Author: Kiriya Diciannove

Title: Laughing Coffin

Warning: AU, typo, BL, OOC, Don't Like, Don't Read! ;)

Summary: [Krisho] (LAST CHAP) Kau tahu, aku pernah mendengar mitos kalau arwah seseorang akan pergi setelah 49 hari kematiannya\ Izinkan aku mencintaimu…\Bagaimana jika aku merindukanmu? Haruskah aku pergi ke tempat peristirahatanmu dan bicara sendiri pada batu nisan yang dingin itu, Kris?\AU, BL, OOC. Mind to RnR?

P.S: [1] Long~ long chapter~

[2] Alur maju mundur—contain flashback, berbagai point of view

[3] Banyak author note yang mungkin mengganggu tapi harap maklum/?

[4] Nehmen sie platz~ met membaca ^^

XoXo-[Sehun's Side]-XoXo

Jam pasir yang berada di meja nakas samping kasur menjadi objek fokus Luhan. Pasirnya terus berjatuhan ke bawah tanpa bisa dihentikan. Hanya tersisa sedikit pasir pada bagian atas jam pasir yang jatuh, itu berarti waktu yang tersisa juga hanya tinggal sedikit. Dia menghela napas.

"Too long…" ucap Luhan kemudian mengalihkan pandangan pada seseorang yang berada di dekatnya, "Sehun, cari Yifan."

"Heh?" Sehun yang sibuk berguling dengan komik di kasur Luhan langsung menutup komiknya dan duduk. "Kemana? kau tidak memintaku mencari arwah penasaran di seantero Korea, kan?"

Sraakk!

Luhan melemparkan beberapa lembar foto ke kasur tempat Sehun berada, "Cari namja bernama Kim Junmyeon di Hanyang University."

Sehun mengambil foto selembar foto dari sekian lembar yang berserakan. "Wow, he's beautiful like you!"

"Thanks anyway," Luhan mencubit pipi Sehun dengan keras. "Aku menganggapnya sebagai pujian."

"Ow! That's hurts, ge!" Sehun mengelus pipinya, "Bukannya lebih mudah kalau kau yang melakukannya, ge?"

Luhan tersenyum sambil mendekatkan dirinya pada namja yang lebih muda dan mencium pipi yang telah dicubitnya, memeluknya dari belakang sambil menumpu dagunya di bahu namja bersurai blonde yang sama seperti dirinya, "Seperti tidak tahu situasiku saja. Aku saaangat sibuk." Namja tampan menjurus cantik itu menunjuk berkas yang berserakan di kasurnya, "Atau kau mau mengerjakan tugas milikku ini?"

Sehun langsung menggeleng cepat setelah mengarahkan pandangan pada tumpukan berkas yang ada di kasur dan lantai.

Luhan mengambil foto yang berada di tangan Sehun, "Kalau begitu, tolong lakukan perintah dari kakakmu ini."

Sehun melirik sekilas wajah sang kakak, "Fine, tapi kau berhutang bubble tea padaku, ge."

XoXo-XoXo-XoXo

XoXo

Laughing Coffin © Kiriya Diciannove

XoXo

XoXo-XoXo-XoXo

Langit yang mulai menggelap dengan awan mendung di waktu senja ini mungkin menandakan hujan akan segera membasahi bumi. Tetapi dia tidak peduli jikapun hujan akan terjadi. Memangnya apa yang akan hujan akibatkan padanya? Dia hanya akan basah. Apa yang lebih buruk dari pada basah, hm? Oh ya, mungkin dia akan jatuh sakit lalu mati. Hhaha…

Bukankah itu pemikiran yang terlalu dangkal? Lagipula mati dengan cara seperti itu terlalu merepotkan, kau tahu?

Hal yang cukup mudah itu cukup dengan mencari tempat tinggi, kemudian… bingo!

Melompat dengan gaya bebas.

Atau mungkin kau ingin mati dengan cara yang lebih sensasional agar ada yang mengingatmu. Oh ya, bagaimana jika dengan bom bunuh diri. Kau bisa mengajak banyak orang secara random untuk mati. Tidak, jangan bilang kalau kau mengajak mereka untuk mati bersama, mereka pasti akan menolak. Mereka tidak harus punya pilihan. Anggap saja mereka tidak beruntung karena harus mati denganmu. Cukup datang saja ke tempat yang ramai dengan bom itu. Dan mereka akan mengerti penderitaanmu.

[Laughing Coffin]

Namja yang sedari tadi berjalan sendiri di pinggir jalan itu kini meletakkan tangan kirinya dipinggiran railing jembatan. Dia memegangnya dengan erat hingga rasa dingin dari railing besi itu terasa menyebar di telapak tangannya. Mata cokelatnya menatap ke bawah, yang ternyata cukup jauh jaraknya dari atas menuju ke bawah. Hipotesisnya seperti ini; jika kau melompat dari ketinggian seperti ini ke bawah, kemungkinan besarnya kau tidak akan selamat. Jadi, ini adalah tempat yang tepat untuk bunuh diri.

