Broken Pieces

.

YunJae (18+)

BL, Yaoi, Incest

.

Note: Original story Ibitsu na Kakera (Broken Pieces) by Ogawa Chise

.

.

.

.

Menjadi seorang dokter adalah misiku dan segala yang berhubungan dengannya adalah hal penting bagiku dan akan kusingkirkan apapun yang menghalangi jalanku, termasuk adikku. Dia selalu berdiri di jalanku, dan itu sangat menggangguku, benar-benar seorang pengganggu.

Semua itu dimulai saat usiaku delapan tahun.

"Jaejoong, kau adalah anak yang pintar. Kau pasti bisa menjadi dokter yang hebat seperti ayah dan kakekmu" ucap seorang wanita pada putra sulungnya yang sedang berdiri patuh di hadapannya.

"Baik, eomma"

"Dan kau bisa menjadi dokter hebat juga, Yunho sayang" ucap wanita itu lagi pada putra bungsunya yang sedang sibuk dengan mainannya.

"Oke" ucap si bungsu tanpa mengalihkan matanya dari mainan.

Percakapan yang sama secara berulang-ulang yang sering kudengar dan tertanam di otakku hingga saat ini.

(***)

"Jaejoong, ini mengenai hasil ujian masuk universitas yang sudah kau lakukan. Saya tahu kau sangat ingin masuk jurusan kedokteran di universitas Seoul dan menjadi dokter seperti ayahmu, hanya saja..." ucap seorang pria sambil melihat beberapa lembar kertas di tangannya, namun dia tidak meneruskan ucapannya, dia meletakan kertas-kertas itu di meja, membuat seseorang yang berdiri di hadapannya melihat dengan jelas kertas-kertas itu.

Dia mengambil kertas-kertas itu, menatapnya sebentar. "Saya mengerti, saya akan lebih berusaha lagi, seonsaengmin"

Setelah berkata seperti itu, Jaejoong meninggalkan pria itu, pria yang merupakan wali kelasnya. Sebelumnya dia mendapat pemberitahuan mengenai hasil ujiannya yang dia lakukan beberapa waktu lalu, ujian masuk universitas kedokteran, seperti yang selalu diinginkan ibunya.

Jaejoong kembali ke kelasnya, mengambil tasnya dan sebuah buku yang sebelumnya dia baca. Dengan sebuah buku di tangannya, dia melangkahkan kakinya menuju pintu sekolah dengan mata tetap terfokus pada buku yang dibacanya.

Saat hampir tiba di pintu sekolah, Jaejoong melihat seseorang memakai seragam sekolah yang berbeda dengannya sedang berbicara dengan teman sekelasnya, dia mengenalinya. Mereka terlihat akrab dan sesekali tersenyum, dia bahkan melihat teman sekelasnya memberikan sesuatu padanya lalu pergi setelahnya dan melewatinya dengan wajah memerah.

"Hyung!"

Panggilan itu membuat Jaejoong menatap orang yang tadi terlihat akrab dengan teman sekelasnya, namun dia hanya menunjukan ekspresi datar.

Dengan cepat dia menghampiri Jaejoong.

"Hyung, hari ini kau tidak bawa payung, kan? Gunakanlah payungku, aku takut kau terkena flu jika kau kehujanan" ucapnya sambil menyodorkan payung miliknya.

Jaejoong menatap payung yang disodorkan padanya lalu mengalihkan matanya ke arah luar, dia melihat tetesan air mulai jatuh dari langit.

Srak

Dengan kasar Jaejoong mengambil payung yang disodorkan padanya, hingga mengenai wajah orang yang memberikan payung dan membuatnya sedikit terluka.

"Jadi kau datang ke sini hanya untuk memberikan payungmu padaku?" tanya Jaejoong saat menatap payung di tangannya yang dijawab dengan anggukan kepala.

"Bukankah sudah kukatakan jika kau jangan pernah datang ke sekolahku? Apa kau lupa, Yunho?"

"Maaf" ucap Yunho pelan sambil mengusap luka di wajahnya.

