Noir (c) Raawrrr
Kuroko no Basuke (c) Tadatoshi Fujimaki
Langkah kakiku terhenti saat aku melihat sosok yang sangat aku kenal berada beberapa meter didepanku. Sosok yang sangat aku rindukan. Sosok yang saat ini sedang aku butuhkan untuk berbagi keluh kesah seperti biasa. Dan... sosok yang aku harapkan untuk menghiburku disaat aku sedang terpuruk. Seperti saat ini...
"Sekarang aku mengerti..."
Senyum miris terpampang di wajahku saat melihat tangannya sedang bertautan dengan tangan milik seseorang yang lain.
"Karena yang sebenarnya bukan 'Aku tidak bisa melupakan Tetsu', melainkan 'Aku sudah kembali dengan Tetsu'. Benar 'kan, Aominecchi?"
Dadaku berdenyut. Sakit sekali rasanya. Apakah kau mengerti apa yang aku rasakan saat ini, Aominecchi?
"Aku tidak sebodoh itu, Aominecchi... aku tidak sebodoh itu untuk tidak menyadarinya."
Kepalaku terangkat untuk melihat langit yang kelabu, tak kalah kelabu dengan hatiku saat ini. Kejadian menyakitkan itu kembali muncul dalam benakku. Saat dimana kau memutuskan hubungan kita yang sudah berlangsung cukup lama. Kau memutuskanku tepat pada saat langit sedang kelabu, 'kan?
Ne, kau tahu Aominecchi? Kau memutuskanku saat karirku sedang jatuh loh. Saat itu aku ingin cepat-cepat menemuimu, memelukmu, dan menangis didadamu. Tapi ternyata... kau malah memberikan sesuatu yang membuatku makin terjatuh...
"Ahahaha..."
Tawa miris tiba-tiba keluar melalui mulutku. Seiring tawa itu terdengar keluar, aku mulai merasakan bahwa mataku basah. Dan beberapa saat kemudian kurasakan air mengalir melalui kedua mataku.
Dan inilah akhirnya. Aku hanya bisa menatap mereka dari belakang dengan senyum cerah yang terlukis diwajahku. Dan saat kita bertemu, aku akan selalu seperti ini. Menatapnya dengan senyum cerah seperti biasa, dan bersikap seolah aku tidak apa-apa; padahal sebenarnya aku tahu— sangat tahu malah— bahwa jauh didalam hatiku, aku tidak tidak apa-apa.
My face are smile, but i know my heart not.
.
.
.
"Oh, hai Akashi." Aomine mengangkat sebelah tangannya saat dirinya bertemu dengan sang mantan kapten saat Ia masih di klub basket Teiko dulu.
"Domo, Akashi-kun." Kuroko membungkuk singkat sebagai salam.
"Hai Daiki, Tetsuya." Akashi menyapa mereka berdua, matanya tak sengaja melihat sebelah tangan Aomine dan Kuroko yang saling bertautan. "Oh, kalian berdua?"
"Y-ya begitulah." Aomine menggaruk tengkuknya salah tingkah, sepertinya Ia mengerti maksud dari pertanyaan Akashi. Sedangkan Kuroko hanya diam saja.
"Lalu bagaimana dengan Ryouta?"
"Yah, tentu saja hubunganku dengannya sudah berakhir. Awalnya dia menangis seperti perempuan sih, dan membujukku agar kami tidak putus. Namun, saat terakhir kali kita bertemu, dia terlihat biasa-biasa saja." Aomine mengangkat bahunya tak peduli.
"Aku tidak tahu ternyata kau sebrengsek itu, Daiki," ujar Akashi tajam. Tangannya mengepal, seperti sedang menahan emosi.
"Hoi—!"
"Kalian terlalu fokus pada kebahagiaan hubungan kalian berdua, sehingga kalian tak menyadari bahwa ada seseorang diluar sana yang –sangat— tersakiti oleh kalian berdua."
Setelah berkata seperti itu, Akashi pergi meninggalkan Aomine dan Kuroko yang menatapnya tidak mengerti.
'Apakah kau benar tidak apa-apa, Ryouta...?'
Karena ditinggalkan seseorang yang sangat kau sayangi adalah sesuatu hal yang kelam, bukan?
.
.
END.