Hello! Ada yang kangen sama saya? Saya harap gitu, karena yah udah berapa bulan ga update? Berapa ff yang eonni telantarkan akhir-akhir ini? Berapa readers yang menunggu. Maafkan eonni karena saat itu sedang sibuk, saat ada waktu senggang eonni ga dapet feel sama sekali jadi ga eonni paksain. Yang eonni lakukan saat ga mood adalah nonton series Game of Thrones (ada yang tahu?) film kolosal paling keren sejagat raya, gitu deh. Dan, kebetulan saat ff ini di sudah selesai dan akan posting minggu kemaren, laptop eonni malah rusak akhirnya semua data eonni ilang termasuk semua ff eonni. Dan eonni harus backup satu-satu semuanya dari ffn cepat2, eonni takut kena block dan sejenisnya. Ff ChanBaek eonni aja kena hapus. Eonni mengulang chapter ini yang seharusnya sudah selesai, dari awal lagi. Sekali lagi maafin eonni, it's not my priority, it just my hobby. Eonni berencana ttp nulis ff dan karya fiksi lainnya di wordpress, tetapi engga melupakan ffn. Eonni tetap nulis di sini. Eonni akan mulai pindah ke sana dengan cerita baru saat ff berchapter eonni tamat semua. Mungkin.

Oke langsung aja...


Chapter 6

"Chanyeol?"

"Hmmh?"

"Chanyeol, bangun sayang..."

"Nghh..."

Chanyeol menggeliat kecil saat merasakan sebuah tangan besar menyentuh permukaan wajahnya. Berulang kali Kris memanggilnya, mengelus pipinya, dan yang Chanyeol lakukan hanyalah mendengus setengah menggeram kecil lantaran kedua matanya yang masih mengantuk.

"Chanyeol, ayo bangun..."

"Ngh.. hyung, diamlah! Aku masih mengantuk." Serunya sambil mengusap-usap kedua matanya yang lengket.

"Ini masih pukul 7 p.m, Chanyeol."

"Lalu kenapa kau membangunkanku? Aku masih mengantuk!" Chanyeol menutupi lagi seluruh wajahnya dengan selimut milik Kris.

"Memangnya kau tidak lapar?"

"Biarkan saja. Aku hanya mau tidur!"

"Ayolah, bangun.. setelah makan malam kau boleh tidur sampai pagi."

Yang benar saja, Kris menyebalkan sekali.

"URGH!" Chanyeol langsung bangkit dalam sekali duduk dengan kedua mata setengah terpejam, ia mengacak-acak rambutnya sambil menguap kecil. Kris sendiri juga ikut duduk, kemudian memeluk perut kekasihnya itu dari sisi kiri. "Cepat, mana makanannya?"

"Uhm... aku,..."

Chanyeol langsung membuka lebar kedua matanya, "Jangan bilang kau belum—"

Kris mengangguk kecil, "Begitulah."

"Lalu kenapa kau membangunkanku?!" serunya kesal sambil menatap Kris garang.

"Aku hanya ingin membangunkanmu."

"Cepat buatkan aku makanan, belikan atau apapun terserah! Aku ingin cepat-cepat tidur."

"Baiklah, my lady..."

"Aku bukan perempuan, hyung."

"Lalu apa? My lord? Kau pikir aku ini budakmu atau bagaimana?"

"Cepat, hyung..." rengek Chanyeol sambil menusuk-nusuk lengan Kris menggunakan telunjuknya.

"Baiklah..." Kris langsung menurunkan kakinya dari ranjang dan berdiri sampai membuat Chanyeol terpaksa harus menolehkan kepalanya ke arah lain. Apa-apaan ini? Dasar pria jorok, lihat bagaimana kemaluannya itu yang menggelantung.

Kris langsung mengenakan celananya, dirinya hendak menggoda Chanyeol yang jelas saja 'malu'. Tapi ia lebih memilih untuk tidak melakukan itu, Kris lebih memilih jalan aman agar kekasihnya tidak merajuk.

.

.


Kris Hyung?


.

.

"AH! Ah.. ohh, hyung—ngh.."

"Bagaimana, kau suka, hm?"

"Ahh.. ahh iya aku—akh! Pelan hhh pelan, ohh..."

"Sedikit lagi, sayang..."

"Ahh.. hyung hhh.."

Chanyeol merasakan kejantanannya sendiri yang membesar, begitu juga dengan milik Kris yang sudah akan meledak di dalam lubangnya. Chanyeol tahu. Dirinya meremas-remas bantal, meredam seluruh teriakan yang tak sanggup lagi di keluarkan olehnya dengan tenggelam dalam bantal milik Kris. Kekasihnya sendiri sudah tidak peduli, yang pria itu lakukan hanyalah terus mengejar orgasme mereka dengan tempo sodokan yang semakin cepat sambil meremas pinggang Chanyeol. Terus terangkat seperti ini selama beberapa menit, Chanyeol tidak tahu... yang ia tahu hanyalah Kris dan dirinya yang sudah bercinta selama beberapa jam—tidak sebentar.

"AKH!" Kris dan Chanyeol berteriak bersamaan.

Cengkeraman jemari Chanyeol pada bantal mulai merenggang sedikit demi sedikit, nafasnya tersenggal dan berbalap-balap. Kris sendiri memeluk punggung kekasihnya dari belakang. Dirinya bangun sedikit, lalu menatap tubuh cantik Chanyeol dari situ.

"Hyungh—" Chanyeol tidak sanggup lagi.

Chanyeol hampir saja tengkurap kalau saja Kris tidak terus menahan pinggangnya untuk tetap menungging seperti ini. Pria yang lebih tua terdiam barang sebentar, lalu bergerak untuk mengecupi setiap inci punggung kekasihnya. Sesekali sambil mengocok kejantanan Chanyeol yang sudah tertidur. Lelaki itu hanya bisa melengkungkan punggungnya ke atas, antara menghindari sentuhan sensitif di penis juga punggungnya, juga mendesah pelan karena kenikmatan yang tidak pernah berhenti sejak semalam.

Namun, tanpa di sangka-sangka... yang Kris lakukan malah langsung memutar tubuh Chanyeol untuk berbaring—tanpa memandang keadaan mereka yang masih tersambung satu sama lain. "AKH!"

Chanyeol menjerit saat lubangnya tergesek dengan kasar, rasanya sakit sekali. Kris sendiri memejamkan kedua matanya karena merasakan sensasi itu. Chanyeol hanya bisa meringis, rasanya sangat perih. Yang lebih tua mulai melebarkan kedua selangkangan kekasihnya, kemudian masuk dan keluar perlahan-lahan.

Chanyeol meringis untuk kesekian kalinya. Ini memang tidak buruk, bahkan dirinya sangat menikmati bercinta dengan Kris. Tapi, keadaan lubangnya sangat tidak membantu.

"Ahh..nggh, hyungh.."

"Bagaimana jika istri tahu, kalau suaminya lebih suka bercinta diriku, hm?"

"Ahhh... aku..."

Chanyeol meremas keras pundak Kris sebagai pelampiasan saat penis milik kekasihnya itu menabrak prostatnya yang memang sudah tidak jauh. "Jawab aku, ngh sayang..."

"Angh..."

Chanyeol berusaha keras mencerna pertanyaan Kris tadi. Sungguh, bagaimana bisa dirinya menjawab pertanyaan Kris dengan bagian bawahnya yang tengah di masuki oleh kekasihnya? Konsentrasinya benar-benar terpecah menjadi dua.

"Chanyeol, jawab aku..."

Kris mempercepat hentakannya, membuat Chanyeol mengerang nikmat.

