A/N: Halo, ini drabble colab berantai keroyokan yang dibuat oleh empat author FFn dengan penname: Ageha Hanazawa, Ay, yoriko yorin, dan yukeh, kami berempat shipper KaneTouka :). Ada 20 drabble dimana tiap author membuat masing-masing 5 drabble yang dikembangkan dari prompt yang diberikan author lainnya XD, terdiri dari berbagai genre mulai dari fluff, drama, hurt/comfort, comedy (?), dan juga berbagai rate mulai dari rate K+ sampai rate M. Selamat membaca kompilasi drabble persembahan kami ya~

Disclaimer: Tokyo Ghoul & Tokyo Ghoul :Re by Ishida Sui. Cover is not ours.

Warning: Canon setting, still IC or OC depends on prompt, implicit adult scene for certain prompt.

Full Summary: Kata orang, cinta itu manis, bahagia, indah, hangat, penuh kekuatan, dan sulit dipercaya. Namun tidak hanya itu. Kaneki menjadi saksi bahwa cinta bisa juga penuh dengan kekerasan hati, gairah, kecemburuan, dan kemarahan sehingga salah satu pelakunya kehilangan respek—membuat sang pujaan menunggu kata maaf dari rasa berdosa. Namun itu semua bukan kegagalan. Diawali dari undangan kencan, secangkir kopi, dan gantungan kelinci. Akhirnya Kaneki berhasil memberikan bisikan mesra di telinga sang pujaan hati, "Menikahlah denganku, Touka."


.

Complete Puzzle

~duapuluh hal yang menghubungkan Kaneki Ken dan Kirishima Touka~

[bagian pertama]

.


1# manis

.

Touka baru saja mengantar pesanan meja nomor dua ketika suara pintu yang dibuka mengalihkan perhatiannya. Satu sosok masuk, tanpa memperhatikannya yang berdiri di sebelah sosok itu. Touka hanya diam. Tak ada yang perlu dirisaukan. Cukup memasang senyum manis yang selama ini dipelajarinya. Tambahkan, "Selamat datang!"

Haise menoleh ke asal suara. Wanita itu lagi. Pegawai kafe :Re yang sering muncul di pikirannya tanpa disadarinya sejak pertemuan pertama mereka. Haise membalas ucapan selamat datang itu dengan senyum sopan. Dia mengambil tempat di meja nomor empat, tak jauh dari pintu masuk.

Touka berjalan ke arah dapur. Karena hanya di tempat itu dia bisa mendapatkan sudut khusus yang bisa melihat ke arah meja nomor empat tanpa harus diketahui siapa-siapa. Sama tapi beda, serupa tapi tak sama. Entah kalimat apa yang tepat untuk menggambarkan sosok Kaneki yang diingatnya dengan sosok lelaki yang duduk di meja nomor empat. Yang dia tahu hanya perasaan sama yang mengalir dalam hatinya. Baik ketika bersama Kaneki pun lelaki itu.

Haise berharap wanita itu yang melayaninya. Namun harapannya tak terkabul. Sosok lelaki tinggi tegap yang melayani pesanannya. Secangkir kopi hitam. Hanya itu. Pesanannya datang tak lama kemudian. Dia berharap wanita itu yang mengantarnya. Namun lagi-lagi harapannya pupus.

Touka keluar dari persembunyiannya. Kafe cukup ramai. Tak adil rasanya meninggalkan Renji dan lainnya sibuk sedangkan dia bersembunyi di sini. Kadang dia sendiri tak tahu bersembunyi dari apa? Lelaki itu, atau perasaan sesak saat lelaki itu tak mengenalinya. Lelaki itu bukan Kaneki. Kaneki bukan lelaki itu. Meski rasa mereka sama.

Haise menghirup aroma kopinya. Pekat, tapi itulah yang membuatnya suka. Haise menunduk, meminum kopi itu secara perlahan. Ada yang aneh. Rasanya ... manis.

Kepala Haise terangkat, ketika itulah matanya bertumbuk dengan sepasang iris hitam legam. Kini dia tahu mengapa rasa kopi itu ... manis.

.


2# bahagia

.

Sebenarnya Touka belum sepenuhnya mengerti akan arti bahagia, selain apa yang pernah dulu sang ayah ajarkan padanya: yaitu perasaan hangat dalam keluarga dan berupa sikap baik kepada manusia. Namun, ketika kemarin Yoriko memberitahunya tentang sebuah hal lain yang membuat seseorang bahagia, gadis itu perlahan menautkan alisnya.

... Lelaki yang disukai?

