ChanBaek Storyline by Song Jiseok

- Extraterrestrial -

Cast :: Park Chanyeol - Byun Baekhyun

Genre :: Romance, Fantasy? (Im not and never really sure! -_-v )

Rate :: M for mature content :')

Disc :: ASLI BIKINAN JARI-JARI INDAH SAYA YANG GATEL PENGEN NGETIK INI!

It's Yaoi Fanfiction! with typo(s)

Dun like, hush hush! Just close tab nd dun read anything babieh! ;)

.

.

.


.

.

.

Hari Jum'at. Malam ke tiga-belas di bulan Maret. Angin darat yang memaksa masuk ke sebuah celah kecil dari jendela yang terbuka tidak bisa membuat Baekhyun sedikit lebih tenang. Matanya tak mau terpejam, tubuhnya tak mau diam. Semakin besar usahanya untuk melupakan, semakin jelas juga potongan-potongan film '13th of Friday' yang baru saja mengakhiri perputaran tayangnya dua jam yang lalu. Gelap gulita karena terjadi pemadaman listrik, kantung kemih dan ginjal yang sakit karena menahan pipis, dan pipi yang membengkak di bagian kanan membuatnya ingin sekali menangis sejadi-jadinya. Tapi memikirkan berbagai kemungkinan jika Ia menangis di malam hari, Baekhyun memilih untuk meneteskan air matanya saja, tanpa isakan.

Sinar bulan purnama sempurna dengan angkuhnya menyombongkan sinar kebanggaan, menghamparkan cahaya pada separuh bagian bumi, menolong celah-celah yang membutuhkan penerangan alami. Namun ini sudah terlalu malam, Baekhyun tidak memiliki waktu untuk memuja keindahan hiasan angkasa yang sama sekali tidak membantunya saat beberapa ketukan terdengar.

"Aku hanya berhalusinasi." Baekhyun meyakinkan diri dalam batinnya. Keringat dingin kini malah membuatnya sakit perut dan Baekhyun tidak tahu lagi penderitaan apa yang akan dialaminya setelah ini.

Beberapa ketukan kembali terdengar. Ketukan yang sedikit nyaring seperti seseorang sedang melakukannya di atas permukaan kaca, lembaran seng dan asbes. Terdengar sangat nyata padahal Baekhyun sangat yakin dirinya sudah terbebas dari gangguan skizofrenia sialan yang membuatnya tidak bisa tidur beberapa tahun belakangan ini. Setidaknya Ia masih dalam terapi penyembuhan.

Tiga menit terlewati. Akhirnya hening. Dan saatnya untuk terlelap.

Namun seperti sebuah jeda kehidupan ketika tubuhnya mati rasa dengan peluh yang terus berlomba keluar dari pori-pori kecil. Seperti puluhan kerikil tersangkut dalam paru-paru dan membuatnya sulit untuk membiarkan oksigen dan karbondioksida saling bertukar. Seperti seseorang tengah mencekiknya saat pita suaranya enggan bekerja untuknya. Semakin Ia mencoba untuk bersuara maka semakin sesak sistem pernafasannya dan semakin sakit pula sekujur tubuhnya. Telinganya menangkap suara bising mirip dengan suara aneh di film silent hill saat kegelapan akan datang. Baekhyun cukup patuh pada hatinya yang berbisik 'jangan membuka mata saat suara itu datang' namun tubuhnya dengan senang hati menghianatinya. Karena suara itu artinya, seseorang telah datang.

Kelopak matanya sudah terbuka, pupilnya mengecil, irisnya berhadapan langsung dengan obsidian indah yang menerkamnya, sedang merekam dirinya. Sosok tubuh tegap dengan model rambut aneh itu lagi. Baekhyun melemaskan tubuhnya yang menegang, membebaskannya dari sleep-paralyzed yang biasanya bisa membuatnya mengalami psychotic depression sementara yang mati-matian di hindarinya. Lalu memejamkan matanya lagi.