"Ngh,, masa bodoh!" serunya asal-asalan.

Setelah mengatakan jawabannya—yang tanpa di pikir itu, malah membuat Kris menghentikan gerakannya. Pria ini menatap Chanyeol, sangat dalam.

"K-kenapa berhenti, hyung?"

Kris kemudian tersenyum padanya, pria itu menunduk untuk mengecup kilat bibirnya.

"Akh! Ah.. hyung!"

Kris langsung menyodok dengan kencang prostatnya tanpa aba-aba.

"Kau nakal sekali, sayang."

Kris menciumi seluruh permukaan wajahnya, meraba seluruh tubuhnya dengan tangan yang ia punya. Seluruhnya. Chanyeol adalah miliknya. "Lebih cepat nghh hyung!"

Kris menuruti apa yang Chanyeol katakan sambil meraup bibir kekasihnya itu. "Hampir sampai,"

"Ahh.. nghh oh.."

"Berjanjilah, Chanyeol."

Chanyeol mencoba membuka sedikit kedua matanya dengan susah payah, "A-apa, hyung? Nghh.."

"Berjanjilah, kau akan selalu bersedia—ngh bercinta denganku, layaknya ini adalah malam terakhir kita."

"Aku—AHH!" setelah berteriak nyaring sebelum menjawab, Chanyeol melemah saat orgasmenya datang terlebih dahulu.

Kris terus memandang Chanyeol seperti itu, seolah benar-benar menuntut. Kris meneruskan hentakannya. "Kau apa?"

Chanyeol mulai membuka kedua matanya lagi, "Aku berjanji, akan selalu bersedia bercinta denganmu, layaknya ngh—" Chanyeol meremas pundak Kris karena prostatnya yang terus di hajar.

"Apa, sayang?"

"—layaknya, ini adalah malam terakhir kita."

"AKH!"

Kris langsung ambruk di atas Chanyeol, membuat tubuh Chanyeol menghangat—begitupula yang di rasakan oleh lubangnya yang penuh untuk kesekian kalinya. Kris menciumi pundak Chanyeol, kemudian pelipis kekasihnya. Dirinya menatap Chanyeol. "Aku mencintaimu."

Lelaki itu mengusap kening kekasihnya yang penuh dengan peluh. Chanyeol hanya tersenyum dengan mata yang terpejam lantaran lelah. "Aku mencintaimu. Tidurlah..."

Kris lalu menyisih dan tidur di samping Chanyeol. Membuka lebar keseluruhan dirinya. Chanyeol langsung menyamping untuk tidur, Kris mendekapnya. Membuat Chanyeol menenggelamkan keseluruhan wajahnya di dada milik Kris.

.

.

.

"Sayang, jangan jauh-jauh!" seru Baekhyun sedikit kencang dari kursi taman yang ia duduki. Namun, Sehun tidak mempedulikannya—malahan anak itu membawa Kyungsoo untuk pergi menjauh dan bermain kejar-kejaran bersamanya.

Baekhyun membuang nafasnya sebal, kemudian melipat kedua tangannya di dada seperti yang ia lakukan biasa-biasanya di saat seperti ini. "Dasar nakal."

"Sudah biarkan saja, mereka hanya ingin bersenang-senang." Luhan mengatakannya dengan perlahan sambil merangkul pundak Baekhyun. Hal itu membuat sang kekasih menoleh ke arah dirinya.

"Tapi kalau nanti mereka terjatuh bagaimana?"

Baekhyun menatap khawatir ke arah kedua putra mereka dari tempat ini. Hal itu membuat Luhan tersenyum lembut. Lelaki itu kemudian memegangi kedua pundak Baekhyun, dan mengajak sang perempuan untuk menghadap ke arah dirinya. Luhan menurunkan kedua telapak tangannya demi menggenggam sepasang telapak lain milik kekasihnya.

"Dengar, kau tahu... dirimu adalah ibu paling hebat yang pernah aku kenal, lihat—" Luhan mengajak Baekhyun untuk mengarahkan pengelihatan pada apa yang sedang dirinya pandangi. Baekhyun dapat melihat Sehun dan Kyungsoo yang sedang tertawa satu sama lain.

"—tanpa dirimu, mereka tidak akan tumbuh sampai sebesar ini sekarang."

Baekhyun lalu menoleh ke arah Luhan, dirinya kemudian tersenyum lembut."Terima kasih."

Luhan mengusap puncak kepalanya, "Kau tidak perlu khawatir, sayang. Ada apa dengan dirimu, hm?"

Perempuan itu menunduk sangat dalam, melihati dua pasang tangan mereka yang saling berpegangan. Hal ini membuat dirinya merasa semakin buruk karena Luhan yang mengkhawatirkannya. Dirinya menarik nafas banyak-banyak sebelum berucap.

"Aku tidak tahu, aku merasa aneh akhir-akhir ini. Apakah bayi ini membawa pengaruh pada emosiku?"

Luhan mengangkat sebelah tangannya, dirinya kemudian mengusap dengan lembut pipi kanan milik kekasihnya. "Mungkin saja. Kau akan baik-baik saja, sayang."

"Aku tahu."

Baekhyun melepas tautan tangan mereka. Perempuan itu lebih memilih bersandar pada pundak lebar milik Luhan, menatap dua putra mereka yang sibuk bermain lambat-laun membuat dirinya tersenyum. Dirinya tidak memikirkan hal lain selain ini. Sampai saat dirinya menyadari, semuanya. Di sini Luhan, dan di sana ada dua putra kandungnya—hasilnya bersama Luhan, begitu juga dengan anak yang hadir dalam kandungannya sekarang. Hal ini membuat Baekhyun memegangi perutnya tanpa sadar.

Ini juga anaknya bersama Luhan.

Baekhyun memejamkan kedua matanya saat merasakan sensasi angin sore yang menghembus, membuat rambutnya sedikit melayang kemudian jatuh kembali. Sedikit ada juga yang menutupi wajahnya sampai dirinya mengarahkan mereka pada belakang telinganya lagi. Luhan memeluk dirinya dari belakang—sangat hangat walaupun hanya sebatas sebelah lengan yang menutupi punggung miliknya.

Tapi ini semua...

Ini semua seperti apa yang dirinya impi-impikan.

Bersama dengan orang yang ia cintai, memiliki anak bersama orang yang di cintainya, membesarkan mereka bersama orang yang di cintainya juga, melihat mereka bersama orang yang di cintainya.

Lalu dimana tempat Chanyeol sekarang?

Dirinya tidak mencintai Chanyeol. Tidak pernah. Sekalipun mereka memang terikat pada pernikahan yang sah, hidup serumah, dan bersama-sama sampai 7 tahun untuk sekarang ini. Tapi, Chanyeol tidak pernah ada. Semuanya selalu tentang Luhan, dan bersama Luhan dalam hidupnya.

"Apakah ini adalah waktu yang tepat?" serunya pelan, terlalu pelan sampai Luhan di buat menunduk sedikit karena hal itu.

"Ap—"

"Apakah ini adalah waktu yang tepat, Luhan?" potongnya dengan mengulang pertanyaan yang sama.

Baekhyun sedikit mendongak untuk menatap Luhan, menatap ke arah kedua mata Luhan yang melihat dengan bingung ke arah dirinya. Baekhyun dapat melihat itu, sedikit kerutan di dahi yang mulai tercipta lantaran lelaki itu bingung akan apa yang ia bicarakan.