Touka tidak mengerti dan tidak habis pikir, mengapa ia bisa bahagia begitu saja hanya dengan melihat senyum Kaneki Ken, bodoh bukan?

.


3# invitation

.

Haise memutar-mutar undangan di tangannya. Dia tidak mengerti jalan pikiran Akira-san yang menyuruhnya menghadiri acara itu dengan pasangannya. Atasannya di markas investigator ghoul yang satu itu memang aneh. "Dasar wanita," keluh Haise dalam hati. Siapa pula yang harus diajaknya? Dia tidak mungkin mengajak salah satu bawahannya. Lalu siapa yang harus dia ajak?

Tiba-tiba saja sosok itu muncul di benaknya. Wanita berambut sebahu yang ditemuinya di kafe siang ini. Haise baru tahu namanya siang ini.

"Touka-chan?"

Bukan ide yang buruk, pikirnya. Undangan di tangannya kini dipandangnya dengan senyum yang tak lepas dari wajahnya.

.


4# indah

.

Semula, memang ia sempat tak percaya jika Touka dengan mudah menerima ajakannya untuk menghadiri pesta, namun siapa yang mengira bahwa semuanya ternyata semulus ini? Mata gelap lelaki itu seolah menatap tak percaya bahwa gadis yang ada di hadapannya ini terlihat begitu ... Apa kata yang tepat untuk menjabarkannya, ya? Cantik sudah terlalu umum, begitu pula dengan manis. Wanita itu terlihat begitu mempesona dengan gaun merah menggoda dan stiletto berwarna senada, pun dengan tatanan rambut yang sederhana namun tetap terlihat memikat.

Siapa yang menyangka bahwa Touka benar-benar indah?

Ya, Haise berpikir bahwa 'indah' memang sebutan yang pas untuk wanita berambut sebahu itu.

.


#5 faith

.

Belum sempat kata apapun mereka ucapkan, kesunyian di antara mereka harus berakhir karena terdengarnya satu suara.

"Kaneki-kun?"

Kepala berhelai perak dan hitam kebiruan menoleh, memutus kontak pandangan yang telah terjadi beberapa lama. Di sepasang iris mereka, tampaklah pantulan dari seorang wanita berhelai panjang berwarna ungu—Rize.

"Rize—" belum sempat Kaneki menyelesaikan ucapan ketika tubuhnya tertubruk dan seketika berada di pelukan Rize.

Kaneki dan Touka membeku. Sama-sama memasang ekspresi tertegun. Hanya saja, Touka-lah yang bisa merasakan perlahan-lahan ada yang patah di dalam dirinya. Hingga membuat perasaannya panas, jengkel, marah. Ia berbalik dengan segera dan melangkah pergi. Langkahnya pelan dan anggun, seakan tak peduli. Menarik napas dalam-dalam beberapa kali, menenangkan hati. Tanpa menyadari Kaneki yg melirik padanya dan segera dengan pelan serta sopan, melepas rangkulan Rize di tubuhnya.

"Kau bilang kau sudah melupakannya," batin Touka, memandang lantai berkilap ruangan pesta, "Kupikir kau benar-benar sudah melupakannya."

Seharusnya ia tidak mudah percaya. Bukankah memang orang bilang cinta pertama tak akan semudah itu terlupakan? Seharusnya Touka tidak percaya. Pemikiran gadis itu terhenti ketika merasakan tepukan di bahunya yang terbuka. Ia menoleh ke samping, dan wajah tersenyum sendu Kaneki adalah yang terpantul di iris jelaganya. "Touka-chan."

.


6# passion

.

Touka lelah. Apapun yang telah dia lakukan sama sekali tidak berarti. Dulu dia mengira dengan mengubah sikapnya menjadi lebih feminim, Kaneki akan meliriknya dengan pandangan lain. Bukan lagi pandangan kakak terhadap adiknya atau pandangan antar sahabat. Nyatanya semua sama. Rize—hanya satu nama itu yang bisa membuat Kaneki memandang seorang wanita dengan tatapan yang diinginkan Touka.

"Touka-chan, kubilang tunggu!"

Touka berpura tak mendengar. Jika matanya bisa berpura tak melihat kemesraan Kaneki dan Rize, maka telinganya pun semestinya mampu bekerjasama untuk saat ini. Dalam beberapa langkah lebar, Kaneki berhasil menyusul Touka. Ia memblokir langkah gadis itu.

"Kenapa terus berjalan tanpa menghiraukan panggilanku?"

Touka menghela napas—memalingkan wajahnya, "Wanita yang kau suka sedang menunggumu, jangan mengejarku hanya karena merasa bersalah."