Baekhyun merasa lelah sendiri. Sudah terhitung yang ke lima kalinya sejak bulan Februari Ia mengalami kelumpuhan saat tertidur dan yang datang tetaplah sosok yang sama. Jantungnya lemah, Baekhyun hampir mati saat pertama kali mengalaminya. Sosok itu tidak pernah menghantuinya secara terang-terangan, tidak pernah mencoba membunuhnya, tidak pernah menyentuhnya. Dia tidak pernah menganggu. Hanya membuatnya lumpuh dan mempertahankan nyawa pada Jum'at malam.

Namun sepertinya, kasus kali ini memang berbeda. Setelah alur pernafasannya tak tersumbat lagi, indra penglihatannya kembali terbuka. Membiaskan sedikit cahaya dari bulan purnama meskipun kamarnya tetap gelap. Yang berbeda dari sebelum-sebelumnya hanyalah, sosok itu masih ada. Masih dengan obsidian berkilap yang menatapnya dari sudut gelap di depan ranjangnya.

"Hai?"

Dia bersuara.

"Jangan takut. Aku menyakitimu tidak akan."

Suaranya berat, meyakinkan saat menangkap tubuh yang bergetar ketakutan di atas ranjang itu.

"Aku.. hanya tersesat. Dan aku pulang tidak tahu."

Aksennya aneh dan dia tidak memiliki ketepatan kalimat saat mengucapkan kalimat negatif. Baekhyun baru menyadarinya saat akhirnya sesuatu yang sedari tadi di tahannya meledak di bawah sana. Ia ingin menangis, tapi takut jika si rambut aneh itu akan membunuhnya. Jadi biarkan saja Ia tertidur, walau tidak nyaman dengan rembesan urin dan baunya. Dan biarkan sosok itu membunuhnya saat Ia sedang tertidur, atau yang lebih bagus sosok itu pergi walau Ia sendiri yakin sosok berambut aneh itu akan kembali di Jum'at yang selanjutnya.

.

.

.


.

.

.

"Jadi, siapa namamu?"

Yang di tanya menggaruk kepalanya. Tidak gatal memang, tapi saat di garuk gatalnya datang sendiri. Rambutnya jadi semakin aneh saat Ia menggaruk terlalu kuat.

"Hey hey! Berhenti menggaruk kepala bodohmu!" Dan dia berhenti. "Jadi, siapa namamu?" Baekhyun melanjutkan.

"Aku tahu tidak." Ia menggaruk kepalanya lagi, lalu berhenti saat Baekhyun melotot memberi isyarat untuk berhenti. Baekhyun berdecak. Selintas berpikir bahwa makhluk ini adalah anak idiot yang tumbuh dengan baik dan kebenarannya Ia memang tersesat.

"Yang benar itu, 'aku tidak tahu'. Aku serius bertanya dan jangan main-main!"

"Aku serius!"

"Ka—" Baekhyun menggantungkan katanya. Gigi geraham di bagian kanannya berdenyut, gusinya yang memang membengkak membuat pipi kanannya juga ikut-ikutan bengkak. Seharusnya Ia tidak usah banyak bicara. Namun eksistensi si makhluk tinggi berambut aneh nan idiot yang Ia temukan sedang mendekap dan menatapnya di pagi hari, juga absensinya celana tidur yang Ia kenakan semalam membuat mereka—dengan keterpaksaan Baekhyun—harus berbicara siang ini.

Si makhluk aneh itu kembali menggaruk kepalanya. Menegurnya pun percuma, sepertinya menggaruk kepala adalah kebiasaan. Biarkan saja si idiot itu bersikap semaunya (terkecuali untuk dekapan dan pelepasan celana) toh dia tidak akan mengerti apa-apa.

