Let Me Love You


KaiSoo

Genderswitch


Cahaya samar mulai datang menembus tirai jendela kamar Kyungsoo yang masih tertutup rapi sejak semalam. Dan ini pertama kalinya ia terbangun seorang diri. Tanpa Jongsoo maupun Jongin.

Lelaki itu sama sekali tidak mengejarnya. Kyungsoo tidak ingin dikasihani, sungguh. Tapi setidaknya, bisakah Kyungsoo mengharap bahwa Jongin akan pulang bersama Jongsoo.

Tapi nyatanya itu tidak terjadi.

Hingga pagi ini. Ia tetap terbangun seorang diri dengan perasaan yang kacau bersama sakit kepala yang melanda.


Kyungsoo memberanikan diri memasuki area rumah milik mertuanya. Ia meringis sejenak memikirkan mungkin ini yang terakhir kalinya Kyungsoo bisa mengakui keluarga besar nan hangat ini sebagai keluarganya.

Tak sempat menekan bel, Kyungsoo tertegun ketika sang ibu mertua membuka pintu di depannya.

"Kyungsoo? Kenapa kau tidak masuk jika sudah datang?"

Kyungsoo mengangguk samar, tangannya mengerat pegangan tas jinjing hitam berukuran besar yang dibawanya.

"Masuklah, dingin sekali pagi ini," ujar Heechul santai melebarkan pintu rumahnya agar Kyungsoo dapat masuk.

Kaki Kyungsoo hanya berdiri kaku.

Melihat itu, Heechul mengerutkan keningnya bingung, "Kenapa?"

"Aku hanya datang untuk mengantar ini, bu." Kyungsoo menyerahkan tas besar milik Jongsoo dengan gemetar.

Wajah Heechul menatap Kyungsoo tidak mengerti, "Apa maksudmu? Tidak. Kau harus masuk dan sarapan bersama kami."

"B-bisakah aku bertemu Jongin?" Kyungsoo menahan dirinya dari tarikan ibu mertuanya. Ia tidak ingin masuk. Ia tidak sanggup untuk meninggalkan keluarga ini jika ia melihat wajah seluruh keluarga Jongin.

"Masuklah, Kyungsoo."

Heechul sepenuhnya mengabaikan jawaban Kyungsoo, dengan kuat ia menggandeng tangan menantu perempuan satu-satunya, "Kau tetap harus masuk. Sekalipun putraku melarangmu berada disini. Ini juga rumahmu, nak."

"Kyungsoo?"

Melihat lelaki itu memanggil dan berdiri dengan jarak tak terlalu jauh di depannya. Kyungsoo segera mengingat tujuannya datang sepagi ini.

Untuk meluruskan sesuatu.


"Kumohon~" Kyungsoo menyatukan tangannya. "Kau bisa membuangku. Tapi jangan sekarang, hanya tunggu sampai bayi ini lahir."

Tak hanya Kyungsoo yang terkejut dengan kalimatnya sendiri, melainkan seluruh anggota keluarga Jongin yang ada disana.

"Apa yang kau katakan?" tanya Jongin dengan sorot mata yang tajam. Ia benci terlihat makin bengis di depan keluarganya sendiri.

Kyungsoo telah kehilangan harga dirinya. Entah menguap kemana keberanian yang semalam ia miliki untuk bertekad hidup hanya berdua dengan janin diperutnya.

"Katakan jika kau ingin berpisah. Kau bisa menceraikan aku, Jongin. Aku bisa pergi sejauh mungkin,"

/plakk!

"Jongin! Apa yang barusan kau lakukan?"

"Aku hanya menamparnya agar ia sadar." sahut Jongin pada teriakan lantang milik ibunya.

"A-aku mungkin terbiasa diabaikan dan tidak diharapkan. Tapi apa yang bisa aku lakukan jika suamiku sendiri sudah tidak menginginkanku?" jawab Kyungsoo lirih. Matanya tak bisa bertemu dengan mata Jongin. Sesekali hatinya bertanya, haruskah ia bertindak sejauh ini? Merendahkan dirinya seperti ini?

Tapi nyatanya, kini yang ada hanya dirinya yang telah kehilangan harga diri. Memohon bersimpuh dibawah kaki Jongin. Hanya untuk dipertahankan walau sementara.

