THEORY

.

.

.

CHAPTER 4

Festival Kebudayaan SMA Konoha berlangsung selama seminggu. Neji membuat pembukaan festival dengan memotong pita simbolik dan tiupan terompet. Setelah itu diikuti dengan sambutan dan setelahnya pengunjung langsung diarahkan untuk mengelilingi stand.

Stand-stand dari berbagai kelas sudah dibuka dan langsung ramai karena banyak pengunjung yang berdatangan. Ada stand rumah hantu, stand kafe, dan beberapa membuka stand di halaman sekolah.

Hinata yang memang tidak bertugas di hari festival, memilih membantu stand kelasnya yang membuka stand café di kelas mereka.

"Nara-san." Amuri memanggil hinata dengan nada khawatir, ketika gadis itu datang.

"Hn."

"Tidak ada seorangpun yang mengunjungi stand kita. Bagaimana ini?" ujar Amuri cemas.

"Iya. Kupikir keputusan Nara-san untuk membuat stand di kelas adalah keputusan yang tepat. Tapi tak ada seorangpun pengunjung yang datang berkunjung." Sora menambahkan.

Hinata teringat sesuatu sebelum datang kemari. Ia mengintip keluar kelas dan melihat kelas sebelah membuat stand couple game. Sora dan Amuri mengikuti hinata dan mereka terkejut.

"Benar juga. Anak kelas sebelah banyak yang cantik dan tampan. Pengunjung akhirnya terhenti di sana, deh." Amuri mengeluh.

"Iya. Lagipula kelas kita anaknya begini-begini saja." Ujarnya sedih.

"Ah, bagaimana kalau nara-san menggunakan baju maid dan menarik mereka." Amuri memberi ide dan langsung ditanggapi hinata dengan pelototan mata bulatnya.

"Iyaa, benar!" sora berseru senang, setuju dengan usul Amuri.

"Hei, kalian tidak serius, kan?"

"Tentu saja kami serius." Sora meyakinkan ucapannya. Kemudian ia berlutut, amuri juga mengikutinya. "Kami mohon, Nara-san. Hanya kau yang kami punya."

"Ini, bajunya, Nara-san." Ayame datang dengan baju maid dan menyerahkannya pada hinata. "Tenang saja, nara-san tidak akan sendirian, kok. Ada temujin."

Hinata melihat temujin yang sudah mengenakan tuksedo butler. Mau tidak mau, ia akhirnya terpaksa melakukannya. Toh memang niat hinata untuk membantu stand kelasnya.

Hinata sudah selesai berganti pakaian. Ia melihat temujin sudah bersiap dengan selebaran dan ia memberikan setengahnya pada hinata, juga nampan untuk mengirimkan pesanan. Hinata dan temujin berganti shift. Temujin akan menyelesaikan selebaran, sementara hinata mengirim pesanan antar stand sambil membagikan selebaran. Hinata mendengarkan penjelasan temujin dengan cermat.

"Wah, setelah stand tadi tak ada stand lagi, sasuke."

Hinata tercekat. Bukan karena suara dari pria itu, tapi nama yang disebutkannya. Sasuke. Hinata reflek berbalik dan kembali tercekat ketika suara itu menyebut namanya.

"Ooooh, ada kafe!" pria itu, naruto, tampak tertarik dengan kafe itu. Pelayannya menggunakan baju maid. Dan yang paling menyinggung rasa tertarik naruto adalah gadis berambut indigo panjang dengan pakaian maid juga. "Sepertinya itu hinata-san." Ujarnya berbisik pada sasuke.

Apa yang mereka lakukan di sini?

Hinata menggeram dan tiba-tiba merasa bingung sendiri, kenapa ia merasa ingin sembunyi dari naruto. sepertinya ada sasuke juga. Bukankah ia memang ingin bicara dengan sasuke.

"Hinata-san!"