Yunho adalah adik kandung Jaejoong, adik kandung yang hanya berbeda satu tahu dengannya. Sejak kecil Jaejoong memang tidak menyukainya, mungkin lebih tepatnya membencinya. Dia selalu berusaha menjauh dari adiknya dan melarangnya datang ke sekolahnya, karena Jaejoong berada di sekolah yang merupakan salah satu sekolah terbaik di Seoul, sedangkan Yunho berada di sekolah yang biasa saja, bahkan penampilan Yunho terlihat seperti berandalan, dengan rambut panjang yang hampir menyentuh bahu dan beberapa tindikan menghiasi telinganya, membuat Jaejoong semakin membencinya.

Hujan mulai turun dengan deras, Jaejoong membuka payung lalu melangkah pergi meninggalkan sekolahnya dan Yunho mengekorinya dengan memeluk tasnya, sepanjang jalan mereka diam tanpa satu kata yang keluar, Jaejoong hanya berjalan lurus tanpa memperdulikan tubuh Yunho yang basah, hingga akhirnya mereka sampai di rumah.

"Eomma, aku pulang" ucap Jaejoong, namun tidak ada jawaban, sepertinya rumah dalam keadaan kosong.

"Sepi sekali, apa umma sedang pergi?" gumam Jaejoong pelan.

Saat hendak membuka sepatunya, tiba-tiba Jaejoong merasakan sebuah pelukan dari belakang, dan dia tahu siapa yang memeluknya.

"Lepaskan aku, Yunho. Bajumu basah"

Yunho tidak melepaskan pelukannya. "Aku tahu, hyung. Aku hanya ingin memelukmu"

Yunho menenggelamkan kepalanya di leher Jaejoong, menghirup aroma memabukan bagai candu yang membuatnya ketagihan untuk mencicipi lagi dan lagi.

"Sudah sebulan aku tidak menghirup aroma tubuhmu, hyung. Dan sudah beberapa bulan ini aku tidak menyentuh tubuhmu"

Jaejoong hanya diam saat Yunho menciumi lehernya dan tangannya menyusup masuk ke dalam bajunya dan memainkan nipplenya. Bahkan saat Yunho mendorong tubuhnya ke lemari tempat menyimpan sepatu, dan mulai melepaskan kancingnya satu persatu, Jaejoong sendiri tidak menunjukan ekspresi apapun, membuat Yunho semakin leluasa menyentuh tubuhnya.

Adikku sangat mesum, dia akan menjadi bergairah hanya dengan melihat dan bermain dengan tubuhku, kakak kandungnya.

"Tubuhmu sangat manis dan lezat, hyung" ucap Yunho saat bermain dengan nipple Jaejoong.

"Cepat lakukan dan selesaikan permainanmu" ucap Jaejoong sediki kesal tanpa mengalihkan matanya dari buku yang dia baca, Yunho sendiri tampak sibuk dengan tubuhnya.

"Kau mengatakan seperti itu, tapi aku berhasil membuatmu tegang di bawah sini, benarkan hyung?" ucap Yunho saat melihat kejantanan Jaejoong sudah berdiri tegak dan mengeluarkan precum, Jaejoong hanya melirik sekilas Yunho yang sedang mengoral kejantanannya, lalu kembali menatap bukunya.

Tidak ada satu katapun yang keluar dari mulut Jaejoong, bahkan sebuah desah. Dia seolah tidak perduli dengan apa yang Yunho lakukan pada dirinya.

"Kau adalah milikku, hyung. Hanya milikku dan tidak ada yang bisa memilikimu selain aku"

Dia akan melakukan apapun untuk dapat menyentuh tubuhku, tapi aku berhasil menghancurkannya tiga tahun yang lalu.

Sejauh yang kuingat, kami tidak pernah saling menyayangi seperti saudara umumnya, aku selalu belajar setiap hari agar bisa menjadi seorang dokter, tapi adiku lebih memilih keluar bersama teman-temannya. Walaupun dia sibuk dengan segala kegiatannya, dia masih bisa meraih hasil sempurna di pelajaran.

Orang tuaku mulai memberikan perhatian lebih padanya, dan itu membuatku kesal.

Aku membencinya.

Aku mencari cara untuk mengalahkannya, dan mendapatkan kembali kebanggaanku. Aku mulai menjauh darinya dan berusaha lebih keras darinya, sampai akhirnya dia menunjukan kelemahannya.

Kelemahan yang menghancurkan dirinya...