Setelah beberapa saat berspekulasi dengan pemikirannya, dia menaikkan kakinya dengan perlahan ke railing, jantungnya berdetak dengan sangat cepat saat ini. Rambut hitamnya tertiup angin, membuat poninya menutupi pandangannya. Hmph, mungkin akan jadi saat terakhir jantungnya berdebar seperti ini.

[Laughing Coffin]

Junmyeon selalu berpikir bahwa setiap orang harus selalu menghargai kehidupan yang dimiliki oleh mereka walau bagaimanapun buruknya ataupun sulitnya menjalaninya. Karena, sesulit apapun, jika kau hidup, kau masih bisa berusaha untuk mengubahnya. Dan meskipun tidak ada yang berubah, tidak ada yang harus disesali dari usaha keras yang sudah diperjuangkan. Ada banyak jiwa yang meratap karena hanya memiliki waktu yang singkat untuk menikmati dunia. Ada orang yang berusaha agar tetap dapat hidup bagaimanapun caranya. Jadi, membuang satu-satunya nyawa yang dimiliki dengan cara bunuh diri, itu hanya tindakan para pengecut. Beraninya melarikan diri dari kehidupan. Dan orang seperti itu, tidak akan pantas berada di surga.

Bugh!

Junmyeon meninju rahang namja yang menaiki railing jembatan. Tangannya terasa sakit karena dia meninjunya dengan keras. Namja itu jatuh tersungkur ke pinggir jalan.

"Bodoh sekali. Padahal ada begitu banyak orang yang begitu ingin hidup..."

Ayahnya. Jimin. Baekhyun. Jinri. Sojin. Kris…

"Tapi kau malah berniat membuang nyawamu dengan sia-sia." Junmyeon tidak tahu siapa namja yang dia marahi itu sama sekali. Tetapi dia benar-benar benci dan marah besar akan hal yang dilakukan namja tinggi dihadapannya itu.

Namja itu merasakan anyir di dalam mulutnya, dia kemudian mengusap bibirnya yang berdarah, "Kau yang tidak tahu apa-apa, untuk apa peduli dengan apa yang aku lakukan?" dia menatap Junmyeon.

Deg!

He's beautiful…

"Aku memang tidak tahu apapun tentangmu, tapi aku tahu, yang akan kau lakukan ini adalah hal yang salah."

[Laughing Coffin]

"Kenapa… kita disini?" Tanya namja tinggi dengan telinga seperti elf itu pada Junmyeon. Dia menatap kearah papan nama toko bakery bernama Heavenly Blue.

"Karena aku ingin membeli cake." Ujar Junmyeon yang menarik lengannya itu tersenyum, "I'm eating well and living well."

"Huh?"

Junmyeon menariknya masuk ke dalam, menimbulkan bunyi gemerincing dari lonceng yang otomatis berbunyi ketika ada yang membuka pintu. Seorang pegawai toko menatap kearahnya dengan wajah yang ramah.

"Hei, Kyungsoo, aku ingin membeli cheese cake dan chocolate chip muffin."

XoXo-[Chanyeol's Side]-XoXo

"Namaku Kim Junmyeon. Siapa namamu?" Junmyeon menyerahkan sepotong coffee bread kepada namja yang duduk di kursi taman di sebelahnya. Lampu taman tampak menerangi tempat mereka berada.

"Wu Can Lie. Tapi kau bisa memanggilku Chanyeol," Jawab Chanyeol sambil menerima roti dari Junmyeon.

Junmyeon sendiri mulai menikmati cake miliknya sambil menatap langit malam yang tampak lebih gelap dari biasanya karena mendung. Namun hujan masih belum turun.

"Wahh… Chinesse name…"guman Junmyeon pelan, "Kenapa kau ingin mati, Chanyeol?"

Chanyeol meringis pelan ketika hampir menggigit rotinya, bibirnya yang memar karena Junmyeon terasa menyakitkan. Dia kembali meletakkan roti kepangkuannya.

"Kenapa aku harus cerita padamu?"

"Tidak cerita juga tidak apa-apa. Tapi aku tidak ingin besok mendengar berita ada seorang namja tinggi dengan telinga elf ditemukan mati bunuh diri di dekat tempat tinggalku."

"Hidupku melelahkan."

Junmyeon berhenti mengunyah cheese cake-nya, "Kalau kau lelah, kau bisa beristirahat sejenak, bukan selamanya."

Chanyeol tersenyum kecil, "Aku kabur dari China."

Junmyeon tersedak, "C—C—China?! Jauh sekali…"

"Ini yang ke delapan kalinya aku kabur dalam dua bulan ini. China-Korea."

"Kau pasti dari keluarga yang kaya sekali." Komentar Junmyeon. "Tapi kenapa Korea?"