KLONTANG

Hinata terkejut hingga nampan dan selebarannya jatuh berhamburan. Wajah hinata memerah meskipun wajahnya datar. Ia mengambil selebaran-selebaran itu dengan cepat hingga tersadar ada yang membantunya ketika selebaran itu semakin berkurang.

"Kau harusnya berhati-hati, Hyuga." Itu Sasuke. Hinata sempat tercengang ketika melihat sasuke dari dekat. Namun dengan segera ia menjauhkan kepalanya dan kembali memasang benteng wajah datarnya.

"Bukan urusanmu, Uchiha." Ia merebut selebaran dari sasuke dan mengumpulkannya dengan miliknya.

"Jadi kelasmu membuat stand, hinata-san?" naruto bertanya dan hinata hanya mengangguk dan berdeham kecil. "Tapi kenapa sepi?"

"I… itu karena stand sebelah diisi oleh panitia yang memang tampan dan cantik." Amuri menjelaskan dengan sedikit terbata karena terpesona melihat naruto dan sasuke. Kedua pria itu memang sering mempesona para gadis.

"Kalau begitu, bagaimana kalau kami membantu? Iya, kan sasuke?"

"Hn."

Hinata justru menatap horror sasuke. Ia tak menyangka pria aneh itu akan membantunya.

"Kau ya… kin?"

"Iie." Ujarnya singkat lalu sasuke duduk di kursi kosong yang paling dekat dengan pintu. Hinata bersungut kesal dan membalik badan dengan sedikit menghentak. Sementara sasuke sedikit tertawa. Mereka tak tahu, naruto memperhatikan mereka dalam diam.

.

.

.

Kehadiran naruto yang ceria dan ramah membawa suasana baru di kafe kelas hinata. Wajah naruto saat sumringah saja membuat hati para gadis menghangat. Belum lagi ketika para gadis itu masuk, sudah disambut oleh sasuke yang hanya duduk diam. Sasuke tidak mengatakan apapun, tidak melakukan apapun, tapi para gadis itu terlanjur bahagia melihatnya.

Ini aneh, pikir hinata. Apa bagusnya sasuke hingga para gadis bisa tersipu-sipu dengan sangat berlebihan seperti itu. Wajar jika naruto, karena ia sangat ramah dan senyumnya juga menawan.

"Aku pikir pengunjung yang datang tak ada habisnya. Benar, kan hinata?"

"Hn."

Hinata hanya berdeham walaupun ia memang setuju. Pengunjung semakin banyak berdatangan ketika jam makan siang. Begitu juga dengan pengunjung yang datang ke stand kelas hinata. Rata-rata para gadis, tapi tak sedikit juga laki-laki.

"Gadis-gadis datang hanya karena ingin bertemu pria tampan." Ujar salah satu pengunjung laki-laki yang duduk di belakang sasuke, menunggu pesanan.

"Benar. Tapi tak masalah bagiku. Toh gadis yang datang juga cantik-cantik."

"Pelayan yang di depan tadi juga cantik, ya. Wajahnya kalem, dan auranya tenang."

"Ah, iya. Aku sempat terpesona melihat 'itu'. Tak kusangka ada yang sebesar itu."

Kurang ajar.

Sasuke bersungut, mendengar kedua pria yang membicarakan hinata. Ia berbalik hingga membuat kedua pria itu terkejut. Sasuke tersenyum licik.

"Kenapa kau tersenyum begitu?" pria itu melihat sasuke, tampak curiga.

"Bukan apa-apa. Kalian membicarakan gadis itu, kan? Aku akan mengajak kalian ke stand yang isinya lebih dari gadis yang di depan tadi. Barusan aku dari sana."

"Benarkah?"

"Kami tidak tahu ada tempat seperti itu."

"Dengarkan." Sasuke mendekat dan kedua pria itu iku mendekat. "Tempat itu sedikit tertutup karena memang bukan stand yang sembarangan. Hanya beberapa pria yang mendapatkan undangan yang boleh masuk. Dan pria itu bebas membawa teman. Bagaimana?"