"Kalau begitu, mau ku beri nama?" si rambut aneh mengangguk. "Namaku Baekhyun, margaku Byun. Byun Baekhyun. Nama yang bagus bukan? Ibuku bilang aku dilahirkan karena berkah Tuhan dan memberi kebahagiaan, aku dilahirkan untuk bahagia dan bisa memilih jalan yang tepat untuk kehidupan. Agar aku bisa berhasil dengan otakku yang cerdas, bukan karena sebuah keberuntungan."

Si rambut aneh itu mengangguk lagi. Baekhyun tidak yakin makhluk itu mengerti dengan penjelasan panjangnya atau tidak, namun karena Baekhyun itu makhluk generalisasi jadi Ia sudah terbiasa menceritakan sesuatu seperti itu untuk sebuah permulaan.

"Jadi untuk namamu.." Baekhyun terlihat berpikir, dan beberapa menit kemudian mendapatkan jawabannya. "..Chanyeol? 'Chan' untuk periang, melihat wajahmu aku yakin sekali dirimu tidak pernah bersedih. 'Yeol' untuk 'penurut', kupikir kau memang penurut." Baekhyun terkekeh. Terdengar seperti memilihkan nama untuk hewan peliharaan. ".. dan 'Park' untuk margamu. Karena rambut-mu aneh seperti hutan." Dan disetujui dengan cepat oleh si pemilik nama baru.

Park Chanyeol. Peresmian nama dari Baekhyun untuk seorang makhluk idiot yang asing. Obsidian itu selalu berkilap saat netra keduanya bertemu, dan saat itu Baekhyun merasa ada sesautu yang hilang. Awal pertemuan yang membuat Baekhyun hampir gila karena giginya yang berdenyut sakit di kejutkan dengan dekapan dan celananya yang hilang. Si pemilik nama 'Chanyeol' mengakui dialah yang melepaskannya. Alasannya, karena Baekhyun tidak bisa diam dalam tidurnya dan berkali-kali menggaruk selangkangannya. Baunya juga mengganggu. Chanyeol juga bersumpah Ia tidak melakukan apapun pada Baekhyun. Jikapun melakukan, Ia tidak tahu apa yang memang 'seharusnya' Ia lakukan. Dan ke-idiot-annya membuat Baekhyun percaya begitu saja.

Sarapan agi yang manis, makan siang yang indah, dan makan malam yang sempurna. Baekhyun tidak lagi terbayang oleh potongan-potongan film horor yang semalam Ia saksikan. Tidak lagi merasa paranoid saat pergi ke kamar mandi dan tidak lagi berhalusinasi di malam hari. Tidak lagi juga mengalami kelumpuhan saat tidur dan didatangi makhluk aneh. Dan tidak lagi juga mengeluh dengan keagungan cahaya bulan purnama yang hanya menyumbang sedikit sorotannya pada celah di kamarnya.

.

.

.


.

.

.

"Baekhyun! Mengapa mereka memakai pakaian yang sama?"

"Itu namanya seragam, Chanyeol." Chanyeol mengangguk, obsidiannya kembali bekilap saat memandang segerombolan siswa di tepi jalan dari kaca jendela di dalam flat, "Mengapa mereka memakainya?"

"Karena mereka bersekolah."

"Mengapa mereka sekolah?"

"Agar mereka pintar."

Chanyeol menggaruk kepalanya lagi, dan sebelum mendapat pukulan dari Baekhyun Ia menghentikannya.

"Kau tidak bersekolah, Baek. Berarti kau tidak pintar!" Chanyeol menuduh dan Baekhyun tertawa.

"Aku sudah lulus, Chanyeol. Aku lebih pintar dari mereka semua." Baekhyun menyombongkan diri, lalu kembali tertawa.

"Aku lebih pintar darimu, Baek!" dan Baekhyun tertawa lagi.