"Karena ini negara kelahiran almarhum ibu-ku. Aku tidak pernah menyukai rumah. Aku dan kakakku—Yifan-hyung, memiliki hubungan yang tidak begitu akur dengan ayah. Ayah selalu menginginkan kami belajar jurusan bisnis untuk melanjutkan perusahaannya di China. Mengikat kami dalam banyak aturan. Tapi, kupikir selama ada Yifan-hyung bersamaku, itu bukan masalah." Chanyeol diam sejenak, senyuman yang tadinya tercetak diwajahnya memudar, "Tapi, kemudian, kakakku kecelakaan kereta api. Dan ayah masih tetap sibuk dengan pekerjaannya, dan melimpahkan segalanya padaku. Dia berkata agar aku tidak bertingkah bodoh seperti kakak yang pindah ke Seoul demi melakukan hal yang dinginkannya. Itu kisah kehidupan internalku." Chanyeol menatap rotinya, "Aku berkuliah jurusan bisnis tahun ini, seperti yang ayah inginkan. Tapi aku menyukai musik. Jadi nilai akademikku cukup buruk." Chanyeol tersenyum pada Junmyeon. "Itu tentang pelajaranku. Dua hari yang lalu, aku melihat yeoja yang kusukai pergi memasuki love hotel dengan seorang ahjusshi. Dia bergandengan tangan dengannya. Itu… kisah cintaku. Ada banyak hal melelahkan yang terjadi padaku, aku ingin melarikan diri dari semuanya. Dan aku kesini lagi. Tempat dimana ibu dan Yifan-hyung berada."

Junmyeon menyerahkan sebuah minuman kaleng rasa jeruk pada Chanyeol, "Akan sangat menyedihkan jika kau mati dengan kenangan buruk seperti itu. Sebenarnya, tidak apa melarikan diri, asal kau ingat jalan kembali. Kau tidak bisa terus lari."

Chanyeol menerima minuman kaleng dari Junmyeon dengan tatapan bingung.

"Kau tahu, jika kau mati, kau tidak bisa lagi mendengarkan ataupun memainkan musik yang kau sukai itu. Apa tidak apa-apa?"

"Hah?"

"Kau bilang menyukai musik, tetapi kau melepasnya begitu saja. Jika kau mati, siapa yang akan mendoakan kakakmu? Kau bilang kau menyayanginya. Nilai akademikmu buruk? Apa kau yakin sudah belajar dan berusaha dengan baik? Kau tahu, tidak ada orang bodoh di dunia ini. Cara yang salah yang membuat kita terus gagal. Kenapa kau tidak membuat bisnis yang berhubungan dengan musik? Jadi kau bisa menyukai jurusan itu demi musik yang kau sukai. Jadilah namja yang lebih keren, agar yeoja itu menyesal karena kehilangan namja setampan dirimu yang telah mencintainya. Ada banyak yeoja yang lebih baik di dunia ini."

Chanyeol menatap Junmyeon, kemudian terkekeh pelan. Oh my, this person totally attractive. Dia meringis karena sakit diujung bibirnya kembali mendera, "Tampan? Menurutmu aku tampan?"

Wajah Junmyeon sedikit bersemu, "K-Kau cukup tampan."

"…Jadi akan sayang sekali kalau kau mati sekarang. Disaat ada begitu banyak orang yang ingin bertahan hidup…" namja angelic itu tersenyum kecil kearah Chanyeol.

Mereka bertukar pandang. Chanyeol sedikit terkejut. Nice eyes colour. Heterochrome?

Hanya perasaannya saja atau kedua bola mata Junmyeon itu berbeda warna? Apa karena efek malam?

"Aku tahu, berkata seperti ini memang mudah. Tapi, meskipun hidup begitu berat, mati bukanlah pilihan yang benar ketika kau masih bisa bertahan hidup. Kakakmu… aku yakin dia pasti tidak ingin kau bertindak bodoh seperti itu…"

Mendengar perkataan Junmyeon itu, Chanyeol teringat saat dia terjatuh dari pohon karena berayun-ayun dan tidak hati-hati saat masih SMP. Tangan dan wajahnya terluka karena ranting pohon, sementara kakinya keseleo. Yifan sangat khawatir dan memarahinya. Meskipun begitu, dia memeluk Chanyeol sambil menangis.

'Kamu tidak tahu betapa khawatirnya aku! Kuharap kau jangan bertindak bodoh seperti itu lagi, Can Lie!'

"Kuharap kau jangan bertindak bodoh seperti itu lagi, Chanyeol…"

Perkataan yang diucapkan Junmyeon sama persis dengan ucapan kakaknya.

Chanyeol menangis. Junmyeon membuatnya teringat akan kakaknya. "Stupid me. Mungkin kau benar, hyung..." Chanyeol menggigit rotinya. Ekspresi wajahnya yang terkejut tampak lucu. "Ini enak…"

Sangat jauh berbeda dengan beberapa saat yang lalu, wajah muram yang menyedihkan.

Junmyeon mengangguk tanda mengiyakan, "Kau masih muda, Chanyeol."

Seperti Baekhyun.

