hidoi-ssu Aominecchi, kita sudah membicarakan ini sebelum Kurokocchi tiba di sini. Tanya saja Akashicchi, Murasakibaracchi, dan Midorimacchi. Kau tidak mendengarkan?"
Aomine menoleh ke arah tiga orang yang disebutkan namanya dan ketiganya mengangguk sebari tersenyum kecil –terkecuali Midorima yang masih bersikukuh dengan sifat tsunderenya.
"Sudahlah Dai-chan, yang penting kau ada di sini dan melihat Tetsu-kun meniup lilinnya. Itu berarti kau ikut merayakan dan menyumbang untuk beli kue ini!"
"Apa? Hey tidak bisa begitu Satsuki, Kise!"
"Aominecchi pokoknya kau ikut!"
Jambak. Tarik.
Perdebatan konyol dimulai lagi. Tetsuya menjadi bingung kenapa ia yang diserahi kue oleh Momoi. Dengan catatan, ia belum meniup lilin akibat Aomine yang seenaknya menginterupsi dan mengajak kedua orang tadi berdebat.
"Eh?"
Tetsuya merasa tangannya ditarik dan dibawa ke pelukan hangat seseorang. Napas pemuda yang berdiri di belakangnya tersebut terasa menggelitik di leher Tetsuya, membuat aliran darah semakin deras menuju pipinya. Rona merah tidak terelakkan.
"Ucapkan permintaanmu kemudian tiup lilinnya, Tetsuya."
Bisikan lembut Akashi Seijuurou membuat Tetsuya terkikik geli akibat sensasi yang ditimbulkan Seijuurou di telinganya.
"Tidak adil jika mereka tidak menyaksikanku meniup lilin Seijuurou-kun, lebih baik menunggu mereka."
"Jika kau menunggu mereka, mungkin sampai besok juga tidak akan selesai. Lagipula, ada aku yang menyaksikanmu. Dan tidak lupa Midorima dan Murasakibara—kan?" tatapan Seijuurou beralih ke arah pemuda berkacamata dan seorang lagi yang tengah sibuk dengan kudapannya.
Midorima yang merasa di tatap kemudian balas menatap Seijuurou, namun tidak bertahan lama karena ia keburu memerah melihat posisi mesra Seijuurou dan Tetsuya, tidak ada jarak yang memisahkan dada bidang Seijuurou dengan punggung Tetsuya, kecuali tekstil yang menutupi tubuh keduanya. "A-Apa?! Urus urusan kalian berdua sendiri nanodayo! Aku tidak ikut-ikutan!"
Puas menjahili Midorima, tatapan Seijuurou beralih ke arah Murasakibara.
"Apa Akachin. Kurochin cepat potong kuenya aku mau minta."
Tetsuya lagi-lagi hanya tersenyum mendengar respon Murasakibara.
"Ne, sudah mendapat restu dari keduanya untuk meniup lilin. Ayo, Tetsuya sayang. Sebelum habis."
"Mmh,"
Pelukan Seijuurou semakin mengerat. Tetsuya jadi merasa ia akan sesak napas jika dipeluk terus-terusan terlalu kencang. Dan ia juga memiliki intuisi bahwa Seijuurou tidak akan melonggarkan pelukannya jika ia tidak meniup lilinnya.
Fuuhhh…
Setelah memejamkan matanya dan mengucapkan permintaan, Tetsuya mengucapkan permintaannya.
Seijuurou tersenyum puas dan secara tiba-tiba ia melonggarkan pelukannya dan berdiri di depan Tetsuya.
"Selamat ulang tahun Tetsuya,"
Ciuman kecil dicuri dari kedua belah bibir yang tidak waspada itu.
Tetsuya kembali memerah, Seijuurou tersenyum puas.
"Hoi! Akashi kau curang! Cuma kau yang melihat Tetsu tiup lilin!"
Sekarang sasaran Aomine adalah Seijuurou. Yang dimarahi hanya memutar bola mata dan dengan santainya berkata bahwa itu adalah salahnya untuk memulai perdebatan konyol dengan Kise dan Momoi.
Kise kemudian melerai keduanya dan ia memaksa semuanya untuk berkumpul dan berfoto bersama, mengingat ini adalah kali pertama mereka semua berkumpul dengan suasana yang hangat, tanpa adanya persaingan dan hal pahit lain.
"Jangan seenaknya Kise! Ugh! Kenapa harus kau yang disebelah Tetsu?!"
"Salahmu punya tubuh terlalu tinggi yang mengharuskanmu di belakang, Ahominecchi."
"Hmm.. Midochin kenapa tidak lihat kamera…"
"Diam nanodayo, Aku tidak suka di foto,"
"Mou Dai-chan sudahlah! Timer hanya lima detik dan berposelah jika tidak ingin wajahmu jelek nanti di fotonya."
JEPRET.