"Aku ikut" ujar salah satu pria itu bersemangat. Teman di sebelahnya pun sama senangnya.

"Baguslah."

.

.

.

Sasuke menepuk kedua tangannya dan beberapa debu di celananya. Ia melihat dua pria tadi sudah terkapar, pingsan. Sasuke menatap mereka sinis. Itu balasan yang mereka dapatkan karena sudah membuat sasuke mendengar pikiran kotor mereka tentang hinata.

Hanya sasuke. Hanya sasuke yang boleh memikirkan hinata. Hanya sasuke.

"Sasuke…"

Sasuke sedikit terperanjat. Hinata ada di belakangnya masih dengan baju maid. "Apa yang kau laku… kan?" ia terkejut melihat dua pria yang seingatnya adalah pengunjung kafenya. "Kau… apa…"

"Mereka membicarakan itumu. Memembuatku kesal saja."

Perubahan emosi yang aneh. Hinata yang awalnya ingin memarahi sasuke, tiba-tiba merasakan panas di kedua pipinya. Wajahnya memerah. Sasuke menghajar orang-orang yang berpikiran mesum terhadapnya, dan entah mengapa itu membuat hinata tersipu dalam wajah datarnya. Namun dengan cepat ia menghapus perasaan aneh itu.

"Aku tidak melihat apapun. Jangan ganggu aku lagi." Hinata pergi, tapi sasuke menarik tangannya.

"Kau tidak bertanya, kenapa aku lakukan semua ini?"

"Untuk apa? Toh aku tidak mengharap jawaban itu keluar dari mulutmu." Hinata menyentak lengan sasuke dan kembali pergi. Ia tahu yang dimaksud sasuke, tapi ia tak ingin mendengarnya. Mendengarnya saja sudah membuat hinata merasa ia menjadi wanita simpanan sasuke. Ia masih teringat sakura.

"Kau masih mengharap naruto mengatakannya untukmu?" hinata terhenti. "Aku melakukan ini semua karena aku menyukaimu, hinata. Kau masih berharap naruto mengatakan itu padamu?"

Hinata diam. Ia tak tahu harus mengatakan apa. Ia sudah mencoba membuang perasaannya pada naruto agar melihat pria itu bahagia dengan gadis yang dicintainya. Tapi sasuke kembali mengatakan hal yang membuat hinata bimbang.

Di satu sisi, naruto terkejut di tempat persembunyiannya dan melihat itu semua. Sebelumnya ia melihat hinata pergi menyusul sasuke dan karena curiga, ia mengikuti hinata.

Ia bisa melihat raut kesal dan muram dari hinata. Gadis itu kelihatan tersudut dan tak bisa mengelak semua perkataan sasuke. Naruto ingin menolongnya dan meminta hinata menjelaskan semuanya. Namun, belum sempat ia keluar, sosok pria berambut merah dengan topi pesulap, memotong jalannya.

"Oh, Hinata-san. Kau di sini?"

Pria itu mengejutkan naruto dan begitu juga sasuke. Hinata diam terkejut pula. Ia tidak tahu siapa pria yang tiba-tiba datang memanggilnya.

"Stand kami masih membutuhkan beberapa teh dan beberapa hal lainnya. Bisakah kau datang berkunjung dan mencatat pesanan?"

"Aah… iya…" pria itu langsung membawa hinata dan membuat sasuke maupun naruto tak bisa mengatakan apapun lagi.

.

.

.

Pria itu membawa hinata sangat jauh dari tempat semula. Tangannya masih menggandeng lengan hinata dan membawa gadis itu ke kerumunan pengunjung. Mereka ada di halaman sekolah, tempat stand-stand kecil dari tiap kelas dibuka. Hinata bisa melihat beberapa teman sekelasnya menjaga stand sambil melayani pengunjung.

Hinata mengamati pria itu. Di balik topi tingginya khas pesulap, ia memiliki rambut yang sedikit nyentrik. Berwarna merah. Ini pertama kalinya hinata melihat rambut seperti itu.

