Sebakawa

Haikyuu! Milik Furudate Haruichi

Little Mermaid milik Hans Christian Anderson

Genre : Parody

Rating : T

Warning : Little Mermaid!AU, OOC, nganu, bingung, OiSuga.

Dedikasi untuk [Crack Pairing Celebration] cihuy!

.

.

.

.

.

.

Oikawa merasa tidak paham dan tidak terima dengan julukan 'hentai' yang dilayangkan oleh Iwaizumi terhadapnya. Rasa-rasa untuk seukuran lelaki, naksir tokoh Disney Ariel bukanlah suatu hal yang aneh. Apalagi dia menyukai Ariel karena Ariel satu-satunya putri Disney yang pernah tampil di layar kaca dengan balutan bikini—walaupun tanpa bawahan karena bawahnya buntut ikan.

"Justru disitulah letak anehmu bodoh! Jangan merusak acara anak-anak menjadi fantasi liar!"

"Tapi aku tidak menggunakan Ariel sebagai fantasi liar, Iwa-chan! Lagipula acara Disney ngga sepenuhnya tontonan anak-anak, kan banyak kissing scene-nya!"

Oikawa melebihkan nada di bagian 'banyak'. Ia merengek di bawah kaki Iwaizumi sambil bergelayut seolah kaki temannya itu adalah talas Bogor yang sedang dipeluk koala marchi.

"Sudahlah berhenti berbicara yang aneh-aneh! Seharusnya kau fokus pemanasan bukan ke putri disney!"

"Sensi sekali huu—" bibir Oikawa menyerupai angka tiga.

Iwaizumi sudah menendangnya keluar dari areal rawan jamah di bawah kaki. Oikawa jatuh terduduk-duduk seolah habis terpental keluar dari mobil bombomkar. Huh. Sialan memang Iwaizumi. 'gentle' tak pernah ada di dalam kamusnya kalau lawan yang dihadapi adalah Oikawa. Sampai rasanya anak-anak setim yang sering melihat mereka ribut pun seperti sedang menonton telenovela berbau S&M—cuman kurang kostum aja.

"Ah!" pekik Oikawa nyaring tiba-tiba, "Aku mau pipis." ternyata diiringi dengan statement yang tidak penting.

Oikawa yang kurang berhasrat pun kemudian bangkit dari duduk serampangannya di tengah lapangan dan berpaling dari Iwaizumi yang sudah menatap tajam dengan berkacak pinggang.

"Pipis kok larinya keluar halaman belakang?! Mau kabur kan! Hari ini kita ada sparing dengan Karasuno, sampahkawa!"

"Emangnya ngga boleh pipis di semak-semak?"

"PIPIS DI SEMAK-SEMAK KAU BILANG?!"

"Ngga kok bercanda, bercanda—Iwa-chan sensitif banget sih hari ini. Padahal lagi ga menstrua—AGH! Maaf dong maaf! Kau boleh pukul aku tapi jangan di wajah!" Jeritnya narsis sambil memegangi pipi dengan tatapan istri terhina.

Iwaizumi di depannya sudah menaikkan injakan sebelah kaki di paha Oikawa dan tangan terkepal menyentuh pipi memar lawannya. Sungguh, kalau saja Iwaizumi mualaf, dia pasti sudah solat tobat (tobat bergaul dengan orang yang salah) sambil mengucap istigfar dan mengelus dada—pelatih. Ngurus Oikawa sulitnya selevel miara babon di belakang rumah. Plis—kalau sampai Iwaizumi trauma punya anak, salahkan saja kerabat terdekat yang sering tebar pesona dengan gadis-gadis ini.

.

.

.

.

'Currrr'

Air keran wastafel mengalir terabaikan oleh Oikawa yang berdiam di depan cermin. Wajahnya basah terbilas air. Memarnya berdenyut nyeri. Tatapannya hampa. Oikawa baru ingat tadi pagi ia telat bangun jadi belum sarapan sejak kemarin. Soalnya kemarin dia sedang diet.

Ugh. Dasar Iwaizumi tidak peka.

Padahal Oikawa sengaja membicarakan putri Disney karena dia mau curhat tentang hal identik yang cukup meresahkan mimpinya semalam.

