Flower boy

.

.

.

.

Hanya cerita yang milik saya

Don't like don't read!

Enjoy

.

.

.

Alunan musik rock menghentak, sedikit memekakkan telinga dengan petikan gitar listrik yang mengaung hebat dipadu pukulan drum bertenaga nan penuh enerjik. Atmosfer dingin di pinggiran jalan sepi dengan ruko berjajar yang sebagian sudah mulai tutup karena waktu sudah larut mendadak ramai oleh para pejalan kaki yang berhenti, memusatkan perhatian pada empat anak muda yang sedang beraksi.

Tampilan serba hitam dengan dandanan asal-asalan yang justru menonjolkan sisi liar namun tampan sekaligus jantan belum lagi keempat lelaki yang kini bergerak bebas dan penuh ekspresi itu dianugrahi wajah tampan.

Shim Changim dengan telinga tertutup earphone menabuh keras drum, diimbangi dengan Kim Junsu yang fokus pada pianonya sedangkan disamping Junsu, Park Yoochun lelaki yang dengan khusuk memetik senar gitar sambil menikmati aluran suara vocal berat dari sang vokalis sekaligus leader band Candy rock. Jung Yunho vokalis dengan wajah tampan sekaligus tubuh teramat manly dengan kulit coklat karamel, belum lagi iris mata serupa musang yang mampu melelehkan kaum wanita. Dan jika berpenampilan seperti saat ini siapa yang mengira jika keempat laki-laki tampan itu berstatus pelajar sekolah menengah atas.

Wooowwoooooww..

Wuuu... Kerenn...

Sorak-sorai para pejalan kaki yang mulai tertarik dengan tampilan band rock itu mulai terbawa suasana dalam aluran musik keras Candy Rock. Suhu dingin tidak lagi terasa, lonjakkan tubuh dan kaki yang bergerak melompat dengan tangan keatas membuat tubuh sekumpulan orang-orang itu menghentak, melenyapakan kebekuan akibat butiran salju dingin.

DUAG!

Brak.

Keadaan berubah menjadi hening, Yunho berhenti menyanyi fokusnya bubar seketika saat melihat sound system bandnya terguling menyebabkan aliran listrik terputus hingga musik mengaung dari alat musik Candy Rock mati. Yoochun, Junsu dan Changminpun sama. Tatapan bertanya, mengintimidasi sekaligus tidak mengerti yang saat ini tengah keempat laki-laki itu lempar pada tiga lelaki sesuai mereka yang berdiri angkuh setelah mengusik tanpa permisi.

Sriinggg... tranggg...

Bunyi dengungan gitar listri Yunho yang diputus begitu saja, sukses membuat penonton menutup telinga dan seolah menyadari akan aura yang tidak baik orang-orang yang tadinya berkerumun satu-persatu mulai pergi menjauh seolah tidak terjadi apa-apa pun tentunya orang-orang itu tidak mau terlibat dengan keributan anak band yang mereka anggap terlalu sering terjadi.

Kini tersisa tujuh pemuda dengan aura tidak baik, oh.. nyatanya masih ada satu orang lagi yang berdiri dengan mengapit lengan lelaki berlesung pipit. Seseorang dengan rambut hitam kelam setengkuk, ada syal merah yang melingkar manis dilehernya. Seseorang dengan mata besar dan indah, kulit putih pucat layaknya kapas dan bibir penuh yang terlihat merah.

Yunho merasa terusik dengan seseorang yang berdiri diam disamping laki-laki yang tadi menendang sound system bandnya. Laki-laki berwajah tampan yang menurut Yunho jauh lebih tampan Yunho sendiri. Lelaki angkuh yang membuat Yunho muak karena tidak tau apa maunya dan begitu saja mencari gara-gara.

Yunho merasa tidak mengenal ketiga lelaki dan satu orang yang sulit ditebak gender-nya. Apakah laki-laki atau wanita, seseorang berawajah dewi yang menarik perhatian Yunho. Pun Yunho yakin jika ketiga temannya sama dengannya, tidak mengenal ketiga lelaki yang mengacau pertunjukkan musiknya. Pengecuali seragam sekolah elit yang melekat di tubuh mereka,

Choi Sang high school

"Musik kalian hanya membuat telingaku sakit. Tidak beraturan dan kampungan." Lelaki berkulit putih namun terlihat jantan itu mengorek telinganya lengkap dengan wajah yang seolah menunjukkan rasa jengah ditambah lesung pipit dipipinya yang membuat Yunho muak. Demi apapun Yunho benar-benar ingin menghajar laki-laki yang dipastikan dari golongan borjuis yang sudah menghinanya. Yunho mengepalkan tangan, menggertakkan rahangnya yang mengeras.

"Dan.. sampah!"

Sambungan kata pedas yang meluncur dari bibir teman lelaki berlesung pipit yang semakin tersenyum meremehkan Candy Rock. Mulut kotor yang sedang mengunyah permen karet. Sementara satu lelaki lagi yang berbingkai kaca mata minus memasang senyum sinisnya.

.

.

.

Flower Boy

Present © Anna Kim

YunJae and Other

.

.

Inspiratoin © Shut up flower boy

Boys Love

PG – 17

.

.

.

Yoochun menghentikan langkahnya. Membiarkan teman-temannya berjalan dilorong sambil melihat-lihat alat-alat musik yang terpajang lengkap di etalase maupun lemari toko khusus alat musik dimana saat ini ia dan teman-temannya berada. "Kadar ketampananku berkurang. Aish dasar berandal kaya brengsek!" Yoochun mengusap sudut bibirnya yang pecah saat terasa perih, pantulan dirinya yang tersamar dikaca tempat menyimpan gitar dengan berbagai macam merk. Luka-luka ia dan teman-temannya dampak dari perkelahian kemarin malam dengan anak-anak borjuis Choi Sang school.

"Berhentilah mengumpat." Yunho menepuk pundak sahabatnya itu pun wajah Yunho tak kalah berantakkan dari Yoochun, justru lebih parah dengan pelipis robek yang tertempel plester bergambar beruang kecil warna coklat dan lebam tentunya. Changmin sudah menemukan mainannya, drum tester dan Junsu yang sudah berada didalam toko khusus menjual piano.

.

.

.

Yunho berjalan sendirian, berpencar dari ketiga temannya. Berjalan menyelusuri lorong-lorong berlapis kramik hitam, iris musang Yunho meneliti peralatan musik yang tumpah ruah di sekelilingnya. "Andai aku punya banyak uang." Yunho tersenyum kecut. Yah, andai dirinya banyak uang maka dipastikan Yunho akan membeli gitar seharga lima belas juta yang kini hanya seharga tujuh juta saja. Nyatanya meski hanya tujuh juta Yunho tak mampu memilikinya.

