Promise Me This Is Forever
Disclaimer: Naruto belongs to Masashi Kishimoto. I own nothing.
"Kita berpisah disini," kata Sasuke.
Pemuda kuning ngejreng disebelahnya menatapnya kaget. Dua buah koper yang sedang berusaha dipindahkannya sekaligus kedalam bagasi taksi terjatuh, kembali berposisi diatas troli besi. "Apa katamu?" tanyanya sangsi.
"Kita berpisah disini," tandas Sasuke. "Aku masih punya urusan lain, aku harus bertemu—"
"—gengmu. Para gangster yang kau bilang adalah teman-temanmu. Benarkan?"
Sasuke memutar bola matanya imajinatif mendengar sindiran saudara kembarnya itu. "Pimpinanku," tegasnya. Ia melirik sekilas pada jam tangan yang bertengger di pergelangan tangan kanannya lalu menggeleng cepat. "Aku sudah terlambat. Barang-barangku akan kujemput nanti. Sampai jumpa."
Tanpa menunggu respon dari Naruto, Sasuke menghentikan taksi lainnya dan melaju meninggalkan bandara yang mulai sarat penumpang. Sedangkan ditempat yang sama, Naruto menganga dibuatnya. Pemuda itu menggeleng frustasi, bingung dengan jalan pikir saudara kembarnya sendiri. "Apa maksudnya barangnya akan dijemput nanti? Memangnya dia tidak mau tinggal bersama Ibu?"
Sebetulnya, kembali berpijak di tanah kelahirannya, Jepang, adalah impian Sasuke. Ia tidak pernah berniat meninggalkan Tokyo. Pengadilanlah yang mengusirnya dari negara ini. Sasuke yang kala itu berumur 8 tahun tidak diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya. Tahu-tahu ia sudah digeret menuju bandara, terbang dengan penerbangan komersil bersama ayah dan saudara kembarnya, Naruto. Sasuke ingat berapa banyak air mata yang tumpah kala itu.
Darinya, dari Naruto, dan dari ibu mereka.
Kepulangannya kembali ke Jepang bukan tanpa alasan. Michael Clark, atasannya di Central Intelligence Agency menugaskannya sebuah tugas. Sasuke diutus menjadi agen ganda untuk sebuah organisasi gelap yang berpusat di Jepang, Rothsjack. Sebuah organisasi yang memasok senjata-senjata ilegal dan narkoba masuk kedalam Tokyo dan diduga sebagai bagian dari jaringan internasional pengedar narkoba. Organisasi ini telah diselidiki selama hampir tujuh tahun, tapi selama itu tidak ada petunjuk yang bisa memaksa para petinggi Rothsjack merangkak keluar dari lubang mereka. Puncak perintahnya adalah Sasuke diharuskan mengirimkan informasi-informasi mengenai cara kerja dan struktur Rothsjack, mengirimkan nama-nama berpengaruh, dan terakhir menghancurkan organisasi itu dari dalam.
Uchiha Sasuke, ia telah dilatih selama lebih dari 15 tahun untuk menjadi seorang agen profesional. Ia tidak ingin gagal dalam tugas ini. Dan juga, ia pun tidak ingin melupakan misinya yang lain; membuat keluarganya kembali utuh seperti 18 tahun lalu.
"Uchiha Sasuke?" Seorang pria berpakaian parlente dengan kacamata hitam bertengger di hidungnya menyapa Sasuke yang baru turun dari taksi. Pria itu menatap Sasuke dari atas hingga bawah. Tatapan matanya tak dapat dibaca karena terhalangi oleh pekatnya kacamata hitam yang menghalangi kedua matanya.
"Ya," jawab Sasuke datar. "Minamoto-san?"
Pria itu menangguk tanpa menjawab. Satu tangannya menunjuk lorong kecil yang terletak beberapa meter dari tempat Sasuke berdiri—mengintruksikan secara non verbal agar Sasuke mengikuti jalan itu. Sasuke balas mengangguk. Tanpa ragu ia mengikuti petunjuk pria tadi. Ia melewati lorong kecil yang hanya sanggup memuat dua pria dewasa berjalan berdampingan. Kedua dinding lorong itu telah mengelupas di banyak tempat, memperlihatkan barisan batu bata berwarna merah darah. Ujung lorong itu adalah pintu kayu dengan aksen Inggris Lampau kentara di dahannya, kendati ujung-ujung dari pintu itu sudah terkelupas. Menghela napas panjang, Sasuke membuka pintu dan melangkah masuk kedalam.
Rothsjack dengan markas barunya.
Ketika pijakannya sudah berada dibalik pintu yang tertutup, ia bisa melihat puluhan pria dewasa berpakaian hitam-hitam dibanyak tempat. Kebanyakan tengah bergerombol, berbisik-bisik tentang suatu hal. Jajaran televisi plasma yang menggantung di dinding-dinding telah menyala seluruhnya, menampilkan proses penangkapan Choi Namwoo—pimpinan dari lawan organisasi Sasuke sendiri.