Sebenarnya Ariel hanyalah pengalihan isu—dia bukan tokoh utama yang ingin disinggungnya. Karena Oikawa pun bingung harus membuka curhatannya dengan bagaimana agar tidak terdengar aneh dan jijay. Membicarakan Ariel—yang sudah terkenal sebagai waifu Disney favoritnya di mata anak-anak Aoba Johsai—sebagai topik pembuka sepertinya adalah pilihan yang paling tepat. tapi sayang, alih-alih berlanjut, Iwaizumi malah melempar, memutus, dan meluluhlantakkan konversasi tersebut sampai Oikawa pun kehabisan kata untuk menambah dan meneruskan ceracauannya.

Bayangkan berapa banyak jam yang ia habiskan hanya untuk memantapkan iman sebelum curhat ke Iwaizumi. Ia sudah memikirkannya sedari bangun tidur di pagi hari!

Bayangkan berapa banyak jam yang ia habiskan untuk memikirkan kalimat pembukaan yang lebih sulit dibentuk daripada perencanaan undang-undang dasar. Konferensi tingkat tinggi bahkan kalah sengit dengan pergolakan batinnya sepanjang buang air di toilet rumah!

Coba saja kalau Oikawa curhat ngga ngotak—blak-blakan tanpa pembukaan. Bayangkan ketika mereka sedang pemanasan otot bersebelah-sebelahan—ia dengan wajah yang menyerupai emoticon smile menghadap ke Iwaizumi, menyambar bak petir,

'Kau tahu Iwa-chan, semalam masa aku mimpiin seseorang bernama Suga pake beha dan berenang di samudra'

Pasti bikin batuk radang.

Iwaizumi pasti berburuk sangka dan mencap Oikawa makin hentai dari yang sebelumnya. Maksudnya—penting gitu bagi-bagi info tentang duyung Suga ke Iwaizumi? Nggak. Ngga penting samakali. Yah, mungkin yang dipikirkan Iwaizumi seperti itu—kalau ditanya. Tapi dari sudut pandang Oikawa yang gajahnya kebingungan, ada baiknya kita apresiasi sedikit curhatan random-nya yang datang seperti wangsit dari jin. Karena sumpah, seumur hidup Oikawa tidak pernah memenuhi isi kepalanya sedikitpun tentang si kepala kelabu—setidaknya, tidak sampai hari ini. Ia bahkan masih tak mengerti kenapa bisa orang yang seratus persen asing, tiba-tiba masuk ke dalam mimpinya dalam wujud yang 'tidak biasa'.

Tidak—Oikawa tidak berlebihan.

Ia masih ingat jelas seperti apa wujud Suga —ia masih bersyukur ketika bangun kasurnya tidak ada basahan yang berarti. Oikawa yakin sekali instingnya tergelitik ketika Suga muncul dengan siluet yang menyerupai manusia ikan. Cantik—cantik sekali, kalau mau memuji dalam hati. Oikawa hampir mensyukuri mimpinya yang indah penuh eyecandy—sampai ia tahu bahwa objek gulanya adalah laki-laki.

Laki-laki dengan butiran tiara menghiasi kepalanya seperti permen terselip di antara helai rambut. Dengan kalung berliontin mutiara yang sama. Dengan ikan-ikan kecil berwarna-warni di sekelilingnya. Tanpa beha batok atau beha kerang yang—oh, tentu saja karena Suga itu laki-laki. Makanya tak pakai penutup dada. Oikawa tertawa mendengus, mengiyakan dalam hati. Gajahnya mendadak layu.

Entah bagaimana ceritanya, Suga yang sedang berenang melintas, tiba-tiba saja menoleh ke arahnya dan memanggil dengan suara sayup tertelan air. Ikan-ikan di sekelilingnya masih berputar-putar sebagai hiasan, seolah Suga adalah poros. Iya, ngga bodoh—mereka ada di bawah lautan, dan Oikawa merasa keren bisa bernapas di dalam air. Huf huf huf. Oikawa sempat takut kalau ia batuk, mungkin paru-parunya akan tersedak air—tapi tidak. Ajaib sekali lautan yang ia huni saat ini.