"Ngg… Etoo.." hinata sedikit menarik tangannya ketika pria itu membawanya ke tempat yang sedikit sepi. Di dekat lapangan tenis. Tempat yang tak jauh dari halaman sekolah. "Arigatou, sudah menolongku."

"Ah, ketahuan, ya."

"Tidak ada kelas yang membuka stand pesulap, kami juga tidak mengundang pesulap, jadi aku tahu kau sedang berbohong."

"Yah, aku meminjamnya dari klub teater yang membuka stand. Pria itu tidak boleh sampai melihat wajahku." Pria berambut merah itu tersenyum dan menurunkan topinya. "Aku sasori, pengelana yang sedang lewat."

"Hinata Nara."

"Ngomong-ngomong, aku baru pertama kali mengunjungi tempat seperti ini, setelah pulang dari Amerika. Mau jadi pemanduku? Anggap saja balasan menolong."

"Anda ini menolong dengan pamrih, rupanya." Kata sinis hinata kembali keluar. Ia pun berbalik dan membiarkan sasori mengikutinya.

Mereka berjalan kembali ke kumpulan stand-stand yang menjajakan banyak makanan kecil.

Mungkin tidak ada yang tahu.

Tak ada seorangpun yang tahu, kalau hinata suka... kue manis.

Gadis itu tiba-tiba berhenti di stand yang menyediakan kue-kue manis. Kue-kue itu berjejeran, terhampar di meja saji. Hinata tersenyum lebar dalam hati. Hanya dalam hatinya saja, karena ia menatap datar setiap piring yang menyuguhkan kue-kue manis dan lezat. Ia pun mengambil setiap kue itu masing-masing satu dan semuanya tertumpuk menjadi satu di piringnya.

"Sepertinya kau suka."

"Hn."

"Aku jadi teringat seseorang kalau melihatmu begini."

"..." hinata menatap pria itu tanpa ketertarikan sedikitpun. Ia bahkan lebih memilih menyantap kue manisnya sambil melihat-lihat stand lain. Pria itu boleh menjadikannya tour guide, tapi bukan berarti ia tertarik dengan pria itu.

"Apa saja yang sudah kau dengar?"

"Kau bertanya seakan itu rahasia negara."

"Itu memang rahasia negara." Hinata berbicara dengan nada serius, hingga membuat sasori sempat bergidik. "Negara Hinata Nara."

"Hahaha… kau ini pintar melucu rupanya." Hinata langsung memelototinya dan sasori langsung terdiam.

"Tidak masalah kalau kau mendengar semuanya. Mau membocorkannya pun aku tidak peduli. Rahasia suatu saat akan terkuak. Aku sudah menduganya ketika sasuke mengatakan perasaannya saat pertunangannya dengan sakura. Aku sudah tidak bisa membawa rahasiaku ke dalam peti matiku. Jadi, kalau kau ingin membongkarnya, aku tak peduli." Hinata menatap sasori lamat-lamat dan kemudian melahap potongan kue manisnya.

"Itu rahasiamu. Aku tidak berhak mengatakannya. Lagipula aku akan terlihat jahat kalau melakukan hal itu. Aku kan pria baik-baik." Sasori mendengus percaya diri.

"Ini aneh. Aku tidak pernah bertemu denganmu sebelumnya, tapi aku bisa mengatakan segalanya dengan mudah." Hinata bergumam dan entah mengapa sasori terpaku mendengarnya.

"Mungkin kita ditakdirkan." Ujarnya menggoda.

"Cih, mana mungkin."

"Ayolah hinata-san. Jangan malu-malu begitu." Sasori tertawa sambil mengejar hinata.

.

.

.

Malam itu, seperti janji hinata, ia datang bersama Shikamaru ke pesta. Pesta itu diadakan oleh rekan bisnis shikamaru yang hinata tak tahu sama sekali siapa orangnya. Yah, untuk masalah bisnis hinata memang tidak mau tahu. Itu urusan kakaknya.

