Durarara©pemilik-san

Author tidak memiliki sangkut paut apapun dengan mbak teteh Ryogo Narita.

Warning: Author labil, shounen ai, fluff, couple-several-more chapters(not one shot)

.

.


Izaya benci dengan kasur sempit Shizuo, "Bau tabacco." cetusnya setiap kali dia terbangun di apartemen Shizuo setengah sadar.


17-03-20xx. 21.45 PM.

Izaya terkerung didepan layar laptop hitam-nya, dia mendapati dirinya sendiri memikirkan bau tabacco dan wangi susu vanilla samar didalam kamar sang monster ikebukuro sembari menatap lekat-lekat software jam digital putih bertengger sebagai rainmeter windows-nya.

Oh, dan untuk memberi note; bukan dia yang dimaksud disini, jelas-jelas hanya ada satu orang di dunia ini yang berhak memiliki panggilan lebih rendah daripada seorang manusia-sang protozoan, sang inbred ber-sel satu; Shizuo Heiwajima.

Dia seakan bisa mencium aroma ke-khas'an Shizu-chan melewati bawah hidungnya, dan saat itu juga si raven menggidik kecil, realita dipaksa masuk ke dalam kepala olehnya. Izaya spontan mengalihkan pandangan dari laptopnya untuk menjalarkan mata ruby kesekeliling ruang kerja serba hitamnya. "Apa-apaan tadi?"

"Apa yang apa-apaan?" Namie menyahut dengan lembek, jelas-jelas bertanya balik bukan karena dia tertarik, dia berdiri didepan sang informan dengan punggungnya menghadap Izaya, tetap fokus dengan pekerjaan membereskan deretan file-file berbeda warna kedalam rak buku Izaya.

"Oh, Namie-san, aku tidak melihatmu disitu." Izaya balas sedikit berteriak dari meja kerjanya, "Hanya pikiran lewat, jangan hiraukan, teruskan apa yang kau sedang lakukan." Suaranya terdengar biasa tapi Izaya berani sumpah demi ootoro, dia tadi mencium wangi shizu-chan.

Jika terdengar suara bell setiap kali manusia memutar bola mata mereka, Izaya pasti bisa mendengar suara gong menggema dari sekertarisnya. Oh, andaikan..

"Hm, terserah." Namie menimpali. "Dan bukan karena peduli, tapi aku masih tidak mengerti mengapa kau memintaku untuk menderetkan file-file ini dengan urutan pelangi.." Mantan dokter itu berbalik untuk menunjukan rak berisi file yang mengikuti aturan MeJiKuHiBiNiU, pelangi file secara spontan dan contras terbentuk dari kanan ke kiri didalam rak yang panjang.

Mata Namie menyipit tidak sabaran saat Izaya membalas dengan tatapan-aku tidak mengerti apa intimu menanyakan itu-di mukanya.

"Maksudku.." Dia melanjutkan dengan sehela nafas. "Bukannya akan lebih mudah untuk mencari sesuatu kembali menurut tanggal, bulan atau tahun? aku benar-benar tidak melihat inti-

"Ah! dan disitu Namie-san, karena aku ingin menggaris-bawahi hakku, aku akan bertanya balik kepadamu." Izaya menyender ke kursi hitamnya. "Siapa yang menggajimu disini?"

"Sayangnya-kau."

"Benar, dan itu, adalah jawabanmu." Izaya berputar sekali di kursinya, sebelum berhenti untuk menggelum senyum-smirknya.

"Kau sedang berada di titik dimana bukan tempatmu untuk bertanya, Namie-san, janganlah sedih, mungkin suatu hari aku akan memberitahumu." Dia berbalik perhatian dari sekertarisnya ke komputer set dipinggir laptopnya, berencana mengetik ulang sesuatu yang semestinya dia kerjakan minggu lalu, Izaya tidak ingat apa yang membuatnya menunda.

Namie mendengus perlahan, dengan gerakan lamban, dia berbalik lagi dan meneruskan pekerjaannya yang memerlukan ekstra perasaan ignoransa, setidaknya Namie mempunyai motivasi untuk segera selesai, untuk segera selesai dan pulang menemui adik kesayangannya. Sang sekertaris menghela nafas, merasakan kesabaran dirinya kembali naik.

Sejam kemudian, Izaya menguap.

"Aku sudah selesai, boss." Namie berdiri didepan meja Izaya, dia menjepit tasnya di tangannya dan satu tangkai payung hitam yang ia tarik dari tempat payung di tangan yang lain.

"Hm, baiklah." Izaya menekan tombol 'enter' dengan anthusias, lalu menyender lagi untuk melihat apa yang lahir dari ulah yang dia barusan perbuat, luapan ketertarikan secara jelas terpancar dari wajahnya, senyuman sadis dan mata menyipit, dan Namie mulai memikirkan ulang mengapa dia berkerja untuk orang ini.