Kenapa lebih murah? tentu itu barang second. Namun Yunho tau jika kwalitasnya masih sangat bagus meski dengan cat yang sudah mengelupas. Gitas merk Gibson les paul dengan warna hitam berpadu putih. Gitar yang dirasa sangat cocok dengan kepribadiannya yang diam dan cenderung dingin namun sejujurnya hangat didalam jika sudah menemukan teman atau sesorang yang membuatnya nyaman.

Bruk

"Maaf."

"Tidak masalah." Yunho menggoyangkan bahunya, pertanda jika ia tidak masalah dengan seseorang yang tidak sengaja menabark bahunya. Dia yang berjalan begitu saja dengan wajah menunduk, tanpa mau mengangkat wajahnya untuk sekedar melihat wajah seseorang yang sudah ia tabrak dengan tidak sengaja, entah kenapa Yunho penasaran. Tampilan tubuh semampai yang berjalan memunggunginya.

Postur tubuh yang seakan Yunho pernah melihatnya. "Rambut kelam itu dan kulit pucatnya.." Dibungkus rasa penasaran Yunho memilih untuk membuntuti sosok itu begitu saja.

.

.

.

Mata indah yang melihat dengan teliti jajaran gitar yang dipajang. Berjalan mondar-mandir seolah sedang menimbang-nimbang sesuatu, terlihat jelas dengan jari manisnya yang sesekali ia tekan kebibir merah sensualnya. Yah, bibir yang terlalu sensual di mata Yunho, tentu untuk ukuran laki-laki. Sekarang Yunho yakin jika sosok itu adalah laki-laki karena tubuhnya yang terbalut seragam Choi Sang High school, meski memang tubuhnya lebih ramping dari laki-laki dan memiliki lekuk layaknya wanita dan lagi-lagi dia menggunakan syal yang sama, syal terbuat dari benang wol berwarna merah yang terlihat pas membungkus lehernya, penampilan sederhana namun tetap berkelas dengan jaket rajut rapat serupa kardigan simpel warna coklat.

Iris musang Yunho menatap lamat-lamat pun kaki jenjangnya perlahan namun pasti menghampiri sosok itu. Sosok yang belum ia ketahui namaya.

"Apa Mall dan toko bonafid sudah kehabisan stok barangnya hingga seseorang dari golongan borju beada di tempat ini." Yunho menyilangkan tanganya didepan dada, membuat otot lengannya tercetak dari sweater hitam rajut yang dikenakannya fokus mata lelaki tampan itu seolah menatap gitar yang terpajang rapi didepannya.

Sosok itu terusik, dirinya tau jika lelaki itu berbicara atau lebih tepat jika dikatakan menyindir dirinya. Benar! Tidak ada orang bonafid yang berada digedung khusus alat musik secon dan murah, dirinya lupa jika masih ada seragam Choi Sang yang melekat ditubuhnya meski berlapis jaket.

"Aku hanya mampir."

Suara lirih dan canggung yang terucap dari bibir merah itu sukses mencetak senyum meremehkan dibibir Yunho. "Benarkah? aku tidak melihat itu," Yunho menyambung kata-katanya masih dengan nada cuek namun menusuk.

Menghela nafas panjang dan menoleh lalu sedikit mendongak menatap lekat iris musang lelaki asing yang berdiri disampingnya. "Aku tidak ada urusan denganmu." Berbicara datar namun terselip nada marah kemudian beranjak hendak meninggalkan Yunho,

Terdiam sekaligus terhenyak saat tangan yang dirasanya amat kasar namun kokoh mencengkram lengannya kuat. Menimbulkan rasa pegal dan nyeri. Bulatan kelereng hitam itu menatap nyalang iris musang Yunho dengan isyarat hati mengatakan "Jangan sentuh aku, siapa kau berani menyentuhku."

"Sejak malam itu kita berdua memiliki urusan."

.

.

.

.

Jaejoong berguling tidak nyaman dikasur tipis yang untuk pertama kalinya ia tiduri pun selimut tebal yang membungkus tubuhnya tak cukup menghalau rasa dingin. Pemanas ruangan yang rusak. Jaejoong menangis dalam diam meski faktanya dia laki-laki, namun apa yang bisa dilakukan meski ia laki-laki jika awalnya Jaejoong hidup sangat mewah dan malam ini dirinya berada di dalam kontarkan sempit yang berada di paling atas apartemen susun murah.

Sendirian.

Ayahnya yang entah ada dimana, ayahnya yang berjanji jika tidak akan pergi lama dan pasti akan menjemputnya kembali untuk pulang kerumah megah milik mereka. Jaejoong bisa saja tinggal di rumah Siwon sahabat baiknya, lelaki yang menyimpan rasa padanya. Namun Jaejoong tidak mau Siwon dan teman-temanya mengetahui keadaan keluarganya yang sedang falid.

Sudah pasti Siwon akan menerimanya dengan tangan terbuka dan suka cita mengingat Jaejoong paham betul jika lelaki itu mendambanya. Namun Jaejoong tidak menginginkan itu, Jaejoong sendiri merasa belum memiliki perasaan terhadap laki-laki pemilik sekolah Choi sang itu.

"Pejamkan matamu Joongie..." mengabaikan perutnya yang keroncongan karena hanya sempat terganjal roti dan rasa dingin yang terus menusuk. "Harusnya aku tadi menerima ajakan Siwon untuk makan malam di resaturan."

"Ah.. kau tidak boleh seperti itu, menolak adalah tindakan yang tepat Joongie." Jaejoong menggelengkan kepalanya, setelah meralat gumannya sendiri.

.

.

.

"Yosh.. bro.. terimaksih ramennya." Yoochun melambaikan tangan pada Yunho yang berdiri di depan pintu.

"Besok malam kami menginap. Bye.." Changmin mengekori langkah Yoochun diikuti dengan Junsu yang berjalan disebelahnya meninggalkan kontarkan kecil Yunho yang seharian penuh ketiganya monopoli. "Ughh.. kenyangnya..." Changmin menepuk-nepuk perutnya,

Yunho tersenyum tipis, iris musangnya menatap punggung ketiga temannya yang berjalan menuruni anak tangga, semakin menghilang dari pandangan matanya.

.

.

.

Tok..

Tok..