Luhan menautkan kedua alis miliknya, "Uhm, a-apa maksudnya—"

Baekhyun melepaskan diri dari pundak Luhan sebelum lelaki itu sempat melengkapi perkataannya. Baekhyun menghadap ke arah Luhan, membuat Luhan semakin bingung. Perempuan itu membuang nafas sedikit, "Kau tahu,..."

Dirinya mengangkat sebelah tangannya, membuat gerakan memutar-mutar pada telapak tangannya untuk menjelaskan sesuatu. Ini membuat Luhan semakin bingung. "Apa?"

"Aku, kau—kita, dan... Chanyeol?" Baekhyun berseru dengan sangat pelan di akhir, membuat Luhan harus benar-benar teliti dalam membaca gerakan mulutnya.

Luhan membuang wajahnya sebentar, benar. Chanyeol. Bagaimana dengan sahabatnya itu? Luhan mulai mengajak otaknya untuk berputar, berpikir. "Aku rasa." Jawabnya ragu-ragu.

Baekhyun sendiri mulai memikirkan Chanyeol, orang yang membuatnya uring-uringan selama 3 hari terakhir. "Tapi, bagaimana?" tanya Baekhyun dengan nada getar yang kentara, sangat jelas kalau dirinya sedikit takut akan hal ini.

Luhan menatap dalam ke arah kekasihnya, dirinya mulai menggerakkan tangan untuk menggenggam telapak Baekhyun lagi. "Kita bisa melakukan ini, kau tenang saja, sayang."

"Tapi, bagaimana?"

Baekhyun mulai memikirkan, dirinya seperti tidak sanggup membuat Chanyeol kecewa. Chanyeol pasti akan kecewa. Tentu saja, di sini... istrinya berselingkuh dengan sahabatnya, orang kepercayaannya—tepat di belakang Chanyeol. Bayangkan, apa yang akan Chanyeol lakukan jika mengetahui semua itu? Lelaki itu bekerja susah payah, banting tulang untuk memberi makan dirinya dan anak-anak yang bukan darah dagingnya.

Tapi, tetap saja, Baekhyun khawatir akan Chanyeol. Walaupun dirinya tidak mencintai Chanyeol, Baekhyun tetap sahabat Chanyeol sejak sma, dan itu yang membuat dirinya terbiasa khawatir akan lelaki itu. Bagaimanapun, Chanyeol tetap suami yang terikat janji sah dengan dirinya. Kalaupun Chanyeol ingin membunuhnya, juga Luhan, dan anak-anak mereka,.. mungkin hal ini sedikit sepadan. Mereka pantas di sebut orang jahat karena menyakiti pria sebaik Chanyeol.

Baekhyun terlalu bingung, Baekhyun takut.

"Aku—"

"Chanyeol belum kembali ke rumah selama 3 hari ini, Luhan! Aku sudah menelpon ponselnya, berkali-kali dan selalu tidak tersambung. Kalaupun tersambung, tetap saja dia tidak mengangkatnya. Aku bingung, aku khawatir. Bagaimana kalau ternyata dirinya sudah tahu tentang in—"

Mendengar rentetan kata yang keluar dari mulut Baekhyun semakin tak beraturan membuat Luhan terpaksa langsung mendekap kekasihnya itu untuk tenggelam di dadanya. Setidaknya, dirinya mencoba membuat perasaan Baekhyun yang kalut untuk tenang sedikit. Emosi Baekhyun sedang tidak stabil sekarang ini. Bayinya, dan Chanyeol membuat buruk semuanya.

"Ssttt...tenanglah, Baekhyun-ah." Luhan mengusap sedikit puncak kepala Baekhyun, sesekali mengecup pelipis kekasihnya itu.

"Aku takut, Luhan. Aku takut kalau ternyata dirinya sudah mengetahui ini sebelum kita sempat memberi tahu padanya."

"Hey, kita bodoh kalau tidak takut akan apapun."

Baekhyun mencengkeram belakang pakaian Luhan setelah mendengar apa yang lelaki itu katakan. Luhan dapat merasakan nafas kekasihnya yang mulai memanas. Luhan tahu, setelah hal ini Baekhyun pasti akan menangis, tetapi dirinya tidak akan membiarkan Baekhyun menangis. Tidak akan.

"Ssttt... kau tidak usah khawatir, sayang. Aku akan selalu di sini untukmu. Kita akan menghadapinya bersama. Kau mengerti?"

Baekhyun menggeleng perlahan, "Tapi, kalau Chanyeol sudah tahu apa yang harus kita—"

Luhan langsung melepaskan dekapannya. Dirinya mulai memegangi kedua pundak Baekhyun, "Kau tahu, aku sangat mengenal Chanyeol. Dan, aku tahu, Chanyeol adalah pria paling baik yang pernah aku kenal. Dirinya memang akan murka, tapi... Chanyeol... kau tahu pria ini,"

"..." Baekhyun memandang penuh tanya ke arah Luhan.

Luhan menarik nafas banyak-banyak, "He's a good man."

Baekhyun menunduk sebentar lalu kembali menghadap ke arah Luhan, "You're right. He's a good man."

.

.

.

"Hyung... berikan padaku!"

"Tidak sayang, aku sudah menunggu ini sejak kemarin."

"Hyung!" Chanyeol dengan kesal mencoba menyerang Kris, untuk meraih sesuatu yang sedang pria itu sembunyikan di balik punggungnya dengan susah payah.

"Tidak, sayang. Ya! Chanyeol!"

Dengan kesal Chanyeol mulai memukuli Kris dengan tangannya, "Berikan, berikan, berikan,"

"Ya! Ya! Ya! Sakit!" Kris masih berusaha menghindar dari pukulan kekasihnya, yah setidaknya agar tidak mengenai wajahnya saja. Sungguh, pukulan Chanyeol sudah terasa sangat sakit bahkan untuk pundak dan lengannya.

"Kemarikan!"

"Tidak mau!"

Kris mengangkat-angkat tangannya setinggi mungkin, membuat Chanyeol terpaksa menumpukkan lututnya pada sofa untuk meraih benda itu. Yang benar saja, ini hanyalah seonggok remot televisi.

"Hyung, aku mau menonton acara yang tadi!" Chanyeol merengek dengan kencang sembari menunjuk-nunjuk ke arah televisi milik Kris.

"Tidak, sayang. Aku sudah menunggu acara ini sejak kemarin."

"Hyung! Aku mau nonton acara yang tadi. Pindah channelnya!"

Kris mengeratkan genggamannya pada remot yang sedang ingin di rebut oleh Chanyeol.

"Tidak mau."

"NGRH!" Chanyeol menggeram, dirinya langsung menindih tubuh Kris sampai remot yang di pegang Kris lepas dan jatuh ke karpet di bawah sofa ruang tengah. Chanyeol langsung mengambil remot itu, dan memindah channelnya seperti semula.

"Hey, kembalikan!"

"Tidak mau!" Chanyeol membuang wajahnya, dirinya menggeser bokongnya sejauh mungkin dari Kris hingga pada ujung sofa dan menyelipkan remotnya di antara pinggiran sofa dan tubuhnya.

"Sayang, kembalikan..." Kris mulai merayu dengan menggeser duduknya untuk mendekati Chanyeol.

"Tidak mau." Chanyeol berusaha fokus pada acara televisi. Walaupun sebenarnya, tidak terlalu bisa juga lantaran Kris yang sudah mengarahkan kepalanya tepat di samping wajah Chanyeol.

"Ayo, sayang..."

"Tidak mau, hyung, diamlah!"

"Ayo pindah acaranya, atau akan aku perkosa kau nanti."

