Senyuman remeh ia tunjukkan dan aku terlalu muak untuk melihatnya sehingga memilih berjalan melalui seakan kami adalah dua orang asing yang saling tak mengenali. Dan seharusnya langkahku berjalan dengan mulus jika ia tak mau kusebut sebagai orang asing—karena saat persimpangan ia menahan tanganku.

"A, aku..." Apaan-apaan nada bicaranya itu ?—tidak cocok sekali dengan seringaian yang ia tunjukkan tadi. Dasar pengecut. "...akan m, memenuhi persyaratanmu ?"

Setelah mendengar ucapannya, aku langsung menyilangkan kedua tanganku didepan dada—bersidekap—dengan sebelah alis yang kuusahakan naik, agar tampak sarkastik. Sementara Aomine-kun mulai menatapku dengan ekspresi ganas—yang melunturkan seringaiannya—karena sepertinya tidak suka dengan poseku yang terlihat angkuh. Well, sebenarnya aku sedang senang sekali karena berhasil membuat emosi scorer bodoh itu naik secara drastis.

"Kau serius eh ?—Bohong ah," dengan kasar, kutepis cengkeramannya pada lengan tanganku. Kali ini lebih memilih untuk mendekati (mantan) anggota Generasi Keajaiban, Kuroko-kun dan Kagami-kun yang menatapku—beberapa menyembunyikan dibalik ekspresi datar—dengan galak, bahkan permainan mereka terpaksa berhenti karena taruhan konyolku—dasar kalian kekanak-kanakan, mau saja dikibulin.

"A, aku juga!" Dari sana aku melihat Kagami-kun meremas bola basketnya dengan kesal, alis menukik dan apa-apaan ekspresinya itu? Serius sekali. Padahal aku cuma bercanda, pft.

"Ara~ karena Mine-chin dan Kaga-chin setuju. Aku juga tidak mau kalah. Aku ikut taruhan, [Name]-chin," oh—kalau keputusan Murasakibara-kun sih sudah prediksikan dengan sempurna, oh ayolah—dia bahkan lebih imut dari anak-anak, dan mental pemenang layaknya anak-anak pun melekat pada persona-nya.

Good. Sudah tiga orang terperangkap. Dan—kali ini aku melihat Midorima-kun dan Kise-kun yang sepertinya sedang mempertimbangkan keputusan untuk ikut atau tidak. Panas-panasin ah—biar tambah seru.

"Uhm—kurasa Cancer ada diperingkat ke sembilang, itu buruk atau tidak ya ? Ah! Pasti buruk. Oh dan juga—aku kira kedua light itu lebih cocok menjadi pemenang, meskipun aku ragu jika ada penghalang diantara mereka."

Serius, itu Midorima-kun ? Pfft—apa-apaan coba ekspresi marah yang coba ia sembunyikan dengan cara menaikkan kacamata. Nggak elit. Dan Kise-kun sepertinya mulai terbakar dengan omonganku, karena tatapan nyalang langsung ia layangkan pada Kagami-kun dan Aomine-kun secara bergantian. Wah, wah~ Mereka gampang banget dihasut.

"Aku ikut berpartisipasi, karena Oha-Asa sepertinya akan memberikan keberuntungan lebih banyak untukku dibanding kepada kalian -nanodayo." Ia menggenggam doujin yaoi ditangannya—yang pasti sebagai lucky item hari ini. Alah~ dasar ngeles.

"Aku juga ikut, 'ssu!"

Nah, sudah ada lima orang yang berpartisipasi. Sayangnya Kuroko-kun dan Akashi-kun bukanlah orang yang peduli dengan hal sepele semacam ini—mungkin kalau Kuroko-kun masih bisa diajak, tapi Akashi-kun ? Nggak mungkin. Hah~ sebaiknya ajak Kuroko-kun saja, barangkali keberuntungan dipihakku—lumayan lho bisa mengerjai pemuda imut sepertinya, kalau nggak kuat makan pedes, suruh jadi pacar diem-diem atau ngecosplay siapa gitu—terus foto, biar bisa dijadiin objek fangirling tiap mau bangun biar mata melek meskipun kantuk menyerang. KYAH! KEREN, AKU NGGAK BAKAL TELAT DATENG SEKOLAH.