Jaejoong sedikit melompat-lompat, mencoba menghangatkan tubuhnya dari suhu dingin. Dalam hati Jaejoong mendumel kenapa tetangga kos-nya ini sangat lama membukakan pintu. Bukankah ini cuma kontrakan kecil yang bahkan kebisingan tetangga terdengar. Kesimpulannya tinggal disini tidak akan memiliki privasi.

Jaejoong menggenggam mug dengan ornamen gajah ditangannya, meski malu namun Jaejoong harus melakukan ini jika tidak ingin mati kedinginan di kontarkan kecilnya yang bersebrangan dengan kontrakan yang saat ini ia datangi.

Sedikit menebalkan muka dan menurunkan harga dirinya yang biasanya setinggi langit. Mau bagimana lagi, jangankan microwave bahkan kompor dirinya tidak punya. Jaejoong menunggu dengan gelisah. Semoga saja tetangga kontrakkanya bukan orang yang jutek terlebih pelit.

Ckleak.

Lamunan Jaejoong buyar saat mendengar handle pintu yang dibuka, bisa ia lihat punggung seseorang berbalut sweater hitam. Posisi yang membungkuk membelakangi Jaejoong, terlihat sedang membenarkan sesuatu dan Jaejoong tidak bisa melihat keseluruhan karena pintu yang hanya membuka separuh.

"Aku baru pindah.. eum maaf mengganggu tapi bolehkah aku minta satu gelas air panas." Jaejoong berbicara ragu-ragu, hingga jantungnya yang semula memang sudah berpacu cepat menjadi semakin cepat lagi saat melihat wajah itu.

Prang!

Mug digenggaman Jaejoong terjatuh dan terbelah lebih dari dua bagian. Mata doe Jaejoong menatap tak percaya seseorang yang berdiri didepannya. Seseorang yang juga memandang wajahnya dengan terkejut namun lebih cepat menguasai keadaan hingga wajah tampan dengan iris musang itu kembali pada ekspresi datar.

"Ma-af aku salah mengetuk pintu.." bola mata Jaejoong bergerak gelisah, ada rasa cemas didalamnya. Segera pergi hal itu yang terlintas cepat dikepala lelaki berwajah menawan itu.

Senyum sinis..

Jaejoong sekilas melihat wajah seseorang yang masih berdiri cuek didepannya dengan senyum sinis menghiasi wajah berkarakternya.

"Apa sekarang juga sama.. kebetulan lewat,"

"Dan maaf aku salah mengetuk pintu... memang ada berapa pintu di sini." Nada sarkastik terlontar dari bibir berbentuk hati itu membuat Jaejoong tak mampu berkutik. Pada kenyataanya cuma ada dua pintu disini. Dua pintu kontrakan paling atas gedung susun tua yang kau akan mencapainya hanya jika menaiki tangga. Mana mungkin jika disebut kebetulan lewat. Jaejoong bingun harus menjawab apa.

"Masuklah.. berandal sepertiku punya banyak stok air panas." Punggung kokoh dengan bahu lebar itu melenggang masuk begitu saja, ragu berbalut malu namun Jaejoong memilih untuk mengikuti.

.

.

.

Tidak ada perasaan yang lebih tepat mewakili Jaejoong saat ini selain rasa malu. Seseorang yang diketahuinya bernama Yunho, lelaki yang pernah direndahkan oleh teman-temanya sementara saat itu dirinya hanya menjadi penonton yang baik dengan diam tanpa perduli. Kini tinggal bersebrangan dengannya. Jaejoong tau jika Yunhopun sebenarnya sudah mengetahui namanya meski pada kenyataannya mereka belum berkenalan secara resmi.

Bagaimana Jaejoong akan menjelaskan keadaannya. Mana ada siswa Choi Sang tinggal di kontrakan kecil yang bahkan tidak ada pemanas ruangan. Kontrakan Yunho jauh lebih bagus dari tempatnya. Dalam hati Jaejoong bertanya-tanya kemana keluarga Yunho. Kenapa berandalan itu seolah tinggal sendiri dikontrakan kecil ini.

"Apa melamun merupakan hobbymu." Yunho duduk didepan Jaejoong setelah meletakkan mug bergambar teddy. Mug hadiah paling berharga dari Ibunya, tidak mahal tapi merupakan kado terindah dari ibunya.

Sangat lucu. Yunho tersenyum geli mengingat bentuk dan gambar mug milik lelaki yang membuatnya penasaran setengah mati itu. Mug dengan ornamen gajah yang sudah terbelah dan kini teronggok ditong sampah disamping pintu. Tentu tanpa ekspresi yang tidak disadari Jaejoong karena lelaki manis itu sibuk dengan dunianya sendiri lebih tepanya dengan lamunannya sendiri.

"Ti-dak."

Tergopoh-gopoh tangan putih susu itu meraih mug diatas meja pendek. Nyatanya Yunho dan Jaejoong duduk diatas lantai berlapis permadani bulu lembut yang cukup nyaman dengan meja kayu mini memisahkan keduanya.

Jaejoong menyesap dengan lega secangkir susu panas yang disedu Yunho untuknya sementara matanya sesekali beredar meneliti seluruh penjuru ruangan.

Ruangan sederhana yang tertata sangat simple, ada kasur berukuran single yang memepet jendela dengan gorden biru. Meja belajar dengan lampu tidur dan rak buku, gantugan pakaian dibalik pintu, lemari tinggi tidak terlalu besar lengkap dengan pintu kaca mungkin berisi pakaian dan ada dapur mini dengan prabotan seadanya. Semuanya berada disatu ruangan. Namun yang paling menarik perhatain Jaejoong adalah gitar elektrik yang bersandar disamping sound system disamping tempat tidur. Ruangan sederhana bernuansa putih hijau namun ditata nyaman dan untuk satu orang saja.

Yunho memperhatikan ditengah kesibukkanya sendiri menyeruput secangkir kopi hitam ditangannya, setiap gerak gerik sosok menawan didepannya.

"Bisakah a-ku minta to-long pada-mu." Bibir merah Jaejoong berbicara ragu-ragu, Jaejoong waspada saat menagkap senyum misterius yang tersunging di bibir Yunho. Senyum yang membuat hati Jaejoong tidak tenang. "Harusnya kau tidak perlu berbicara seperti itu Kim Jaejoong. Kau bodoh." rutuk Jaejoong dalam hati.

"Apa untuk merahasiakan semua ini dari teman-temanku terlebih teman-temanmu. Jika kita bertetangga? Aku tidak tau dan tidak perduli kejadian apa yang menimpamu hingga berakhir di tempat yang aku tau pasti tak layak bagi siswa Choi Sang untuk ditinggali. Apapun kisah hidupmu dan siapa dirimu aku sama sekali tidak perduli."