Chanyeol tidak tahu apa yang membuat suara itu begitu teristimewakan pada pendengarannya, yang Ia tahu hanyalah Ia menyukai bagaimana cara Baekhyun tertawa. Matanya yang menyipit dan melengkung seperti bulan sabit, bibirnya yang berbentuk persegi dan suaranya yang menghipnotis. Chanyeol menyukainya.

.

Baekhyun sedang sibuk mengacak-acak potongan puzzle dan membolak-balikkan rubik agar tersusun acak saat Chanyeol memeluknya dari belakang. Menyandarkan kepalanya pada punggung yang sempit dan memejamkan matanya.

"Chanyeol, sekali lagi." Baekhyun memerintah.

"Aku lelah Baek." Dan Chanyeol menolak.

"Chanyeol, sekali lagi."

"Tidak! Kepalaku sakit saat terus mencoba menyusunnya!" Chanyeol tetap menolak, dan Baekhyun memamerkan senyumannya. Hampir setiap hari mereka melakukan rutininas seperti ini, Baekhyun mengacak dan Chanyeol menyusun. Chanyeol bilang Ia pintar, tapi Baekhyun bilang Chanyeol cerdas. Chanyeol bisa menyusun potongan puzzle dalam waktu kurang dari satu menit dan bisa mengembalikan warna rubik hanya dalam waktu dua belas detik. Otaknya berjalan, Baekhyun ingat orang idiot pasti saja memiliki kelebihannya sendiri.

"Chanyeol? Sekali lagi, ya?" dengkuran aneh yang menjawabnya. Beban pada punggungnya pun semakin berat.

Chanyeol bisa tertidur dimanapun setelah mengatakan bahwa Ia lelah, dan dia tidak bermain dengan ucapannya.

.

Bibir Baekhyun mengkerut saat Chanyeol menertawai potongan wortelnya yang terlalu besar saat mereka sedang membuat sup. Katanya, gigi ajhumma di flat sebelah bisa saja patah saat menggigitnya, dan kakek penjual kue beras di lantai bawah bisa saja langsung mati saat menelannya. Baekhyun baru saja ingin menangis ketika Chanyeol memeluknya, memapahnya untuk memotong wortel lebih tipis lagi.

.

Kali ini Baekhyun benar-benar menangis saat Chanyeol menertawai kejantanannya yang lebih kecil dari milik Chanyeol. Mereka sedang mandi bersama, berbagi sabun dan saling menggosok tubuh. Baekhyun yang memulai terlebih dahulu. Awalnya Ia sedikit kesulitan saat menggosok tubuh Chanyeol yang lebih tinggi dan sedikit gugup ketika sampai di daerah privasi. Milik Chanyeol memang besar, dan itu sepadan dengan tubuhnya yang tinggi. Tapi Baekhyun tidak mau terima saat Chanyeol menertawai miliknya yang lebih kecil. Menurutnya itu semua normal-normal saja. Kejantanannya yang kecil sudah sangat akurat dengan tubuhnya dan Chanyeol tidak sepantasnya menertawai hal yang sudah seharusnya.

Padahal kalau boleh di bilang, Baekhyun iri.

.

Mata sipitnya berbinar kagum usai Chanyeol memainkan alat musik gitar, piano dan drum di sebuah studio musik. Bahkan untuk beberapa instrument yang Baekhyun sendiri tidak yakin dapat memainkannya pada tuts pianonya di rumah, Chanyeol memainkannya dengan sempurna seperti ahli. Baekhyun iri. Ia sengaja mendiamkan Chanyeol beberapa hari, lalu merengek hingga Chanyeol bersedia mengajarinya.

.

"Tidak baik loh memakan es krim di siang hari." Ceramah Chanyeol saat Baekhyun kembali ke flat membawa lima cup es krim stoberi dan langsung menyodoknya masuk ke dalam mulut. Baekhyun tertawa keras lalu tersedak, terbatuk-batuk hingga Chanyeol menyodorkannya minum.