Sasuke berdehem, yang menarik hampir seluruh atensi dari semua orang didalam ruangan itu. Ia berusaha mengabaikan rasa tertariknya dengan menonton tayangan televisi didekatnya, alih-alih hanya menatap datar kumpulan orang-orang itu.
"Siapa?" tanya salah seorang dari mereka.
Sasuke mengabaikannya. Karena sosok berpakaian parlente lainnya keluar dari sebuah pintu di ujung ruangan dan mempersilahkan Sasuke masuk melewati itu. Perjalanannya tidak berhenti hingga disitu, ia masih digiring melewati lorong yang berpilar besar-besar, masuk ke dalam lift dan beberapa pintu kaca otomatis. Sepuluh menit kemudian, ia sampai di sebuah pintu besar beronamen Yunani Kuno. Sekali lagi ia diintruksikan masuk ke dalam.
"Uchiha Sasuke… Uchiha Sasuke…" Baru saja pintu menutup dibelakangnya, sapaan dingin itu masuk kedalam gendang pendengarannya.
Satu sudut bibir Sasuke terangkat membentuk seringaian. Ia menunduk sekilas ke arah pria paruh baya yang duduk di kursi besar di ujung ruangan. "Jiraiya-sama."
Seraya berjalan mendekat, Sasuke memindai seluruh ruangan besar dengan cepat. Ruangan itu berdinding kaca, tebakannya berada dilantai dua puluh karena pemandangan Tokyo terlihat sangat kecil dari sini. Tiga televisi plasma besar tergantung di dinding sebelah kanan, beberapa rak buku dikanan kirinya, ada jajaran sofa besar berwarna hitam ditengah ruangan, dan sisa spasi dari seluruh ruangan itu kosong melompong. Tak nampak sedikitpun senjata api. Bagi organisasi yang memasok senjata-senjata ilegal keluar masuk Tokyo, ini adalah hal yang sedikit tidak masuk diakal.
"Aku senang kau kembali, Sasuke-kun," kata Jiraiya, dengan senyum tipis di wajahnya.
Sasuke mengangguk sekilas, tidak berkata apa-apa.
"Bagaimana Manhattan? Meminta ijin cuti selama dua bulan dari organisasi bukanlah hal yang lumrah," lanjut Jiraiya, tampak tak keberatan dengan diamnya Sasuke. "Tapi karena kau bilang kau ingin kuliah, aku harus apa? Haha. Kuharap setelah ini kau semakin fokus pada Rothsjack."
"Terima kasih atas kemurahan hatimu, Jiraiya-sama. Aku hanya tidak ingin Naruto curiga padaku. Ia terlalu banyak berpikir selama setahun ini. Aku tidak ingin membahayakan keselamatan Anda jika suatu saat dia tahu tentang pekerjaanku," jawab Sasuke tenang.
Sekali lagi Jiraiya tertawa dalam. Ia menatap Sasuke dengan tajam, tapi Sasuke tahu Jiraiya tidak pernah menaruh curiga apapun terhadap dirinya. "Tentu. Tentu saja. Naruto Uchiha, saudara kembarmu. Terkadang aku penasaran apakah kemampuannya sehebat dirimu, Sasuke-kun."
"Kalau kau menginginkan seorang anak menantu yang ideal dan sempurna, maka Naruto-lah orangnya, Jiraiya-sama."
Tawa Jiraiya menggelegar. Tapi seiring waktu, tawa itu menghilang, menyisakan tatapan hampa dan kosong di kedua mata petinggi Rothsjack itu. Sasuke mengerutkan dahinya heran. Sudah lama sekali ia tidak melihat Jiraiya berekspresi seperti itu. Pertama dan terakhir kali adalah ketika Tsunade, istri Jiraiya, meninggal satu tahun lalu. Saat itu Sasuke baru bergabung dengan Rothsjack.
Sasuke menyempatkan diri melirik pada Kakashi, pria berparlente dengan rambut perak melawan gravitasi yang tadi menjemputnya di lobi markas Rothsjack. Kakashi balas memandangannya, datar, tanpa berniat memberitahukan Sasuke apapun.
"Sakura," kata Jiraiya, menarik atensi Sasuke dari Kakashi. "Kurasa tidak akan pernah berniat menikah. Ck, anak itu, entah apa maunya. Setiap hari hanya menghabiskan waktu di rumah sakit, lalu ke kampus, lalu kembali ke rumahnya sendiri. Tidak pernah berpikir bahwa ayahnya yang sudah tua ini juga membutuhkan perhatian darinya. Hahaha. Tapi aku bisa apa, ne Sasuke-kun? Sakura sudah besar. Aku bisa apa melarangnya melakukan ini-itu. Yang bisa melarangnya hanyalah almarhumah ibunya. Aku bisa apa? Hahaha."
Bahkan bagi Sasuke yang telah terbiasa dengan kejamnya Jiraiya, ia bisa mendengar nada kesedihan tercurah dari deretan kata itu. Ia kembali melirik Kakashi, melihat bagaimana Kakashi merespon pernyataan tuannya. Tapi tidak ada ekspresi yang bisa Sasuke tangkap. Pria itu masih diam di samping kanan Jiraiya, matanya menutup setengah seolah mengantuk, sedangkan masker yang menutupi sebagian wajahnya memang sukses menyembunyikan ekspresi pria itu.
