Judul: Lazy Talk

Penulis: Amariys

Jumlah kata: 884 kata

Fandom/Characters: Kuroko no Basket/ Kise Ryouta, Aomine Daiki.

Pairing(s): Established AoKise.

Disclaimer: Kuroko no Basket © Fujimaki Tadatoshi.

Rating: T

Summary: Katanya, orang yang terlalu banyak tidur adalah orang yang kesepian. Kise hanya ingin tahu apakah Aomine termasuk salah satu di antara mereka. AoKise. Drabble. Complete.

Warning(s): Pointless drabble. Tidak ada plot berarti saat saya menulis cerita ini. Possible typos karena saya menulis langsung dalam waktu satu jam dan terlalu malas mengedit.

A/N: Saya sedih asupan AoKise berkurang drastis. Sayangnya, saat ini saya baru bisa membuat drabble ini untuk mereka. Hiks.

Semoga cerita pendek ini masih bisa menghibur dan selamat membaca~ :)


"Nee, kau tahu apa kata orang-orang tentang seseorang yang terlalu banyak tidur?"

Aomine melirik Kise yang tersenyum simpul. Pertanyaan yang berdering nyaring itu membuat nyeri di kepalanya meningkat. Salah satu konsekuensi dari dua jam tidur tambahan yang tidak seharusnya ia ambil tadi. Dasar hujan sialan.

Tanpa menjawab langsung, ia membalik tubuhnya membelakangi si rambut pirang, enggan mengurusi pertanyaan-pertanyaan bodoh yang dilontarkan saat kepalanya masih menolak berkompromi.

"Tidak tahu dan tidak mau tahu."

"Aominecchi tidak boleh begitu," suara tawa Kise memenuhi kamar mereka. Ada bunyi debum pelan dan embusan napas yang terlepas terlalu cepat saat ia menjatuhkan tubuh tepat di atas punggung kecokelatan. Lengkung bibir serupa bulan sabit menyambut dua iris nilakandi yang mendelik tajam. "Aku serius bertanya. Setidaknya, pikirkan dulu jawabanmu."

"Apa dengan begitu kau akan berhenti menggangguku?"

"Hmm, mungkin?"

Suara Kise tidak terdengar meyakinkan. Aomine memutar bola matanya. Terkadang, kekasihnya itu bisa benar-benar menyebalkan. Tidak peduli berapa banyak musim yang telah mereka lalui bersama, sifat Kise yang selalu senang bermain-main tidak pernah berubah. Bahkan sekarang saat mereka sudah mencapai pertengahan duapuluhan pun kejahilannya sama sekali tidak berkurang.

"Aku benci saat kau mengotot seperti ini, Kise."

"Berarti Aominecchi mencintaiku di waktu-waktu lain! Aku bisa menerima itu."

Pernyataan yang penuh kepercayaan diri itu membuat Aomine terkekeh. Ia kembali membalik tubuh, membuat Kise memekik pelan saat sandarannya tiba-tiba goyah. Aomine menangkap Kise sebelum ia bisa terjatuh, sehingga sekarang ia dapat memeluk si rambut pirang secara berhadapan.

Aomine tersenyum, lalu memberikan kening Kise sentilan pelan. "Dasar narsis."

"Aku tidak mau mendengar itu darimu," cibir Kise seraya mengusap keningnya. "Siapa yang dulu punya moto hidup: yang bisa mengalahkanku hanya aku sendiri, huh? Kurasa itu perwujudan arogansi yang sesungguhnya."

"Oi! Aku sudah berubah sekarang! Jangan mengungkit-ungkit masa lalu lagi!"

"Aku hanya ingin mengingatkanmu untuk becermin, Aominecchi." Kise menjawab lengkap dengan senyum yang terlalu manis.

Aomine mendengus. "Kau sudah mendapatkan keinginanmu kalau begitu, Tuan Kise Ryouta," sebuah ciuman disarangkan ke puncak kepala pirang. Kedua lengan Aomine merengkuh Kise dengan semakin erat. Ia menikmati kehangatan tubuh Kise dalam diam sebelum kembali ke topik sebelumnya, "Lalu? Memangnya kenapa kalau seseorang terlalu banyak tidur?"

"Oh! Katanya, jika seseorang tidur terlalu banyak, tandanya dia kesepian," Kise mengangkat wajah, meletakkan dagu tepat di atas dada Aomine, kedua matanya menatap dengan begitu lekat. "Apa itu benar?"