Kaneki tersenyum tipis. Dia menangkup wajah Touka, membuat wajah manis itu kini berada tepat di bawah tatapannya. "Kalau begitu katakan! Siapa wanita yang kusuka?"

Touka terkejut dengan reaksi dan pertanyaan dari Kaneki. Tatapan Kaneki menguncinya. Touka merasa sedang berkhayal ketika merasakan tatapan Kaneki yang memandangnya penuh gairah. Tidak! Ini pasti hanya khayalanku, batinnya.

Touka memejamkan kedua matanya, menarik napas panjang sebelum berkata, "Wanita yang kausuka adalah Ri—"

Perkataannya tak pernah selesai karena bibir Kaneki kini sudah berada di atas bibirnya. Kedua mata
Touka membulat sempurna. Kaneki tidak membiarkannya berpikir lama. Setelah kecupan singkat itu,
Kaneki berbisik, dengan kedua bibir mereka yang hanya berjarak tak lebih dari satu senti.

"Hanya kamu yang kusuka."

Tanpa menunggu jawaban Touka, Kaneki kembali menyatukan bibir mereka, kali ini dengan gairah yang meletup-letup. Tak ada lagi yang ditutupinya. Biar gadis yang dicintainya tahu, hanya gadis itulah yang membuatnya masuk ke dalam pusaran gairah tanpa ujung.

.


7# hard

.

"Hatimu sekeras batu," mungkin jika saja Touka memiliki keberanian untuk berkata demikian pada Kaneki, ia akan benar-benar mengatakannya.

Sayangnya tidak.

Ketika pemuda sembilanbelas tahun itu berpamitan pergi, ia hanya berkata singkat dan seolah tanpa perasaan apa-apa. Seakan tak pernah peduli pada dirinya—gadis yang selalu mengkhawatirkannya diam-diam. Bahkan, meski Touka berjalan dengan gontai hingga ia hampir terjatuh dan menyebut nama Kaneki, pemuda itu tetap berjalan dan tak menoleh.

Pada akhirnya yang terlontar dari gadis itu adalah, "Kau keras kepala, Kaneki."

.


8# gagal

.

"Touka-chan ... aku akan pergi ke Aogiri."

Kalimat yang barusan saja dilontarkan Kaneki dihadapan Touka sungguh mengejutkan. Pemuda polos yang dulu bahkan tidak menerima dirinya setengah ghoul berubah sedemikian rupa. Bahkan, rambutnya yang hitam kini berubah menjadi perak. Entahlah ... Touka tidak tahu apa yang merubahnya.

Tapi, apakah harus seperti ini? Apa artinya Anteiku selama ini? Apa artinya kebersamaan mereka?
Kaneki berbalik meninggalkan gadis yang masih terluka setelah pertarungan dengan adiknya—Ayato.
Touka membelalakan matanya saat Kaneki benar-benar menjauh darinya. Dengan bersusah payah Touka mengejar punggung Kaneki yang semakin menjauh dan menjauh. Tangannya tidak mampu menggapai punggung itu.

Touka mengepalkan dengan erat jemari tangannya, sebutir air mata jatuh dari sudut matanya, ia gagal mencegah sosok yang perlahan mencuri perhatiannya itu. Kaneki telah pergi meninggalkan Anteiku—meninggalkan dirinya.

.


9# waiting

.

Minggu pertama musim semi. Hari cerah, dengan langit berwarna biru dan awan seputih kapas. Pohon di depan :Re tampak berdiri kokoh, ranum dengan hijau daunnya. Touka berdiri di balik meja pembuatan kopi. Iris jelaga menatap satu persatu manusia yang mengunjungi kedai. Meneliti cermat bahkan para pejalan kaki di luar sana. Namun, tak ada. Apa yang ditunggunya tak dapat terlihat oleh matanya.

Suatu hari di musim panas. Mentari bersinar terik. Kedai tampak ramai pengunjung dan terdengar lebih berisik. Mereka tertawa, bercanda, datang dan pergi. Namun tak peduli betapa cermat Touka menatap dan mencari, sosok itu belum mampu ia temui.

Musim gugur menyapa. Angin terasa mulai dingin menyapu kulit. Dedaunan menguning, beberapa mati dan terhempas angin. Kopi panas khas :Re banyak dipesan oleh para manusia pencari kehangatan. Namun ia belum datang. Bahkan saat Touka bersikeras ke Renji bahwa mereka harus menutup kedai lebih larut dari biasanya, pemuda itu tak datang membutuhkan kopi buatannya.