"Kau bermimpi, Yeol? Es krim pantasnya di makan saat panas seperti ini." Baekhyun membela diri. Lagipula persediaan es krim di supermarket dan lemari pendinginnya sudah menipis. Itu artinya banyak pembeli es krim di musim panas dan es krim memang seharusnya di makan saat panas. "Bisa kau beri contoh apanya yang tidak baik?" tantangnya

"Seperti kau yang tersedak saat tertawa." Chanyeol menggaruk kepalanya.

"Yeol, aku tersedak karena aku tertawa bukan karena udara panas."

"Tapi memakan es krim di siang hari yang panas akan membuatmu semakin panas." Baekhyun mengernyit. Teori baru lagi yang di katakan Chanyeol membuat firasatnya berteriak akan ada kekalahan lagi.

"Contohnya, saat kau memakan makanan yang pedas dan panas, air panas atau air dingin yang akan lebih cepat meredakannya?"

Kalah berargumen lagi.

.

Obsidian itu selalu berkilap saat bertemu dengan hazel kecoklatan yang indah milik si yang lebih pendek. Chanyeol mengakui ketertarikannya melalui kilauannya tersebut, dan Baekhyun pun dengan senang hati menganguminya sebelum keduanya sama-sama memejamkan mata, menyembunyikan hal yang saling menatap dan mengikat digantingan dengan sentuhan lembut yang saling menyapukan bibir masing-masing.

Chanyeol sedang membaca majalah mingguan dalam gazebo kecil dan sederhana buatannya sendiri yang kini menjadi penyekat antara dapur dan ruangan tengah. Lalu Baekhyun datang dan menganggu si rambut aneh. Entah apa yang mereka lakukan dan lalui, keduanya sama-sama tidak ingat. Waktu maupun akal mereka tidak mengizinkan untuk mengingat awal mulannya. Baekhyun berada di atas pangkuan Chanyeol yang memeluk pinggangnya. Saling memangut dengan ciuman-ciuman lembut yang memabukkan. Dengan lenguhan ketika Chanyeol memperdalam ciumannya, melesakkan lidahnya saat Baekhyun memiliki waktu untuk membuka mulutnya.

Keduanya benar-benar tidak tahu apa yang terjadi setelah ciuman tersebut. Yang Chanyeol tahu beberapa bercak kemerehan telah tertinggal dengan apik hampir di seluruh tubuh Baekhyun-nya. Dan yang Baekhyun tahu, Ia tidak ingin berhenti. Baekhyun tidak ingin menghentikan Chanyeol yang bergerak sehingga tubuhnya terhentak-hentak di atas ranjang. Baekhyun tidak ingin menghentikan Chanyeol yang dengan mudahnya memberikan serangan pada prostatnya walau Ia lelah. Ia dengan terang-terangan mengagumi Chanyeol dengan desahan-desahan saat Chanyeol bergerak lebih cepat dan menumbuknya lebih dalam. Dengan kedutan-kedutan kuat yang membuat Chanyeol dengan cepat sampai namun tidak mau berhenti. Dan dengan debaran aneh yang bahkan membuat lelah saat mengambil nafas namun tidak bosan untuk dinikmati.

Sudah terhitung hampir satu tahun dan Baekhyun tidak salah menyebut Chanyeol itu cerdas. Semua kelebihannya hampir mengalahkan semua kemampuannya. Bahkan Baekhyun sepertinya salah saat menilai bahwa Chanyeol seorang anak idiot. Idiot mana yang mampu mengubah matanya bersinar penuh kekaguman. Idiot mana yang membuatnya meminta lebih saat sedang bercinta dan bahkan membuatnya ketagihan. Dan idiot mana yang membuatnya berdebar. Chanyeol memang berbeda, namun dia istimewa.

.

.

.


.

.

.