Hinata tak pernah punya mimpi yang muluk-muluk. Cukup mendapat cinta naruto dan menikah dengannya, sudah cukup. Itu sudah membuatnya sangat bahagia. Ia tak berpikiran untuk sekolah lebih lanjut atau mendapat pekerjaan seperti apa yang ia inginkan. Hanya ada naruto dalam dunianya.

Sekarang, setelah itu semua gagal, hinata memutuskan untuk menikah saja. Dengan pria manapun tak masalah. Toh sejak awal mimpinya adalah menikah.

Hinata cukup pintar dalam biologi. Dengan kemampuannya, ia bisa menjadi dokter yang hebat. Tapi hinata tak mau. Ia tak ingin mengabaikan keluarganya demi kesehatan orang lain. Walau itu dapat dilakukan sekaligus, tapi hinata tak mau.

Sebenarnya, tanpa hinata sadari, ia cukup tertarik dengan seni. Begitu masuk ke gedung pesta, ia langsung terpana dengan menara wine yang tersusun dari gelas-gelas kristal. Ia bahkan hampir lupa janjinya untuk segera mencari sasuke. Yah meskipun ekspresi kagumnya itu tertutup wajah datarnya.

"Sepertinya adikmu menyukai wine, shikamaru."

"Dia hanya penasaran dengan bagaimana cara gelas itu disusun, bukan isi gelasnya." Shikamaru tersenyum pada temannya dan mereka berjabat tangan. "Bagaimana kabarmu, Gaara?"

"Jauh lebih baik setelah melihatmu datang. Tak kusangka kau akan membawa hinata. Kupikir kakakku yang akan datang."

"Temari sudah mulai dirawat untuk persiapan melahirkan. Jadi ia tidak bisa datang. Lagipula sudah saatnya mengenalkan hinata pada publik."

Belum lama shikamaru mengobrol dengan gaara, hinata sudah menghilang dari pandangan kakaknya. Shikamaru yakin gadis itu masih tertarik dengan menara gelas. Tapi tiba-tiba saja ia menghilang.

"Menghilang dari shikamaru?" suara sasori mengejutkan hinata yang sedang duduk memojok di ruangan, sambil menyantap kuenya.

"Harusnya tadi aku bertanya pada sasuke. Aku jadi menyesal, kau membawaku pergi tadi siang."

"Jadi sekarang kau menyesal?"

"Tu… tunggu. Kenapa kau bisa…." Hinata yang terlambat sadar, terkejut melihat sasori di sebelahnya. Ia tak menyangka akan bertemu pria itu lagi di pesta malam.

"Kita pergi ke balkon saja. Aku bosan di sini." Sasori pergi dan membiarkan hinata mengikutinya. "Gaara, yang membuat pesta ini, adikku. Kami berbeda ibu."

"Ini aneh." Gumam hinata dengan garpu dalam mulutnya. Ia menatap sasori dengan tatapan datar. "Kalau kakek yang sedang berbicara di dalam sana adalah adikmu, kenapa kulitmu bisa begitu mulus begini? Kau pakai apa? Anti aging dari perusahaan kecantikan mana?" Hinata tetus bertanya tanpa menyadari sasori menahan kekesalannya.

"Dasar bocah ini..." sasori menggeram. "Aku masih 30 tahun, tahu!"

"Ah..." menyadari sesuatu, hinata menusukkan garpu ke kuenya, bersiap untuk di lahap lagi. "Jadi yang di dalam sana bukan kakek-kakek berduit?"

"Tentu bukan!" Sasori menggeram.

"Aku tidak akan heran kau main ke festival SMA-ku."

"Kenapa?"

"Itu karena kau lupa umur. Sudah tua tapi kekanakan sekali."

"Gaya bicaramu yang suka menyindir-nyindir itu membuatku teringat seseorang."

"Hn."