(***)

"Sial, bagaimana caranya aku mengalahkannya. Dia benar-benar menjengkelkan" gumam Jaejoong saat dirinya berada di bawah siraman shower.

Cara Jaejoong melepaskan rasa kesalnya hanya saat dirinya mandi, membiarkan aliran air membawa semua rasa kesalnya dari setiap inci tubuhnya. Tanpa Jaejoong sadari seseorang sedang memperhatikan dirinya.

Jaejoong terus saja meluapkan kekesalannya, hingga akhirnya semuanya hilang dan tubuhnya terasa lebih baik, dan itu artinya sudah saatnya dia menyelesaikan mandinya. Namun kali ini sepertinya dia sedang sial.

"Sial, di saat seperti ini aku malah lupa membawa handuk" rutuk Jaejoong saat menyadari dia tidak membawa handuk. "Apa aku harus keluar dengan telanjang seperti ini?"

Dengan kesal Jaejoong membuka pintu kamar mandinya yang terbuat dari kaca buram tanpa memakai apapun dan sisa air masih mengalir di tubuhnya, namun dia terkejut saat melihat Yunho ada di depan pintu kamar mandi. Dia tahu jika Yunho sudah mandi lebih dulu darinya, jadi untuk apa dia berada di depan pintu kamar mandi.

Dia menatap Yunho tajam, tetapi Yunho mengalihkan wajahnya seakan menghindari tatapan Jaejoong.

"Apa yang kau..." ucapan Jaejoong terpotong saat melihat pakaian yang dipakai Yunho terlihat aneh, seketika itu juga dia menyadari jika celana yang Yunho gunakan terbuka.

Yunho yang tertangkap basah, memakai kembali celananya dan langsung membalikan badannya, dia ingin melarikan diri, namun dia terjatuh dengan posisi terkelungkup.

Melihat Yunho terjatuh, Jaejoong mendekatinya. "Apa yang sedang kau lakukan di depan pintu kamar mandi?"

"Ah... itu..." Yunho menjawab dengan gugup, dia tidak mengira jika akan ketahuan.

"Apa yang kau katakan, aku tidak mendengarnya dengan jelas. Balikan tubuhmu" ucap Jaejoong tajam sambil mendorong tubuh Yunho dengan kakinya.

Yunho membalikan tubuhnya dan berhadapan dengan Jaejoong, tapi itu malah membuat wajahnya memerah. Jaejoong berdiri di hadapannya tanpa sehelai benang, dan dia dapat melihat semuanya dengan sangat jelas, melihat tubuh Jaejoong dan itu membuat wajahnya memerah seketika.

Jaejoong mengerutkan dahi melihat wajah Yunho yang memerah malu, "Apa kau mengintip diriku yang sedang mandi?"

Yunho tidak menjawab, dia hanya menunduk malu, namun sudut mata Jaejoong melihat sesuatu yang aneh di antara paha Yunho, seketika dia menyadarinya dan sebuah seringai muncul di bibirnya, dengan kasar dia menarik celana Yunho dengan kakinya, membuat kejantanan Yunho mencuat keluar, kejantanan yang terlihat ereksi.

Dengan kasar dia menginjak kejantanan Yunho, dia menekannya keras. "Dan kenapa milikmu menjadi keras seperti ini, Yunho? Apa kau sedang horny?"

Yunho tidak menjawab, dia hanya mengerang. "Ah... ummm..."

"Tidak bisa menjawab? Ah... Kau menikmatinya, bukan?" Jaejoong terus menekan kejantanan Yunho, hingga akhirnya...

Jaejoong mengangkat kakinya dari kejantanan Yunho saat merasakan sebuah cairan hangat membasahi kaki kirinya, cairan kental berwarna putih yang keluar dari kejantanan Yunho.

"Kau keluar setelah aku menekannya sekeras itu? Kau benar-benar pervert" ucap Jaejoong dengan nada mengejek.

Yunho hanya menundukan kepalanya mendengar ejekan kakaknya yang benar adanya. "Maaf"

"Aku tidak akan memaafkanmu" ucap Jaejoong dingin.

Jaejoong mendekatkan wajahnya dengan seringai terpasang di bibirnya. "Tapi akan kumaafkan jika kau mau menuruti perintahku. Bukankah kau tidak ingin seseorang mengetahui kau rahasiamu? Jadi... Bagaimana jika kita ambil foto memalukanmu dan tunjukan pada semua orang di sekolah"

Yunho terkejut dengan ucapan Jaejoong.