"Aku tidak tahu harus tinggal dimana. Dan aku tidak bisa jika kehilangan Jongsoo. Bahkan jika nanti aku harus berpisah dengannya. Setidaknya, ijinkan aku berada disamping Jongsoo hingga adiknya lahir. Aku akan melupakannya, Jongin. Aku akan berusaha merasa cukup meski aku hanya memiliki bayi ini—"

"Berhenti bermain drama, Kyungsoo!" teriak Jongin tidak terima. Seluruh tubuhnya sudah diliputi amarah.

"Rawatlah Jongsoo dengan baik. Aku tak cukup mampu menghidupinya jika membawa—"

"Do Kyungsoo!"

"Aku perempuan miskin, Jongin! Kau yang mengatakan itu kemarin! Aku tidak bodoh!" Kyungsoo mendongak. Memberanikan diri menyentuh tangan pria itu.

Jongin menampik kasar tangan Kyungsoo. "Hentikan Kyungsoo! Kau mengigau!"

Lihatlah dirimu, Kyungsoo. Betapa menyedihkannya. Pikiran buruknya menjerit miris pada dirinya sendiri.

"Tidak! Aku cukup sadar untuk memohon—"

/plakk!

"KIM JONGIN!"

Untuk pertama kalinya Heechul mendorong putranya. Bersamaan dengan teriakan paniknya berlari menuju tubuh menantunya yang tergeletak, "Kau keterlaluan!"

"Kyungsoo?" Heechul tak berhenti menepuk pelan pipi Kyungsoo. Perempuan itu seketika hilang kesadaran tepat setelah tangan dingin Jongin mendarat di pipi hangatnya. "Bangunlah, nak."

"B-bawa Kyungsoo ke rumah sakit." kali ini suara Hankyung memecah keheningan.

"Apa dia tidak bangun, Bu?" bisik Joonmyeon lirih agar tak terdengar oleh Jongsoo yang berada disampingnya. Tertegun melihat ayahnya menampar ibunya yang tengah berlutut.

Heechul memberikan gelengan samar.

Mendadak suasana rumah keluarga Kim menjadi kacau dipagi hari.

Jaejoong bersama Yijun dan Changmin berusaha membawa Jongsoo ke kamar, meski balita itu terus merengek ingin melihat ibunya.

Dunia Jongin berhenti. Hingga ia tak menyadari jika ayahnya mendadak juga hampir pingsan jika tak ditolong oleh dua menantu laki-laki keluarga Kim.

"KENAPA KAU DIAM SAJA, HUH? KAU MENAMPARNYA HINGGA PINGSAN! KIM JONGIN!" Heechul meraung, mencengkram kedua bahu putranya. Ia tidak tahu kenapa putranya yang ia limpahi kasih sayang bertingkah layaknya bajingan.


"Jongin?"

Yunho menoleh mendapati pintu rumah terbuka. Adik iparnya memasuki rumah di jam semalam ini. Melirik sekilas kunci di tangan kanan.

Mendengar suaminya menyebut nama adik lelakinya, Jaejoong yang sebelumnya berkutat di dapur segera berlari mendekat, "Kenapa kau pulang? Dimana Kyungsoo? Apa dia diijinkan pulang? Dia dimobil?"

Jongin menggeleng lemah, "Dia masih di rumah sakit. Dia belum siuman,"

"Kenapa kau meninggalkannya seorang diri?" Jaejoong hampir berteriak jika tak ada Yunho disampingnya yang mengingatkan.

"Ada perawat yang akan menjaganya." Jongin mendudukkan dirinya di salah satu kursi meja makan, "Bolehkah aku meminta minum?"

Jaejoong mendengus. Ia tentu bisa melihat bagaimana kacaunya penampilan Jongin, namun tetap saja ia ingin menampar adik laki-lakinya ini mengingat kejadian sebelumnya.

"Mereka juga bekerja untuk beberapa pasien lain, mereka tidak bisa kau bebani untuk menjaga satu pasien," kali ini Yunho menyahuti. Agak tidak menyangka jika adik iparnya selama ini cukup kejam pada istri dan anaknya.