Musim paling beku telah datang dalam bentuk guyuran salju. Segalanya terdominasi warna putih. Pakaian tipis menjadi tebal dan hangat. Dan :Re mendapat pelanggan jauh lebih banyak lagi. Namun rasa dingin dan kosong yang sebenarnya bagi Touka bukanlah angin beku, bukan pula guyuran salju. Adalah ketika lagi-lagi, ia terpaksa menutup hari tanpa memandang lagi iris dan senyum itu.

Siklus berputar ke titik awal. Salju mencair dan bunga kembali mekar. Udara hangat khas musim semi telah datang. Sesekali iris jelaga Touka melirik ke arah pintu masuk kedai. Orang asing. Orang asing. Orang asing yang ia lihat. Ia menghela napas ketika menyadari bahwa mungkin hari ini tiada beda dari ratusan hari yang telah ia lalui berujung kesia-siaan. Namun, ketika ia hendak mengalihkan pandang, matanya mendapati segerombolan pemuda yang memasuki kedai. Awalnya biasa, tak beda dengan puluhan orang asing lainnya.

Akan tetapi, ketika pemuda berhelai putih itu tanpa sengaja menoleh dan menatap ke arahnya, Touka tertegun. Iris yg familiar. Proporsi tubuh yang ia kenal. Meski kontak mata itu hanya bertahan tak lebih dari dua detik, tapi jantung Touka serasa bergemuruh dan tangannya gemetar. Di musim semi, akhirnya, sepertinya ia tak perlu menunggu Kaneki Ken lagi.

.


10# unbelievable (i)

.

Mata Kaneki tidak bisa memercayai apa yang dilihatnya kini. Di hadapannya Touka sedang meliuk-liukan tubuhnya, menari mengikuti irama lagu bernada sensual yang diputar di kamar gadis itu. Kaneki merasa menjadi orang paling tercela, ketika diam-diam mengintip apa yang dilakukan Touka dari balik pintu kamar gadis itu yang tak tertutup sempurna. Sumpah demi apa pun, dia sama sekali tidak berniat mengintip! Dia hanya berada di tempat dan waktu yang salah.

Tubuh Touka masih meliuk-liuk mengikuti irama lagu. Pinggulnya bergoyang provokatif, mengimbangi nada-nada sensual yang terdengar dari lagu yang diputar. Kadang Kaneki bisa memastikan bahwa terdengar suara desahan Touka, mengikuti lirik lagu. Tubuh Kaneki panas dingin. Dia sendiri tidak tahu apa yang terjadi dengan tubuhnya. Touka kembali bergoyang, tangan, kaki, dan pinggul gadis itu benar-benar rileks mengikuti irama lagu, yang anehnya malah membuat tubuh Kaneki tidak rileks. Dia butuh air dingin!

Kaneki ingin menyudahi kegiatan yang dilakukannya, tapi entah kenapa mata dan kakinya tidak bisa diajak bekerja sama. anggota tubuhnya itu tetap saja setia menanti gerakan apa yang akan dilakukan Touka selanjutnya. Namun, mata Kaneki membulat sempurna ketika tiba-tiba Touka memutar kepalanya. Mata hitam Touka terbelalak melihat sosok Kaneki yang terlihat dari balik pintu kamarnya.

"Tou-Touka-chan, aku bisa menjelaskan! Aku-aku..." semua kata pembelaan yang ingin disuarakannya menghilang secara tiba-tiba karena Touka berjalan menuju ke arahnya.

Tak ada raut kemarahan di wajah Touka. Wajah lembut itu justru memandangnya dengan tatapan sayu. Sesuatu dalam tubuh Kaneki menggeliat ketika tubuh Touka merapat ke arahnya: menempel, ketat, erat. Napas Kaneki menjadi pendek-pendek. "Tou-Touka-chan...."

"APA YANG KAU LAKUKAN! INI MASIH JAM KERJA TAPI KAU MALAH ENAK-ENAKAN TIDUR DI SINI!"

Kaneki langsung bangun, terkejut melihat Touka yang penuh dengan amarah memandangnya. Tunggu dulu, kenapa Touka masih memakai seragam kafe? Bukankah?

"Kenapa masih diam?! Cepat sana kerja!"

Kaneki menggelengkan kepalanya. Sialan! Dia hanya bermimpi! Mimpi yang memang sulit dipercaya. Untung saja sofa yang ditidurinya tidak menunjukkan bekas basah.

.

.

.

[prompt 1-10 completed]

.next.


A/N: Silakan klik chapter selanjutnya untuk membaca prompt ke-11 hingga prompt terakhir :D, karena drabble KaneTouka kami masih belum berakhir~