"Heeii."

Balik lagi kepada Sugas, suara lelaki itu kembali memanggil. Alis Oikawa berkedut.

"Hei Sebakawa!"

Siapa Sebakawa? Oikawa noleh ke kanan-kiri, menemukan rumput laut dan koral. Ah, masa iya Suga berbicara pada batu?

Oikawa pun menunjuk dirinya.

"Aku?"

Suga mengangguk, tersenyum polos. WUT. Oikawa mendadak tablo—tampang bloon. Masih ada sejumput rasa 'mungkin-ia-salah-dengar-tadi' saat Suga menyebut namanya. Oikawa pun berenang menghampiri, tak berpikir lebih jauh.

Kaki dan tangannya mengayuh—terlalu pendek. Tapi cepat sampai. Heran. Oikawa membatin dalam hati. Rasa-rasa Suga berjarak 10 meter di depannya, tapi hanya butuh 3 detik bagi Oikawa untuk sampai di tempat. Mungkin habis ini ia akan daftar menjadi atlet renang dan pindah kontrak ke anime tetangga—

Kalau saja ia tak menyadari bahwa Suga terlalu besar di matanya. Besar bukan dalam konteks gendut, tapi besar dalam konteks raksasa. Tiba-tiba saja Oikawa punya firasat tak menyenangkan setelahnya. tubuhnya keras. Tok tok, Oikawa mengetuk tangannya ke perut—kaget, tahu badannya merah semua.

Dan ukurannya hanya sebesar kepalan tangan. Kepala Suga saja bahkan lebih besar dari seluruh tubuhnya.

"Kemana saja kau? Tadi aku sedang berburu kerang, kau malah pergi—"

"AAAAAAAAAAAA!"

Oikawa tak sempat menjawab lawan bicaranya. Ia berenang berputar-putar—tanda stress akut—menuju alam malakut—ahem, permukaan laut. Terkejut dan sedih karena masih tak percaya bahwa fisiknya berubah total.

Menjadi seekor udang Jamaika rastafarian.

Kaki yang bantet, capit yang gemuk, kulit yang keras—semua jadi masuk akal. Masuk akal kenapa ia bisa berenang secepat superman terbang mengelilingi alam raya.

Oikawa sempat melompat di udara selama satu detik ketika muncul dari permukaan laut dan kembali menyelam ke dasar laut seperti geng balap liar berkendara membabi buta di jalan. Ia berhenti tepat di samping Suga yang diam melirik dengan wajah tenang tapi ingin tahu. Oikawa ngos-ngosan memegangi dada—yang secara literal, cangkangnya. Ia berkaca pada bra kerang yang dipakai Suga—sial, Oikawa histeris lagi. Wajahnya sungguhan menjadi udang. Terlalu histeris sampai ia melupakan fakta bahwa 10 detik yang lalu Suga tak memakai bra. Rupanya sambil menunggu Oikawa yang histeris, Suga mencomot kerang buruannya dan memasangnya untuk menutupi dada. Dengan polos.

"HEI, KAU!" Oikawa sudah mengumpulkan jiwanya yang terburai. Menarik napas panjang, membusungkan dada, seraya menunjuk Suga, "—bra kerangnya bagus sekali!"

Pujian cempreng, melesat dari mulutnya.

"Ah! Bagus kan? Aku dapat dari balik semak karang. Menurutmu aku cocok memakainya?"

"Cocok kok. Coco—" Oikawa baru saja teralihkan oleh isu bra kerangnya Suga, "EGHHH! Maksudku—kenapa kau pakai bra kerang?! Kau kan laki-laki?"

Dan semakin teralihkan.

"Tak boleh?" Suga memasang tampang sedih, "Maaf ya, kalau merusak pemandangan. Akan segera kulepas—"

Tiba-tiba saja Oikawa keringat dingin melihat Suga yang mulai meraih kerang-kerang di dadanya. Hendak membebaskan kembali dua bintik merah muda yang menyerupai ceri mini. Rasa berdosa pun menyelimuti Oikawa seperti kejut listrik di permukaan kulit. Sial. gara-gara diet, mengingat ceri mini membuat pengukur laparnya menanjak drastis.