Sasori tampak jengah. Ia terdiam sejenak sambil melihat hinata yang asyik dengan kuenya. Gadis itu terlihat sangat menyukai kue. Meskipun ekspresinya datar, tapi pipi merahnya tak bisa disembunyikan.

"Kau sangat menyukai kue, ya?"

"Hn."

"Kalau makanan khas jepang?"

"Hn."

"Makanan barat selain kue, bagaimana?"

"Bisakah menggunakan jawaban selain hn?"

Hinata terdiam sejenak sambil mengemut buah ceri dari kuenya. "Aaaah... hn."

"Astaga. Ampunilah hamba, Jashin-sama." Sasori tampak menyerah berbicara pada hinata. Gadis itu teramat tak peduli. Namun anehnya sasori tetap saja mengajaknya berbicara."Kau jadi terlihat seperti seseorang."

"Siapa? Sasuke uchiha lagi? Sasuke jidatmu. Kau tak tahu aku sedang makan ini? Jangan menghubung-hubungkanku dengan pria sialan itu!" Anehnya, hinata langsung mencecar sasori dengan sasuke.

"Ng?" Sasori tampak tercekat mendengar hinata tiba-tiba mengeluarkan makiannya pada sasuke. Pria itu tiba-tiba merasa kesal karena perkataan dan ekspresi wajah itu. Keduanya membuat sasori merasa hinata ini gadis yang tidak ada manis-manisnya.

"Ternyata makanan manismu itu sama sekali tidak bekerja padamu. Kau tetap saja sinis."

"Aku tidak berharap menjadi gadis manis." Ujar hinata tak peduli. Sasori langsung merasa percuma mengobrol dengam gadis ini. Niat menggoda gadis manis, justru mendapat kata-kata dingin.

"Ah, hinata. Kau di sini rupanya." Suara shikamaru terdengar dari pintu balkon. Ia melihat hinata bersama sasori dan merasa sedikit heran. "Bagaimana bisa?"

"Dia menggodaku, nii-san."

"Ap... apa? Seenaknya saja. Ti... tidak, kok. Mana mungkin."

"Aku akan jauh lebih terhina jika kau tidak menggoda adik manisku." Ucap shikamaru seraya memasang tampang sinis pada sasori. Ia seakan tidak takut walaupun sasori lebih tua lima tahun darinya.

Tiba-tiba gaara keluar dan berkata, "Ayo cepat kembali. Aku ingin mengenalkan seseorang."

"Sebentar, aku habiskan ini dulu." Hinata menunjuk piring di tangan dan dibalas anggukan oleh shikamaru. Pria itu dan sasori mengikuti gaara, meninggalkan hinata yang sendirian dengan piring kue.

Tiba-tiba sosok seseorang membekap mulut hinata dan sedikit menariknya ke sisi lain balkon. Merasa hinata tak kunjung datang, shikamaru kembali ke balkon dan tak menemukan seorangpun. Hinata bisa melihat kakaknya tampak kebingunan mencarinya, sementara pria di belakangnya masih membekap mulutnya agar tak berteriak. Setelah shikamaru pergi, sosok itu membalik hinata dan menunjukkan dirinya.

"Sa... sasuke uchiha!"

"Kenapa kau kaget begitu? Kangen?"

"Kangen, matamu! Kau ini sudah benar-benar sinting, ya?

"Hei, jangan berteriak keras-keras. Kau mau shikamaru melihat kita? Dia bisa berpikiran aneh." Hinata tak ingin setuju, tapi sasuke ada benarnya. Kenapa pria itu selalu benar? Hinata jadi merasa tambah kesal hanya dengan memikirkannya.

Karena mulut ini tak boleh berbicara, biarkan tangan dan kakiku yang mengatakannya.

Hinata langsung melemparkan pukulan ke perut sasuke ketika pria itu mendekat. Ia bahkan menambahkan dengan tendangan ketika sasuke sedikit terhuyung.