Oke, cukup. Saatnya membujuk.

"Vanilla Milkshake ya ?" Kuroko-kun tampah menoleh kearahku—disertai yang lainnya, rencana 'minta-perhatian-lebih' sudah berhasil. "Aku rasa minuman itu lebih kemanis—"

Kuroko-kun tampak mengernyit, gagal—masih dengan ekspresi datar, tapi sengaja kuberi jeda agar membuat kesan penasaran. "—dan sepertinya Kuroko-kun belum pernah memakan makanan pedas ?" Sebisa mungkin aku membuat intonasi bicaraku agar penasaran, dengan kepala yang ditelengkan.

Tadi itu, improvisasi yang bagus sepertinya—karena mampu membuat Kuroko-kun berpikir beberapa kali. Dan tampaknya anggukan samar ia tunjukkan.

"Uh, kurang lebih begitu [Name]-san. Saya akan ikut berpartisipasi. Sesekali mungkin tidak apa,"

—Bagus. Kuroko-kun tertipu.

Saat aku melirik Akashi-kun, rasanya pemuda itu tidak cocok untuk dijadikan objek selanjutnya. Jadi aku memilih untuk berbalik dan melangkah keluar dari gym. Yah, diam-diam berharap pada keajaiban agar dia mau ikut berpartisipasi dengan kami.

"[Name]!" Kuhentikan langkahku—berharap pada keajaiban rupanya tidak buruk. Kugigit bibir bawahku, diam-diam menangis ragu—kalau ada dia pasti taruhannya akan gagal, tapi aku juga pengen dia ikut taruhan. Oke, biarinlah. Konsekuensinya dipikiran tar aja.

"Ya, Akashi-kun?"

"Aku ikut,"

Oh—serius nih ? Serius ? SERIUS ? Ingin sekali aku berteriak dengan keras untuk merayakan kemenangan ini, namun apa daya—kalau melakukan semua itu sama saja membuat mereka membatalkan niat dalam sekejap.

"Oke,"

Aku hanya menyeringai, kemudian menolehkan kepalaku sejenak. "Kutunggu kalian di warung bakso mas Gino, di pasar lama. Yang telat sambelnya ditambah sesendok."

Kemudian kabur begitu saja karena tak ingin mendengar teriakan keluhan dari—beberapa—diantara mereka.

.

.

.

"TEMPATNYA DIMANAAAAA 'SSU!?"

.

"KITA BARU SAJA BERKUNJUNG KESINI, OI!"

.

"[Name]! jangan kabur -nanodayo!"

.

"[NAME]!"

.

"TEME!"

.

.

.

.

.

.

Kuroko no Basuke © Tadatoshi Fujimaku

Warn: Indonesia! AU. OOC. Un! Beta. Gaje. First PoV. Etc.

.

.

.

.

.

Akhirnya mereka sampai setelah beberapa menit berlalu dengan tidak bersalahnya. Aku hanya menyeringai tipis karena-nya, duduk disebuah bangku yang ukurannya untuk family, menunggu mereka mendekatiku—bersama Kuroko-kun. Dasar, ia memanfaatkan misdirection untuk mengikutiku diam-diam agar sampai lebih cepat, licik banget deh.

Setelah itu Murasakibara-kun dan Aomine-kun duduk disamping Kuroko-kun. Sementara itu yang berada didepanku ada Kise-kun yang disampingnya duduk Akashi-kun, Midorima-kun, dan Kagami-kun.

Si pelayan tiba-tiba mendekati mereka dengan membawa pesanan bakso untuk delapan orang dalam ukuran jumbo, bersama sebuah sambal yang kentara kentalnya dibedakan pada mangkok khusus. Setelah meletakkan pesanan dihadapan masing-masing peserta, pelayan itu pergi begitu saja.

"Yah, karena kalian telat," aku mengambil mangkok sambal dan menyendoknya—sebanyak mungkin, sampai menjulang.

"TEME! KAU TIDAK MEMBERITAHUKAN ALAMATNYA."