"T-Tunggu, jangan dilepas deh. Gak boleh pamer-pamer urat sembarangan."

Suga tersenyum mengiyakan.

"Terimakasih, Sebakawa-kun."

Lalu hening.

Butuh tiga menit bagi Oikawa untuk memproses pikirannya karena Suga dengan bra kerang merah muda berbintik telah membuatnya amnesia tiba-tiba.

"Omong-omong, kau siapa."

"Err—Sugarial?"

"Apa?"

"Sugarial." Suga mengulang dengan sabar, menggaruk pipi. Oikawa menggeleng, menepis segala komen dan tsukkomi yang ingin ia lontarkan saat itu. 'Tahan Sebakawa, tahan. Ada yang lebih penting daripada meributkan fusion nama waifumu' batinnya menyugesti.

Oikawa kembali berenang mendekat—10 senti persis di depan wajah Suga. Kalau dipikir-pikir, daripada kepiting, cara berenang Oikawa lebih mirip kutu air. Ia memegangi pipi semulus pualam Suga dengan dua capit kemerahannya yang besar, "Kenapa aku bisa jadi kepiting? Hei? Apa kau tahu sesuatu?"

"Hm?" Suga memiringkan kepala, menyiptakan impuls bagi Oikawa yang ikut bergerak karena kalah kuat, "Karena kamu memang kepiting?"

"Bukaan! aku bukan kepiting!" Oikawa merengek kembali, kekanakkan.

"Lho? Maksudmu?"

"Ih! Aku kan—"

Pikiran Oikawa menghitam. Entah bagaimana ia jadi lupa mau mengatakan apa setelahnya. Seperti ada sesuatu yang mendorong pikirannya dan memasukkan paksa informasi lain,

"Oh ya… aku kan kepiting ya. Kepiting Rastafarian Jamaika"

Dan—dengan begitu saja, Oikawa memercayai dirinya seekor kepiting. Mengulangi ucapan seperti komputer yang mengonfirmasi sebuah info. Ekspresinya Nampak seperti ini ._.

Suga menarik capit besar Oikawa dan membawanya berenang pergi.

"Sudahlah, sebaiknya kita pulang sebelum raja Atlantis marah—"

Matahari mulai turun ke peraduan—bahkan di bawah laut, Oikawa bisa merasakan bias terang raja siang yang menyiraminya. Mungkin bisa diasumsikan, bahwa tempat berenangnya saat ini tak begitu dalam di bawah laut.

Sekejap saja terlintas di benaknya, siapa si raja Atlantis yang dimaksud Suga.

.

.

.

.

"Kenapa kamu main sampai magrib begini, Sugarial! Kalau diculik Ursumura si wewe gombel bagaimana?!"

"Tapi ayah, Ursumura itu kan gurita, bukan wewe gombel!"

"Tapi teteknya besar!" balas sang raja penting, dengan ekspresi penuh amarah—tak memusingkan betapa tak pantasnya ucapan tetek yang disebut-sebut di depan publik, "Padahal laki-laki, tapi teteknya besar! Mengesalkan!" penambahan informasi ini seolah seperti raja Atlantis telah tertipu oleh pesona Ursumura yang ternyata tak sesuai keinginan.

Oikawa tergeletak duduk di atas karpet merah tebal dengan mulut menganga. Tak menyangka bahwa Suga akan menjadi peranakkan dari seorang rival yang paling ia benci seumur hidupnya.

"Ayah, keliahatannya Sebakawa sedang bingung. Tiba-tiba saja ia melupakan namaku, apa ia terkena sihir jahat Ursumura?"

"APA? Apakah itu semua benar?!"

Tombak trisula teracung persis di depan wajah Oikawa yang tak berhidung. Oikawa hampir jantungan mendengar backsound tombak mengayun kencang—hampir-hampir menggores ketampanannya yang sesungguhnya telah sirna di detik ia menjadi kepiting bantet.

"Aku raja Atlantis, Trijima. Apa nama itu tak teringat olehmu barang sedikit?" ugh, Oikawa merasa mual. Percakapan si raja atlantis mirip sinetron laga di stasiun TV swasta.