Chanyeol menoleh ke arah Kris, dengan memutarkan kedua bola mata terlebih dahulu kemudian mencebikkan bibirnya karena kesal sekaligus mengejek Kris. "Tanpa di suruh pun, kau tetap akan memperkosaku, hyung."

Kris mulai menaikkan sudut bibirnya, kemudian merangkul pinggang Chanyeol yang sedikit lebih kecil dari miliknya. Kris mulai mendekatkan hidungnya, sedikit demi sedikit pada telinga Chanyeol sampai membuat anak itu sedikit bergerak karena sensasi aneh dari nafas Kris. Persetan dengan remot televisi!

"Oh,,.. begitu? Jadi kau merasa menjadi korban perkosaan dari Wu Yifan? Lalu, siapa yang kemarin bilang kalau dia juga mencintaiku saat di atas ranjang ya?"

Chanyeol membulatkan matanya setengah mendelik, langsung menoleh secara kilat untuk menatap Kris di sampingnya—yang memasang tampang menyebalkan (mesum).

"Dasar mesum!"

Chanyeol memukul kepala Kris agak keras, "AKH! Sakit!"

"Dasar gila!"

Kris mulai tertawa, "Tetap saja, kau akan bilang aku juga mencintaimu hyung."

Oke, Kris benar-benar keterlaluan.

Chanyeol langsung berdiri, dirinya berbalik sebentar untuk menatap Kris yang duduk di sofa. Dirinya mulai mengangkat sebelah tangan dengan remot di sana. "Ini! Makan saja remotnya, aku tidak peduli!"

Setelah melempar remotnya ke sofa, Chanyeol langsung berbalik dan hendak menuju—entahlah, mana saja asalkan bukan ruang tamu. Namun, hal itu menjadi urung saat tiba-tiba sepasang lengan besar yang melingkar di perut dan lehernya membuat langkahnya terhenti.

"Marah?"

Chanyeol hanya diam.

"Aku hanya bercanda, sayang."

Chanyeol masih diam.

Oke, ini tidak sungguh-sungguh. Chanyeol hanya ingin mengerjai Kris juga. Balas dendam.

Kris menyandarkan dagunya di atas pundak Chanyeol, kemudian mencium sedikit belakan telinga kekasihnya. Dirinya mulai menghela nafas sebentar. "Baiklah, kau boleh menonton acara kesukaanmu itu. Aku tidak akan menukar kekasihku dengan acara televisi, asal kau tahu."

Chanyeol langsung tersenyum girang, dirinya kemudian melepaskan tangan Kris yang berada di lehernya dengan sepihak. Ia melingkarkan kedua tangannya di leher Kris, membiarkan tangan Kris yang satu lagi tetap berada di pinggangnya. "Terima kasih, hyung. Aku mencintaimu." Dirinya mengecup bibir Kris sekilas.

Kris terkikik geli melihat tingkah Chanyeol yang seperti ini. Tidak berubah meskipun sudah 12 tahun, dan itu membuat Chanyeol tetap manis. Tetap Chanyeol yang manis di matanya, sampai kapanpun. Kris mengecup kening kekasihnya, lalu mendekap Chanyeol agar tenggelam pada dadanya dengan sayang. Ia bisa mendengar suara Chanyeol yang tertawa kecil.

"Kau bisa manja begini denganku, hm? Apa kau juga seperti ini dengan istri dan anakmu di rumah?"

Seketika Chanyeol langsung mendongak saat mendengar hal itu. Kris di buat bingung saat Chanyeol mulai menatap aneh ke arahnya, dan lelaki itu mulai melepas pelukan mereka. Chanyeol membalikkan tubuhnya, melipat kedua tangannya di dada.

Kris mengumpat kecil karena baru menyadari hal itu.

"Hey, Chanyeol.."

Kris menghampiri Chanyeol, berdiri tepat di depan lelaki itu. Chanyeol sendiri mengarahkan kepalanya untuk menengok ke arah lain, membuang pandangannya kemanapun asalkan bukan pada pria di depannya ini.

"Sayang, aku..."

"Kau berniat menyinggungku?" Chanyeol mulai menatapnya kesal, benar-benar kesal dengan pertanyaan ketus yang ia lontarkan.

"A-aku tidak bermaksud—"

"Tapi kau mengatakannya, hyung!" Chanyeol membuang pandangannya lagi. Ke kanan, kiri, memutar, dan tak beraturan. Kris mengepalkan sebelah tangannya kesal untuk mengutuh kebodohannya.

"Aku minta maaf, sayang..."

"Aku tahu, aku ini penyuka sesama jenis yang menyamar sebagai pria normal dengan menikahi seorang wanita dan mempunyai putra. Aku harus berpura-pura selama 7 tahun untuk berakting sebagai suami sekaligus ayah dalam kehidupan nyataku sendiri. Aku lelah berpura-pura, hyung! 7 tahun, 7 tahun aku—"

"Aku malah 12 tahun, Chanyeol!"

Chanyeol mulai mengatupkan bibirnya, melihat betapa kencangnya Kris mengatakan itu. Seolah Kris benar-benar tertekan. Kris tidak bermaksud seperti ini, hanya saja, Chanyeol perlu di buat diam agar dirinya bisa menjelaskan semua ketidaksengajaan yang ia lakukan. Ayolah, mereka baru berbaikan 4 hari ini, dan Kris tidak mau mengulangi kejadian seperti 12 tahun terakhir.

"12 tahun, aku mencarimu seperti orang gila. Aku di hantui mimpi buruk tentang dirimu, dosaku karena mengkhianatimu pagi itu. Aku gila Chanyeol, aku gila karenamu. Aku mencintaimu!"

"..." Chanyeol masih diam, sesekali dirinya menggigit bibir, dan meremas ujung pakaian yang dirinya kenakan.

"Aku tahu, kau sekarang seorang suami yang merangkap peran sebagai ayah atas anak-anakmu. Kita berpisah dengan cara yang buruk saat itu, aku sangat menyesal karena pernah melakukan hal itu padamu dan aku berusaha mencarimu untuk minta maaf."

"..."

"Awalnya aku kira ini adalah rasa bersalah yang terlalu berlebihan, untuk apa? Aku seorang bajingan yang bisa tidur dengan siapa saja. Aku memang sedikit mempermainkanmu saat itu, kau tahu betapa brengseknya aku. 12 tahun , Chanyeol. Tapi aku tetap mencarimu. Saat aku lelah, aku ingin menghentikan semua tetapi aku tidak bisa. Aku baru sadar, kalau aku benar-benar mencintaimu saat setelah memimpikanmu setiap malamnya, aku akan terbangun dan selalu menangis, meratapi kesalahanku semalaman. Aku benar-benar gila, dan itu tidak merubah apapun. Aku tetap mencintaimu."

"..."

"Aku tidak bermaksud menyinggungmu, Chanyeol. Aku—hmmph!" belum sempat Kris meneruskan kalimatnya, Chanyeol langsung memeluk lehernya dan menjijit demi mencium bibir Kris. Hanya menempel, tidak lebih. Tapi ini cukup membuat Kris terkejut.

Chanyeol melepaskan bibirnya dari atas bibir Kris, lelaki itu langsung memeluk Kris dengan. Kris sedikit takjub dengan Chanyeol yang seperti ini. Tidak biasanya Chanyeol menciumnya terlebih dahulu, karena yah Kris memang pria yang terlalu agresif apalagi itu dengan Chanyeol.

"Maafkan aku, hyung. Aku tidak bermaksud membuatmu mengingat hal itu. Aku hanya ingin kau tahu kalau aku bisa menjadi diriku sendiri saat di sini, bersamamu. Bukan dengan istriku, anakku, atau keluarga besarku. Aku hanya orang lain di sana."