Wajah Jaejoong memucat sempurna menanggapi penyataan panjang lebar Yunho yang ditujukan spesial padanya. Lelaki irit bicara dan minim ekspresi namun sekalinya berbicara panjang menghujam tepat diulu hatinya. Terhitung beberapa kali bertemu tidak pernah sekalipun lelaki dingin itu mengucapak kata-kata manis padanya apa karena awal pertemuan yang tidak berkesan baik.

Dengan sedikit sempoyongan Jaejoong berdiri dengan mata menatap bengis Yunho yang duduk santai dengan wajah tanpa dosa dan menatapnya bisa saja.

"Baiklah seperti ini lebih baik dengan begini kita tidak perlu mencampuri urusan masing-masing." Jaejoong beranjak pergi namun kembali menghentikan langkah kakinya "Ini pertama dan terakhir kalinya aku meminta tolong padamu dan menginjakkan kaki di kediamanmu, meski begitu terimaksih untuk susunya."

Jaejong berjalan cepat dan menutup pintu sedikit kasar,

Sepeninggal Jaejoong, Yunho masih betah duduk ditempatnya semula mengamati mug lucu yang terletak diatas meja.

"Kau belum menghabiskan minummu." Suara Yunho melayang diudara, menatap lamat sedikit asap panas yang mengepul dari dalam mug yang telah ditinggalkan pemiliknya. Entah untuk alasan apa namun lagi-lagi bibir Yunho tersenyum dan kali ini bukan merupakan senyum sinis yang sebelum-sebelumnya ia tunjukkan pada Jaejoong.

.

.

.

.

Seberapa keras Yunho mencoba untuk tidur namun matanya enggan terpejam. Lelaki tampan itu merasa gelisah karena memikirkan seseoarng. "Sampai kapan listriknya padam." Yunho menatap lilin yang sudah tinggal setengah termakan nyala api. "Aku harus melihatnya."

.

.

.

Perasaan Yunho tidak enak. Kenapa hunian sempit ini terlihat sunyi seperti tidak ada orang padahal sudah jelas ada seseorang didalamnya bahkan Yunho tiadk melihat cahaya lilin dari dalam. Sedang apa sicantik angkuh itu."

Tok..

Tok..

"Kau didalam?" tidak ada sahutan, "Hey apa kau ada didalam?!" Yunho setengah berteriak. Yunho menempelkan telinganya didaun pintu, namun telinganya tidak menangkap apapun kakinya sudah ingin beranjak pergi namun ada sisi lain dari dirinya, dorongan begitu kuat memaksanya untuk harus masuk kedalam.

"Baiklah.. aku sangat konyol." Yunho menggeleng frustasi akan sikap anehnya sendiri. Rasa khawatir pada seseorang yang tidak seharusnya ia cemaskan. Toh bukan siapa-siapanya. Dan,

BRAK!

Satu doronga kuat Yunho mampu membuat pintu dengan pengaman tak seberapa itu terbuka paksa. Mengedarkan pandangan sekaligus menajamkan matanya, keadaan gelap membuat Yunho sulit untuk melihat obyek didalam. Mengandalkan sinar yang memancar dari handphone-nya Yunho mencari-cari sosok itu, Ruangan yang sangat dingin, "Apa tidak ada pemanas?"

Iris musang Yunho melebar saat melihat tubuh tidur meringkuk diatas kasur tipis. Tubuh yang lebih terlihat seperti tidak sadarkan diri Yunho bisa menyimpulkan demikian dari wajah putih yang terlihat memucat.

"Jaejoong."

.

.

.

.

Lengan berotot Yunho merengkuh tubuh bergetar Jaejoong, membawa tubuh mungil itu rapat dalam pelukkannya. Wajah Yunho terlihat sangat cemas. Yunho sudah mengacak seisi lemari untuk menemukan selimut bahkan kain dan membungkuskan ditubuh bergetar Jaejoong yang setengah sadar didalam pelukkanya.

Listrik masih padam, Yunho sudah tidak kaget karena hal itu sering terjadi tapi tidak untuk Jaejoong. Yunho menyimpulkan jika lelaki berparas cantik dalam pelukkanya saat ini takut gelap selain manja tentunya. Tangan Yunho beralih kedahi Jaejoong yang sudah tidak terlalu panas, tadi saat Yunho membopong tubuh Jaejoong dan membawa kekamarnya suhu tubuh Jaejoong sangat panas meski sesekali bibir merah setengah pucat itu menggumankan kata dingin.

"Tenanglah.. aku akan menjagamu.." Yunho berbisik lembut didepan wajah Jaejoong, menatap lekat seraut wajah sempurna milik Jaejoong. Bagaiman lelaki dalam pelukkannya masih terlihat menawan meski dalam keaadaan sakit.

"Daddy... dad-dyy..."

Bibir Jaejoong yang berucap lirih dengan mata terpejam memanggil-manggil ayahnya. Yunho merasakan hatinya sakit melihat keadaan Jaejoong.

"Tidak apa-apa.. aku disini.. meski aku bukan Daddy-mu tapi aku akan menjagamu..." Yunho semakin mengeratkan pelukkannya atensi lelaki beriris musang itu tak beralih sedikitpun dari wajah Jaejoong. Mengendurkan tangan kanannya dan beranjak menyentuh pipi halus pucat Jaejoong.

Sedikit ragu, namun akhirnya telapak tangan Yunho menyentuh permukaan kulit yang terasa sangat halus, Yunho memperhatikan setiap detail pahatan sempurna itu diikuti tangannya yang menyelusuri lekuk wajah lelaki dalam pelukkanya. Usapan lembutnya terhenti dibibir penuh yang terkatup dan bergetar, mengusap benda kenyal itu berulang-ulang.

Yunho merasakan ada gelora panas yang membakar tubuhnya, merangsang titik pusat ditubuhnya pun jari jemarinya mulai bergetar. Memilih semakin mendekatkan wajahnya dan menyentuh bibir ranum Jaejoong bertemu dengan bibir miliknya.

Terasa manis dalam kecapannya, memabukkan sekaligus hangat padahal dirinya hanya menyesapnya pelan dan lembut tidak berusaha menyeruakkan lidahnya kedalam rongga basah mulut Jaejoong. Yunho merasakan jantungnya berdetak cepat, sangat cepat hingga dirasa akan keluar dari kungkungan tulang rusuknya.

Ini gila!