Ada satu hal yang Baekhyun sendiri baru sadari. Hal tersebut terjadi setelah pergumulannya dengan Chanyeol kemarin sore. Suatu hal yang bahkan sudah sangat lama untuk diimpikan. Entah bagaimana datangnya, kebetulan, sihir atau bakat yang terlambat datang, Baekhyun tidak yakin. Tapi dirinya, bisa bertelepati. Ia tidak perlu berteriak untuk menceramahi Chanyeol, tidak perlu membentak agar pita suaranya tidak putus dan tidak perlu bersuara saat sakit gigi. Semua dapat dilakukannya melalui tatapan mata dan pikiran mereka pun bertukar.

Baekhyun dapat mendengar Chanyeol yang menertawainya walau raut wajahnya datar, dapat mendengar teguran Chanyeol ketika Baekhyun memakan eskrim di siang hari bahkan dapat mendengar suara Chanyeol dari kamarnya ketika dirinya sedang membeli kue beras di lantai dasar. Tidak sulit selama Chanyeol selalu berhasil memasuki pikirannya.

Seperti di Minggu pagi ini.

'Chanyeol! Ayo turun ke bawah dan kita bermain dengan Changsu!'

Baekhyun tidak perlu menunggu lama, karena dalam waktu tidak kurang dari satu menit pun Chanyeol sudah siap berada di hadapannya. Chanyeol menggaruk kepalanya, bertanya siapa itu Changsu dan terjawab dengan gonggonggan dari anjing dewasa berbulu putih di sampingnya. Changsu itu anjing betina, anjing milik si kakek penjual kue beras yang dibebaskan berkeliaran di pagi hari. Obsidian yang berkilap tidak bisa lepas dari bulu putih lebat yang terbelai angin pagi.

Mereka hanya lari pagi. Sudah lama Baekhyun tidak berolahraga dan saat kembali melakukannya, rasanya menyegarkan. Changsu akan selalu menjilati wajah Baekhyun saat Baekhyun beristirahat dan Baekhyun akan tertawa geli. Mengusak bulu putih lebat si anjing betina dan kembali berlari.

Ekor si anjing putih bergoyang dan lidahnya terjulur keluar. Baekhyun tidak bisa berhenti mengusak bulunya yang putih dan lebat sesampainya mereka pada akhir dari acara lari paginya. Chanyeol memperhatikan gerakkan si anjing dan mencibir. Menyikut Baekhyun dan mengatakan kalau anjing itu menyukainya. Baekhyun terkekeh karena penyataan konyol dari Chanyeol dan tertawa puas saat si anjing menggigit tangan Chanyeol.

"Dia lebih menyukaimu, Chanyeol." Baekhyun berpendapat seusai tawa hebatnya, lalu meringis saat melihat bekas gigitan di tangan Chanyeol. "Aku tahu kau kuat, dan kau tidak mungkin menangis hanya karena gigitan anjing."

Spekulasi yang menarik karena yang Ia dapati saat ini adalah Chanyeol yang menangis. Chanyeol hanya mengeluarkan air mata dan isakannya di sampaikan pada kepala Baekhyun sendiri. Isakan kepedihan hingga Baekhyun sendiri merasa sakit.

"Sesakit itu Changsu menggigitmu—oh ya Tuhan!" Pekikan yang tak sengaja keluar membuat beberapa orang asing menjatuhkan pandangannya. Tatapan aneh, jijik dan takut yang menganggu namun Baekhyun tidak ada waktu untuk memperdulikannya. Bekas gigitan yang dalam tadi terlihat mengeluarkan cairan. Baekhyun awalnya mengira Chanyeol akan kehabisan darah karena lukanya, tetapi Baekhyun salah karena yang keluar bukanlah darah merah segar melainkan cairan hijau kental dengan bau yang aneh.

'Baekhyun, bawa aku pergi.'

.

.

.


.

.

.