Kris mengeratkan pelukannya, dirinya mencium puncak kepala Chanyeol dengan sayang. "Aku tahu, harusnya aku yang minta maaf."

Chanyeol menunduk, mulai menampakkan senyum kecil. Dirinya menikmati momen-momen seperti ini, saat dirinya berdua saja dengan Kris. Mereka saling diam, merasa sedikit canggung walaupun tadi hampir bertengkar. Tapi tetap saja, rasanya aneh. Bingung harus memulai percakapan dari mana dan seperti apa.

"Hyung..." Chanyeol berseru perlahan, dirinya mulai teringat sesuatu.

"Ya?"

"Apakah ini adalah waktu yang tepat?"

Kris sedikit mengerutkan keningnya, pria itu langsug menunduk untuk menatap ke arah Chanyeol yang tengah menengadah. Kris hanya diam, mencoba membiarkan Chanyeol untuk langsung menjelaskannya. Tapi, sepertinya Chanyeol tetap menunggu respon dari dirinya walaupun itu hanya sebuah pertanyaan seperti...

"Maksudnya?"

"Kau tahu, mengatakan semuanya pada istriku. Tentang kita."

Kris menghembuskan nafasnya. Sungguh, dirinya bingung harus menanggapi ini dari mana. Jujur, Kris benci dengan hal-hal yang serius. Maksudnya sesuatu seperti, permasalahan yang rumit. Bukan hubungan. Kalau tentang hubungannya dengan Chanyeol, Kris benar-benar serius dan tidak akan melepaskan lelaki ini karena Chanyeol satu-satu yang berharga dalam hidupnya. Dan, Kris tidak main-main akan hal itu.

Ini semua di mulai saat perpisahan mereka 12 tahun yang lalu. Kris benci mengingat itu. Bagaimana dirinya yang seperti bujangan tua, yah walaupun memang dirinya tidak tertarik akan perempuan. Tapi, tetap saja, saat dirinya mulai lelah karena tidak menemukan Chanyeol di seluruh penjuru pencariannya, Kris ingin memulai hidup baru seperti awalnya. Bebas, meniduri siapapun dan seperti itulah. Tetapi dirinya tidak bisa. Chanyeol merubah keseluruhan hidupnya. Dan, Kris bersyukur kalau ternyata dirinya di pertemukan lagi dengan Chanyeol—walaupun awalnya cukup di benci oleh lelaki itu dan rasanya buruk sekali, tetapi pada akhirnya... seperti ini. Kris tidak mau melepaskan ini.

"Hyung?" Chanyeol mulai memanggil dirinya saat Kris sudah terlalu jauh berpikir dan merenung. Hal itu membuat Kris tersadar, pria itu langsung menunduk untuk menatap kedua iris Chanyeol. Tatapan yang selalu menghangatkan dirinya.

"Kau tahu, itu adalah hakmu. Kau bisa mengatakan pada istrimu kapanpun kalau dirimu siap, dan aku akan berdiri di sampingmu. Selalu."

Chanyeol tersenyum, "Terima kasih,"

"Aku mencintaimu, sayang." Kris mengecup kening Chanyeol lama.

"Aku juga."

.

.

.

"Haruskah kita ke sana?"

Chanyeol menatap penuh tanya kepada pria yang lebih tua—membuat Kris harus menoleh demi menjawab pertanyaannya itu. Pria itu kemudian merangkul pundak Chanyeol, untuk terus mengajaknya berjalan beriringan bersama Kris. "Ini akan jadi awalan yang bagus, kau tidak harus buru-buru untuk suatu masalah yang serius."

Chanyeol hanya menganggukan saja kepalanya, seolah-olah mengerti walaupun sebenarnya tidak. Dan sekarang tibalah mereka, tujuan terakhir hari ini. Sebuah bangunan minimalis hangat, kafe milik Luhan. Chanyeol melipat kedua tangannya di dada rapat-rapat, mencoba menghangatkan diri dan menutupi kegugupannya sendiri. Kenapa dari seluruh tempat di Seoul, Kris harus memilih kafe Luhan sebagai destinasi 'jalan-jalan' mereka?

Kris mulai mengusapi pundak Chanyeol, dirinya tahu kalau kekasihnya sedikit takut. Mengingat kemarin, saat Chanyeol mengatakan untuk segera mengakui segalanya kepada Baekhyun, Kris harus siap kapanpun dan dimanapun untuk Chanyeol. Dirinya hanya sedang berusaha.

Tepat di depan pintu ini, Kris membisikkan kata-kata, "Santai saja, okay?"

Chanyeol mendongak sedikit, dan mengangguk.

Apa maksudnya, awalan yang bagus dan santai saja, itu?

Namun, sebelum sempat bertanya Kris sudah menariknya terlebih dahulu ke dalam kafe. Lonceng tanda pengunjung datang berbunyi, membuat Chanyeol tidak bisa lagi berbalik dan keluar demi lari dari kegugupannya. Ini Luhan, Ya Tuhan... aku sedang bersama dengan Kris hyung. Hal itu terus berputar-putar di kepalanya. Luhan pasti tidak akan membiarkan siapapun yang masuk ke sini untuk keluar dengan secepat itu. Sudah terlanjur.

"Chanyeol-ah!"

Luhan datang dengan langkah terburu-buru ke arah dirinya, hampir saja tersandung sebelum tiba tetapi lelaki itu bisa mengatasinya. Chanyeol mulai menelan ludahnya, dirinya sangat ingin menggenggam tangan Kris andai saja jika tidak ada Luhan di sana.

"Kemana saja kau? Baekhyun terus mengomeliku untuk mencarimu kemana-mana!" Luhan langsung mengutarakan kekesalannya pada Chanyeol. Dirinya hanya menatap Chanyeol, bukan pria lain di sebelah sahabatnya itu.

Chanyeol sendiri menatap Kris sebentar, dan Kris hanya mengangkat kedua bahunya untuk menanggapi Luhan yang seperti ini. Chanyeol tidak terlalu tahu apa yang tengah Luhan lontarkan pada dirinya, yang jelas, lelaki ini tidak berhenti mengomel. Chanyeol hanya melihat gerak-gerik bibirnya tanpa mendengar dengan jelas, karena seluruh otaknya terisi dengan rasa takut.

Yang dirinya dengar hanyalah, "—kau harus pulang setelah ini Chanyeol, dan—" Luhan berhenti, menggantungkan ucapannya saat bola matanya baru mengarah kepada seseorang di samping Chanyeol. Luhan memperlihatkan kerutan yang mulai tercipta di dahinya, sangat kentara.

"Yifan?"

Kris tertawa, mulai melaksanakan awalan yang bagus seperti yang dirinya bilang tadi. "Bagus kalau kau menyadari kehadiranku di sini, Luhan."

Secara tidak langsung, ini basa-basi yang klasik.

Luhan mulai menautkan kedua alisnya, tanda kalau dirinya semakin bingung dengan keadaan di depannya. Chanyeol, dan Yifan?

Luhan terus seperti itu, menatap Chanyeol dan Kris secara bergantian—membuat Chanyeol harus meremas telapak kanannya yang mulai basah saat sedikit keringat dingin muncul. Oh, dirinya mengutuk semua ini, kenapa Luhan harus di ciptakan sebagai pemilik kafe dengan bakat detektif? Karena lelaki itu adalah orang yang benar-benar teliti dan sentimentil. Padahal, Chanyeol sangat ingat kalau Luhan terang-terangan berkata kalau dirinya membenci kepolisian, forensik, dan sejenisnya. Bakat alami?