Semakin panas saat merasakan jika bibir manis itu mulai merespon. Sedikit lenguhan samar dan mata yang terpejam bergerak-gerak gelisah, mungkin dua kepingan indah itu akan benar-benar terusik dan membuka namun Yunho seakan enggan melepas kenikmatan pada bibirnya sekaligus keintiman posisinya yang membiarkan tubuh mungil itu berada dalam pelukkannya. Justru mengeratkan pelukkan saat dirasa tubuh Jaejoong mulai meronta lemah dan ketika kepingan hitam itu membuka lebar, menatap padanya dengan keterkejutan.

Meremat sweater hangat yang dipakai Yunho, merematnya dibagian dada. Kepingan hitam kelam itu semakin membelalak lebar, keadaan yang membuat jantung Jaejoong berdetak cepat dengan rasa pusing dikepala yang lenyap entah kemana, tubuhnya yang semula dirasa dingin berganti dengan hangat dan panas sekaligus menggelora.

Cengkraman tangan Jaejoong mengendur, matanya mulai meredup dan bersiap menutup kembali membiarkan gelora nikmat mendominasi sekujur tubuhnya, membiarkan bibir lelaki yang entah sejak kapan merengkuh tubuhnya menyesap bibirnya.

Pada kenyataanya Jaejoong belum sadar dimana dirinya berada sekarang tidak ingin sibuk mengenali tempat, terlalu perduli pada percikkan panas yang disalurkan Yunho lewat ciuman intens dan dalam.

Jaejoong mabuk kepayang, tubuhnya luluh lantak lemas seakan tidak ada tulang, menikmati serangan bertubi-tubi dari bibir basah nan hangat lelaki yang merengkuhnya kuat. Diam saja, dan justru mendongak saat pagutan bibir Yunho beralih menuju lekuk rahang hingga turun pada lehernya.

Membuat panas

Merasakan gigitan kecil pada kulit lehernya. Jaejoong semakin menutup rapat kedua matanya dan mengigit bibirnya sendiri. Tak kuasa akan kenikmatan yang belum pernah ia rasakan.

Ada lonceng yang memekakkan telinga, berdering hebat ditelinga Yunho. Lonceng tak terlihat yang membawa kesadaran Yunho kembali dari apa yang tengah ia lakukan pada sosok rapuh dalam pelukkanya. Tuhan sedang memperingatkan diirnya,

"Maaf.. maafkan aku.." Yunho memutus cumbuannya, sedikit menjauhkan tubuh Jaejoong setidaknya dalam posisi yang tidak terlalu intim meski tetap dalam keadaan memeluk. Lelaki manis dalam pelukkanya memalingkan wajah yang merah parah, dada yang bergerak cepat naik turun terlihat bernafas dengan rakus.

,Keduanya terjebak dalam keheningan canggung.

.

.

.

Flower Boy

YunJae © Anna Kim

.

.

Candy rock sedang bermalas-malasan duduk diundakkan tangga taman dikelilingi jalan dengan banyak jalur, namun hari yang cerah dengan salju yang menghilang dengan kelopak bunga mulai mekar indah. Bahkan daun pepohonan rimbun yang tersebar pengihias sisi jalanan terlihat sejuk dipandang.

Musim semi selalu indah. Candy rock bercengkraman dengan berbagai macam lelucon riuh renyah dan kadang terkesan gila, mengabaikan pandangan orang-orang disekitar yang juga menghabiskan waktu ditaman luas dengan banyak kursi-kursi itu.

Meski keempat laki-laki itu berwajah tampan namun tidak sedikit yang melempar pandangan sinis tentu saja setelah melihat logo seragam sekolah yang melekat di almamater warna hitam kebiruan yang terpakai pas ditubuh keempat laki-laki itu.

Shinki high School.

Sekolah yang terkenal memiliki segudang reputasi buruk dan tidak terhitung kasus yang telah mecoreng nama sekolah swasta yang diperuntukkan untuk siswa laki-laki bandel hingga mendekati berandal itu. Tidak ada satupun prestasi kecuali otot-otot kuat mereka yang jago berkelahi. Tentu untuk urusan ini Shinki high school yang menduduki peringkat satu.

"Kau lihat bagaimana tampang si botak saat mengetahui dua ban sepeda motornya lenyap haha.. kalian lihat? Lihat bwahhaaa..." Changmin tertawa terpingkal-pingkal dengan memegangi perutnya yang terasa kram mengingat bagiamana kesuksesannya mengerjai guru matematika yang sudah membuatnya jengkel.

Yunho yang duduk tenang dengan gitar akustiknya hanya mengangkat bahu sejenak sebagai responnya pada kebahagiaan Changmin atas kesuksesan misi jahilnya hal yang sudah sering terjadi. Berbeda dengan Yoochun dan Junsu yang ikut antusias dalam celotehan Changmin.

Senyum tipis Yunho memudar melihat suguhan pemandangan disberang jalan. Jalur dua lintas cukup jauh di depannya namun iris musang Yunho bisa menangkap dengan jelas apa yang terlihat jauh didepannya. Saat bibir merah itu tersenyum manis pada lelaki yang mengacak rambutnya. Tangan yang selalu bergelayut manja di lengan lelaki itu. Berjalan dengan wajah bahagia menuju mobil mewah yang terparkir di depan restauran mewah.

Syal merah tidak lagi mengalung dilehernya, seragam musim semi yang terbuka warna putih berlengan pendek dan celana dasar coklat. Untuk pertama kalinya Yunho melihat kulit putih mulus itu yang terumbar bebas dari lengan hingga jemari. Leher putih bersih yang pernah Yunho nodai. Yunho tersenyum tipis pun lebih tepat disebut senyum hambar. "Seperti apa pribadimu sebenarnya..."

.

.

.

.

Jaejoong sudah memikirkan ini masak-masak, bagimanapun dirinya harus hidup. Tabungannya sudah dibekukan sejak lama dan uang saku dari ayahnya sudah habis sejak tiga hari lalu jika Jaejoong tidak mencari perkerjaan maka Jaejoong tidak akan bisa makan dan sekolah.

Hidup perlu uang dan sekarang Jaejoong tidak punya itu, ayahnya hingga minggu ketiga belum menjemputnya jangankan menjemput bahkan menampakkan batang hidungnyapun tidak. Hanya tinggal menunggu waktu hingga kasus korupsi ayahnya akan menguak dimedia dan imbasnya tentu saja Jaejoong akan dicemooh. Tidak banyak yang tau jika Jaejoong adalah anak menteri keuangan kecuali anak-anak yang bersekolah di Choi Sang school.