"Ugh. Tak kusangka kakimu itu kuat juga, sayang."

"What?" Kulit hinata merinding mendengar sasuke mememanggilnya seperti itu. Hinata kembali menormalkan ekspresinya. Lagi-lagi di hadapan sasuke emosinya tak terkendali. "Yang jelas, itu untuk sakura karena kau memutuskannya sepihak. Kenapa kau lakukan itu, ha? Sakura sangat mencintaimu. Tak mengertikah kau?"

Sasuke memutuskan untuk duduk saja memegangi perutnya sambil memandang hinata yang terus saja mengomel.

"Aku juga sangat mencintaimu. Kenapa kau tak mengerti?" Sasuke tersenyum dan hinata menganggap pria itu lagi-lagi mempermainkannya.

"Jangan bercanda, uchiha."

"Aku serius, hyuga." Sasuke kembali mengeluarkan senyumnya, meskipun sebenarnya ia meringis karena serangan hinata. "Biar kuberi tahu satu hal."

"Katakan, aku tak punya banyak waktu."

"Ah, bagaimana ya? Padahal ini cerita yang sangat panjang."

"Makanya cepat katakan!"

"Baiklah. Cerewet sekali." Sasuke menggaruk telinganya seakan tak tahan dengan suara hinata. "Sama seperti sakura yang menyukaiku, aku juga menyukai seseorang. Seorang gadis yang sangat manis. Namun alih-alih ia menyukaiku, ia justru memperhatikan si kuning bodoh."

"Hei, naruto bukan kuning bodoh!"

"Memangnya aku mengatakan gadis itu kamu? Aaa, kau ingin kusukai betulan ya?"

Mampus. Semburat merat keluar begiti saja dari pipi hinata. Hinata hanya bisa berharap lampu taman yang temaram tidak akan bisa membantu sasuke melihat wajah memerahnya.

"Cepat lanjutkan! Mengesalkan saja."

"Hmm, yah. Aku penasaran padanya. Apa yang dimiliki si kuning itu, tapi tidak kumiliki. Aku pun penasaran. Aku mengikuti gadis itu, aku mengamatinya, aku sampai mengetahui kesukaan dan ketidaksukaanya dan itu sebagian besar merubahku. Aku mulai berhenti merokok di hari ia meninggalkan kami lebih dulu. Sebelumnya dia tak pernah seperti itu.

Dibanding makan bersama orang yang di sukainya, dia lebih suka menghindari asap rokok. Bukankah perasaan gadis itu setengah-setengah?"

"Hei, aku tidak..." hinata menghentikan perkataannya. Ia ingin memprotes perkataan sasuke, tapi ia yakin sasuke akan membalasnya dengan lebih kejam dan hinata tidak mau terlihat kalah.

"Setelahnya aku terus mengamatinya dan menemukan banyak hal unik. Di balik ekspresinya yang dingin dan bicaranya yang sinis, ternyata ia lebih suka makanan manis. Ia juga ahli dalam masakan khas jepang. Saat di kamar ia suka mengenakan baju tidur kelinci dan ketika bangun rambutnya harus di blow selama satu jam agar bisa rapi. Menurutmu siapa gadis itu?" Sasuke menyeringai licik. Ia menatap hinata yang sudah melihatnya kesal dengan wajah memerah.

Pria ini pasti maniak. Dia stalker. Dasar pria kelainan jiwa. Bisa-bisanya aku terperangkap dengannya. Tuhan pasti sudah mengutukku.

"A... aku tidak tahu. Memangnya ada gadis seperti itu?" Hinata memalingkan muka dengan wajah yang masih merah awet. "Ce... cepat katakan, kenapa kau putuskan Sakura?!"

"Bagaimana, ya... dia sendiri yang menggagalkan rencanaku."

"Re... rencana?"