Aomine menatap Kise dengan ekspresi aneh. "Kau kira … aku bisa menjawab itu karena aku suka tidur siang?"

"Yah, Aominecchi dari dulu selalu suka membolos hanya untuk tidur di atap. Sekarang pun kau seringkali tidur saat aku tidak ada di rumah, jadi kurasa pertanyaan itu cukup adil, kan?"

"… Kau membuatku merasa seperti orang tidak berguna."

Kise berkedip perlahan. Lalu ia mengedikkan bahu dengan canggung. "Kalau Aominecchi merasa begitu … aku tidak akan berkata apa-apa."

"Oi, kau tidak seharusnya setuju denganku seperti itu!" Sekali lagi Aomine memutar bola matanya. Cengiran lebar yang Kise tunjukkan berikutnya menandakan si pirang sengaja menggodanya. Ia menahan hasrat untuk menjitak Kise dan memutuskan untuk menyandarkan kepala di bantal. Aomine mengarahkan tatapan ke langit-langit kamar mereka sementara merenungkan perkataan Kise.

"Kesepian … huh. Kurasa tidak seperti itu."

Kise tidak merespon secara vokal. Ia hanya mengeluarkan gumaman yang menunjukkan ia mendengarkan sementara Aomine merasakan pergerakan dan tekanan yang membuatnya tahu Kise telah kembali menyandarkan kepala di dadanya. Aomine tersenyum hangat. Jemarinya membelai rambut pirang Kise dengan sayang.

"Kurasa, dibanding kesepian, mungkin lebih tepat kalau dibilang bosan. Saat kau tidak ada, aku tidak tahu apa yang harus kulakukan dan rasa bosan itu membuat mataku terasa berat. Sebelum aku sadar, aku sudah tertidur begitu saja. Jadi, yah, itu bukan karena aku kesepian. Lagipula, aku selalu memilikimu bahkan saat ragamu tidak ada. Mana mungkin aku kesepian."

"Aominecchi … kau tidak berkata seperti itu hanya untuk terlihat keren, kan?"

"Haah?! Kenapa juga aku harus melakukan hal bodoh seperti itu, Idiot!"

"Hahaha, maaf. Habisnya … Aominecchi biasanya hanya berkata romantis saat ada maksud terselubung atau sedang terbawa suasana. Jadi … begitulah."

Pipi Aomine terasa hangat. Ia memalingkan wajah walaupun Kise memang tidak akan dapat melihat ekspresinya, lantas bergumam, "Anggap saja aku hanya melantur."

"Eeeh, padahal aku sangat senang mendengar perkataan Aominecchi tadi!" Kise tertawa renyah. Ia merayap naik hingga garis pandangnya sejajar dengan Aomine—yang masih menolak untuk menatap ke arahnya. Tanpa memedulikan hal itu Kise membubuhkan ciuman kecil di pipi Aomine, perlahan bergerak turun ke rahang tegas si rambut kelam, dan terus hingga akhirnya bibir mereka berdua bersentuhan; sebuah ciuman singkat yang sama sekali tidak kekurangan kehangatan.

"Terima kasih telah menganggapku begitu berharga," ujar Kise saat ciuman mereka terlepas.

Aomine memejamkan mata menahan perasaan yang hendak membuncah. Satu tangannya menangkup belakang kepala Kise dan mendorong pelan hingga kening mereka bersentuhan. Kedekatan mereka membuat Aomine dapat merasakan Kise seluruhnya—mulai dari embusan napasnya yang menerpa wajah Aomine, hingga ke degup jantungnya yang seperti hendak menyelaraskan diri dengan milik Aomine. Kehangatan tubuh Kise menjalar memenuhi dirinya, dan saat itu batas antara persona mereka berdua seolah melebur menjadi satu.

Aomine membuka mata dan menatap ke dalam iris cokelat madu dengan penuh kecintaan—dan hanya dapat merasa begitu lengkap saat perasaan itu terpantulkan kembali kepadanya. Di sekitar mereka waktu bergulir tanpa perasaan, namun keduanya seolah terjebak dalam momen yang akan selalu mereka kenang dengan kerinduan.

"Terima kasih telah melepaskanku dari rasa kesepian, Kise."

Perkataan Aomine adalah sebuah bisikan yang dipenuhi keintiman. Kise membalasnya dengan senyuman. Lalu kata-kata menguap begitu saja, sementara keheningan dibiarkan mengukuhkan kekuasaan.

.

.

.

END.