Aomine-kun memprotes dan Kagami-kun menatapku dengan galak. Kalian masih beruntung karena Kuroko-kun sempat mengirim pesan mengenai alamat tempat ini, kalau tidak—aku sudah mencekoki kalian dengan jahe panas yang dijual ditempat ini.

"Diam. Atau kusumpal pake sambal," ancamku sambil menaruh sesendok sambal—pekat—pada masing-masing bakso—keringanan kuberikan khusus untuk Kuroko-kun karena datang paling awal (meski hanya sedikit). Aku tau pasti mereka sedang menatapku horor.

"Peraturannya, dilarang menggunakan kekuatan apapun—" aku melirik kearah Akashi-kun. "Termasuk emperor eye-mu, Akashi-kun." Waaah, imutnya melihat ekspresi Akashi-kun saat mencoba mengintimidasiku dengan pelototan seramnya—tapi tidak mempan, sayang sekali. Kenapa ? Karena aku selalu mengulangi video pertandingannya basketnya, sambil melototi orang-orang menggunakan emperor eye. Dan kesan seremnya makin lama makin ilang—jadi imut gitu loh.

"[Name]cchi, boleh mundur 'ssu?" Kise-kun mendekatkan wajahnya dengan wajahku—sambil menaiki kursi tentunya-, memasang wajah melas a la Nigō—eh iya, dimana Nigō ya ? Pasti dengan kantoku berjalan-jalan mengelilingi tempat ini. Oh biarlah, saatnya fokus mengerjai orang.

"Damn! Sambalnya pekat sekali."

"Ara~ apa sambalnya manis ?"

"Mana ada sambal yang manis, -nanodayo,"

"Jangan berisik dong~ ganggu orang, yang mundur jadi pajangan dikamarku selama sebulan ya,"

Sesendok lagi untuk mereka semua—termasuk milikku. Tidak adalagi keringanan untuk Kuroko-kun. Eh, eh ? Itu—kenapa tatapan Akashi-kun dan Kuroko-kun makin menggelap. Tapi, tehee.. Mereka nggak bakal protes—itu pasti kok.

Kise-kun langsung mengembalikan posisinya dan duduk dengan normal. Wah~ ancaman sederhana, tapi hasilnya tidak terkira. Andai Kise-kun masih protes, mungkin kusuruh untuk tersenyum ke-uke-an sambil mengenakan gaun pengantin—dan kujadikan pajangan dikamarku, biar mirip salah satu tokoh anime yaoi, fufufu.

"Tidak ada keluhan ?"

Aku mendapatkan gelengan, mungkin bibir mereka lebih baik dipergunakan dengan baik daripada harus tubuh yang menjadi korbanku (dan pastinya Akashi-kun karena ketidakterimaan atas keabsolutannya yang mulai diragukan karena keberadaanku).

"Baiklah." Aku menyeringai, "MULAI."

Aku mulai mengaduk rata bakso-ku, sementara Kagami-kun dan Aomine-kun sudah main serobot dan berakhir menelan paksa karena kalau dikeluarkan kembali pasti akan diomeli Akashi-kun, aku sih bodo amat. Kagami-kun, dan Aomine-kun nampak dalam zone permusuhan—oh lucu sekali, apalagi melihat setitik air akan menetes dari mata mereka.

Kise-kun tampak menjaga sikap (menangis diam-diam karena siapa suruh ia mengambil tisu terus ?)—dengan berusaha mengikuti apa yang aku lakukan agar tidak kena damprat Akashi-kun yang berada disampingnya. Murasakibara-kun memulai sendok pertamanya, masih dalam ekspresi malas namun matanya menyorotkan bahwa ia terluka, dan segera mengambil es teh didepannya.

Kuroko-kun nampak ingin kabur dengan misdirection-nya, tapi tanganku segera menahannya—setelah meletakkan kembali sendok bakso yang isinya akan kumakan. Kurangkul dia dengan paksa—pose sok bersahabat. "Ah! Jika ingin kabur bilang dulu Kuroko-kun, aku akan setia mendampingimu."

Semua melotot seram padaku—tepatnya kearah Kuroko-kun. Setelah itu aku melepaskan tanganku karena yang kutau Murasakibara sudah siap untuk menahannya. Segera kumakan baksoku dengan cepat—lalu menyeruput kuahnya dengan nikmat.