Jaejoong menghela nafas panjang memastikan jika perkerjaan ini yang paling aman meski gajinya tidak sebesar jika ia mau berkerja di bar namun resikonya terlalu besar dan Jaejoong tidak mau itu.

"Kau melamun.. ayo ikuti aku.." Nyonya yang merupakan tuan rumah mansion megah saat ini dimana Jaejoong berpijak tersenyum ramah saat mempersilahkan Jaejoong untuk berjalan mengikutinya. Gaun sutra warna merah muda yang membungkus tubuh ramping nyonya berusia kisaran 40 tahunan itu terlihat sangat indah dan cocok membuat Jaejoong kagum.

Kepingan hitam Jaejoong menelanjangi kamar luas bergaya clasik dengan cat dinding warna cream lembut. Kasur berukuran besar dengan seprai sutra warna putih dan selimut bulu warna merah marun. Jaejoong merasakan kakinya nyaman saat bersentuhan dengan lembutnya permadani yang ia pijak. Ruangan elegan khas laki-laki berkelas dengan setiap prabot yang terbuat dari bahan kayu jati. Tidak banyak yang mengisi ruangan itu selain ada pintu berflitur coklat yang menghubungkan satu ruangan dengan ruangan lainya namun masih dalam satu lingkup. Ruangan luas yang didalamnya berisi rak buku tinggi dengan penuh buku mahal dan terdidik. Meja besar dengan kursi nyaman untuk membaca diatasnya tergantung lampu kristal indah.

Jaejoong pikir rumahnya dulu adalah yang termegah. Kamarnya adalah yang terbaik namun saat Jaejoong melihat kamar yang menyatu dengan perpustakaan pribadi ini Jaejoong merasa kecil dan malu akan kesombongannya selama ini.

Ternyata jabatan menteri keuangan ayannya bukanlkah apa-apa jika dibandingkan dengan kekayaan pemilik rumah dimana saat ini dirinya berdiri dengan wajah terkagum-kagum.

Nyonya rumah tersenyum melihat wajah kagum Jaejoong, "Kau hanya perlu membersihkan kamar ini hingga perpustakaan pribadi,"

"Memastikan semaunya dalam keadaan bersih dan wangi. Jangan tambahkan wewangian beralkohol karena putraku tidak suka itu." Nyonya Lee hye Young menggerakkan jari telunjuknya kekiri kanan seolah memperingatkan Jaejoong, pelajar yang berkerja sampingan membersihkan kamar putranya. Sebenarnya Nyonya Lee bisa memperkerjakan belasan pembantunya, hanya saja Nyonya Lee merasa kasihan dengan remaja seusia putranya itu.

"Jadi kau bisa berkerja tanpa perlu mengganggu aktiftas sekolahmu. Datanglah setelah kau pulang sekolah dan pulanglah saat malam, jika kau ada les beritahu aku maka aku akan memberikan ijin dengan senang hati, mengingat putraku juga seumuran denganmu."

Jaejoong sedikit terusik dengan wajah ceria Nyonya lee yang mendadak berubah sendu ada kesedihan didalam tatapan mata itu.

Dalam hati Jaejoong cukup penasaran seperti apa wajah putra nyonya Lee, kenapa tidak ada satupun foto yang terpajang di mansion sebesar ini. Seakan tau kemana arah pemikiran Jaejoong nyonya Lee kembali tersenyum hangat.

"Putraku tidak suka fotonya dipajang dimanapun termasuk dikamarnya jadi jangan heran jika kau tidak menemukan satupun fotonya disini.. kau tau putraku sangat tampan hanya saja dia sedikit bandel kekekk.." Nyonya lee tertawa lirih diujung selorohnya.

"Jam berapa puta nyonya ada dirumah sehingga saya bisa memastikan kamar ini dalam keadaan bersih saat putra Nyonya pulang." Jaejoong berbicara dengan sopan,

"Dia sudah satu tahun tidak pulang.."

.

.

.

.

Ini hari kedua Jaejoong berkerja di mansion megah milik Nyonya Lee. Jaejoong pikir hanya membersihkan kamar tidak akan membuatnya lelah tapi nyatanya siapapun akan kewalahan jika ukuran kamarnya seluas ini. Setidaknya Jaejoong tidak perlu menyikat closet.

Jaejoong menyeka keningnya yang dipenuhi peluh, matanya melirik jam yang tertempel elegan didinding dan Jaejoong yakin jika jam itu berlapiskan emas 24 karat mengingat dirinya yang pengagum logam mulai itu.

Pukul 21.45

Semuanya sudah beres dan Jaejoong harus segera pulang, dia ingin segera mungkin tidur dikasur tipis didalam kontrakan kecil yang sudah hampir satu bulan ia tinggali. Jaejoong sudah mampu membeli pemanas ruangan hingga membuatnya betah berada di kontrakan sempit itu. Kebaikan Nyonya Lee yang memberikan gaji dimuka plus bonus.

"Kasur yang telihat sangat nyaman.." kepingan hasel kelam Jaejoong menatap teergoda pada hamparan kasur lebar yang belum pernah ia tiduri, tentu saja Jaejoong tidak lancang untuk melakukan itu. Ini adalah kasur majikannya.

"Mungkin jika hanya mencoba sebentar tidak masalah toh tidak ada yang akan masuk terlebih nyonya Lee sedang di Belanda." Sisi iblis dalam jiwa Jaejoong mencoba mengusik dan sepertinya rayuan sang iblis berhasil menyilaukan mata Jaejoong.

"Ugh... nyamanya..." Jaejoong merasa tubuhnya rilkes saat tubuh belakangnya bersentuhan dengan empuknya kasur dan permukaan lembut seprai sutra. Bantal berisi bulu angsa berkualitas nomor satu yang terasa sangat nyaman. Pipinya ia gesek-gesekkan pada selimut berbulu lembut. "Orang bodoh seperti apa yang menyia-nyiakan tempat senyaman ini. Memilih pergi dan tidak pulang."

Surga dunia dimata Jaejoong.

Kasurnya dulu tidak senyaman ini. Dan lihatlah, mata indah itu sudah terpejam melupakan keadaan jika apa yang dilakukannya adalah kesalahan atau kelancangan.

Tidur pulas layaknya tuan putri.

.

.

.

.

Datang selarut ini merupakan pilihan tepat Yunho. Dia tidak suka keramian dimana saat pagi hingga sore hari rumahnya akan ada perkerja rumah yang berseliweran. "Ah.. sudah lama aku tidak pulang, nyatanya aku kemari saat ini bukan untuk pulang." Kaki jenjang Yunho melangkah keluar lift yang menghubungkan kelantai atas dimana kamarnya berada.