"Masih ada banyak hal yang bisa kau lakukan jika kau hidup. Lagipula, hidup tidak selalu di bawah, ada saatnya untuk berada di atas. Begitulah yang sering kudengar," Namja dengan rambut brown itu tersenyum. "Karena Tuhan tidak akan memberikan cobaan yang tidak bisa diatasi umat-Nya."

Chanyeol balas tersenyum sambil menunduk setelah mendapati Junmyeon tersenyum padanya, "Kau tahu hyung, senyummu sangat indah. Tipe ideal Yifan-hyung."

"Benarkah? Yaah, aku memang memiliki banyak pesona." Ujar Junmyeon dengan nada bercanda. Dia melihat jam di ponselnya, "Sudah malam, sebaiknya kau pulang. Dan jangan berpikir untuk mati dengan sia-sia lagi."

Chanyeol menggaruk kepalanya pelan, kemudian menunduk. "Algeusumnida, hyung."

"Err… kau punya tempat untuk tinggal di Korea kan?" Tanya Junmyeon memastikan anak itu tidak terdampar dengan menyedihkan di jalanan.

"Yeah, ada kok."

"Oh ya, berikan nomor ponselmu. Kau bisa menelponku kalau kau membutuhkan bantuan." Ucap Junmyeon lagi.

Setelah selesai bertukar nomor, Chanyeol melihat kepergian Junmyeon, dia menatap langit yang mulai menampakkan bintang diantara awan yang menutupi langit.

Drrrt…

Sebuah pesan masuk.

From: Kim Junmyeon

Ingat! Jangan bertindak bodoh seperti tadi lagi. D:

Chanyeol tersenyum kecil begitu membacanya. Junmyeon seperti sosok seorang kakak. Beberapa detik kemudian, ponselnya berbunyi karena ada panggilan masuk.

Sehun calling

"Yoboseyo?"

"Hei Chanyeol-ge. Ini tentang Yifan-ge."

Chanyeol bersyukur dirinya masih hidup sampai sekarang.

XoXo-[Yifan's Side]-XoXo

[Flashback]

Kereta masih tampak belum akan berangkat meskipun beberapa orang tampak dengan raut wajah terburu-buru. Dari sekian banyak orang yang sibuk dengan tuntutan pekerjaan dan rutinitas, Yifan yang sedari tadi menunggu kereta sambil menikmati minuman kaleng dengan rasa jeruk tampak berjalan dengan perlahan, tidak terpengaruh dengan pemandangan sekitar dikarenakan matanya lurus memandang ke depan. Dia kemudian membuang kaleng minumannya ke tempat sampah sebelum memasuki kereta api. Fuuh… syukurlah dia mendapatkan spot yang nyaman.

Drrt…

Ponsel disakunya tampak bergetar.

"Hallo?"

"Kris! Seriously, where are you now?!"

Yifan menjauhkan ponselnya beberapa saat dari indra pendengarannya, "Aku?" Namja tampan itu mengedarkan pandangannya keluar bis sejenak, kemudian mengembalikan focus pandangannya ke depan, mendapati dua namja yang memiliki tinggi sepantaran yang sedang asyik berbicara. Kim Junmyeon, namja dengan rambut brown itu tampak tertawa kecil sambil mendengarkan ucapan Byun Baekhyun—sahabatnya.

Kim Junmyeon. Senyuman angelic dan eyesmile yang indah. Sangat tipe Yifan sekali. Sayangnya Yifan—Kris hanya bisa selalu menatapnya dari kejauhan saja. Walaupun sekarang jaraknya dengan Junmyeon hanya beberapa langkah. Tapi dia masih belum jadi sosok yang disadari Junmyeon.

"Jangan mengabaikankanku!"

"Ayolah, Luhan-ge, santai sedikit," terdengar suara Sehun dari telepon meskipun tidak begitu nyaring.

"Sorry! Aku sedang fokus terhadap sesuatu." Sahut Yifan kemudian.

"Are you following yours crush again?!" suara Luhan terdengar naik beberapa tingkat lagi.

"You got me."

"Sounds like a stalker," komentar Sehun lagi. "Creepy."

"Yes, he is." Ucap Luhan pada Sehun. "Hanya mengikutinya? Tidak bisakah kau bersikap keren dengan menghampirinya dan mengajaknya berkenalan secara normal?" sambung Luhan kemudian, bicara kembali pada Yifan.

"Normal?"

"Just like, Hey, I'm Luhan. What's your name, cutie?"

"That's sound like a playboy, you know. Dia pasti akan berpikir kalau aku tipe namja yang suka bermain."

"Aren't you?"

"I'm not!" sanggah Yifan dengan cepat. "Lagipula, sebentar lagi aku akan pindah ke kampus Hanyang. Jadi, aku akan memiliki banyak kesempatan untuk bertemu dengannya dan memiliki kesempatan untuk berkenalan dengannya, dengan first impression yang baik."

"Atau mungkin dengan kesan yang konyol, misalnya terpeleset dihadapannya, dan dia akan berpikir kau orang yang konyol." komentar Sehun.