"Tapi mengambil fotomu yang telanjang sungguh membosankan, jadi bagaimana jika kau berdandan seperti wanita dengan sebuah pita terpasang di milikmu yang sedang ereksi. Dan jangan lupa untuk membuat tanda 'peace', kira-kira apa yang akan mereka pikirkan jika melihatmu seperti itu?"

Yunho membesarkan matanya dan menggeleng, "Jangan lakukan, aku mohon, hyung"

"Bukankah itu lebih baik daripada mereka mengetahui jika kau melakukan onani saat sedang mengintip kakakmu yang sedang mandi?"

Yunho terdiam, dia tidak bisa menyelamatkan dirinya lagi.

Semenjak itu aku sudah menghancurkan cahaya masa depan dari seorang anak berusia empat belas tahun, benar-benar hancur.

(***)

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi kiri Yunho. Panas dan sakit, itu yang dia rasakan, namun dia tidak bisa mengatakannya, dia hanya tertunduk dan memiliki keberanian untuk menatap orang yang sudah menamparnya.

"Apa kau sadar jika yang kau lakukan itu sebuah aib? Kau membuat malu keluarga Jung, Yunho" ucap nyonya Jung saat terpukul mengetahui jika anak bungsunya melakukan tindakan yang memalukan.

Dia tidak pernah mengira akan mendapat panggilan ke sekolah putranya, dan dia sunguh terkejut mengetahui jika putra bungsunya melakukan sebuah hal yang memalukan.

Sebuah foto terpasang di kelas Yunho, foto itu terlihat Yunho memakai gaun berwana pink dengan sebuah senyum di wajahnya, namun yang menjadi masalah adalah, Yunho duduk di lantai dengan kedua kaki terbuka dan gaun yang terangkat hingga memperlihatkan kejantanannya yang tampak ereksi dengan sebuah pita berwarna merah terikat manis di kejantananya, tidak hanya itu, Yunho juga menunjukan tanda 'peace' di kedua tangannya dan senyum di bibirnya, seolah terlihat dia menikmatinya.

"Kenapa kau melakukan semua itu, Yunho? Kenapa?"

Yunho tetap diam, tidak ada satu katapun yang keluar dari bibirnya.

"Eomma, tolong tenangkan dirimu" Jaejoong berusaha menenangkan ibunya, tetapi di dalam hatinya dia gembira, rencananya untuk menghancurkan Yunho berhasil.

"Aku tahu ini memang mengejutkan, tapi eomma harus menjaga kesehatan, jadi istirahatlah" Jaejoong membujuk ibunya dengan lembut, lalu membawanya ke kamar.

Jaejoong membaringkan ibunya di ranjang, namun sebelum Jaejoong pergi, wanita itu menarik tangannya. "Jaejoong, hanya kau satu-satunya harapan kami untuk mengikuti jejak ayahmu. Eomma menaruh harapan besar padamu"

Jaejoong tersenyum, lebih tepatnya menyeringai. Ucapan ibunya menunjukan jika dia mendapatkan kembali seluruh perhatian yang sangat dia inginkan.

"Aku mengerti, eomma. Aku tidak akan mengecewakanmu, istirahatlah" ucap Jaejoong lembut, lalu melangkah keluar, meninggalkan ibunya yang tampak mulai tenang.

"Apa kau senang hyung?" tanya Yunho setelah Jaejoong keluar dari kamar ibunya. "Hyungku yang cantik, dingin, kejam dan juga ambisus"

Jaejoong hanya melirik Yunho yang sedang duduk di depan pintu kamar ibunya sambil memeluk lututnya.

"Aku hanya ingin selalu bersamamu, hyung. Tapi aku sadar, jika kau tidak pernah menyukaiku dan malah sangat membenciku"

Jaejoong tidak memperdulikan ucapan Yunho, dia beranjak meninggalkannya. Namun langkahnya tertahan saat Yunho mencengkram kakinya.

Jaejoong menatap Yunho tajam. "Apa yang kau lakukan?"