Izaya bernavigasi antara tab safari dan chrome-nya dengan mudah, berbalik antara informasi di inbox e-mail pribadinya dan halaman chatroomnya di dollars. Dia mendelik kearah Namie.

"Aku tidak tahu sekarang hujan." sang informan sempat memberi jeda, kata 'Aku tidak tahu' bukanlah sesuatu yang lazim dan lumrah untuk didengar di lingkungan rumah Izaya, lebih aneh saat sang informanlah yang mengucapkannya, Namie sempat terlihat tergoyah tapi sebenarnya dia tidak menanggapi begitu jauh. Wanita itu hanya ingin pulang menemui adik tercintanya.

"Tidak, tindakan antisipasi." Sang sekertaris menjawab.

Izaya berputar hanya untuk berhenti menghadap jendela dan beranjak dari kursinya, hampir setengah wilayah shinjuku tergelar luas diluarnya, warna warni mobil mewarnai jalan highway dan dibawah kakinya.

"Ha, lihatlah, mereka terlihat seperti semut berdesakan." adalah apa yang biasa dia katakan disaat-saat jeda percakapan seperti ini, dengan mata ruby yang lihai, sang informan bisa saja menghabiskan berjam-jam meneliti detail dibawah kakinya-seakan enggan kalah dengan waktu yang berjalan, kota yang terus hidup, dan kehidupan manusia yang berhubungan lebih dari yang mereka ketahui. Tapi kali ini, entah mengapa, dia memilih untuk menerawang jauh, kearah warna kedap-kedip samar di seberang kota sana, kota Ikebukuro. Sarang monster-monster menarik.

Izaya berbalik fokus kepada titik air yang jatuh dan mengenai jendelanya, lalu diikuti oleh yang lain sedetik setelahnya. Dia tidak merasa seperti dirinya hari ini, ..ah, lapar, mungkin dia lapar.

"Namie, buatkan aku sesuatu-" Izaya berbalik hanya untuk melihat Namie sudah berbalik arah menuju pintu, rambutnya beralih dari kanan ke kiri seraya dia berjalan cepat.

Sang informan terkerung melihat sekertarisnya melarikan diri. "Sedikit terburu-buru bukannya?"

Namie tidak mengindahkan protes bossnya dan berlalu untuk membuka pintu, Izaya sempat menaikkan bahu tanda tidak peduli, begitulah sekertarisnya, dia bisa saja bohong dan bilang dia tidak menyangka akan ditinggalkan, tapi Namie adalah tipe orang yang tidak terkekang, sama seperti Izaya. Entahlah, mungkin alasan kenapa dia tidak memecatnya karena sang informan senang dikelilingi oleh orang-orang menarik.

"Otsukare-sama." Izaya mengembang senyum khasnya, dan Namie berhenti ditengah membuka pintu.

"Kalau kau belum sadar, kau tidak seperti dirimu hari ini." Namie membalik setengah badannya, memberi tatapan tidak percaya kepada Izaya, "Contohnya parfum barumu itu, benar-benar diluar lingkaran kebiasaanmu."

"Parfum.. baru?" Izaya menaikkan satu alis.

"Sejak pagi kau berbau susu vanilla, dan campuran tabacco." Namie membalas dengan gampang dan pergi setelah mengucapkan sesuatu tentang 'terimakasih untuk kerja kerasnya'

Tapi Izaya tidak menangkapnya.

.

Dia berdiri beku saat pintu tertutup.


Hue.

Salam balik lagi.

Jadi author koplak balik lagi setelah hiatus bertahun-tahun lamanya, dengan membawa project lumayan besar. Fanfiction Shizaya fluff request-an./ea

Sebenernya inspirasi untuk cerita ini dateng udah lama, tapi belum pernah sempet diketik karena faktor m, dan hal lainnya, tapi setelah tundaan lama dan banyak pengingat dari temen yang ngerequest/makasih cuy/akhirnya terlahirlah...

Sesuatu.

Ini pertama kalinya J.L.I(panggil aja saya jeun-li) ngetik pake bahasa negara sendiri, berhubung karena selalu dihantui ketakutan untuk mencoba lalu di-flame abis-abisan karena terlalu jelek, akhirnya, yah begini.

Untuk ceritanya sendiri mungkin akan disodorkan dalam bentuk seadanya/?/dalam kurung sebisa dan sebatas kemampuan saya, maaf kalau memang absurd ( ̄ω ̄;) diksinya acak-acakan dan banyak sekali yang harus dikoreksi, pls no expectations, thank you. (⌒_⌒;)

Request-an P.W/hue/