"Hey!" protes Yifan tidak terima.

"Kris, kau harus pulang cepat hari ini, Chanyeol bilang dia akan berkunjung ke Korea besok, jadi kau harus menyiapkan kamar untuknya," Luhan menghentikan obrolan tidak penting itu.

"Uh, tidak bisakah kau atau Sehun saja yang melakukannya? Biar besok aku yang menjemputnya di bandara. Dan aku yakin dia bukan hanya sekedar berkunjung, pasti dia kabur dari rumah lagi untuk yang kesekian kalinya. Anak itu…"

"Hei! Dia adikmu tahu."

Yifan menghela, "Akan aku usahakan untuk pulang cepat kalau aku sudah selesai mengobservasi jalanan Seoul."

"Are you kidding me?"

"Yup. Kau pikir aku serius untuk mengukur jalanan?"

"Ck, whatever. Pulang sebelum jam 9 malam, ok?"

"Akan aku usahakan."

Pip.

Sambungan telepon itu dimatikan oleh Yifan, dia kemudian memasukkan ke saku bajunya dan kembali menatap namja yang disukainya sejak lama itu. Ada beberapa saat dimana hanya menatapnya sudah cukup baginya, dan ada saat dimana dia sangat ingin menggapai sosok itu agar berada direngkuhannya dengan perasaan yang menggelora.

Kereta sudah mulai melaju. Junmyeon tampak berdiri dan meminta seorang nenek untuk duduk di kursi awal dia duduk. Baekhyun juga ikut berdiri sepertinya, membuat Junmyeon sedikit protes pada Baekhyun dan berkata tidak masalah kalau Baekhyun tetap duduk. Such a nice person, isn't he?

Namun kemudian pemandangan tenang itu berubah ketika terasa benturan keras yang menghasilkan suara-suara panik dan teriakan. Saling terbentur dan kehilangan pegangan. Yang Yifan ingat, dia segera mendekat kearah Junmyeon dan memeluk namja itu, berharap namja itu selamat dan baik-baik saja. Mengabaikan rasa sakit yang terasa dipunggungnya. Mereka akan selamat bukan?

Apa-apaan ini? Mungkin dia sebenarnya menyadari apa yang sedang terjadi. Tapi, kenapa ini terjadi? Dia memeluk Junmyeon tapi mereka bahkan belum saling mengenal sama sekali. Dia bahkan belum sempat mengenalkan dirinya pada Junmyeon. Dia juga belum menyatakan perasaannya, kalau dia mencintai Junmyeon. Yifan sangat berharap agar diberi kesempatan untuk mengatakan perasaannya. Yifan tidak tahu lagi apa yang terjadi setelah tubuh mereka terjatuh. Hanya ada rasa sakit dan gelap.

'Junmyeon, aku menyukai namja itu. Izinkan aku untuk menyampaikan perasaanku…'

XoXo- Chapter I-XoXo

Gelap.

Seorang namja berambut hitam pendek tampak sedang berdiri di koridor rumah sakit dengan mata tertutup. Dengan perlahan namja itu membuka matanya.

Ini… dimana?

Apa ini rumah sakit? Kenapa dia berdiri di koridor rumah sakit.

Terlebih lagi, siapa dirinya?

Tampak seorang suster sedang berjalan menuju kearahnya. Dengan segera namja tinggi itu berniat menghampirinya.

"Suster, bolehkah aku…" ucapannya terputus ketika sang suster berlalu begitu saja melewatinya. 'Mungkin dia sedang terburu-buru,' pikir namja itu positif. Namun setelah beberapa waktu dia mencoba berbicara dengan orang-orang yang berlalu lalang, dia hanya diabaikan saja. Membuatnya merasa bingung dengan apa yang terjadi.

Tiba-tiba dia mendengar seseorang berteriak, dan sedetik kemudian sebuah bola melewatinya. Matanya mendapati seorang namja dengan rambut brown menatap kearahnya.

Akhirnya ada seseorang yang tidak mengabaikannya.

Lelaki dengan mata yang indah.

Kris?

Sepertinya itulah namanya ketika Junmyeon bertanya padanya, karena kata itulah yang pertama terlintas dipikirannya. Selebihnya, tidak ada. Dia tidak mengingat apapun.

Dia tidak ingat kalau pernah sangat mencintai namja pemilik eyesmile di hadapannya itu.

XoXo- Chapter II-XoXo

"Kenapa kita tidak pergi ke… tempat semacam surga begitu? Atau tempat peristirahatan yang tenang? Kupikir setelah mati kita akan… ya kau tahulah. Mati. Tidur yang panjang hingga kiamat. Atau menunggu reinkarnasi mungkin?" Ucap Kris dengan nada frustasi.

Ya, kenapa dia ada disini?

Kenapa dia muncul dalam kehidupan Junmyeon sedangkan dia bukan siapa-siapa bagi Junmyeon…

Karena kau ingin menjadi bagian dalam kehidupan Junmyeon.