"Setidaknya berikan aku hadiah atas apa yang sudah kulakukan"

"Kau mengejekku?" ucap Jaejoong sinis.

Mungkin aku sudah menghancurkan adikku dengan hal tersebut, tapi aku tidak perduli. Salahnya sendiri menghalangi jalanku, dan aku hanya memanfaatkan kelemahannya saja.

Yunho memohon dengan menahan kaki Jaejoong dan menciuminya, sesekali dia juga menjilatnya. "Setidaknya berikan aku tubuhmu, hyung"

Dan kurasa aku sudah mengubah apa yang diinginkan oleh adikku.

(***)

Semenjak itu dia menyingkirkan semua buku pelajarannya, gagal dalam ujian masuk sekolah terbaik, terkadang dia juga terlibat perkelahian dan pencurian, dan membuatnya sering berurusan dengan polisi. Lalu aku mulai memberikan 'hadiah' untuk adikku, aku memberikan tubuhku, seperti yang saat ini dia lakukan saat ini.

Setidaknya untuk beberapa alasan dia masih memiliki harga diri.

"Hmmmh... hmmmh..."

Adikku sangat pandai menghisap dan menjilati setiap bagian tubuhku.

"Aku jadi penasaran bagaimana rasanya berada di dalam tubuhmu, aku yakin rasanya pasti luar biasa" ucap Yunho dengan mulut penuh kejantanan Jaejoong dan tangannya sibuk bermain dengan kejantanannya sendiri.

Jaejoong hanya sedikit melirik ke arah Yunho, mengalihkan perhatiannya dari buku yang sedang dia baca tanpa terpengaruh permainan Yunho.

"Aku sangat ingin memasukannya ke dalam tubuhmu, hyung. Apa yang harus aku lakukan agar aku bisa memasukimu?"

Walaupun aku sering mempermainkannya seperti yang aku inginkan, tapi entah kenapa aku tidak pernah merasa menang dan telah mengalahkannya.

Namun tiba-tiba Jaejoong menendang dada Yunho, membuat tubuh mereka berjauhan lalu memakai kembali celananya, sedangkan Yunho hanya menatap Jaejoong bingung.

"Ternyata kau pantang menyerah"

"Kenapa kau tidak membiarkanku menyelesaikannya, bukankah sebentar lagi kau akan keluar?" tanya Yunho.

Jaejoong hanya menatap Yunho, lalu sedikit melihat kearah kejantanan Yunho yang terdapat sedikit cairan, sepertinya dia akan segera ejakulasi.

"Kau ingin memasukan itu kedalam tubuhku?" tunjuk Jaejoong pada kejantanan Yunho.

"Iya, aku ingin memasukannya"

"Milikmu yang kotor itu?" tanya Jaejoong dengan nada dingin.

"Iya"

Jaejoong hanya terdiam, lalu teringat suatu hal. "Aku ingat, bukankah tadi ada seorang perempuan yang memberikan sesuatu padamu di pintu gerbang sekolahku? Berikan padaku"

Yunho memberikan selembar kertas pada Jaejoong. "Hanya sebuah nomor telepon"

"Hmmmm" gumam Jaejoong setelah membaca kertas tersebut lalu beranjak menuju dapur meninggalkan Yunho yang menatapnya bingung dan menyalakan kompor.

Dengan cepat Yunho memakai celananya dan mengikuti Jaejoong.

"Tahukah kau jika perempuan itu adalah teman sekelasku, dan dia putri dari pemilik rumah sakit Injeong?" tanya Jaejoong sambil membakar kertas yang diberikan Yunho dengan menggunakan penjapit dari besi.

Yunho yang berdiri di pintu dapur memandang punggung Jaejoong, dia tidak mengerti maksud ucapan kakaknya. "A-aku tidak tahu, dia hanya menyapaku saja dan memberikan kertas yang sedang kau bakar"

Jaejoong tersenyum menertawakan kebodohan adiknya. "Kau memang memiliki wajah yang cukup tampan, dan jika kau mendapatkan perempuan itu maka kau bisa menjadi direktur sebuah rumah sakit yang besar di masa depan, tidakkah kau berpikir seperti itu? Dan kau tahu apa artinya?"