Chanyeol tidak tahu sejak kapan dirinya menjadi se-protektif ini pada Baekhyun. Mulai dari melarang Baekhyun mengidolakan Taeyeon sang leader sebuah girl group, lalu melarang Baekhyun mengenakkan pakaian ketat keluar rumah, bahkan kini melarang Baekhyun untuk keluar rumah. Perasaan takut akan kehilangan, jika saja suatu saat seseorang membawa Baekhyun pergi.

Chanyeol hanya tidak ingin Baekhyun membagi pesonanya pada orang lain. Chanyeol sangat menyukai Baekhyun yang tertawa dan si anjing milik kakek di lantai bawah membuatnya tertawa lebih keras. Anjing itu meninggalkan dendam yang mendalam.

Hari ini Baekhyun meminta izin untuk keluar. Katanya hanya menemui dokter untuk terapi, dan akan bermain dengan Changsu sepulangnya. Baekhyun telah salah memilih jalan.

.

Jarum jam masih betah berdiam di angka dua, sedangkan jarum detik tidak lelah untuk berputar. Chanyeol menatap si bulu putih dengan senyuman manis. Menyapa lalu mengusak bulu putihnya. Masih ada waktu dua jam lagi sebelum Baekhyun pulang dan Chanyeol tidak begitu sulit untuk mendapatkan izin dari si kakek untuk mengambil anjing ini. Hanya dengan sedikit goresan pada leher si kakek dari pisau dapur dan semuanya selesai.

Anjing itu terus mengonggong, Chanyeol terganggu dengan gonggongan yang memekakan telinga. Ia tidak menyukai suara keras apapun selain suara tawa dan desahan Baekhyun. Satu tusukkan dari garpu pada mata cokelat si anjing mampu membuat si anjing itu diam dari gonggongannya, dan tiga tusukkan lagi pada perut si anjing mampu membuat goresan seni pada bulu putih itu. Darah yang keluar sangat segar, Chanyeol menyukai aromanya jadi Ia menambah beberapa tusukan lagi. Chanyeol menyukai aroma darah segar namun tidak menyukai jeritan yang memasuki pikirannya.

Baekhyun melihatnya.

.

.

.

To Be the End(?)

Berkenan membaca note?

Note : Halo ~ Selamat hari Minggu semuanya ^^ /senyum sok manis/

Diatas aku udah nulis kalo ini fantasy kan? Sebenernya cuma aku selipin sedikit -_- maaf ya -_-v

Seperti judulnya, fanfic ini terinspirasi dari lagunya Katy Perry yang E.T. Aku lagi mabok lagu itu soalnya :'D dan bener-bener diluar kesadaran fanfic ini terketik dengan sendirinya. Cie.. reward loh aku nulis ff dalam waktu satu hari. Ini ff TWOSHOOT loh ya! Seperti kebiasaanku kalau lagi mood, aku bisa kebablasan lupa sama word -_- jadi aku potong sampe 3k word ini aja, sisanya di lanjut di chapter depan. Peringatan sekali lagi, ini TWOSHOOT. Jadi chapter depan adalah ending. Itupun jika kalian berkenan untuk membaca. Dan seperti kebiasaanku lagi, aku tidak akan melanjutkan jika tidak ada yang berkenan, dalam artian aku ini pundungan dan pecinta ff gantung :') jadi kalian tahu maksudku, 'kan? :'D

Tau kan yaa lirik lagu e.t itu gimana? Jadi aku mutusin buat bikin rate untuk fanfic ini itu M, karena mau nyempilin sedikit smut smut merah yang berjalan di dinding ~ :'v

Buat kalian yang sengaja membuka fanfic ini karena melihat rate nya M, fyi, smut for this chap itu cuma potongannya aja. Aku tidak memberi pendeskripsian yang lanjut karena disini Baekhyun masih mengira semuanya baik-baik saja. Aku memulainya di chapter depan.

Alur kecepetan? Terserah gue dong :"v

Diksi jelek? Nanti aku bahas di note chapter depan.

Oke sekian dan terimakasih ^^

Bye ~ :')