Oh, apa yang aku pikirkan?

Luhan mulai menggelengkan kepalanya, dan memasang senyum seperti biasa. "Sebaiknya kalian duduk dulu, tidak enak jika menghalangi jalan seperti ini."

Luhan mengalih tugaskan posisinya pada sang kasir kepercayaannya, dirinya mengantar Chanyeol juga Yifan menuju meja yang tersedia paling ujung—dekat dengan jendela yang mengarah ke luar. Dirinya duduk sendirian, membiarkan Chanyeol dan Kris untuk duduk beriringan dalam satu bangku panjang yang lain.

Luhan berdehem, "Aku ingin bertanya dulu sebelum kalian memesan."

Luhan sudah seperti saudara untuk Chanyeol, bahkan dirinya juga teman masa kecil Kris. Dan, dirinya seperti merasa tidak siap jika orang yang di kenalnya—seperti Luhan saja, melihat dirinya beriringan bersama Kris. Ini terasa aneh.

Ini adalah bagian yang paling menegangkan.

"Chanyeol—"

Luhan memulai pertanyaannya, dan Chanyeol harus menjawab yang pertama itu. Dirinya mencoba memperhatikan dengan benar, "—darimana saja kau? Baekhyun benar-benar mengkhawatirkanmu."

Chanyeol sedikit menggerakkan kepalanya seperti mengangguk kecil, "Aku ada pekerjaan di Seoul. Kau tahu, di sini jauh lebih berat dari luar kota, aku benar-benar tidak sempat pulang." Chanyeol mencoba menjelaskan apa adanya, walaupun sebenarnya itu tidak benar!

Tentu saja, dirinya bahkan absen dari kantor sejak 6 hari yang lalu dengan mengatakan kalau dirinya sakit. Yang benar saja!

Luhan kali ini balik menatap ke arah sahabat kecilnya, Yifan—dengan tatapan menyelidik yang seperti itulah. "Dan, bagaimana kalian bisa bersamaan kemari?"

Chanyeol meremas sedikit ujung pakaiannya, dirinya hendak menjawab namun Kris sudah terlanjur berucap. "Aku pernah cerita padamu kan kalau aku seorang penulis? Saat kau membawaku ke rumah sakit untuk menemani Chanyeol, kami benar-benar banyak berbagi tentang buku dan sastra. Kebetulan, naskahku di pegang oleh redaksi milik Chanyeol, jadi kami partner sekarang."

Hanya partner.

Chanyeol langsung menganggukkan kepalanya tanpa di suruh, mencoba meyakinkan Luhan dengan pernyataan yang di jelaskan oleh Kris. Luhan sempat mengerutkan kening, tapi dirinya kemudian tertawa. "Oh, iya aku baru ingat! Bodoh sekali! Baiklah, kalian mau pesan apa?"

Luhan mulai berdiri dari kursinya, memang apa yang di harapkan? Luhan tidak pernah tahu sistem kerja di perusahaan seperti itu. "Cappuchino. " Kris dan Chanyeol menjawab secara bersamaan, hal ini membuat mereka kemudian satu sama lain.

Luhan tersenyum, "Kalian punya selera yang sama, dude. Tunggu sebentar."

Luhan kemudian melangkah menuju tempatnya untuk membuatkan pesanan dua temannya. Chanyeol hendak saja menghela nafas lega, hampir... "Oh, tunggu!" Luhan memundurkan langkahnya saat teringat suatu hal, dirinya memang belum jauh dari meja Chanyeol.

Chanyeol menoleh sedikit, dan apakah dirinya harus khawatir lagi akan pertanyaan Luhan kali ini?

"Kenapa kau tidak mengangkat telpon Baekhyun? Baekhyun bahkan bilang kalau ponselmu tidak aktif saat di hubungi."

Chanyeol berusaha dengan cepat memutar otaknya, namun akhirnya dirinya menemukan jawaban. Chanyeol langsung merogoh saku celananya, kemudian mengangkat ponselnya untuk menunjukkan layarnya pada Luhan. Mati.

"Kau lihat? Ponselku mati. Aku lupa membawa cas karena terlalu terburu-buru. Aku dan Kri—"

Luhan menatap bingung, "Kau, dan apa?"

Chanyeol berdehem, "Maksudku, aku dan Yifan memang rekan kerja, tetapi kami tidak tinggal di tempat yang sama. Aku di sediakan hotel dari kantor, dan Yifan punya apartemennya sendiri di Seoul. Tidak ada satupun yang bisa aku pinjami cas."

"Dasar bodoh!"

"Ya! Bukan salahku kalau aku lupa!"

Luhan mulai tertawa, membuat Chanyeol mendengus, "Bilang pada Baekhyun, aku baru akan pulang beberapa hari lagi."

Luhan kemudian mengangguk, "Baiklah, aku ke sana dulu."

Chanyeol akhirnya bisa menghela nafas lega saat melirik ke belakang dan melihat Luhan yang sudah menghilang dari balik pintu dapurnya. Dirinya kemudian menoleh ke samping dan mendapati Kris yang tengah menatapnya aneh. Chanyeol mengerutkan keningnya, "Apa?"

Kris tertawa, "Aku tidak tahu kalau Luhan seteliti itu."

Melihat tatapan takjub dan tidak percaya dari Kris membuat Chanyeol mendengus, "Dia memang menyebalkan."

Kris sekarang merangkul pinggang Chanyeol, mereka di paling ujung—tidak ada yang akan melihat mereka sekalipun Kris mencium Chanyeol di sini. "Kau mulai bisa membual, huh?" bisik Kris seduktif sambil menghembuskan nafasnya di telinga Chanyeol.

Chanyeol langsung menoleh, menatap sebal ke arah Kris, "Kau pikir siapa yang mengajariku membuat kalau bukan dirimu, hyung? Dasar penjilat!"

"Tetap saja kau sangat menyukai penjilat sepertiku—AKH! Sakit!"

"Rasakan, dasar menyebalkan!"

Kris masih mengusapi perutnya yang sakit karena cubitan Chanyeol, sedangkan lelaki yang lebih muda sibuk mengamati sekeliling kafe Luhan. Kris tersenyum, "Santai saja, okay?"

Chanyeol menoleh, kembali menatap ke arah Kris yang memeluknya dari kanan. Tunggu...

"Oh, jadi ini maksudnya awalan yang bagus dan santai saja itu?"

Kris mengangguk, "Kau tahu, kalau kita mau menyelesaikan masalah ini, tidak harus terburu-buru. Kau bisa memulainya sedikit demi sedikit sampai kau benar-benar siap."

Chanyeol tersenyum kecil saat mendengarnya, "Terima kasih, hyung."

Kris mengecup cepat pipi Chanyeol, "Anytime, aku mencintaimu."

.

.

.

Luhan tidak sedang membaca koran yang di pegangnya, dirinya terus memikirkan kejadian 3 hari yang lalu saat Chanyeol datang bersama Yifan ke kafenya. Rekan kerja, ya Luhan percaya saja. Dirinya percaya, tetapi... entahlah. Dirinya merasa ada yang aneh, hal itu membuatnya terus bertanya, pertanyaan aneh itu juga terus melayang di otaknya tanpa henti. Ini benar-benar mengganggu.

"Luhan, lihat!"

Itu Baekhyun, berteriak sedikit kencang dari ruang keluarga sambil melambai-lambai setelah menyerukan nama Luhan. Hal ini terpaksa membuat Luhan menoleh, bangkit dari lamunannya, dan meletakkan koran yang memang tidak di bacanya sejak tadi untuk kembali di atas meja. Luhan mulai berjalan, memindahkan posisi dirinya dari ruang tamu menuju ruang keluarga rumah ini.