Foto yang sangat manis. Di mana Midorima menghadap ke samping seolah-olah menghindari kamera. Murasakibara dengan ekspresinya datar, mungkin ia sedikit tersinggung karena Momoi tidak mengijinkan kudapannya eksis di foto ini. Raut jengkel Aomine yang tidak dapat disembunyikan. Kise dan Momoi yang memasang cengiran ceria. Dan Seijuurou yang tersenyum seperti biasa serta Tetsuya yang tengah kebingungan karena Aomine terus mendorong Kise dan mengefek padanya yang berdiri berdampingan. Tidak lupa bola basket yang menjadi obyek bersejarah pertemuan ketujuh remaja ini ikutan eksis di tangan Akashi Seijuurou.
Tanpa disadari oleh yang lain, Seijuurou menggenggam erat tangan Tetsuya ketika foto* tersebut di ambil.
"Kau jahil sekali, Seijuurou-kun. Bagaimana kalau ada yang melihat?"
"Oh? Ciuman tadi? Kalau pun dilihat tidak akan berani di bahas, percaya padaku."
"Terserahlah,"
"Tetsuya, apa harapanmu tadi?"
"Kenapa kau ingin tahu sekali, Seijuurou-kun?"
"Hanya penasaran. Tidak bolehkah aku tahu?"
"Tidak. Namun jika kau memaksa, aku akan memberikanmu petunjuk."
"Dan apakah itu?"
"Sesuatu yang berhubungan denganmu,"
-x-
"Jadi begitulah Seinnya, kedua insan ini akhirnya kembali bersatu setelah menghadang tantangan yang menghadang mereka. Oleh karena itu, di lagu ini disebutkan, "You're always gonna be the one, Ima wa, mada kanashimi love song. Atarashii uta, utaeru made."
"Keduanya tetap bersatu, si penyanyi juga masih menganggap orang terkasihnya sebagai orang satu-satunya, walau keduanya tengah bernaung dalam lautan asin yang penuh dengan kesedihan."
Setelah menyimpulkan kembali, Seinnya mengangguk mendengar penjelasan ibunya. Namun gadis itu tersadar sesuatu dan bertanya lagi.
"Tapi cerita Okaa-san sedikit tidak nyambung dengan lirik yang setelah ini. Bukannya ini liriknya sedih? Dan bukan menemukan kebahagiaan seperti cerita Okaa-san tadi?"
Putrinya cukup jeli ternyata, Tetsuya menyeruput tehnya yang mulai mendingin sebelum menjawab pertanyaan dari anak gadisnya itu.
"Nah, kau sudah mengerti arti liriknya. Jadi kupikir ceritaku bisa selesai sampai di sini," nada jahil Tetsuya direspon dengan wajah cemberut Seinnya.
"Curang!"
Raut terkejut terpatri di wajah Tetsuya, kemudian ia tertawa. Seinnya makin kesal, ibunya makin hari makin hobi mempermainkannya.
"Sekarang akan Okaa-san ceritakan, mengenai musibah yang menimpa keduanya, sehingga keduanya berakhir seperti lirik lagu ini. Terpisah, namun tidak bisa melupakan satu sama lain."
"Uh, itu pasti menyakitkan Okaa-san."
Lagi-lagi Tetsuya tersenyum simpul.
"Yang mengetahui rasa sakitnya itu hanya kedua insan ini Seinnya-chan,"
Kau benar Seinnya-chan. Sakit sekali. Berpisah dengan Seijuurou adalah hal terakhir yang dahulu aku inginkan. Terlebih berpisah dengan cara yang seperti ini.
Tiada yang tahu, bagaimana dalang dari cerita ini, 'Takdir' mempermainkan ketiga insan ini.
Menyebabkan konflik yang menguncang ketiganya di tengah kapal yang diombang-ambing akibat badai yang mengamuk.
Demi klimaks yang menuntut pengorbanan.
Seperti halnya tragedi kapal Van Der Wjick.
Ada yang selamat,
Ada yang menyelamatkan,
Dan ada yang menjadi korban.
.
.
.
Part 2 of (3 or 4)
.
.
.
Akakuro dominated. Romance dominated. Hurted Ogiwara dominated. 5800-an words. Haven't reach it's main conflict and climax.
Molor lagi dah jadi 4 chapter.
Maaf guys, namun Ogiwara belum mendapat jadwal mainnya di chapter ini ternyata :'D Ternyata sekarang adalah jadwal bahagia sesaat bagi Akakuro…
Prediksiku kurang akurat, salahkan Seirin vs Rakuzan yang sukses membuat fantasiku melayang-layang untuk mempermak POV Akakuroogi di sana.
Sekali lagi, terima kasih untuk review, favs, dan follownya! Untuk yang log-in akan di balas di PM atau media lain –jika ada yang mengenal saya lewat sosmed (?)
Maaf jika ada yang kurang berkenan dan typo(s).
Ditunggu reviewnya (re: saran dan kritik yg membangun), Thankyou!
Love, Shizuka.