Wah, bakso ini memang yang terenak.

Setelah itu aku segera mengambil kerupuk untuk meminimalisir rasa pedas dan barulah minum.

Oke ? Sepertinya mereka tengah sibuk menatapku, eh ?

"[Name]-san keren!" Kuroko-kun menatapku dengan bintang imajiner—bukan hanya dia, tapi semuanya.

Er—apa tingkah makan kilatku tadi, kecepetan ?

"WAH [NAME]CCHI TIDAK KEPEDESAN 'SSU!"

"Ryōta jaga sikapmu,"

"[NAME] TEME! BAGAIMANA BISA?" Kupingku pengang denger Kagami-kun dan Aomine-kun berteriak.

"[Name]-chin hebat,"

"Bila kau makan secepat itu, lambungmu akan kaget dan kau bisa mengalami sakit perut -nanodayo."

Aku hanya bisa terkikik pelan, menutupinya dengan telapak tangan. Kemudian menatap yang lain sehoror mungkin. "Uhm, bagaimana kalau kalian mengaku kalah saja ? Tidak mungkin perut kalian bisa tahan loh,"

Tidak ada yang mau kalah—mereka sempat memberi tatapan memangsa untuk satu sama lain dan mulai menghabiskan bakso-nya.

.

.

.

.

.

.

.

.

Tapi sayang sekali, suapan terakhir tak mampu dihabiskan karena harus kekamar mandi sambil menangis menahan sakitnya perut dan lidah. Intinya mereka gagal, itu mutlak, dan gadis itu menang. Aomine diam-diam meralat kata-katanya tadi saat gadis itu mengajak taruhan.

.

.

.

.

.

.

.

.

"Ahh.. Rasanya tidak nikmat sekali, 'ssu. Kebanyakan, terlalu pekat."

.

"Ngh—benar Kise-kun. Mungkin setelah ini aku akan berpikir dua kali menerima ajakan makan bakso dari [Name]-san. Hmph—"

.

"Ssh.. Tidak kuat -nanodayo."

.

"Ryōta, Tetsuya, Shintarō kalian ambigu. [Name], jangan bilang kau merekam suara mereka."

.

"Benar sekali, Sei-chanku sayang~ Tehee.. Lagi dong,"

.

"HEH?!"

.

.

.

.

.

.

.

Bonus ?

"Bakso Mas Gino enak loh.." Semua atensi terfokus padanya. "Oh iya—kalau mau coba ayok-ayok. Sekalian taruhan,"

Sang kapten mengernyit heran melihat tingkah tidak normal gadis itu, pasti ada sesuatu yang buruk.

"Aku tau kalian nggak mungkin bisa kukalahin—tapi, kalau kalian kalah.. Kalian harus jadi pacarku selama dua bulan—biar aku bisa jadi harem kayak dimanga shoujo, dan kalian harus menuruti segala perintahku." Ia tersenyum lebar (terlalu seram), dan membayangkan yang tidak-tidak.

Ekspresi wajah semua yang disitu menegang, serius penuh tantangan.

"Yah, tapi kalau kalian yang menang, mungkin aku akan berhenti memata-matai kalian sambil mengambil foto dari posisi ambigu yang sering kalian lakukan."

Namun tidak bagi Aomine—ia malah menyeringai puas.

"Ceh! Lagipula aku tidak mungkin dapat kalah. Karena yang bisa mengalahkanku hanya aku."

"Heh! Mustahil! Tidak ada bukti."

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Writer note:

Warung Mas Gino itu bener adanya, dan punyanya yang punya (?). Tapi secara keseluruhan cerita ini milik saya dan hasil karangan tersendiri. Saya cuma pengen menyalurkan ide dan fict ini diketik tanpa pertimbangan matang.

Maaf kalau ada kesalahan kata atau sebagainya. Semoga dapat menghibur kalian.

Mind to review ?

(Jangan minta sequel tentang hukuman yang si 'aku' berikan. Karena saya tau, saya akan mengupdatenya sangat lama berhubung males ngetik. Oqe!)