XoXo- Chapter III-XoXo

Angin yang bertiup di balkon menyusup ke kamar Baekhyun, membuat tirai bergerak karena terkena hembusannya. Tapi angin itu tidak memberikan pengaruh apapun pada dua namja yang berada di kamar dengan percakapan serius mereka. Kris diam sambil menatap Baekhyun yang melemparkan sebuah pertanyaan padanya.

"Apa kamu menyukainya?"

Baekhyun membalas tatapan Kris dengan wajah santai, sedangkan Kris tampak memikirkan jawaban tentang hal itu dengan serius.

Apakah dia menyukai Junmyeon?

Tidak tahu.

Baekhyun menatap telapak tangannya beberapa saat lalu meletakkannya tepat di depan dada Kris. Kris menatap kearah tangan Baekhyun dengan penuh kebingungan.

"Tidak berdetak," ujar Baekhyun polos.

"…tentu saja… kita ini kan arwah. Kita… sudah mati…" sahut Kris dengan pelan setelah mendengar ucapan Baekhyun.

"Selama 49 hari, arwah akan memperhatikan orang-orang yang dicintainya… memperhatikan apa saja yang mereka lakukan."

Baekhyun tersenyum, tapi dia masih belum menyingkirkan tangannya dari Kris, "Jantung ini… mungkin pernah berdetak cepat untuk Junmyeon." Baekhyun mengalihkan telapak tangannya ke dadanya sendiri. "Seperti jantung milikku."

"…mencintainya?"

Apakah ini perasaan cinta?

"Aku tidak tahu…"

XoXo- Chapter IV-XoXo

"Kau cemburu karena aku mendekati kak Junmyeon bukan? Kau menyukainya, kan?" Jinri menatap Kris dengan penuh minat. Anak kecil selalu memiliki rasa ingin tahu yang luar biasa.

Ini kedua kalinya ada yang bertanya seperti itu pada Kris…

"Sepertinya begitu."

"Sepertinya?"

"Seperti aku pernah merasakan hal seperti ini…"

Cinta?

"Sepertinya aku memang menyukainya."

XoXo- Chapter V-XoXo

Kris hanya mematung, bahkan ketika Sehun sudah selesai membuat youkai dan Sojin menghilang—yang Sehun bilang dengan menyucikan. Tampak dua serigala besar, familiar (binatang panggilan berbentuk spirit) milik Sehun menatap kearah Kris.

"Chen, Lay, kalian boleh pergi." Ucap Sehun sambil merobek kertas mantra yang dia pergunakan untuk memanggil kedua familiar itu. Kedua familiar berwujud serigala putih besar itu kemudian menghilang.

Namja itu mengenalnya.

Dan dia mengenal namja berambut pirang itu. Dia ingat kalau namja itu bernama Sehun. Tapi hanya sebatas itu.

Sehun menghela napas, "Melakukan ini selalu melelahkan," ujarnya sambil menatap kearah Kris. Dia berjalan kearah railing dan bersandar. Sementara Kris hanya memperhatikan tiap gerak-gerik yang dilakukannya.

Hening.

"Oke, ayo pergi dari sini." Ujar Sehun sambil beranjak dari rooftop menuju pintu.

"Tunggu," cegah Kris, "Kau tidak menyucikan diriku?"

"Huh? Untuk apa? Waktumu tinggal sebentar lagi kok." sahut Sehun.

Sebentar? Apa maksudnya?

"…Jelaskan padaku." ucap Kris pelan.

Sehun menoleh pada Kris dengan dengan raut wajah poker face, "Ge, aku capek. Kita cari bubble tea dulu, baru aku jelaskan semuanyaa!"

Kris mengerutkan alisnya karena sikap seenaknya Sehun, "…baiklah," sahutnya.

Dia tidak punya pilihan.

Sehun menikmati bubble tea-nya dengan penuh rasa senang, "Bubble tea di tempat itu enak sekali! Aku baru tahu ada tempat yang menyediakan bubble tea seenak iniii! Dan nama tempatnya Heavenly Blue, bagus sekali~ Aaa~"

Rasanya Kris ingin membenturkan kepalanya ke tembok seandainya bisa karena sikap Sehun yang membuatnya kesal.

"Jadi… kau tidak mengingat apapun ya… pantas saja kau tidak pulang." Ucap Sehun sambil meletakkan gelas minumannya di samping tempatnya duduk. Sebuah lapangan basket yang sepi.

"Pulang kemana?"

Sehun menyeringai, "Pada yang di atas,"

"Kalau begitu, bantu aku." Sahut Kris datar.

"Apa? Kenapa begitu, bukankah kau sudah ingat."

"Tidak… belum semua," ucap Kris pelan.