Kekasihnya tengah berdiri di depan cermin besar, sesekali memiring-miringkan posisi berdirinya sambil tertawa kecil. Tidak ada alasan lain untuk tersenyum, selain hal ini untuk Luhan. Baekhyun sedang bersemangat dan terlihat sangat senang. Sejak dirinya menceritakan kejadian di kafe, Baekhyun menjadi lebih baik. Luhan hanya memberitahu apa yang Chanyeol suruh, tidak lebih.

Luhan mulai merangkul Baekhyun dari belakang, menatap pantulan mereka berdua pada cermin. Baekhyun terlihat sangat bahagia, bukan bermaksud untuk membanggakan dirinya tetapi Luhan memang tahu kalau Baekhyun tidak pernah senang bersama Chanyeol selama 7 tahun terakhir. Wajar jika Baekhyun mengkhawatirkan Chanyeol, mereka pasangan suami istri yang sah dan sudah tinggal bersama selama 7 tahun. Baekhyun juga sudah mengenal Chanyeol lebih lama ketimbang Luhan, tetapi hal itu tidak membuat Baekhyun mencintai Chanyeol. Chanyeol hanyalah sahabatnya.

Baekhyun adalah wanita yang sabar, tetapi bukan berarti dirinya adalah orang yang benar-benar kuat. Baekhyun tertekan dengan kehamilannya, tetapi dirinya senang karena ini anaknya bersama Luhan. Baekhyun adalah orang yang mudah depresi, jika ini adalah anak Chanyeol mungkin dirinya sudah benar-benar akan meracuni diri sendiri, atau yang lebih buruk adalah mengiris pergelangan tangannya dengan pisau dapur.

"Lihat, perutku mulai membuncit."

Luhan tertawa menanggapi hal itu, "Iya, tapi masih sangat kecil. Kandunganmu belum sampai 1 bulan, sayang."

"Aku tahu." Baekhyun kemudian melepaskan pelukan Luhan, dirinya membalik tubuh dan melingkarkan kedua tangan kecil miliknya setelahnya.

"Aku akan punya anak ketiga."

"—dan, aku sangat senang." Lanjut Baekhyun sambil tertawa.

"Aku tahu, aku mencintaimu."

Baekhyun tersenyum, "Aku juga, sangat mencintaimu."

Luhan tertawa, "Aku lebih-lebih mencintaimu."

Setelahnya, lelaki itu mencium bibir Baekhyun. Tidak peduli jika nanti dua putranya yang lain terbangun dari tidur mereka di lantai atas. Sehun dan Kyungsoo adalah anak yang tenang, suka mengadu pada Baekhyun tetapi tidak banyak bertanya. Mereka juga tidak akan bertanya seperti, Kenapa ibu mencium daddy?

Awalnya hanya gerakan lembut, namun lama-kelamaan Luhan mulai memasukkan lidahnya, menjelajahi seluruh mulut Baekhyun, mengusap-usap pinggang kekasihnya dan membuatnya merapat, dan—

"Baekhyun?"

Mendengar suara seseorang yang sangat mereka kenali membuat Baekhyun terpaksa langsung mendorong Luhan sampai ciuman dan pelukan mereka terlepas. Di sana, suami Baekhyun, berdiri menatap tidak percaya ke arah mereka berdua—bagaimana tidak? Istrimu berselingkuh dengan sahabatmu sendiri, orang yang paling kau percayai.

Chanyeol hanya diam, menatap dua orang itu secara bergantian.

Baekhyun mulai menggigit bibirnya takut, kedua matanya sudah mulai memerah. Hal ini sudah di kira-kira akan segera datang, tetapi Baekhyun tidak menyangka kalau akan datang secepat ini.

"Chanyeol,..."

Baekhyun langsung berjalan, berusaha menghampiri Chanyeol dengan kedua mata yang berkaca-kaca. Chanyeol yang menatap mereka seperti itu membuat dirinya takut. "Chanyeol, aku—"

"Cukup." Suaranya terdengar dingin, Chanyeol mengangkat sebelah tangannya hingga membuat langkah Baekhyun terhenti.

"Chanyeol..."

"Aku ingin bicara dengan kalian berdua, sekarang."

.

.

.

"Sejak kapan?"

Chanyeol bertanya sambil menatap mereka berdua di seberang meja yang di sediakan di ruang tamu rumahnya. Luhan dan Baekhyun hanya diam, seolah enggan untuk menjawab. Chanyeol tidak mengulang pertanyaannya walaupun begitu, dirinya tetap menunggu sampai salah satu dari mereka akan menjelaskan.

Baekhyun mulai meremas ujung roknya, kedua matanya kembali memanas. Dirinya takut, ia juga tidak mungkin memegangi tangan Luhan seperti peselingkuh tidak tahu malu untuk saat ini—suaminya sedang ada di depan mereka! Luhan juga tidak bisa berlaku banyak.

Baekhyun menarik nafasnya, hendak menjawab namun Luhan sudah terlebih dahulu membuka mulutnya. "Sejak awal pernikahan kalian."

Apa dirinya salah dengar?

"Apa?"

"Sejak awal pernikahan kalian, setelah aku kembali dari Cina. Dan saat kau selalu menitipkan Baekhyun padaku, aku tidak sanggup lagi menahan semuanya." Luhan memberanikan diri untuk menatap Chanyeol, melihat kedua iris sahabatnya yang menatap tidak percaya dengan apa yang ia lontarkan.

Chanyeol mulai membuang nafasnya, mengalihkan pandangannya ke segala arah sambil mengusap wajahnya kasar. Baekhyun tahu, Chanyeol pasti sangat kecewa.

"Kenapa?" tanyanya lagi dengan nada yang dingin.

"Karena aku dan Baekhyun adalah sepasang kekasih sebelum itu, sebelum kau melamar dirinya. Tapi, saat kau ingin menikahinya, aku terpaksa melepaskan Baekhyun."

Apa-apaan ini? Apakah rusaknya kisah asmaranya di masa lalu membuat dirinya juga merusak asmara orang lain?

"Kenapa kau tidak pernah cerita?!" Chanyeol bertanya dengan kesal, nada bicaranya naik beberapa tingkat.

"A-aku tidak bisa! Saat itu yang aku pikirkan hanyalah, kau adalah sahabat terbaikku dan aku takkan pernah lagi menemukan orang seperti dirimu. Aku tidak ingin kita ribut hanya karena seorang wanita, jadi aku tetap melepaskan Baekhyun untukmu."

Chanyeol mengacak rambutnya frustasi, "Kau bodoh Luhan! Harusnya kau bilang! Kau juga Baekhyun, kenapa kau tidak menolak lamaranku saat itu?!"

Chanyeol mulai kehilangan kendali, nada bicaranya sangat tinggi, dirinya berdiri sambil menunjuk-nunjuk ke arah Luhan dan Baekhyun secara bergantian. Menghakimi keduanya karena kebodohan mereka berdua. "Ya Tuhan!"

Chanyeol kali ini duduk, menatap lagi ke arah Luhan dan Baekhyun. "Kalian tahu, aku bisa mencari wanita lain kalau saja Baekhyun tidak menerimaku. Aku bisa normal dengan cara apapun!"

Luhan dan Baekhyun kali ini mengubah ekspresi mereka berdua, menampakkan kebingungan mereka satu sama lain. Chanyeol mengatupkan bibirnya sebentar, dirinya kemudian menghela nafas. "Aku gay!"

"APA?!"