"Aku membeli makan malam,"

"Alasan macam apa itu?" amarah Jaejoong terpancing, "Kau bisa menghubungi kita untuk menggantikanmu menjaga Kyungsoo jika kau memang tidak ingin,"

"Aku ingin bertemu Jongsoo,"

Jaejoong menggeleng.

"Dia ada di kamar Taemin." ujar Yunho yang mendapat delikan tajam dari istrinya.

"Kenapa kau memberitahunya?"

"Aku tidak ingin ada keributan, sayang. Ayah sedang sakit dan ibu baru saja bisa tertidur," bisik Yunho di telinga istrinya setelah Jongin beranjak menjauh.

Jaejoong menghela napasnya pelan. Benar, alasan ia dan Yunho begadang untuk menjaga orangtuanya yang sewaktu-waktu membutuhkan bantuan.


"Apa Jongsoo sudah tidur?" cecar Jongin pada Taemin yang membuka pintu kamarnya setelah ketukan ketiga.

Wajah yang ditampakkan Taemin pada kakaknya tak cukup ramah, "Kenapa? Kau ingin memarahinya juga sekarang?"

"Aku hanya ingin memeluknya sebentar," ujar Jongin memohon. Ia merindukan putranya. Sungguh. Dirinya tak sempat berpamitan pagi tadi saat semua panik untuk membawa Kyungsoo ke rumah sakit.

Dengan tangan yang bersidekap, Taemin menggelengkan kepalanya, "Tidak bisa! Dia masih ketakutan—"

Perkataan Taemin terhenti oleh suara Joonmyeon.

"Taemin, biarkan Jongin masuk sebentar."

Taemin menatap kakak perempuannya tak terima.

'Semudah itu?'

"Dia sudah tertidur cukup pulas. Jangan berisik agar tak membangunkannya." ujar Joonmyeon pelan, tak lupa mengusap lengan adiknya dengan lembut.

Dengan langkah yang dibuat sepelan mungkin, Jongin merendahkan tubuhnya ditepi ranjang untuk dapat mengamati wajah pulas putranya secara dekat.

"Maaf. Kau pasti ketakutan seharian ini," sesal Jongin dalam bisiknya.

Menyadari ada sesuatu yang menempel di dahi putranya, Jongin menoleh pada Joonmyeon, "Apa dia demam?"

Perempuan dengan senyum menawan bak malaikat itu mengangguk.

"Dia sempat kejang, tapi Jaejoong eonni sudah menanganinya." lirih Joonmyeon namun masih dapat didengar oleh Jongin.

"Kau pikir anak mana yang tidak takut melihat ibunya dipukul oleh ayahnya?" ujar Taemin remeh. "Bahkan ayah dan ibu tidak pernah memukulmu."


Kyungsoo terbangun. Rasa sakit dikepalanya masih ada, namun tidak separah saat ia bersujud di kaki Jongin.

Ah, ya. Benar. Kehilangan kesadaran setelah mendapat dua tamparan.

Suara dikepalanya menertawakan.

Mengamati sekitarnya. Dua ranjang di sebelah kiri dalam keadaan kosong. Perlahan mengangkat pergelangan tangan kirinya yang terasa aneh. Ada jarum infus terpasang disana.

Kyungsoo menghela napasnya. Untuk sejenak ia kembali mengingat kejadian di rumah orangtua Jongin.

Dimanapun dirinya berada, dunianya selalu menyedihkan. Dan seperti malam ini, ia seorang diri berada di rumah sakit. Tanpa tahu sudah berapa lama ia berada disini, dan tanpa seorang pun yang menjaganya.

Dengan langkah pelan Kyungsoo bangkit dari ranjangnya, tangan kanannya mendorong tongkat berisikan kantong infusnya. Ia tak peduli langit yang nampak dari jendela kamarnya telah gelap. Setidaknya ia dapat melihat beberapa orang di koridor nanti.

Tapi yang tidak Kyungsoo sadari adalah ia keluar dari kamar hampir tengah malam. Yang tentu saja tak ada seorang pun yang bisa ia temui di koridor.

"Mungkin ibu memang terlihat sendirian. Tapi ibu percaya kau masih disini," Kyungsoo mendudukkan dirinya di salah satu kursi dengan kedua tangan menangkup perutnya.

"Jangan pernah tinggalkan ibu, Insoo."


— tbc —