"Baiklah, aku akan membantumu." Ujar Sehun kembali meminum bubble tea mengabaikan tatapan penuh harap dari Kris. "Namamu Wu Yifan, terbiasa dipanggil Kris memang. Kau mempunyai adik bernama Can Lie—dia lebih suka dipanggil Chanyeol. Lalu kau memiliki sepupu bernama Luhan, dan Luhan-ge memiliki adik bernama Sehun—yaitu aku. Ayahmu berdarah China-Kanada dan merupakan orang yang menyebalkan—jadi abaikan saja info mengenai dia. Ibumu berdarah Korea dan sudah ke surga duluan. Kau awalnya berkuliah di China, tapi memutuskan pindah ke Korea sambil memaksa kami juga ikut pindah ke Korea setelah kau Liburan seminggu di Seoul. Karena…"

"Karena…"

"Karena kau sangat menyukai seseorang yang sering kau sebut angelic, yang akhirnya baru kami tahu kalau namanya Kim Junmyeon. Kau bahkan sampai mengikutinya hingga kalian sama-sama jadi korban kecelakaan kereta api."

Mendadak semua kata yang diucapkan Sehun terpikir oleh Kris, berbentuk seperti pecahan puzzle-puzzle berantakan yang mulai tersusun rapi menjadi sesuatu yang jelas di dalam benak Kris.

"Bukan sekedar suka… aku mencintainya. Sangat mencintainya."

Dia ingat semuanya.

Mendadak rohnya terasa begitu berat, seperti terikat tali dan rantai.

Urusan yang belum selesai. Pernyataan cintanya.

"Aku akan menemui Junmyeon!" Kris segera menghilang.

"Aku ditinggal begitu saja." Gumam Sehun dengan nada datar, dia melempar gelas bubble tea-nya yang habis ke tempat sampah dengan sukses. "Aku mau beli bubble tea lagi. Oh ya, aku harus mengabari Chanyeol-ge juga."

XoXo-XoXo-XoXo

["Sekarang aku tahu alasan kenapa aku muncul dihadapanmu. Junmyeon, sejak dulu aku menyukaimu, terakhir kali sebelum menutup mataku, aku berharap untuk mendapatkan kesempatan untuk menyampaikan perasaanku ini. Jadi, izinkan aku mencintaimu…"

"Kau boleh mencintaiku sesukamu. Aku juga mencintaimu... tapi bisakah kau jangan pergi…"

"Junmyeon, eating well, living well and keep smiling. Because I love your smile so much."]

Kris sangat senang.

Sangat senang karena Junmyeon juga memiliki perasaan yang sama dengannya. Dia memejamkan matanya ketika merasakan kesadarannya menghilang beserta tubuh dan tangannya. Dia tetap tersenyum.

XoXo-XoXo-XoXo

Laughing Coffin VI – Last Chapter

XoXo-XoXo-XoXo

Kelopak matanya terasa begitu berat, namun sosok yang sudah menutup matanya dalam waktu yang cukup lama itu masih berusaha membukanya dengan perlahan. Silau membuatnya refleks menutup matanya lagi dan mengernyit, seraya berpikir apa yang terjadi kepadanya. Oh, benar, kecelakaan kereta api. Setelah beberapa saat dia akhirnya dapat membuka matanya dan mendapati seseorang tersenyum lembut kearahnya.

"Akhirnya kau sadar juga, Yifan." Luhan menyambutnya dengan senyuman.

"Luhan…"

"Bodoh, harusnya kau bangun lebih cepat. Kau pergi terlalu lama…"

"Aku… masih hidup?"

"Tentu saja… Kau masih belum menyatakan perasaanmu pada Junmyeon dengan cara yang pantas."

Yifan melengkungkan bibirnya, dia mengangguk.

Brak!

Bunyi pintu yang dibuka secara tiba-tiba itu menampakkan sosok namja tinggi dengan napas terengah-engah, matanya berkaca-kaca, "Yifan-hyung!"

"Chanyeol… kau… baik-baik saja bukan?"

"Iya… aku baik…" Chanyeol mengabaikan beberapa hal yang terjadi padanya berapa hari ke belakang. Fakta kalau dia hampir saja bunuh diri karena putus asa. "Harusnya aku yang bertanya tentang keadaanmu!"

"Kau… semakin tinggi."

"Aku sudah setinggi ini dari dulu hyung…"

Yifan terkekeh pelan. Dia, Yifan bangun dari koma.

XoXo-XoXo-XoXo

End Chapter VI

XoXo-XoXo-XoXo

A/N: yang minta Kris di hidupin lagi, sok atuh lah. :'v

Btw, epilog + extra side story ada di bawah ;)

Bergembira karena Pathcode, album Exodus dan mv call me baby. Junmyeon tambah manly/? Chanyeol tambah keceee. Sehun makin cakep~ ^q^ /pelukin bias/

Thanks to: whirlwind27 (Yifan udah suka Junmyeon sudah sejak lama sebelum insiden kereta) lustkai (salam sayang dan cinta balik ;) wumy(duh, makasih x) ini bukan Hunho kok :)deerLu200490(udah last chap ini :) nonagrice (dikabulkan! ;)TaoHyun Addict (thanks for your love~) Nurfadillah(hidup kok ;)| shin . hy . 39 (bukan :D) joonmily (caplocknya bikin aku terpesona~ thanks my dear :D) buat: honeykkamjong, esthiSipil, jimae407203, Kim YeHyun, elfishminxiu, SparKyuCuttieKy, little rabbit, WaterlangelL, Junmen, pertanyaan kalian, jawabannya ada di chapter ini ;) thanks bangett udah bertahan ampe last chap ini dan supportnya :) thanks gaes /pelukin satu-satu/

XoXo-XoXo-XoXo

EPILOG

XoXo-XoXo-XoXo

"…lalu aku berkata padanya kalau aku tidak suka disebut imut," ucap Kyungsoo pada namja di sebelahnya. Mereka berjalan di koridor kampus bersama menuju cafeteria.