Dan yang lebih-lebih membuatnya makin eneg—

"Ne, Ushijima—sejak kapan kau jadi ikan duyung berkumis lebat?"

"TIDAK SOPAN KAMU MENGATAI KUMISKU! KAU TAK PERCAYA KALAU KUMIS INI ASLI?"

Entahlah, Oikawa bingung. Kenapa Ushijima menganggap bahwa Oikawa mengira kumis itu palsu.

Yang jelas, murkanya Ushijima membuat para pengawal langsung menodong Oikawa dengan tombak-tombak berbelati tajam. Oikawa refleks meringis bagai kuda ronggeng. Padahal dia kepiting mungil yang tak berdosa.

"Ayah! Hentikan!" Suga menahan tangan kekar ayahnya yang terkepal keras. Padahal yang mengancam nyawa Oikawa adalah tangan-tangan para pengawal. Suga salah cegah, "Sebakawa sedang sakit jiwa! Jangan dianggap serius, ayah!"

Sungguh, hati kecil Oikawa terusik sangat. Ketika ketidaktahuannya soal alternate universe ini dianggap sebagai sakit jiwa. Ya Tuhan. Ngakak.

"Baiklah kalau begitu."

Ushijima mengelus kumisnya dengan penuh arti. Para pengawal menurunkan tombak mereka dan Oikawa melesat cepat, bersembunyi di balik ketiak Suga yang harum semerbak lulur mandi.

"S-Su-Suga aku tak mau mati hhuhuhu! Tolong aku!"

"Jangan konyol," Suga tertawa humble, "Ayah tidak mungkin tega membunuhmu. Ya kan, Yah?"

"Oh? Um—" Ushijima yang barusan menyiapkan pemanggang barbekyu dan trisula multifungsi sebagai tusuk sate pun langsung merapikan barang-barangnya, "Iya, iya. Ayah tidak mungkin setega itu dengan Sebakawa."

Palsu. Mana percaya Oikawa dengan wajah ngiler Ushijima dan garpu babon di tangannya.

"Kalau sudah tidak ada urusan, aku pamit ke kamar ya Yah. Mau tidur dulu. Ayo Sebakawa."

Tanpa repot-repot menyanggah, Oikawa menempel erat pada punggung Suga seperti tahi lalat kemerahan. Dilihat dari jauh, Suga jadi mirip duyung tumoran di punggung.

.

.

.

.

"T-Tunggu Suga—"

"Ayolah tak apa-apa. Tidak usah malu."

"T-Tapi ini kan tak pantas—"

"Apa maksudmu? Kita kan hanya tidur bersama."

"Tapi umumnya, dua laki-laki tidak saling tidur berpelukan begini—kan?"

"Eh?" Suga mengerjap, "Maksudmu seekor duyung dengan kepiting? Kenapa tidak?"

Oh iya. Oikawa menepuk jidat. Kok tiba-tiba saja ia yakin sekali pernah menjadi manusia. Dan Oikawa makin tak mengerti ketika ingatan soal padang rumput dan lapangan serta voli terlintas tiba-tiba di kepalanya. Sejak kapan kepiting main voli? Jati dirinya pun bergoyang.

Suga kembali memeluk Oikawa erat. Kulit mulus nan licinnya menggelitik wajah Oikawa yangtenggelam di antara dada Suga . Padahal air laut itu dingin, tapi Oikawa merasa wajahnya tenggelam panas.

"S-Suga-chan?"

"Ya?"

"Boleh tanya satu hal?"

Suga melepaskan pelukannya dan membiarkan Oikawa bertatapan dengannya.

"Ya? Kenapa?"

"Apa kamu seorang setter?"

"Huh?"

"…"

"…"

.

.

.

.

Mengingat mimpi aneh itu rasanya membuat Oikawa sesak napas.

Sekali lagi ia membasuh wajah dengan air, sebelum kembali ke lapangan voli dan menemui teman-temannya yang telah selesai pemanasan. Bahkan lebih dari sekedar kelar pemanasan.

"Oh. Tim Karasuno rupanya sudah datang."