"Tidak, aku tidak akan pernah menghalangi jalanmu, hyung. Yang kuinginkan hanyalah dirimu"

Jaejoong membalikan badannya dan mengarahkan penjapit panas ke wajah Yunho. "Aku mengerti. Jadi kurasa kau sudah tidak membutuhkan wajah tampanmu lagi, bukan?"

"Apa maksudmu, hyung?" tanya Yunho bingung.

"Mendekatlah padaku. Tapi jika kau tidak mau, maka kau tidak akan bisa memasukan milikmu ke dalam tubuhku dan menghilangkan rasa sakitku. Bukankah kau sangat ingin memasuki tubuhku?"

Tanpa Jaejoong sadari, Yunho mendekatinya dan menyentuh ke dua bahunya.

"Aku merasa sangat senang kau mengerti keingiannku, hyung" ucap Yunho dengan senyum bahagia, sedangkan Jaejoong menatapnya dengan tatapan datar.

(***)

Walaupun aku sudah berusaha sangat keras.

Walaupun aku sudah mengambil resiko dan mengorbankan banyak hal.

"Jaejoong-ah, aku tahu ayahmu sangat menginginkan kau masuk jurusan kedokteran universitas Seoul dan bukan yang lainnya. Tapi dengan hasil yang kau dapat pada saat tes kemarin, aku rasa kau tidak akan bisa masuk dengan mudah ke sana"

Aku bahkan tidak bisa menilai diriku sendiri dengan benar, semua yang kulakukan hanyalah memandang rendah hal lain, bukan menyadari kekurangan diriku.

(***)

"Ahh... ahh..."

Dua tubuh tanpa sehelai benang sedang bergumul di atas ranjang, kedua tubuh tersebut saling menyatu dan dipenuhi peluh.

Jaejoong menikmati setiap hentakan Yunho yang sedang memasuki tubuhnya. Entah sudah berapa kali dirinya mengalami ejakulasi, terlihat dari banyaknya cairan yang menetes dan mengalir keluar dari kejantanan Jaejoong yang membasahi perutnya dan ranjang.

"Sangat panas di dalam tubuhmu, hyung. Dan juga basah. Tidak perduli seberapa banyak aku keluar di dalam tubuhmu, ini tidak pernah cukup. Kau juga sempit dan ketat"

Jaejoong hanya menatap wajah Yunho yang terdapat sebuah luka bakar di bawah mata kirinya, luka yang sebelumnya Jaejoong buat dengan menempelkan penjapit panas ke wajah Yunho.

Yunho adalah adikku yang sangat menyedihkan, bodoh, dan tidak berguna. Tapi satu-satunya korban yang membuatku bangga.

Tanpa Yunho duga, Jaejoong memeluk tubuhnya dan bergetar.

"Hyung"

"Hiks"

"Hyung"

Yunho lalu memeluk tubuh Jaejoong erat, entah apa yang terjadi, tapi Jaejoong menangis dalam dekapan Yunho, hal yang sangat jarang terjadi. Karena biasanya Jaejoong bagai manusia tanpa emosi, dan yang ada dipikirannya hanya bagaimana caranya mendapatkan tujuannya, walau harus menyingkirkan apapun yang menghalangi jalannya.

Kau adalah satu-satunya orang yang sangat menginginkan tubuh berhargaku dan rela membuang segala sesuatu yang kau miliki walau hanya kuanggap tidak lebih dari mainan. Bagaimana mungkin aku melepaskanmu begitu saja, adikku.

Dan kurasa aku benar-benar kalah kali ini, kalah dari adikku sendiri.

.

.

.

Kelar —

Note:

Jika ada yang menemukan kesamaan FF ini dengan FF author lain dan pairing lain, mungkin karena berasal dari sumber yang sama, manga karya Ogawa Chise-sensei. Jadi saya berharap tidak ada lagi yang menuduh saya memplagiat karya author lain, karena jika FF yang saya remake langsung dari manga tersebut dikatakan plagiat, apa kabar author lain yang juga remake? Plagiat juga kah? Karena original story FF ini hanya milik Ogawa Chise-sensei.

Saya tidak pernah membaca FF dari author manapun dan pairing siapapun, jadi jika ada reader yang pernah melihat FF yang sama dengan yang saya buat, tolong dipastikan apakah FF itu hasil remake atau original story.

Tolong jadilah pembaca yang pintar, arigatou gozaimasu.