Chanyeol mulai menggerakkan kepalanya, ke kanan dan ke kiri, memiringkannya sedikit seperti orang bingung. Tapi, sepertinya ini adalah waktu yang tepat.

"Aku gay, Dan, aku saat itu hanya ingin menjadi normal maka dari itu aku ingin menikahi seorang wanita. Dan, sekarang aku hidup di sini, berpura-pura seperti orang bodoh karena kebodohan kalian yang berselingkuh di belakangku seperti orang bodoh. Aku berperan sebagai ayah yang sayang pada anak-anaknya, menafkahi anak-anaknya, padahal mereka bukan anakku! Ya Tuhan, kenapa kalian tolol sekali!"

Baekhyun mulai tidak mengerti, dirinya terlalu tidak percaya dengan kenyataan ini. Chanyeol gay? Atmosfir di antara mereka mulai berubah sekarang, dan apakah Baekhyun salah kalau ia ingin tertawa akan hal ini?

Luhan merasakan hal yang sama, dirinya hendak tertawa, Luhan ingin tertawa karena dirinya tahu Chanyeol akan selalu membuat lelucon. Tetapi di saat memergoki istrinya selingkuh? Itu tidak mungkin sebuah gurauan.

"K-kenapa kau tidak pernah bercerita padaku tentang ini?"

Chanyeol langsung menatap garang ke arah Luhan, "Apa? Bercerita kau bilang? Apa yang kau harapkan? Kau pikir aku akan menceritakan orientasi seksualku yang menyimpang kepada orang-orang? Apa kau gila?!"

Luhan benar-benar tertawa, okay ini benar-benar tidak bisa menahannya lagi. Baekhyun juga ikut tertawa. Chanyeol masih menatap kesal ke arah mereka, "Kalian pikir kalau aku tahu kalian berselingkuh, aku akan peduli? Tentu saja tidak! Dan, kalau tahu seperti ini, aku harusnya tetap meneruskan hubunganku dengan Kris hyung dan—"

"Kris?"

Chanyeol tidak melanjutkan ocehan nya, dirinya hanya mengangguk.

"Kris? Maksudmu,... astaga! Yifan?!"

Chanyeol kali ini mengatupkan bibirnya, matanya mulai memelototi Luhan untuk diam. Tetapi Luhan malah menertawakannya lagi, hal ini membuat dirinya semakin terpojokkan. "Oh, pantas saja saat kemarin di kafe kau bersama Yifan?"

Chanyeol hanya mengangguk dengan ragu-ragu. Setelahnya, mereka bertiga tertawa secara bersamaan, sama-sama tentang kebodohan mereka masing-masing.

"Jadi..." Luhan mulai angkat bicara.

Chanyeol mengangguk mantap, "Ya, aku akan menceraikan Baekhyun untukmu. Bagaimana Baekhyun, apa kau keberatan dengan keputusanku?"

Baekhyun menggeleng, "Tidak. Aku justru merasa sangat senang. Terima kasih, Chanyeol-ah. Aku berharap kau bisa bahagia bersama Kris hyung mu itu."

Chanyeol tersenyum, "Terima kasih."

.

.

.

9 months later...

"Ayo sayang, beri salam kepada paman Chanyeol..."

Chanyeol tersenyum, sesekali tertawa kecil saat melihat putra Baekhyun dan Luhan yang tertawa.

"Ayah! Aku rindu ayah!" itu Sehun, sambil melambai-lambai ke arahnya. Dan mulai terlihat layar yang bergoyang, seperti di ambil alih.

"Sehun berikan! Ayah-ayah, kapan ayah kembali ke Korea? Ayah bisa bermain di sini bersama daddy!" itu Kyungsoo, berkata dengan suaranya yang lucu sambil cemberut. Membuat Chanyeol tersenyum melihatnya. Bagaimanapun, mereka pernah menjadi anaknya bersama Baekhyun. Sampai kapanpun, Chanyeol tetap menyayangi mereka.

"Bye-bye, ayah!" Sehun dan Kyungsoo berseru bersamaan, dan videonya berhenti sampai di situ. Benar, sudah hampir setahun dirinya tidak pulang ke sana.

Chanyeol merasakan, sepasang lengan memeluk leher dan perutnya. "Apa yang sedang kau lihat?" Kris menunjuk layar ipad milik Chanyeol yang tengah mempause sebuah video. Chanyeol mendongak sambil tersenyum, "Video. Baekhyun sudah melahirkan."

Kris mengangguk, "Laki-laki atau perempuan?"

"Laki-laki lagi, sangat lucu." Chanyeol tertawa kecil saat mengingat pipi gembil anak Baekhyun.

Kris mencium pipinya, "Kau ingin punya anak juga?"

Chanyeol mengangkat kedua bahunya, "Sebenarnya ya. Tapi, sayangnya aku adalah pria, aku tidak mempunyai vagina, dan aku lebih suka di masuki dan—hyung!" Chanyeol berteriak kencang saat Kris sudah mengangkat tubuhnya.

"Ya, kau memang lebih suka di masuki."

"Turunkan aku!"

"Diam." Mendengar itu membuat Chanyeol memanyunkan bibirnya sebal, ia akhirnya melingkarkan kedua tangannya di leher Kris.

"Kau ingin punya anak, hm?"

Mereka sampai di depan pintu kamar, Kris mulai membukanya dan membawa Chanyeol untuk masuk ke dalam. Chanyeol menatap bingung ke arah Kris. "Kenapa kau menanyakan itu, hyung?"

Kris tengah mendudukkan Chanyeol di atas ranjang, yang lebih muda terus menatap bingung seperti itu. "Kalau kau mau, pasti Baekhyun bersedia menjadi relawan kita." Kris mulai melepas atasan Chanyeol, lalu mencium bibirnya.

Chanyeol berusaha mencerna apa yang Kris katakan, dirinya tidak peduli dengan suaminya yang tengah sibuk melepas bawahan yang ia kenakan. "Relawan? Bagaimana caranya?" Chanyeol menatap Kris yang sudah selesai melepas seluruh celananya.

"Kau tahu—" Kris menggantungkan ucapannya, pria itu lalu berdiri dan melepaskan pakaiannya satu persatu. Chanyeol terus menunggu, tidak peduli bagaimana tubuhnya yang sudah polos sekarang ini.

"—pinjam rahim." Kris sudah melepas celananya sekarang.

"Jadi, kita akan benar-benar mempunyai anak?" Chanyeol bertanya lagi.

"Ya, tetapi setelah kau melayani suamimu ini. Aku sudah tidak tahan."

"Ap—ahhh!"

.

.

.

The End

.

.

.


Thanks To:

[XOXO KimCloud] [XiuNiiChan] [Keepbeef Chiken Chubu] [AprilianyArdeta] [Kim Chan Min] [Wu tyfan] [XO-KY] [Arcoffire] [Nyssa Hunhan] [miszshanty05] [bublegum] [krishyung] [Guest] [Kim Se Byul] [sayakanoicinoe] [snowy07] [winterparkchanchan] [HyuieYunnie] [PurpleGyu] [sanexchan] [ling-ling pandabear] [Milkasoonja] [yeollyana] [Calum's Noona] [Fetty EXO-L] [Jiji Park] [xiaorita oktavia] [Phcxxi] [bellasung21] [NoonaLu] [secret] [septyeol]


Terima kasih buat yang review, follow, favs, siders yang tidak komen, semuaaaaanyyaaa pokoknya sudah menemani eonni dalam meningkatkan tulisan eonni yang gini-gini aja T-T. Sampai jumpa di ff eonni yang lain dan selanjutnya!


For the last time, wanna give me some reviews again?