Kenyataanya Yunho hanya ingin mengambil buku catatan berisi lirik lagu yang ditulisnya, buku yang ia tinggalkan dikamarnya.

Ckleak..

.

.

.

Flower Boy

YunJae © Anna KIm

.

.

.

Terkejut melihat gundukkan yang bergelung dengan selimut, tubuh yang terlihat mungil berada diranjang miliknya yang besar. Awalnya Yunho marah melihat siapa yang dengan kurang ajarnya berani tidur diranjangnya, namun apa yang Yunho lihat saat menyingkap selimut itu mampu mencetak raut bingung, tidak percaya, sekaligus kagum.

Dia sosok yang mengusik Yunho beberapa bulan terakhir

Kim Jaejoong

Gelora panas itu lagi, saat mendengar dengkuran halus dari sosok indah yang terbaring nyaman dan mulai terusik dari tidurnya. Selimut yang barusan disingkap Yunho cukup mengusik sang putir tidur. Yunho masih diam berdiri dengan gayanya, menunggu saat putri tidur terbangun dari peraduan.

"Apa aku perlu membangunkanya dengan ciuman." Yunho tertawa miring, memperhatikan saat tubuh itu menggeliat kecil, sebentar lagi akan terbangun. Yunho tau itu dan benar saja mata besar indah itu mulai membuka menggeliatkan lagi tubuhnya dengan gerakkan sensual dimata Yunho.

Nyawa laki-laki manis itu belum terkumpul sepenuhnya hingga belum menyadari akan sosok lelaki yang berdiri di sisi ranjang menatapnya lekat. Hingga saat Jaejoong menyadari jika dirinya sedang tidak sendirian dikamar.

Jantung Jaejoong berdetak cepat, rasa takut membuat tubuhnya mulai mengeluarkan keringat dingin. Jaejoong sudah memikirkan hal terburuk.

.

.

.

.

"Ke-napa kau ada di sisni.." Jaejoong beranjak cepat dari atas ranjang, berdiri dan menatap lekat sosok lelaki yang pernah mencumbunya samar, lelaki berandal yang merupakan tetangganya.

"Harusnya aku yang bertanya.. kenapa kau bisa tidur diranjangku." Suara Yunho dingin dan menusuk. Kepura-puraan sempurnan saat lelaki tampan itu menutup perasaan sebenarnya.

"Ranjangmu..." Jaejoong berucap tergagap disertai dengan wajah memucat pun tubunya terasa kaku dan tidak bisa bergerak. Mengetahui kenyataan siapa sebenarnya lelaki brandal yang menjadi tetangganya. Kenapa kejadianya bisa seperti ini? Benak Jaejoong berkecamuk antara rasa percaya dan tidak percaya.

Tidak mungkin Yunho anak Nyonya Lee jelas-jelas marga mereka berbeda tapi jika dilihat wajah mereka berdua memiliki kemiripan mulai dari mata hingga perpotongan rahang hanya saja Nyonya lee wanita dan Yunho laki-laki. Sejak awal Jaejoong sudah merasa tak asing dengan wajah Nyonya Lee dan kenyataan didepan Jaejoong saat ini sukses membuat Jaejoong syock.

"Oh.. aku dengar memang ada pembantu baru yang diperkerjakan ibu untuk membersihkan kamarku dan tidak kusangka jika itu tuan putri dari Choi Sang." Lidah Yunho bersilat tajam, penyudutan Yunho membuat Jaejoong semakin terguncang.

Jaejoong kalut, tidak bisa berfikir dan tidak tau harus berbuat apa. Jaejoong takut sangat. Dirinya seperti pencuri yang tertangkap basah. Jaejoong sudah tidak punya muka lagi dihadapan lekai yang selama ini direndahkannya. Laki-laki yang ternyata jauh lebih berkecukupan dari pada dirinya. Picik sekali dirinya.

Mengukur tinggi kekayaannya yang merupakan anak menteri. Jaejoong yang selama ini bergelimang kemewahan tidak tau jika ayahnya memenuhi sebagian kebutuhan hidupnya dengan hasil korupsi.

Jaejoong menjatuhkan kedua lututnya diatas permadani, dengan kepala menunduk, "Tolong maafkan aku.. jangan beritahu ini pada nyonya Lee.. aku akan pergi dan tidak akan kembali.. Maaf atas kelancanganku.. maafkan aku... tu-an.." suara Jaejoong putus-putus dan sangat lirih nyaris tak terdengar apa lagi saat melafalkan kata tuan.

"Dengan mudahnya kau menekuk kedua lutumu.. Jadi hanya sampai disini keangkuhanmu. Choi Sang menyedihkan sekaligus menggelikan."

"Tolong jangan bawa-bawa Choi Sang ini tidak ada hubungannya dengan sekolahku. Aku mohon rahasiakan tentang ini dari siapapun. Aku mohon padamu hikss... aku mohon..." Jaejoong mulai meratap putus asa, bagaimanapun Jaejoong harus melindungin namanya.

"Kenapa kau bersusah payah menjadi pembantu jika ada pangeran disisimu? Minta saja kecukupan dari kekasihmu itu jika kau dalam kesulitan."

"A-ku tidak memiliki kekasih.. Choi siwon bukan kekasihku."

"Bukan kekasih? Hah?" Yunho tertawa sinis, "Kau bergelayut manja dilengannya, selalu menempel padanya atau mungkin jangan-janagn kau tidur dengannya.. apa itu masih layak disebut bukan sepasang kekasih hah?"

Jaejoong menggeleng cepat, air matanya sudah turun menetes hati Jaejoong merasa sakit mendengar tuduhan terakhir Yunho bahwa ia sudah tidur dengan Siwon.

"Apa kau sebegitu menganggungkan status, kekayaan hingga memandang sebelah mata mereka yang kau anggap kalangan rendah. Bukankah seperti itu penilaianmu diawal padaku." Yunho semakin menyudutkan Jaejoong dengan kata-kata pedasnya.

"Tidak.. tidak seperti itu... a-ku hanya tidak mau terlibat.. aku tidak pernah tidur dengan siapapun.. please jangan menghinaku." Tubuh Jaejoong mulai bergetar, hatinya terasa sakit mendapati hujatan terus menerus yang diberondong Yunho padanya.

Entah kenapa Yunho merasa lega mendengar pengakuan Jaejoong, fakta jika lelaki cantik itu masih steril. Kembali lagi pada wajah datar seolah tidak perduli, "Jadi karena status sosial kau diam tetap dengan wajah malaikatmu melihat ketiga temanmu mengusik kami seperti sampah."