Namja itu—Junmyeon terkekeh pelan, "Ayolah Kyung, imut kan artinya tidak seburuk itu. Itu artinya kau lebih muda dari umurmu yang sebenarnya."

"Dia bilang aku cute, pendek dan memiliki mata bulat besar yang bagus. Namja mana yang senang disebut seperti itu hyuung?!" nada protes terlontar dari mulut Kyungsoo.

Junmyeon tertawa pelan, "Baby face itu sebuah keberuntungan. Aku cukup iri lho. Yaah, kecuali pada bagian pendek itu. Aku mengerti perasaanmu tentang tinggi…"

Kyungsoo mendengus pelan sambil tetap melangkah menuju kampus bersama Junmyeon, "Aku ingin memiliki image dewasa, hyung. Aku tidak mau terus dikira anak SMA, aku bahkan sudah punya KTP dan SIM. Aku juga sudah nonton film dewasa! R18+!"

Junmyeon melotot kearah Kyungsoo, "Jaga mulutmu itu Kyung! Jangan ngomong begitu." Tegur Junmyeon.

"Habisnya aku kesal."

"Kalian kan baru saling mengenal, jadi dia belum tahu kepribadianmu yang dewasa, jadi—"

Bruk!

Junmyeon menabrak seseorang ketika berbicara terlalu fokus pada namja bermata bulat itu. Dia mengelus hidungnya yang terbentur.

"Maaf."

Namja berambut blonde yang ditabrak Junmyeon melepas kacamatanya, "No problem. I'm sorry too."

Aroma mint.

Junmyeon mendongak.

Namja tampan dengan surai blonde itu tersenyum padanya, "Hey, namaku Wu Yifan, tapi kau bisa memanggilku Kris. Aku sudah lama menyukaimu, jadi… Izinkan aku mencintaimu, Kim Junmyeon."

XoXo-XoXo-XoXo

END

XoXo-XoXo-XoXo

[Laughing Coffin Ekstra]

"Hm…" Chanyeol menyipitkan matanya pada Luhan, dia mendekatkan wajahnya pada Luhan hingga hanya tersisa jarak beberapa jengkal.

Luhan yang sedang mengaduk pelan kopi espresso miliknya menatap balik pada Chanyeol.

"Apa? Kenapa menatapku begitu?"

Chanyeol masih menatap intens pada Luhan. Heterochrome.

"Kalau Sehun melihatmu seperti ini, dia akan menghajarmu, kau tahu. Kau terpesona pada ketampananku atau tidak bisa menahan diri ingin menciumku?"

"Hm…" Chanyeol menggeleng, dia kembali duduk ke posisinya yang semula berada di samping Luhan. "Hanya perasaanku saja, atau memang kedua matamu memiliki warna yang berbeda, Luhan-ge?"

"Ah… kau memperhatikanku hingga menyadari hal seperti ini? Wah, kau adik sepupu yang sangat perhatian."

"Eh? Bukannya begitu sih," bantah Chanyeol, "Hanya saja rasanya aku pernah melihat mata yang berwarna seperti mata kiri milikmu itu. Warnanya terasa tidak biasa…"

"Benarkah?" Luhan meminum kopi espresso miliknya beberapa teguk, kemudian meletakkan cangkirnya kembali. "Kedua mataku ini istimewa lho."

"Istimewa?"

Karena mereka memiliki kekuatan. Mereka bisa melihat sesuatu yang tidak bisa dilihat manusia biasa.

"Iya, istimewa. Tidak semua orang bisa memiliki mata berwarna seperti ini."

Tapi setengah warna mataku ini telah kuberikan pada seseorang. Yang artinya separuh kekuatan mataku juga kuberikan padanya.

"Ah!" Chanyeol menjentikkan jarinya, "Warna matamu mirip seperti mata kiri milik Junmyeon-hyung!"

XoXo-XoXo-XoXo

A/N: [1] Luhan juga Exorcist seperti Sehun.

[2] Luhan cuma mendonorkan kekuatannya, bukan matanya. Bayangin transfer kekuatan secara supranatural aja biar gak rumit. xD

[3] sori karena gak ada adegan r13+ sama sekali :'D

Thanks buat yang udah baca dan review juga. :)

Annyeong… ^^

Kapuas Timur, 01/04/2015

-Kiriya-

Mind to Review?