"Kau kenal Sakura, Sasuke-kun?" tanya Jiraiya tiba-tiba.
"Sakura?"
"Ah, benar." Jiraiya mendesah. "Kau tidak pernah bertemu dengan Sakura kecilku. Dia putri bungsuku. Berbeda beberapa tahun dari Gaara. Saat kematian ibunya ia tengah berada di London, jadi kurasa kau belum pernah bertemu dengannya."
Sasuke mengangguk pelan.
Jiraiya melanjutkan, "ia melupakan rumah karena ibunya telah meninggal. Ia menyibukkan diri selama satu tahun dengan mengejar gelar yang sama seperti ibunya. Setelah mendapatkannya, ia menjadi lebih sibuk. Melupakan fakta bahwa ayahnya yang sudah tua renta ini juga membutuhkan perhatian darinya."
Sasuke menangkap aura letih terpancar dari dalam diri Jiraiya. "Aku ingin menugaskanmu satu hal penting," kata Jiraiya tiba-tiba.
"Saya siap, Jiraiya-sama."
Jiraiya tersenyum. "Kakashi?" panggilnya.
Kakashi membungkuk sekilas, sebelum berjalan menuju ke samping tiga televisi yang tergantung di dinding. Satu tangannya memegang remote kecil dan mengarahkannya ke arah televisi. Telivisi menyala, menampilkan tiga foto yang berbeda. Namun objek yang berada didalamnya sama—seorang gadis muda dengan helaian surai berwarna merah muda.
"Sakura-sama," mulai Kakashi, "kami mencurigai identitas Sakura-sama telah diketahui oleh pihak lawan, Asalt. Ini adalah foto-foto yang diambil dari tempat dan waktu yang berbeda. Orang-orang ini," sebuah leser hijau yang datang dari remote kecil di tangan Kakashi muncul dan menunjuk beberapa pria yang berada didalam foto tersebut, "adalah kaki tangan mereka." Slide berganti. Fokusnya masih sama, tentang Sakura dan juga beberapa pria yang bertingkah mencurigakan didekat gadis itu. "Sudah enam kali orang kita menangkap pergerakan mencurigakan dari Asalt didekat Sakura-sama. Sejauh ini belum ada hal berbahaya yang terjadi, tapi kita tidak ingin hal membahayakan itu benar-benar terjadi. Jadi, Uchiha Sasuke, kau ditugaskan untuk menjaga Sakura-sama selama waktu yang belum ditentukan, 24 jam, dan bertanggung jawab penuh atas keselamatan Sakura-sama." Akhiri Kakashi.
Sasuke masih terdiam ditempatnya. Biner kembarnya menelusuri satu per satu foto yang terpampang di layar televisi. Jika ia menerima tugas ini, itu berarti penyelidikannya di Rothsjack akan mengalami kendala. Ia hanya diberi waktu selama dua tahun untuk merampungkan misi, dan selama setahun progres yang dicapainya bahkan belum mencapai 50%. Sasuke tak punya banyak waktu, ia harus segera menyelesaikan ketiga misinya sebelum ditarik kembali ke kantor pusat CIA. Tak pernah ada kata kegagalan di kamus hidupnya, namun menolak perintah langsung dari petinggi Rothsjack bukanlah ide yang bagus.
Setelah terdiam sejenak, Sasuke kembali menghadap pada Jiraiya. "Suatu kehormatan bagi saya untuk menjaga putri kecil Anda, Jiraiya-sama."
Jiraiya menghela napas lega mendengar perkataan Sasuke. "Kupikir kau akan menolak, Sasuke-kun. Tidak ada orang yang benar-benar bisa kupercayai dalam menjaga Sakura selain Kakashi dan kau. Sedangkan Kakashi harus tetap berada disampingku. Aku juga butuh perlindungan. Hahaha."
Sasuke tersenyum datar mendengar itu, tapi ia ingin meluruskan beberapa hal sebelum memulai tugas barunya. "Apakah saya masih bisa mengikuti beberapa 'kegiatan' Rothsjack, Jiraiya-sama?"
Kembali tawa menggelegar dari Jiraiya terdengar. "Tentu, tentu saja, Sasuke-kun," katanya, lalu melanjutkan dengan cepat, "tapi fokus utamamu tetaplah Sakura. Aku tidak ingin terjadi apapun terhadapnya. Ini mungkin tidak akan terlalu lama. Kita akan membereskan Asalt secepat mungkin, sebelum mereka benar-benar akan menyakiti putriku."
tbc
Bagaimana?
Pendek soalnya baru test drive. Ehey. Kalo banyak yang suka minggu depan saya lanjut. Tapi kalo nggak, ya saya bisa apa ahahahaha.
Mohon reviewnya ya? Terima kasih sudah membaca *bow*
Oh iya, untuk penjelasan singkat mengenai karakter PMTIF, sila tengok profil saya ^^