"Hn. Yah, sebenarnya ini salahku juga. Aku tidak menetapkan batasan yang jelas, dan ia jadi berpikir kalau aku juga menyukainya. Kau tahu, kakak pantimu itu selalu mengekoriku dan membuat itachi tertarik. Akhirnya itachi mengusulkan kami bertunangan. Ayah dan ibu sempat menolaknya. Tapi itachi bersikeras. Aku jadi bingung, sebenarnya yang ingin bertunangan itu aku atau si minyak busuk itu. Aku sempat berpikir mereka bersekongkol." Sasuke menghela napas. "Padahal setelah gadis itu lulus SMA, aku akan melamarnya, tapi sakura..."

"Tu... tunggu. Jadi alasan kau memutus pertunangan, karena kau ingin melamar gadis lain?"

"Hn."

"Lalu apa gunanya pesta pertunangan indah dan acara sok mengharu itu?" Hinata mencecar sasuke sementara pria itu perlahan berdiri. "Kenapa kau harus bertunangan jika akhirnya kau akan memutuskannya? Kenapa kau menyia-nyiakan perasaan sakura? Kenapa?"

Sasuke tersenyum.

"Karena sepertinya terlihat keren. Bukankah bagus jika bertunangan dan menikah dengan pasangan yang berbeda?"

PLAKK

"Kau... benar-benar jahat."

Akhirnya tamparan pipi kanan didapat juga oleh sasuke. Pria itu bisa melihat air yang menggenang di sudut mata hinata. Sasuke menyeringai.

"Lalu kau sendiri apa?" Hinata sedikit terkesiap. "Apa sebenarnya maumu? Kau menghapus perasaanmu agar naruto bisa bersama sakura. Tapi setelah aku memutuskan sakura, agar dia kembali pada naruto seperti keinginanmu, kau malah melabrakku. Apa maumu? Kau mau kami bagaimana?"

"Aa... aku..." hinata tampak tercekat. Air mukanya tampak seperti ingin menangis.

"Oke, aku bersalah membiarkan sakura mengadakan pertunangan itu. Tapi aku mencoba merubahnya lagi, hinata. Aku memutuskannya, demi keinginanmu. Kau bilang aku tak tahu perasaanmu? Kau salah. Aku tahu, hinata. Aku yang paling tahu. Karena aku juga merasakannya."

"..." hinata mulai terisak. Ia menatap sasuke dengan pandangan benci. "Sudah... hentikan... jangan bicara lagi."

"Mainan miniatur bisa kau lepas dan kau sambung sesuka hati. Sayangnya, perasaan manusia tidak seperti itu."

"..." air mata hinata tak bisa tertampung lebih banyak lagi. Mereka menggenang dengan sendirinya dan mengalir di pipi tembam hinata. Sasuke mencoba berdiri dan meraih hinata. Gadis itu merengek tak ingin dipeluk tapi sasuke telanjur membenamkan kepala gadis itu di dada bidangnya.

Hinata menangis.

.

.

.

TBC

a/n

maavkan jika semua karakter di fic ini jadi ooc banget TT

terkadang jika sudah mengetik, apa yang di otak langsung begitu saja tertuang dan kemudian hampir melupakan sifat asli karakternya.

Yah, namanya juga fiksi. Hahaha TT. Naruto juga fiksi. Hahaha TT

Beberapa hari yang lalu, di grup sasuhina fanfic yang saya temui, saya sempat memposting "kalau review 90, theory ch 4, akan update." Namun ternyata beberapa yang komen, tidak tahu fic ini. Saya langsung yakin, kalau fic ini memang tidak terkenal TT ini resiko karena update terlalu lama. Hahaa TT namun bisa saja karena memang mereka tidak tahu fic yang sudah terkubur ini.

Tidak masalah sih… toh fic ini jika disandingkan dengan fic dari author bagus, bukanlah apa-apa.. masih banyak kekurangan, dan saya tahu itu. Saya akan terus belajar untuk memperbaikinya.

Terima kasih masih menanti fic ini. Terima kasih banyak :D

Zusshi-chan / Clatter Seunghee / Seunghee Kaoh