Telat. Telat sekali Oikawa menyapa. Iwaizumi sudah memasang wajah masam. Oikawa paham mengapa terjadi demikian dengan melihat papan skor tim lawan yang lebih unggul di set kedua. Gara-gara mengingat-ingat mimpi semalam, Oikawa jadi ketiduran di wastafel dalam posisi berdiri—tentu saja, ia tak akan menceritakan bagian ini pada Iwaizumi saat curhat nanti karena akan terlihat sangat tolol sekali.

"Apa yang kau lakukan idiot! Pertandingan hampir selesai mati saja sana!"

"Jangan galak begitu, Iwa-chan. Aku akan main di detik-detik terakhir kok~"

Pandangan riang berganti intens. Hawa di sekitar lapangan mendadak berat. Oikawa yang melenggang masuk ke lapangan dan hendak melakukan servis membuat seluruh mata terpusat penuh perhatian. Ludah diteguk pemain Karasuno dengan susah payah—

—Sampai servis itu tertunda. Sampai Oikawa menyadari seseorang berkepala abu-abu yang duduk gelisah di bangku cadangan. Gelisah dan gemas dengan skor timnya yang telah menembus angka 23.

"Bodoh!" Iwaizumi nyaring memecah suasana, "Kau sedang apa, Tooru?!"

Oikawa menjatuhkan bola volinya tanpa sadar.

Pukulan Iwaizumi di kepala samasekali tak mengganggunya. Seluruh mata melotot kaget—kaget sekaligus heran dengan perubahan ekspresi tampan menjadi bengong milik Oikawa. Alih-alih memerhatikan tim lawan di depan dengan serius, rona merah yang justru timbul di permukaan wajah sang setter jenius. Keringatnya bercucuran, telunjuknya mengarah pada anggota tim lawan lainnya yang duduk jauh di belakang lapangan.

"SUGA—SUGARIAL? SUGARIAL-CHAN?"

Tiba-tiba hening satu lapangan.

Tidak ada yang tahu—kalau diam-diam jantung Suga berdetakan ganas ketika seseorang yang baru saja ia jumpai menyebut nama aneh yang pernah dimilikinya dalam mimpi.

Suga terlalu malu untuk menyahuti panggilan canggung itu. Ia hanya bisa menunduk, menggaruk kepala sementara Ukai di sebelahnya menyenggol-nyenggol dengan ekspresi yang tidak peka.

"Kau dipanggil tuh. Panggilan sayang ya? Kalian pacaran? Kalau kau kenal anggota Aoba Johsai lebih awal, bilang-bilang dong."

"B-BUKAN PAK! BUKAN BEGITU!"

'Apa kamu seorang setter?'

Intuisi Tooru Oikawa ternyata lumayan tajam—bahkan di dalam mimpi sekalipun.

Sayang saja, ia belum menyadarinya.

.

.

.

.

.

.

FIN

A/N : Harusnya ini jadi full romance OiSuga, tapi jatohnya jadi fic general dengan hint tipis OiSuga OTL. Apakah fic begini bisa diterima buat celeng? /sedih. Niat mau bikin asupan, malah jadi begini—entahlah kenapa tujuan ngetik fic ini jadi melenceng jauh. Harusnya bikin fic fluff, tapi malah parodi ngaco... pas abis, gue baru sadar, asli. Pas dibaca ulang, bingung ini bagian romantisnya dimana. Tapi ya memang poin fic ini mau nunjukkin kalo Oikawa sama Suga itu jodoh dalam mimpi (?).

trus ini setting-nya pas Karasuno sama Aoba Johsai sparing untuk yang pertamakali wkwk! Yang pas Oikawa telat itu lho. Gue anggap dia telat karena abis dari WC lol.

P.S : gue pake nama Suga di sepanjang deskripsi (dan bukannya Sugawara), karena di mimpi Oikawa taunya Sugarial. Jadi… lebih cocok kalo Sugawara dideskripsiin Suga aja. Raja Triton, Ushijima si kapten Shiratorizawa. Ursumura, Ursula Sawamura Daichi WK. basically tongkat TRISULA sama dengan salah satu pair favorit gue alias, TRIton UrSULA, alias Ushijima x Daichi LOL #MakinNgaco.

Udah agh. Capek.