Prok prok..

Yunho bertepuk tangan dengan ekspresi seolah girang "Hebat! Kim Jaejoong siswa sekolah elit Choi Sang benar-benar hebat."

"Sudah cukup! Tolong maafkan aku hiks.. aku hanya butuh sandaran.. seseorang yang akan melindungiku.. itu saja..." Jaejoong semakin terisak tanpa mampu menatap wajah angkuh Yunho.

"Harga diriku tidak mengijinkan untuk jatuh. Aku tidak bisa jatuh.. hikss... aku tidak bisa hidup miskin.. tidak masalah jika aku miskin asalkan aku masih bisa berdiri di sisi seseorang yang kuat dan berkuasa,"

"Siwon adalah pemilik Choi Sang jika aku berada disebelahnya maka tidak akan ada yang mengusikku meski orang nantinya mengetahui kasus ayahku dan..."

"Siwon sahabat baikku sejak kecil jadi... tidak salah bukan jika aku bersandar padanya..." Jaejoong bercerita panjang lebar dengan wajah kalut dia sudah terlalu putus asa

Yunho mengapit dagu Jaejoong membuat wajah menawan sembab oleh air mata itu mendongak balas menatapnya. "Bersandalah padaku."

"Apa?" Jaejoong tidak mempercayai pendengarannya.

"Bersandarlah padaku aku akan memastikan harga diri dan keangkuhan yang kau junjung tinggi tidak terusik."

Kepingan hitam indah Jaejoong bergerak-gerak menatap lekat mata serupa musang Yunho yang menatapnya tanpa kepura-puraan.

"Kenapa?"

Yunho tersenyum menakutkan dibalik pantulan lampu kamar, senyum yang terlihat jahat dimata Jaejoong "Karena kau membuatku bergelora dan panas.. aku menginginkamu jadi, bersandarlah padaku." Suara Yunho tercekak dan terdengar berat bagimanapun tubuh lelaki tampan itu sudah menggelora panas saat tubuhnya berdekatan dengan Jaejoong.

"Aku akan kembali pada statusku sebagai Jung Yunho yang terhormat. Keadaan sempurna yang kau bayangkan dan kau bisa memilikinya saat bersandar denganku Kim." Iris musang Yunho menghunus tajam bak belati yang siap menghunus membuat Jaejoong semakin tersudut.

"Tapi Siwo-"

Cicitan Jaejoong terbungkam dengan pagutan lembut Yunho, kembali mulai melayang saat bibir tebal nan panas Yunho kembali memenuhi bibirnya. Mengecap permukaan bibirnya menimbulkan percikan sensasi nikmat menggairahkan.

Jaejoong termanggu saat tubuhnya direngkuh dan dikungkung dalam lengan kokoh Yunho, merasakan dada bidang yang membuatnya nyaman.

"Kau tidak punya pilihan dan aku tidak suka dijadikan pilihan. Bersandar padaku atau kau akan menyesal."

Tubuh yang bertindih diatas kasur dengan posisi teramat intim, Jaejoong tidak tau sejak kapan tubuhnya polos tak berbalut apapun satu-satunya yang menjadi pembalut tubuhnya adalah tubuh besar nan berotot Yunho yang menindihnya.

Menyentuh dan mengecup bagian-bagain tubuhnya setelah menyelinginya dengan ciuman dan pagutan maha dasyat yang mampu membuat Jaejoong terbang melayang. Yunho sendiri merasakan tubuh Jaejoong sangat pas dalam kungkungannya. Tubuh indah yang kini bisa ia lihat secara keseluruhan bahkan bisa Yunho miliki.

Menghirup aroma lembut nan manis tubuh lelaki menawan yang meratap pasrah dibawah kendalinya. Saat bagiman mata indah itu terpejam dengan bibir ranum yang berteriak parau saat mencapai badai orgasme. Pipi memerah sayu dengan pusat kenikmatan yang memuntahkan sari cinta khas laki-laki membuat Yunho tergoda untuk merasakan gurih dan mansinya. Pelan menyelusuri, mengecupi bagian-bagian sensitif tubuh bermandi peluh dan tanda merah segar menghiasi sekujur tubuh putih susu Jaejoong. Torehan kepemilikna Yunho.

Pemandangan terindah saat tubuh dibawahnya bergerak gelisah mendapati bibir Yunho yang menyesap bergatian pucuk dada ranumnya.

Memabukkan, membuat gairah dan begitu panas hingga Yunho ingin segera menenggelamkan pusat tubuhnya didalam relung hangat lorong panas didalam tubuh Jaejoong.

Merapat, bergesekkan dengan intim merasakan rontaan sakit terbungkus nikmat saat Jaejoong melepas kesucian untuk pertama kali. Membebaskan Yunho berada didalam, memenuhinya dan menjadi yang pertama.

Cengkraman kuat berbungkus gelora panas didalam membuat pusat Yunho semakin keras dan tak tahan untuk menahan puncak kenikmatan. Membiarakn kepuasan itu keluar dengan bebas menodai sosok indah yang memperlihatkan ekspresi nikmat sekaligus puas. Puncak kenikamtan berwujud orgasme yang keduanya reguk bersama.

Nyatanya seperti ini akhirnya, saat kau memiliki segalanya maka apapun bisa dengan mudah berada di gengaman tangamu. Tidak perduli seangkuh dan sesombong apa atau bahkan sekuat apapun pendirian jika itu sudah berkaitan dengan kekuasaan dan kebahagian serupa surga dunia. Harga diri hanya menjadi embel-embel pembungkus usang.

Tidak bisa menilai hanya dari kulit luar. Kenyataanya dibalik batu usang atau segenggam tanah cadas tersimpan logam mulia didalamnya. Siapa yang menyangka? Dan terkadang sebaliknya, dibalik batu yang berkilau menarik perhatian dan terlihat mewah dan mahal ternyata hanya batu apung yang dipoles tipuan hingga terlihat mahal.

Pun pada kenyataannya sebuah ambisi dan kearoganan sekalipun bisa berbuah manis. Tidak perduli meski itu berawal dari hubungan panas diatas ranjang ketertarikan sexual saja. Cinta bisa bermuara dari mana saja. Setiap kisah cinta dua insan memiliki cerita sendiri-sendiri.

Anggaplah hukum simbiosis mutualisme berlaku disini, hubungan yang saling membutuhkan dan saling menguntungkan. Dunia memang seperti itu adanya.

.

.

.

Flower Boy

YunJae © Anna Kim

Terimakasih sudah menyempatkan untuk membaca

Hug © kiss

.

.

.